• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ditemukan 36 spesies tumbuhan paku yang terdapat di Blok Gambung Cagar Alam Gunung Tilu. Tumbuhan paku tersebut dikelompokan ke dalam 18 famili dan 22 Genus. Tumbuhan paku yang ditemukan diidentifikasi menggunakan buku Flora of Java dan Fern of Malaysia in Color.Berdasarkan habitatnya tumbuhan paku dibedakan menjadi 2 golongan, yaitu paku terestrial dan paku epifit. Paku terestrial merupakan tumbuhan paku yang dapat tumbuh dan hidup di atas tanah, sedangkan tumbuhan paku epifit adalah tumbuhan paku yang hidup menempel pada batang pohon atau pada tumbuhan paku tiang. Paku terestrial yang ditemukan terdiri dari 24 spesies, sedangkan paku epifit yang ditemukan sebanyak 13 spesies.

Tumbuhan paku terestrial memiliki tiga belas famili yang ditemukan di Blok gambung terdapat, yaitu: famili Davalliaceae, Nephrolepidaceae, Polypodiaceae, Thelypteridaceae, Pteridaceae, Marratiaceae, Dryopteridaceae, Cibotiaceae, Athyrioidaceae, Cyatheaceae, Grammitidaceae, Dennsteadtiaceae, dan Athyriaceae.

Sedangkan tumbuhan paku epifit yang ditemukan di Blok Gambung memiliki lima famili, di antaranya yaitu: famili Aspleniaceae, Polypodiaceae, Davalliaceae, Naphrolepidaceae dan Marratiaceae.

Tumbuhan paku memiliki manfaat yang sangat baik bagi kehidupan manusia. Selain dapat melindungi tanah dari erosi, tumbuhan paku ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan tanaman hias. Tumbuhan paku yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan pangan adalah Chyatea glauca dan Neprolepise dicksonioides, tumbuhan ini termasuk kedalam tumbuhan paku terestrial. Biasanya masyarakat sekitar akan mengambil daun mudanya untuk dikonsumsi.

(a) (b)

(2)

Sedangkan tanaman paku yang dimanfaatkan sebagai tanaman hias oleh masyarakatsekitar yaitu Asplenium nidus dan Belvicia califolia. Tumbuhan paku ini termasuk ke dalam paku epifit, biasanya akan di budidayakan oleh masyarakat dan di jual di pasaran.

(a) (b)

Gambar 4.2. (a) Asplenium nidus (b) Belvisia callifolia

1.1. Indeks Nilai Penting Tumbuhan Paku di Blok Gambung

Indeksi nilai penting adalah salah satu parameter yang digunakan untuk menggambarkan tingkat penguasaan suatu jenis terhadapkomunitas, semakin besar nilai INP suatu jenis maka semakin besar tingkat penguasaan terhadap komunitas dan lingkungannya dan sebaliknya. Apabila INP suatu jenis vegetasi tinggi, maka jenis itu sangat mempengaruhi kestabilan ekosistem tersebut (Fachrul, 2007).

Indeks nilai penting tersusun atas tiga faktoryaitu frekuansi, kerapatan dan dominansi. Menurut Indriyanto (2007), frekuensi merupakan besarnya intensitas ditemukan suatu spesies organisme dalam pengamatan keberadaan organisme pada komunitas atau ekosistem. Semakin banyak petak contoh yang didalamnya ditemukan spesies, maka semakin besar frekuansi spesies tersebut. Kerapatan atau densitas adalah jumlah indvidu per unit luas. Sehingga dapat dikatakan densitas merupakan jumlah individu organisme per satuan ruang. Dominansi adalah parameter yang menyatakan tingkat terpusatnya dominansi atau penguasaan spesies dalam suatu komunitas. Penguasaan atau dominansi spesies dalam komunitas bisa terpusat pada satu spesies, beberapa spesies, atau pada banyak spesies yang dapat diprakirakan dari tinggi rendahnya indeks dominansi.

1.1.1. Indeks Nilai PentingTumbuhan Paku Terestrial

Perhitungan terhadap tumbuhan paku terestrial dihasilkan INP (Indeks Nilai Penting) dari penjumlahan Frekuensi Relatif (FR), Kerapatan Relatif (KR) dan Dominansi Relatif (DR), Indeks Nilai Penting (INP) dapat di lihat pada tabel 4.1.

(3)

Tabel 4. 1. Indeks Nilai Penting Tumbuhan Paku Terestrial

No. Spesies Famili FR(%) KR(%) DR(%) INP(%) 1. Coryphopteris sp. Thelypteridaceae 14,1 26,51 42,62 83,23 2. Cibotium barometz Cibotiaceae 8,86 10,3 14,30 33,46 3. Dryopteris sp. Dryopteridaceae 3,88 1,58 25,77 31,16 4. Nephrolepis dicksonioides Nephrolepidacea e 8,86 16,26 7,25 25,15 5. Cyathea glauca Cyatheaceae 11,5 1,19 9,15 21,84 6. Sphearostepha no sp. Thelypteridaceae 6,22 3,00 7,45 16,67 7. Pteris sp. Pteridaceae 7,93 2.36 1,16 12,17 8. Diplazium poliforum Athyrioideae 6,53 2,54 2,65 11,72 9. Davallia sp 3 Davalliaceae 6,22 1,69 3,08 11,71 10. Angiopteris evecta Marattiaceae 2,17 0,66 7,24 10,07 11. Haplopteris sp. Pteridaceae 3,11 1,37 0,56 5,04 12. Microlepia speluncae Dennstaedtiacea e 0,77 1,02 2,77 4,56 13. Davallia sp 4. Davalliaceae 2,17 0,8 0,16 3,13 14. Ctenopteris obliquata Polypodiaceae 2,17 0,59 0,37 3,13 15. Microlepia todayensis Dennstaedtiacea e 1,24 0,49 0,68 2,41 16. Prosaptia sp. Grammitidaceae 0,31 0,10 0,37 1,34 17. Dryopteris sp 2. Polypodiaceae 0,31 0,03 1,16 1,22 18. Angiopteris sp 1 Marattiaceae 0,77 0,10 0,20 1,07

(4)

19. Davallia sp 1 Davalliaceae 0,31 0.10 0,65 1,06 20. Nephrolepis sp. Nephrolepidacea e 0,77 0,14 0,04 0,95 21. Belvisia callifolia Polypodiaceae 0,31 0,10 0,49 0,90 22. Anisocampium sp. Athyriaceae 0,31 0,03 0,05 0,39 23. Davallia sp 6 Davalliaceae 0,31 0,06 0,01 0,38

Tumbuahan paku terestrial yang memiliki INP tertinggi adalah Coryphopteris sp. dengan nilai 83,23%. Dilihat dari frekuansi relatif, kerapatan relatif, dan dominansi relatifnya pun tinggi dibandingkan dengan tumbuhan paku terestrial yang lain. Tingginya nilai inp Coryphopteris sp. ini karenakan mudahnya tumbuhan paku ini untuk beradaptasi dengan lingkungan, selain itu blok gambung sangat sesuai degan habitat spesies ini. Faktor lingkungan pada blok ini mendukung keberadaan sepsis ini, seperti kelembapan dan suhu udaranya.Coryphopteris sp. dapat hidup di tanah yang kering maupun basa, selain itu spesies ini dapat hidup hingga 3000 mdpl. Hal tersebut sesuai dengan Holltum (1976) bahwa habitat Coryphopteris ini dapat hidup di dataran rendah dan di puncak gunung yang tinggi (1000-3000 mdpl), dan akan tumbuh baik di pegunungan, kecuali pada gunung vulkanik.

Tumbuhan paku yang memiliki INP terendah yaitu Davallia sp 6 sebesar 0,38%. Rendahnya nilai INP dari spesies ini dikarenakan tanah tempat tumbuh paku ini kurang cocok. Umumnya spesies Davallia sp. 6 di tanah cadar berbatu, kebanyakan dari spesies ini lebih senang hidup di daerah yang kering. Sedangkan kondisi tanah pada blok gambung cenderung lembab. Hal tersebut yang membuat pertumbuhan dari Davallia sp. 6 terhambat dan cenderung jarang ditemukan.

Spesies yang memiliki INP tertinggi dibandingkan dengan spesies yang lain, spesies tersebut dapat dikatakan spesies yang dominan. Menurut Indriyanto (2006), keberhasilan jenis-jenis ini untuk tumbuh dan bertambah banyak tidak lepas dari daya mempertahankan diri pada kondisi lingkungan.

Dominansi menyatakan suatu jenis tumbuhan utama yang mempengaruhi dan melaksanakan kontrol terhadap komunitas dengan memperlihatkan banyaknya jumlah jenis, besarnya ukuran maupun pertumbuhannya yang dominan (Delvian, 2006). Dilihat dari nilai dominansinya kedua tumbuhan paku terestrial ini memiliki perbandingan nilai yang sangat

(5)

jauh. Tumbuhan paku Coryphopterissp. memiliki nilai dominansi relatif yaitu 42,62%, sedangkan spesies paku Davallia sp 6. memiliki nilai dominansi relatif yaitu 0,01%. Hal ini menunjukan tingginya kemampuan Coryphopteris sp. dalam menyesuaikan diri dengan lingkugan yang ada dan dapat bersaing terhadap jenis lainnya. Odum (1996) menjelaskan bahwa umumnya jenis yang dominan adalah jenis-enis di dalam suatu komunitas dengan produktivitas yang besar dan sebagian besar mengendalikan arus energi.

1.1.2. Indeks Nilai PentingTumbuhan Paku Epifit

Perhitungan terhadap tumbuhan paku epifit berbeda dengan perhitungan inp paku terestrial. Perhitungan paku epifit hanya menghitung kerapatan relatif dan frekuensi relatif. Indek Nilai Penting (INP) tumbuhan paku epifit dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4. 2. Indek Nilai Penting Tumbuhan Paku Epifit

No Spesies Famili FR(%) KR(%) INP(%)

1. Naphrolepis dicksonioides

Nephrolepidaceae 8,86 20,08 28,9

2. Asplenium nidus Aspleniaceae 7,93 3,51 11,44 3. Asplenium tenerum Aspleniaceae 4,35 1,72 6,11 4. Drynaria sp. Polypodiaceae 3,88 2,04 5,92 5. Davallia sp 5 Dalliaceae 2,17 2,68 4,85 6. Angiopteris sp 2. Marattiaceae 3,11 0,9 4,01 7. Asplenium thunbergii Aspleniaceae 2,64 0,56 3,2 8. Platyerium sp. Polypodiaceae 2,17 0,28 2,25 9. Pyrrosiasp. Polypodiaceae 1,24 0,24 1,48 10. Asplenium salignum Aspleniaceae 0,77 0,10 0,87 11. Davallia sp 2. Davalliaceae 0,31 0,17 0,48 12. Asplenium sp. Aspleniaceae 0,31 0,10 0,41 13. Aglaomorpha haracle Polypodiaceae 0,31 0,03 0,34

(6)

Setelah dilakukan perhitungan terhadap tumbuhan paku epifit ternyata Tumbuhan paku epifit yang memiliki nilai INP tertinggi yaitu Nephrolepis dicksonioides dengan nilai INP yaitu sebesar 28,9%. Besarnya nilai INP ini didukung oleh besarnya nilai frekuensi relatif dan kerapatan relatif. Klasifikasi dari Nephrolepis dicksonioides adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Sub Kingdom : Trachceobionta Divisi : Pteridophyta Super Divisi : Pteridophyta Kelas : Pteridopitae Sub Kelas : Polypoditae Ordo : Polypidiales Famili : Dryopteridaceae Genus : Nephrolepis

Spesies : Nephrolepis dicksonioides (Sumber: Backer, 1939)

Tingginya nilai frekuensi Nephrolepis dicksonioides ini menunjukan bahwa seringnya tumbuhan paku ini muncul pada setiap plot pengamatan. Selain itu tingkat pertumbuhan dari spesies ini pun sangat baik dan spesies ini mendominasi di komunitas mereka. Spesies ini dapat hidup di tempat yang beragam seperti padang pasir, daerah berair atau area-area terbuka.Tumbuhan ini mudah beradaptasi karena memiliki rimpang yang tahan kering yang menjalar ke mana-mana. Selain itu Selain sebagai tanaman hias paku jenis ini pun dapat dimanafaatkan sebagai bahan pembuat obat cacing, digunakan sebagai bahan banguan di daerah tropis, dan sebagai sayur-sayuran.

(7)

Menurut taksonomi tumbuhan paku dari spesies ini adalah anggota kelompok pakis atau pteridophyta yang bereproduksi menggunakan spora (Zindahl, 2007 dalam Suzanti dkk, 2016). Menurut Khronc (1989) spora mudah terdispersi oleh angindan menggunakan untuk propogasi dengan mudah. Pada fase sporofitik anggota kelompok pteridophyta biasanya membentuk daun dan batang yang luas dan kompleks untuk memudahkan penyebaran spora (Ambrosio dan Franklin de Melo, 2004 dalam Suzantidkk, 2016).

Sedangkan tumbuhan paku epifit yang memiliki nilai INP terendah adalah Aglaomorpha haracle dengan nilai INP yaitu sebesar 0,34. Tinggi dan rendahnya nilai INP dapatdikarenakankemampuan tumbuhan beradaptasi dengan faktor abiotik. Menurut Pramono (1992) pertumbuhan selain dipengaruhi oleh faktor genetik, juga sangat dipengaruhi oleh interaksinya dengan lingkungan, seperti kondisi tanah, iklim, mikroorganisme, dan juga kompetisi dengan organisme yang lain.

Menurut Mackinon dll. (2000 dalam Lubis, 2009) umumnya semakin ekstrim kondisi lingkungan, baik karena iklim, tanah atau ketinggian tempat yang bertambah, maka akan semakin berkurang keragaman komposisi jenis vegetasi dan satu dua jenis akan dominan. Indrawan (1978 dalam Lubis, 2009) menjelaskan bahwa tumbuhan-tumbuhan yang mempunyai adaptasi tinggilah yang bisa hidup bahkan mendominasi di suatu daerah.

1.2. Indeks Keanekaragaman

Berdasakan hasil perhitungan indeks Shannon-Wiener (H’) diperoleh Indek Keanekaragaman (H’) total tumbuhan paku mencapai 1,153 atau dapat dikatakan tumbuhan paku pada lokasi tersebut keaneragamannya sedang. Dijelaskan oleh Babour dll. (1987), Krebs (1989), Soegianto (1994), suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi jika komunitas tersebut disusun oleh banyak spesies dengan kelimpahan spesies yang sama. Sain itu suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi jika komunitas tersebut disusun oleh banyak spesies dengan kelimpahan spesies yang sama.

Odum (1996) menjelaskan bahwa semakin banyak jumlah spesies, maka akan semakin tinggi keanekaragaman. Namun sebaliknya, jika nilainya kecil makan komunikasi tersebut hanya didominasi oleh satu atau sedikit jenis. Keanekaragaman jenis dipengaruhi oleh pembagian penyebaran individu dalam tiap jenisnya, karena suatu komunitas walapun banyak jenisnya tetapi penyebaran individunya tidak merata maka keanekaragamannya rendah. Selain itu, umumnya jenis yang dominan adalah jenis-jenis di dalam suatu komunitas dengan produktivitas yang besar dan sebagian besar mengandalkan arus energi.

(8)

Kurangnya keanekaragaman tumbuhan paku di Blok Gambung juga dikarenakan oleh aktifitas masyarakat di sekitar hutan. Menurut Odum (1994) bahwa aktivitas manusia dapat mengakibatkan keadaan tanah menjadi padat dan mempengaruhi daya serap tanah terhadap air ataupun mempengaruhi kelembaban tanah sehingga mempengaruhi tingkat keanekargaman tumbuhan paku.

Selain faktor aktivitas manusia adapun faktor lain yang mempengaruhi yaitu faktor abiotik meliputi intensitas cahaya yaitu 1273,9, suhu 21,5°C, kelembaban udara 91%, kelembapan tanah 30%, dan ph tanah 6. Hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi lingkungan cocok dengan habitat sebagian tumbuhan paku yang ditemukan di Blok Gambung.

Menuru Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia(1980 dalam Lubis, 2009) paku di hutan umumya paku yang menyukai naungan, paku yang umunya terlindung dari panas dan angin kencang. Di hutan yang tertutup ditandai dengan intensitas cahaya yang kurang dan kelembapan yang tinggi. Menurut Lubis (2009), rendahnya intensitas cahaya dipengaruhi oleh ada tidaknya tutupan tajuk dan awan, kondisi seperti ini sesuai dengan habitat tumbuhan paku yang menyukai kelembaban. Selanjutnya Sastrapradja dkk. (1980), menyatakan bahwa umumnya di daerah pegunungan jumlah jenis paku lebih banyak dari pada di dataran rendah. Ini disebabkab oleh kelembapan yang tinggi, banyaknya aliran air dan adanya kabut. Banyaknya curah hujanpun mempengaruhi jumlah paku yang dapat tumbuh.

Menurut Hoshizaki dan Moran (2001), tumbuhan paku yang tumbuh di daerah tropis pada umumnya menghendaki kisaran suhu 21-27°C untuk pertumbuhannya. Dengan keadaan tempertur yang sesuai menyebabkan banyaknya jenis tumbuhan paku di kawasan hutan tropis. Pernyataan tersebut sesuai dengan faktor lingkungan di Blok Gambung.

Sesuai dengan Reven dkk, (1992), tumbuhan paku terdapat di dalam semua zona iklim mulai dari tanah tropik hingga subtropik. Mereka membentuk tempat yang lembab. Hanya sedikit spesies yang toleran terhadap iklim kering. Namun bukan di daerah yang sama sekali tidak ada air.

1.3. Tumbuhan di Setiap Ketinggian

Ketinggian pada suatu lokasi memiliki faktor lingkungan yang berbeda. hal tersebut akan berpengaruh pada kehidupan paku-pakuan. Pada penelitian ini ditemukan perbedaan, ternyata tidak semua paku-pakuan hidup pada setiap ketinggian. Tetapi terdapat juga tumbuhan yang dapat hidup disetiap ketinggian, dimana tumbuhan paku ini dapat hidup di ketinggian terendah atau tinggi sekalipun. Selain itu adapun tumbuhan paku yang hanya dapat hidup di ketinggian.

(9)

1.3.1. Tumbuhan Paku Terestrial

Tumbuhan paku terestrial pada setiap ketingian dapat di lihat pada tabel 4.3.

Tabel 4. 3. Tumbuhan Paku Disetiap Ketinggian. No. Jenis Tumbuhan

Paku Ketinggian (mdpl) 1489-1509 1510-1529 1530-1549 1550-1569 1570-1580 1 Nephrolepis dicksonioides X X X X X 2 Coryphopteris sp. X X X X X 3 Cyathea glauca X X X X X 4 Diplazium poliforum X X X X 5 Dryopteris sp 1. X X X X 6 Cibotium barometz X X X X 7 Haplopteris sp. X X X X 8 Davallia sp 1 X X X 9 Pteris sp. X X X X 10 Sphearostephano sp. X X X 11 Davallia sp 3 X X X 12 Davallia sp 4. X X X 13 Angiopteris sp 1 X X 14 Nephrolepis sp. X X 15 Angiopteris evecta X X 16 Prosaptia sp. X X 17 Ctenopteris obliquata X X 18 Microlepia todayensis X X 19 Belvisia callifolia X 20 Dryopteris sp 2. X 21 Anisocampium sp. X

(10)

22 Davallia sp 6 X 23 Microlepia

speluncae

X

Dilihat dari tabel diatas ternyata tumbuhan paku yang selalu ada pada setiap ketinggian adalah spesies Coryphopteris sp., Naphrolepia diksonioides dan Cyathea glauca. Dimana tumbuhan ini hidup dari ketinggian terendah hingga ketinggian tertinggi. Dari ketiga spesies ini memiliki daya adaptasi baik, jenis paku ini dapat hidup di tempat yang kurangnya naunganatau intensitas cahaya yang tinggi tetapi bukan berarti yang tidak ada air sama sekali. Sedangkan tumbuhan paku yang hanya ada pada ketinggian tertentu adalah spesies Belvicia califolia, Dryopteris sp 2., Anisocampium sp., Davallia sp 6, dan Microlepis speluncae.

Keberadaan tumbuhan yang berbeda-beda di setiap ketinggian dikarenakan adanya daya dukung dari faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi keberadaan tumbuhan adalah kelembaban, intensitas cahaya, suhu, ph tanah dan kelembapan tanah. Setiap spesies tumbuhan paku memiliki kondisi lingkungan tempat tumbuh yang berbeda-beda.

Semakin bertambahnya ketinggian terdapat jenis tumbuhan paku yang hanya muncul sekali, hal tersebut disebabkan karena kurangnya pepohonan sebagai tempat naungan sehingga mengakibatkan intensitas cahaya matahari dan tiupan angin semakin tinggi. Menurut Holdridgen (1967 dalam Lubis, 2009) menjelaskan bahwa berkurangnya jumlah jenis dapat dikaitkan dengan meningkatnya ketinggian dan curah hujan yang kurang.

Holttum (1968) menyatakan bahwa lingkungan tumbuhan paku mencakup tanah untuk akarnya, sinar matahari yang sampai ke daun, hujan, angin, perubahan suhu, termasuk tumbuhan lain yang tumbuh di sekitarnya. Kondisi lingkungan di hutan tertutup ditandai dengan sedikitnya jumlah sinar matahari yang menembus kanopi hingga mencapai permukaan tanah dan kelembaban udaranya sangat tinggi.

1.3.2. Tumbuhan Paku Epifit

Tumbuhan paku epifit yang termasuk ke dalam tumbuhan paku general dan spesifik dapat dilihat pada tabel 4.5.

(11)

Tabel 4. 4. Tumbuham Paku Epifit Disetiap Ketinggian No. Jenis Tumbuhan

Paku Ketinggian (mdpl) 1489-1509 1510-1529 1530-1549 1550-1569 1570-1580 1 Naphrolepis dicksonioides (epifit) X X X X X 2 Asplenium nidus X X X X X 3 Drynaria sp. X X X X 4 Asplenium tenerum X X X X 5 Angiopteris sp 2. X X X X 6 Asplenium thunbergii X X X 7 Platyerium sp. X X 8 Davallia sp 2. X 9 Davallia sp 5 X 10 Aglaomorpha haracle X 11 Pyrrosiasp. X 12 Asplenium salignum X 13 Asplenium sp. X

Tumbuhan paku yang termasuk kedalam tumbuhan paku general adalah Naphrolepis dicksonioides, Asplenium nidus dan Drynaria sp.semakin tinggi akan semakin meningkat suhuSedangkan tumbuhan paku yang termasuk ke dalam tumbuhan paku spesifik adalah spesies Davallia sp 2,Pyrrosia sp., Davalia sp 5 dan Aglaomorpha haracle, Asplenium salignum dan Asplenium sp.

Setiap tumbuhan memiliki tingkat toleransi yang berbeda-beda. Sehingga banyak tumbuhan paku yang hanya dapat hidup di ketinggian dan lingkungan tertentu. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Polunin (1986) yang menyatakan bahwa tumbuhan memiliki

(12)

tingkat toleransi tertentu terhadap kondisi lingkungannya agar tetap hidup dan berkembang. Jika kondisi lingkungan berubahmelebihi tingkat toleransinya, maka akan menyebabkan kemusnahan tumbuhan dari habitat tersebut.

Selain itu juga tumbuhan paku merupakan satu vegetasi yang umumnya lebih beragam di daerah dataran tinggi dari pada di dataran rendah. Hal ini karena tumbuhan paku menyukai tempat yang lembab terutama dataran tinggi (Sastrapradja, 1979 dalam Haryadi, 2000).

Seiring bertambahnya ketinggian akan semakin terlihat spesies mana saja yang akan bertahan. Keberadaan tumbuhan paku epifit disebabkan karena adanya upaya masing-masing jenis epifit untuk mendapatkan cahaya matahari yang cukup, ditengah kondisi kelembaban yang tinggi yaitu berkisar 90%. Selain itu menurut Azemi dkk. (1996), Hariyadi (2000)varisi epifit lebih disebabkan oleh perbedaan kondisi iklim mikro. Masing-masing strata pohon memiliki kondisi iklim mikro yang berbeda. pada bagian bawah dan tengah banyak mendapatkan perlindungan dari tajuk pohon sehingga akan membentuk iklim mikro yang berbeda dibandingkan dengan kondisi tajuk yang terkena cahaya matahari.

1.4. Tumbuhan inang Paku

Tumbuhan paku epifit adalah tumbuhan paku yang hidup menempel pada batang atau permukaan pohon. Paku epifit ini tidak parasit hanya saja mengambil air dan makanan dari jaringan hidup di dalamnya.

Tabel 4. 5. Tumbuhan Inang Paku

No. Nama spesies Tumbuhan Penopang

1 Naphrolepis dicksonioides 1. Rasamala 2. Cyathea glauca 3. Binbing

2 Asplenium nidus 1. Rasamala

3 Davallia sp 2. 1. Rasamala

4 Asplenium tenerum 1. Rasamala 2. Pasang

5 Platyerium sp. 1. Pasang

6 Drynaria sp. 1. Pasang

2. Rasamala 7 Angiopteris sp 2. 1. Rasamala

(13)

2. Pasang 3. Hiur buut 8 Asplenium thunbergii 1. Cyathea

9 Davallia sp 5 1. Rasamala

10 Aglaomorpha haracle 1. Rasamala

11 Pyrrosiasp. 1. Kina

2. pasang 12 Asplenium salignum 1. Rasamala

Tumbuhan paku epifit yang ditemukan di blok Gambung ini menempel pada pohon rasamala, kina, pasang, bingbin, hiur buut, dan Cyathea glauca.Kebanyak tumbuhan paku yang ditemukan menemel pada pohon rasamala. Tumbuhan paku cenderung lebih suka pada pohon yang memiliki diameter besar, yang memiliki percabangan banyak karna tumbuhan paku epifit lebih suka tumbuha pada percabangan pohon.

Rasamala (Altingia excels, Noronhae), termasuk ke dalam suku Hamamelidaceae. Jenis ini menyebar dari Himalaya melalui daerah lembah Burma ke Semenanjung Malaya, Sumatra dan Jawa Barat. Rasamala akan tumbuh baik pada ketinggian antara 550-1.700 mdpl, terutama dengan jumlah hari hujan 30 hari dalam 4 bulan kering, atau daerah pegunungan dengan curah hujan rata-rata di atas 200 mm/tahun. Pohonnya tinggi besar, tinggi mencapai 50-60 m dengan diameter batang 150-185 cm. batangnya tegak dan lurus, kulit luar pecah dan mengelupas dan berwarna abu-abu atau sawo muda (Hartutiningsih dan Siregar, 1994).

Menurut Sujalu (2007) pada sejumlah besar pohon-pohon dari berbagai jenis di hutan-hutan tropis menunjukan, bahwa hampir seluruh jenis epifit tingkat tinggi yang mencakup anggrek, paku-pakuan dan tumbuh berbiji, sebagian besar tumbuh dicelah-celah retakan kulit pohon. Selain itu menurut Akas (2006) bahwa pohon-pohon inang degan diameter yang relatif besar cenderung lebih banyak ditempelin paku-pakuan epifit. Pohon dengan diameter besar umumnya memiliki kondisi tajuk dan terlebih kulit pohon yang menguntungkan untuk pertumban paku-pakuan epifit, karena umumnya berkulit kasar, retak-retak, banyak lekukan dan lubang-lubang. Kondisi fisik kulit ini memungkinkan penimbunan serasah tanah atau humus yang menguntungkan tumbuhan dan berkembangnya paku-pakuan. Hal tersebut sesuai, mengingat pentingnya keberadaan tumbuhan paku epifit dalam sistem pendauran hara berbagai tipe ekosistem hutan.

(14)

Tumbuhnya tumbuhan paku epifit ini tergantung pada pohon sebagai inangnya, karna banyak tumbuhan paku yang hanya tumbuh di pohon tertentu karna faktor lingkungan inang. Hal tersebut sesuai seperti pernyataan Syamsiah (2009) bahwa identifikasi jenis paku-pakuan epifit pada berbagai jenis pohon, tingkat pertumbuhan dan bagian-bagian pohon yang menjadi inangnya karena ketergantungan pada kondisi mikro tegakan hutan, menyebabkan keberadaan sejumlah koloni paku-pakuan epifit hanya dapat dijumpai pada jenis pohon tertentu. sebaliknya koloni tumbuhan paku epifit lainnya dapat dijumpai pada setiap jenis pohon dan pada setiap bagin pohon.

Dari 13 paku epifit yang ditemukan di Blok gambung, terdapat empat jenis cara tumbuhan paku tersebut menempel pada pohon inang.

1.4.1. Epifit

Epifit adalah tumbuhan paku yang menempel pada batang pohon langsung. Tumbuhan paku tersebut tidak menempel pada substrat tetapi langsung menempel pada batang pohon yang biasanya ditutupi oleh lumut-lumut basah.Tumbuhan paku yang cara menempelnya epifit yaitu Davallia sp. 2, Asplenium tenerum, Drinaria sp., Platyerium sp., Belvisia callifolia, Angiopteris sp., Pyrossia sp., Asplenium thunbergii.

(a) (b)

Gambar 4.4. (a) Pyrrosia sp. (b) Angiopteris sp 2.

1.4.2. Memanjat pada Batang Pohon

Selanjutnya adalah tubuhan paku yang menempel pada batang pohong. Tumbuhan paku ini memiliki akar yang panjang dan merambat ke atas batang pohon. Biasanya akar yang sepeti ini di sebut dengan akar yang memanjat. Tumbuhan paku yang menempel dengan cara memanjat yaitu Naphrolepis dicksonioides.

(15)

Gambar 4.5. Naphrolepis dicksonioides

1.4.3. Melilit pada Batang Pohon

Berikutnya adalah tumbuhan paku yang menempel pada batang pohon seperti akar yang melilit di batang pohon inang. Akar dari tumbuhan paku ini besar, biasanya dalam satu akar terdapat tiga sampai empat cabang batang tumbuhan paku. Tumbuhan paku yang menempel dengan cara melilit yaitu Asplenium salignum.

Gambar 4.6. Asplenium salignum

1.4.4. Mengelilingi Batang Pohon

Tumbuhan paku yang satu ini menempel langsung pada batang pohon dan biasanya mengelilingi batang pohon. Ental-ental yang sudah mengering akan membentuk semacam sarang yang menumpang pada cabang-cabang pohon. Ental yang sudah mengering tersebut befungsi menyimpan air dan dapat ditumbuhi oleh tumbuhan epifit lain. Tumbuhan paku ini banyak hidup dan tumbuh di pohon yang memiliki naungan kanopi lebar, karena tumbuhan paku ini merupakan tumbuhan bawah tajuk.Tumbuhan paku yang menempel dengan cara mengeliling pohon adalah Asplenium nidus dan Aglaomorpha haracle

(16)

(a) (b)

Gambar

Gambar 4.1. (a) Chyatea glauca (b) Neprolepis dicksonioides
Tabel 4. 1. Indeks Nilai Penting Tumbuhan Paku Terestrial
Tabel 4. 2. Indek Nilai Penting Tumbuhan Paku Epifit
Gambar 4.3. Nephrolepis dicksoinoides
+7

Referensi

Dokumen terkait

3.1 Mitra Kerja , Panitia seminar dan Rakernas PB HKK Nasional 3.2 Kementerian LHK, 3.3 Kementerian Pertanian, 3.4 Kementerian Pariwisata, 3.5 Bupati Kerinci, 3.6

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) penilaian alumni terhadap penyelenggaraan Prodi S2 Pendidikan Geografi: (a) sebagian besar alumni setuju pembukaan prodi S2

Dari hasil laporan di Sumatra Selatan, faktor persentase nelayan dalam suatu kelompok berkorelasi positif dengan tingkat pendapatan rata-rata rumah tangga yang lebih tinggi,

Ini adalah kesan yang bisa membawa perasaan kita dalam sebuah desain interior, seperti kenyamanan sebuah sofa ketika kita melihatnya lembut dan mengundang, atau efek

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul: Penetapan Biaya Produksi Pada Home Industri Pembuatan Gelang dan Tasbih (Studi Kasus Pada UD. Gaharu Murni) adalah

Ketiga perusahaan menghasilkan nilai Balanced Scorecard yang baik, yang menggambarkan bahwa kinerja keuangan dan non keuangan dapat berjalan dengan selaras dan berimbang

Seperti halnya sumur lainnya yang mengalami kenaikan tekanan flowline pada saat-saat tertentu, terutama pada saat menjelang malam hingga pagi hari (19:00–10:00) atau jika

negara sekaligus kepala pemerintahan. Kabinet dibentuk oleh presiden dan bertanggung jawab kepada presiden. Namun, sistem pemerintahan yang ditetapkan oleh UUD 1945 belum dapat