DESKRIPSI KARAKTER SISWA PADA PEMBELAJARAN SAINS MATERI BUNYI DI SMP DI KOTA GORONTALO
1. Sukmawati Saleh Mahasiswa Program Studi Fisika 2. Dr. Nawir Sune, M.Si Dosen Universitas Negeri Gorontalo 3. Nova Elysia Ntobuo, S.Pd, M.Pd Dosen Universitas Negeri Gorontalo
Alamat: Jalan Jenderal Sudirman no.6 Gorontalo KP 98128 ung.ac.id ABSTRAK
Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif kualitatif yang dilaksanakan pada semester genap T.A 2012/2013. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tentang karakter siswa SMP Negeri di Kota Gorontalo. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa di SMP Negeri di Kota Gorontalo. Sampel dalam penelitian ini yaitu siswa kelas VIII yang ada di SMP Negeri di Kota Gorontalo, pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling (sampel bertujuan). Penelitian ini dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung. Teknik pengumpulan datanya dilakukan dengan menggunakan instrument penilaian karakter siswa.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa gambaran karakter peserta didik dalam pembelajaran sains sudah nampak, hal ini terlihat dari indikator yang telah sesuai. Karakter religius, komunikatif, dan menghargai keragaman adalah karakter yang paling terlihat pada diri peserta didik sedangkan karakter kejujuran adalah yang masih sedikit dimiliki peserta didik karena masih banyak peserta didik yang belum memperlihatkan perilaku dari karakter tersebut sehingga masih memerlukan banyak bimbingan dari semua pihak, termasuk orang tua.
Kata kunci: karakter siswa, pembelajaran sains
PENDAHULUAN
Pendidikan karakter dimaksudkan agar lahir kesadaran bersama untuk membangun karakter generasi muda yang kokoh. Sehingga mereka tidak terombang-ambing oleh modernisasi yang menjanjikan kenikmatan sesaat serta mengorbankan kenikmatan masa depan yang panjang dan abadi. Disinilah, pentingnya pendidikan karakter disekolah secara intensif dengan keteladanan, kearifan, dan kebersamaan,
baik dalam program intra kurikuler maupun ekstra kurikuler, sebagai pondasi kokoh yang bermanfaat bagi masa depan peserta didik.
Pendidikan karakter pada siswa SMP dapat dilakukan melalui implementasi Ilmu Pengetahuan Alam atau sains. Melalui pembelajaran IPA ini guru dapat menyisipkan nilai-nilai yang berguna dalam menumbuhkan karakter siswa. Bisa melalui materi, proses dalam pembelajaran, maupun alat peraga yang digunakannya. Hal yang terpenting dalam penanaman pendidikan karakter yaitu selain melalui tahap dan proses yang lama juga memerlukan objek-objek yang dapat mendukungnya, salah satunya IPA. Dengan demikian peserta didik akan mengerti dan menanamkan dengan sendirinya karakter itu melalui proses belajar sehari-hari. Secara umum pendidikan karakter sudah mulai diterapkan disemua sekolah. Tetapi dalam proses pembelajaran guru hanya mencantumkan karakter apa saja yang akan dinilai, padahal dalam kenyataannya guru hanya menilai tingkat kecerdasan dari peserta didik tersebut tanpa melihat karakter-karakter apa saja yang terlihat selama proses pembelajaran berlangsung. Berdasarkan permasalahan diatas maka perlu dilakukan suatu penelitian dengan judul “Deskripsi Karakter Siswa pada Pembelajaran Sains Materi Bunyi di SMP di Kota Gorontalo”. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran karakter siswa SMP Negeri di Kota Gorontalo pada proses pembelajaran sains.
Kajian Pustaka
Pengertian Karakter
Menurut Pusat Bahasa Depdiknas karakter adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, personalitas, sifat, tabiat, watak.” Adapun yang berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. (KEMENDIKNAS, 2010:12)
Pendapat lain dikemukakan oleh Suyatno (dalam Wibowo, 2011:33), karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi cirri khas tiap individu untuk
hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik dalah individu yang bisa membuat keputusan yang ia buat.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa karakter adalah ciri atau sifat seseorang yang dapat dilihat dari tingkah lakunya berupa tindakan, sikap, dan tutur kata.
Pengertian Pendidikan Karakter
Amanah UU SESDIKNAS tahun 2003 itu bermakna agar pendidiakan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkpribadian atau berkarakter. Sehingga, lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas dengan nilai-nilai luhur bangsa serta agama.
Pendidikan karakter secara terpadu di dalam pembelajaran adalah pengenalan nilai-nilai, fasilitasi diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran, baik yang berlangsung didalam maupun diluar kelas pada semua mata pelajaran. Pada dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai dan menjadikannya perilaku.
Peranan Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Sains
Implementasi pendidikan karakter tidaklah mudah. Diperlukan proses yang panjang dalam membangun karakter itu sendiri. Karena di sekolah-sekolah, kita tidak hanya menjadikan anak cerdas otak tetapi juga watak yang cerdas. Dalm pembentukan watak serta otak yang cerdas tidaklah mudah, diperlukan kesabaran dan harus berjalan tahap demi tahap. Tahap demi tahap tersebut harus selalu berkesinambungan.
Siswa usia SMP, merupakan usia dalam tahap perubahan. Yaitu, dari usia anak-anak memasuki usia remaja, yang mengubah kondisi fisik dan mental dari alam
kanak-kanak menjadi alam remaja. Pada usia ini anak mulai mencari jati dirinya, siapa dia, dari mana dia berasal, ke mana dia akan menuju (cita-cita). Usia SMP, merupakan usia yang rawan bagi seorang anak untuk terjerumus dalam hal-hal yang buruk. Hal ini disebabkan anak belum dapat membedakan mana yang terbaik untuknya dan mana yang berbahaya untuk dirinya.
Untuk itu, pada masa-masa ini, sangat diperlukan keteladanan. Maka dalam pengembangan keteladanan, disini sains berperan sebagai suatu sarana dalam pendidikan karakter. Karena dengan Ilmu Pengetahuan Alam atau sains yang diajarkan kepada siswa SMP tersebut dapat memberikan keteladanan tersendiri. (Aqib:2010:12)
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini merupakan sebuah upaya pengungkapan secara deskriptif tentang gambaran karakter-karakter siswa yang muncul pada saat pemebelajaran sains di kelas. Berikut ini disajikan histogram karakter yang muncul di SMP di Kota Gorontalo.
SMP Negeri 1 Gorontalo • Pertemuan pertama
Gambar 1 presentase karakter siswa yang muncul pada pertemuan pertama di SMP Negeri 1 Gorontalo 0 50 100 150 BT MT MB MK
• Pertemuan kedua
Gambar 2 presentase karakter siswa yang muncul pada pertemuan kedua di SMP Negeri 1 Gorontalo
• Pertemuan ketiga
Gambar 3 presentase karakter siswa yang muncul pada pertemuan ketiga di SMP Negeri 1 Gorontalo
SMP Negeri 2 Gorontalo • Pertemuan pertama
Gambar 4 presentase karakter siswa yang muncul pada pertemuan pertama di SMP Negeri 2 Gorontalo 0 50 100 150 BT MT MB MK 0 100 200 BT MT MB MK 0 50 100 150 BT MT MB MK
• Pertemuan kedua
Gambar 5 presentase karakter siswa yang muncul pada pertemuan kedua di SMP Negeri 2 Gorontalo
• Pertemuan ketiga
Gambar 6 presentase karakter siswa yang muncul pada pertemuan ketiga di SMP Negeri 1 Gorontalo
SMP Negeri 13 Gorontalo • Pertemuan pertama
Gambar 7 presentase karakter siswa yang muncul pada pertemuan pertama di SMP Negeri 13 Gorontalo 0 50 100 150 BT MT MB MK 0 50 100 150 BT MT MB MK 0 20 40 60 80 100 120 BT MT MB MK
• Pertemuan kedua
Gambar 8 presentase karakter siswa yang muncul pada pertemuan kedua di SMP Negeri 13 Gorontalo
• Pertemuan ketiga
Gambar 9 presentase karakter siswa yang muncul pada pertemuan pertama di SMP Negeri 13 Gorontalo
PEMBAHASAN
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkap dan memberikan gambaran tentang karakter karakter apa saja yang muncul saat pembelajaran sains khususnya materi bunyi pada peserta didik di SMP di Kota Gorontalo. Pada garmbar histogram diatas karakter siswa yang dinilai dalam proses pembelajaran sains dapat di amati dengan jelas walaupun demikian keteramatan dari karakter-karakter ini muncul dari beberapa kategori pengamatan yang berbeda-beda yaitu pada kategori BT (belum terlihat), MT (mulai terlihat), MB (mulai berkembang), dan MK (membudaya). Keteramatan karakter-karakter ini dapat diuraikan sebagai berikut :
0 20 40 60 80 100 120 BT MT MB MK 0 50 100 150 BT MT MB MK
1. Karakter religius
Untuk kategori MT pada pertemuan pertama di SMP Negeri 1 Gorontalo sebesar 100%, dan di SMP 13 Gorontalo sebesar 100%, ini menunjukkan bahwa keseluruhan peserta didik sudah mulai memperlihatkan adanya perilaku untuk berdoa pada saat memulai dan mengakhiri pembelajaran dikelas, sedangkan untuk SMP Negeri 2 Gorontalo kategori MB sebesar 100% yang muncul pada pertemuan pertama, ini menggambarkan keseluruhan peserta didik sudah memperlihatkan perilaku untuk berdoa sebelum dan sesudah pembelajaran.
Pada pertemuan kedua untuk kategori MB di SMP Negeri 1, SMP Negeri 13 dan SMP Negeri 13 Gorontalo sebesar 100% menggambarkan keseluruhan peserta didik sudah memperlihatkan perilaku untuk berdoa sebelum dan sesudah pembelajaran. Sedangkan untuk pertemuan ketiga kategori yang muncul di ketiga sekolah tersebut adalah kategori MK sebesar 100%, ini terlihat bahwa peserta didiknya sudah melaksanakan kewajibannya untuk berdoa dan sebelum dan sesudah pembelajaran tanpa dipandu dari gurunya.
2. Karakter Kreatif
Untuk kategori BT pada pertemuan pertama di SMPN 1 Gorontalo sebesar 14,29%, SMPN 2 Gorontalo sebesar 33,33%, dan SMPN 13 Gorontalo 33,33%, untuk pertemuan kedua di SMPN 1 Gorontalo sebesar sebesar 26,92%, SMPN 2 Gorontalo sebesar 35,71%, dan SMPN 13 Gorontalo sebesar 29,62%, sedangkan pada pertemuan ketiga untuk SMPN 1 Gorontalo sebesar 19,23%, SMPN 2 Gorontalo sebesar 16,66% dan SMPN 13 Gorontalo sebesar 23,33%, dikarenakan peserta didik yang ada pada ketiga sekolah tersebut masih ada beberapa yang belum bisa mengungkapkan pendapatnya tentang materi yang diajarkan.
Untuk kategori MT pada pertemuan pertama di SMPN 1 sebesar 57,14%, SMPN 2 sebesar 36,66%, dan SMPN 13 sebesar 52,38%, untuk pertemuan kedua di SMPN 1 sebesar 26,92%, SMPN 2 sebesar 25%, dan SMPN 13 sebesar 33,33%,
sedangkan pada pertemuan ketiga untuk SMPN 1 sebesar 30,76%, SMPN 2 sebesar 30% dan pada pertemuan ketiga sebesar 20%. Hal ini menggambarkan beberapa peserta didik yang ada di ketiga sekolah tersebut sudah memperlihatkan keberaniannya untuk mengunggkapkan pendapat tentang materi yang diajarkan.
Untuk kategori MB pada pertemuan pertama di SMPN 1 sebesar 28,57%, SMPN 2 sebesar 33,33%, dan SMPN 13 sebesar 14,28%, pada pertemuan kedua untuk SMPN 1 sebesar 46,15%, SMPN 2 sebesar 39,28%, dan SMPN 13 sebesar 48,14%, sedangkan pada pertemuan ketiga di SMPN 1 sebesar 50%, SMPN 2 sebesar 53,33 dan SMPN 13 sebesar 56,66%. Ini dikarenakan peserta didik diketiga sekolah tersebut tidak ragu lagi dalam menyampaikan pendapatnya sehingga dapat dimengerti oleh guru dan peserta didik yang lain.
3. Karakter Tanggung Jawab
Untuk kategori BT pada pertemuan pertama di SMPN 1 sebesar 15,38%, SMPN 2 sebesar 20%, dan SMPN 13 sebesar 28,57%, pada pertemuan kedua di SMPN 1 sebesar 15,38%, SMPN 2 sebesar 20% dan SMPN 13 sebesar 33,33%, sedangkan pada pertemuan ketiga di SMPN 1 sebesar 4,76%, SMPN 2 sebesar 32,14% dan SMPN 13 sebesar 26,66%. Dikarenakan beberapa peserta didik yang ada pada ketiga sekolah tersebut belum mampu mencapai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Untuk kategori MT pada pertemuan pertama di SMPN 1 sebesar 61,90%, SMPN 2 sebesar 53,33% dan SMPN 13 sebesar 52,38%, pada pertemuan kedua di SMPN 1 sebesar 11,54%, SMPN 2 sebesar 32,14% dan SMPN 13 sebesar 37,04%, sedang untuk pertemuan ketiga di SMPN 1 sebesar 26,92%, SMPN 2 sebesar 33,33% dan SMPN 13 sebesar 13,33%. Ini dikarenakan ketiga sekolah tersebut beberapa peserta didiknya sudah terlihat mampu mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.
Untuk kategori MB pada pertemuan pertama di SMPN 1 sebesar 33,33%, SMPN 2 sebesar 26,66%, dan SMPN 13 sebesar 14,28%, pada pertemuan kedua di SMPN 1 sebesar 30,76%, SMPN 2 sebesar 39,28%, dan SMPN 13 sebesar 48,14%, sedang untuk pertemuan ketiga di SMPN 1 sebesar 61,54%, SMPN 2 sebesar 50%, dan SMPN 13 sebesar 60%. Ini menunjukkan beberapa peserta didik yang ada pada ketiga sekolah tersebut sudah mampu mencapai tujuan pemebelajaran yang ingin dicapai.
4. Karakter Kejujuran
Untuk kategori BT pada pertemuan pertama di SMPN 1 sebesar 61,90%, SMPN 2 sebesar 43,33%, dan SMPN 13 sebesar 52,38%, pada pertemuan kedua di SMPN 1 sebesar 53,84%, SMPN 2 sebesar 39,28% dan SMPN 13 sebesar 40,74%, sedangkan pada pertemuan ketiga di SMPN 1 sebesar 50%, SMPN 2 sebesar 33,33% dan SMPN 13 sebesar 30%. Hal ini menggambarkan beberapa siswa yang ada pada ketiga sekolah tersebut masih belum menaati tata tertib yang telah diatur oleh sekolah.
Untuk kategori MT pada pertemuan pertama di SMPN 1 sebesar 28,57%, SMPN 2 sebesar 43,33%, dan SMPN 13 sebesar 23,80%, pada pertemuan kedua di SMPN 1 sebesar 23,07%, SMPN 2 sebesar 28,57% dan SMPN 13 sebesar 33,33%, sedangkan pada pertemuan ketiga di SMPN 1 sebesar 26,92%, SMPN 2 sebesar 30% dan SMPN 13 sebesar 26,66%. Hal ini dikarenakan ada beberapa peserta didik yang ada pada ketiga sekolah tersebut sudah mulai terlihat mematuhi tata tertib yang telah diatur oleh sekolah. Untuk kategori MB pada pertemuan pertama di SMPN 1 sebesar 9,5%, SMPN 2 sebesar 26,66%, dan SMPN 13 sebesar 23,80%, pada pertemuan kedua di SMPN 1 sebesar 15,38%, SMPN 2 sebesar 25% dan SMPN 13 sebesar 25,92%, sedangkan pada pertemuan ketiga di SMPN 1 sebesar 19,23%, SMPN 2 sebesar 20% dan SMPN 13 sebesar 23,33%. Ini dikarenakan beberapa peserta didik
yang ada pada ketiga sekolah tersebut telah memperlihatkan perkembangannya perilakunya dengan mematuhi peraturan tata tertib yang telah diatur oleh sekolah.
Untuk kategori MK hanya muncul pada pertemuan kedua dan ketiga, yaitu pada pertemuan kedua di SMPN 1 sebesar 7,69%, dan SMPN 2 sebesar 39,28, dan sedang untuk pertemuan ketiga untuk SMPN 1 sebesar 7,69%, SMPN 2 sebesar 23,33% dan di SMPN 13 sebesar 20%. Hal ini menunjukan beberapa peserta didik yang ada pada ketiga sekolah tersebut telah melaksanakan semua peraturan sekolah dengan baik.
5. Karakter Komunikatif
Untuk kategori BT tidak muncul di ketiga pada pertemuan pertama, hal ini ditunjukan dengan keteramatan semua indicator komunikatif telah dimilki oleh peserta didik. Untuk kategori MT pada pertemuan pertama di SMPN 1, SMPN 2 dan SMPN 13 sebesar 100%, pada pertemuan kedua di SMPN 1 sebesar 11,54%, dan SMPN 2 sebesar 17,86%.
Untuk kategori MB tidak muncul pada pertemuan pertama di ketiga sekolah tersebut. Dan untuk pertemuan kedua di SMPN 1 sebesar 30,76% dan SMPN 2 sebesar 25% sedangkan di SMPN 13 pada pertemuan kedua kategori MB tidak muncul. Untuk kategori MK hanya muncul pada pertemuan kedua dan ketiga, yaitu pada pertemuan kedua di SMPN 1 sebesar 57,69%, SMPN 2 sebesar 57,14% dan SMPN 13 sebesar 100%, sedangkan pada pertemuan ketiga di SMPN 1, SMPN 2 dan SMPN 13 presentasi untuk kategori MK sama besar yaitu 100%.
6. Karakter Toleransi
Untuk kategori MB hanya muncul pada pertemuan pertama diketiga sekolah tersebut yaitu sebesar 100%, hal ini menunjukan peserta didik yang ada pada ketiga sekolah tersebut perkembangan sikap toleransi sudah meningkat dengan baik. Sedangkan untuk kategori MK hanya muncul pada pertemuan kedua diketiga sekolah
tersebut yaitu sebesar 100%, Ini menunjukan peserta didik yang ada pada ketiga sekolah tersebut sikap toleransinya sudah membudaya.
7. Karakter Menghargai Keragaman
Untuk kategori MK di SMP 1, 2, dan 13 Gorontalo pada pertemuan pertama dan kedua presentasenya sama besar yaitu 100%, ini menunjukan seluruh peserta didik benar-benar mempelihatkan sikap menerima pembegian kelompok tanpa membedakan suku, budaya, ras dan agama.
8. Karakter Percaya Diri
Untuk kategori BT pada pertemuan pertama di SMPN 1 sebesar 19,04%, SMPN 2 sebesar 30%, dan SMPN 13 sebesar 19,04%, untuk pertemuan kedua di SMPN 1 sebesar sebesar 19,23%, SMPN 2 sebesar 28,57%, dan SMPN 13 sebesar 33,33%, sedangkan pada pertemuan ketiga untuk SMPN 1 sebesar 23,08%, SMPN 2 sebesar 33,33% dan SMPN 13 sebesar 16,66%. Ini dikarenakan beberapa peserta didik yang ada pada ketiga sekolah tersebut belum terlihat sikap percaya dirinya untuk menyampaikan ide atau melakukan sesuatu dengan yakin dan benar.
Untuk kategori MT pada pertemuan pertama di SMPN 1 sebesar 33,33%, SMPN 2 sebesar 40%, dan SMPN 13 sebesar 52,38%, untuk pertemuan kedua di SMPN 1 sebesar sebesar 19,23%, SMPN 2 sebesar 39,28%, dan SMPN 13 sebesar 11,11%, sedangkan pada pertemuan ketiga untuk SMPN 1 sebesar 23,08%, SMPN 2 sebesar 23,33% dan SMPN 13 sebesar 26,66%. Ini dikarenakan beberapa peserta didik yang ada pada ketiga sekolah tersebut sudah mulai terlihat sikap percaya dirinya, karena beberapa peserta didiknya telah berani menyampaikan idea tau melakukan sesuatu dengan yakin dan benar.
Untuk kategori MB pada pertemuan pertama di SMPN 1 sebesar 18,09%, SMPN 2 sebesar 30%, dan SMPN 13 sebesar 28,57%, untuk pertemuan kedua di SMPN 1 sebesar sebesar 61,54%, SMPN 2 sebesar 32,14%, dan SMPN 13 sebesar
55,55%, sedangkan pada pertemuan ketiga untuk SMPN 1 sebesar 53,84%, SMPN 2 sebesar 53,33% dan SMPN 13 sebesar 56,66%, ini dikarenakan beberapa peserta didik yang ada pada ketiga sekolah tersebut sudah berkembang
9. Karakter Kesantunan
Untuk kategori BT pada pertemuan pertama di SMPN 1 sebesar 33,33%, SMPN 2 sebesar 26,66%, dan SMPN 13 sebesar 28,57%, untuk pertemuan kedua di SMPN 1 sebesar sebesar 7,69%, SMPN 2 sebesar 28,57%, dan SMPN 13 sebesar 25,93%, ini dikarenakan beberapa peserta didik yang ada pada ketiga sekolah tersebut sudah mulai memperlihatkan kecakapan berkomunikasi secara efisien dan efektif.
Untuk kategori MT pada pertemuan pertama di SMPN 1 sebesar 33,33%, SMPN 2 sebesar 46,66%, dan SMPN 13 sebesar 61,90%, untuk pertemuan kedua di SMPN 1 sebesar sebesar 23,08%, SMPN 2 sebesar 14,28%, dan SMPN 13 sebesar 25,93%, ini dikarenakan beberapa peserta didik yang ada pada ketiga sekolah tersebut sudah mulai memperlihatkan kecakapan berkomunikasi secara efisien dan efektif.
Untuk kategori MB pada pertemuan pertama SMPN 1 sebesar 33,33%, SMPN 2 sebesar 26,66%, dan SMPN 13 sebesar 9,25% dan pada pertemuan kedua untuk SMPN 1 sebesar 19,23%, SMPN 2 sebesar 26,66%, dan SMPN 13 sebesar 37,04%,
Untuk kategori MK di SMPN 1 hanya muncul pada pertemuan kedua dan ketiga yaitu sebesar 50% dan 34,62%, sedangkan untuk SMPN 2 dan SMPN 13 kategori MK hanya muncul pada pertmuan ketiga yaitu sebesar 100%. Karakter ingin tahu
Untuk kategori BT pada pertemuan kedua di SMPN 1 sebesar 23,08%, SMPN 2 sebesar 25% dan SMPN 13 sebesar 25,93%, Hal ini menunjukan bahwa pada ketiga sekolah tersebut masih terdapat beberapa peserta didik yang belum memperlihatkan sikap keingintahuannya terhadap eksperimen yang telah dilakukan. Untuk kategori MT pada pertemuan kedua di SMPN 1 sebesar 38,46%, SMPN 2 dan SMPN 13
sebesar 25%,. Dan untuk kategori MB pada pada pertemuan kedua di SMPN 1 sebesar 57,69%, SMPN 2 dan SMPN 13 sebesar 46,66%. Hal ini menunjukan bahwa pada ketiga sekolah tersebut sudah terdapat beberapa peserta didik yang memperlihatkan perkembangan sikap keingintahuannya terhadap eksperimen yang telah dilakukan.
10.Karakter Disiplin
Untuk kategori MT hanya muncul di SMPN 1 sebesar 30,76%, ini menunjukan bahwa beberapa peserta didik yang ada di SMP Negeri 1 baru mulai memperlihatkan karakter kedisiplinannya, sedangkan untuk SMPN 2 dan SMPN 13 tidak muncul.
Untuk kategori MB di SMPN 1 sebesar 57,69%, SMPN 2 dan SMPN 13 sebesar 46,66%, Ini menunjukan bahwa beberapa peserta didik yang ada pada ketiga sekolah tersebut sudah mulai memperlihatkan perkembangan perilaku disiplin. Sedangkan untuk kategori MK di SMPN 1 sebesar 11,54%, SMPN 2 dan SMPN 13 sebesar 53,33%. Ini menunjukan bahwa beberapa peserta didik yang ada pada ketiga sekolah tersebut perkembangan kedisiplinan sudah lebih meningkat.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat simpulkan bahwa gambaran karakter peserta didik dalam pembelajaran sains sudah nampak, hal ini terlihat dari indicator yang telah sesuai. Karakter religius, komunikatif, dan menghargai keragaman adalah karakter paling terlihat pada diri peserta didik sedangkan karakter kejujuran adalah karakter yang masih sedikit dimiliki peserta didik karena masih banyak peserta didik yang belum memperlihatkan perilaku dari karakter tersebut sehingga masih memerlukan banyak bimbingan dari semua pihak, termasuk orang tua.
SARAN
a. Hendaknya guru tidak hanya melihat tingkat kecerdasan peserta didi, tetapi harus mmerhatikan karakter apa saja yang tergambar pada saat pembelajran b. Hendaknya orang harus selalu mengawasi tingkah laku anaknya
c. Hendaknya sekolah dapat melaksanakan agenda rutin untuk dapat memebentuk karakter peserta didik.
d. Sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut
DAFTAR PUSTAKA
Aunillah, Nurla Isna. 2011. Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah. Jakarta : Laksana
Amin, Maswardi Muhammad. 2011. Pendidikan Karakter Anak Bangsa.Tanjungpinang:Baduose Media Jakarta
Aqib dan Sujak. 2010. Panduan dan Aplikasi Pendidikan Karakter. Surabaya : Yrama Widya
Asmani, Jamal Ma’ruf. 2011. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah. Pati : DIVA Press
Giancoli, Douglas. 2001. FISIKA Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta : Erlangga
Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan karakter Bangsa. Jakarta
Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta : PT Bumi Aksara
Sagala, Syaiful. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta
Samani dan Hariyanto. 2011. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Surabaya : PT Remaja Rosdakarya
Wibowo, Agus. 2011. Pendidikan Karakter Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban. Playen : Pustaka Pelajar