• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROPOSAL. Penelitian: Pemanfaatan Media Sosial dalam Advokasi Kebijakan yang dilakukan OMS HIV di Indonesia. April 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROPOSAL. Penelitian: Pemanfaatan Media Sosial dalam Advokasi Kebijakan yang dilakukan OMS HIV di Indonesia. April 2016"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PROPOSAL

Penelitian:

Pemanfaatan Media Sosial dalam Advokasi

Kebijakan yang dilakukan OMS HIV di Indonesia

Pusat Penelitian HIV & AIDS Unika Atma Jaya

April 2016

Pusat Penelitian HIV & AIDS

Unika Atma Jaya

Jl. Jenderal Sudirman 51 Jakarta

Telp/Fax: (021) 57854227

Website: www. arc-atmajaya.org

Email: pph.atmajaya@gmail.com

(2)

Pemanfaatan Media Sosial dalam Advokasi Kebijakan yang dilakukan OMS HIV

di Indonesia

I. Latar Belakang

Berbagai permasalahan sosial yang timbul di beberapa tahun terakhir diikuti pula dengan berkembangnya penggunaan beberapa platform media sosial untuk berbagai kepentingan advokasi. Perubahan sosial yang terjadi mendorong berbagai pihak pembuat kebijakan untuk lebih mempertimbangkan penggunaan ilmu pengetahuan dan ide-ide kreatif untuk membuat kebijakan dengan melibatkan partisipasi masyarakat atau "citizen-centric" (Ferro, Loukis, Charalabidis, & Osella, 2013). Beberapa penelitian juga membahas bagaimana para pembuat kebijakan mulai menggunakan berbagai praktik sederhana melalui penggunaan media sosial dengan tujuan untuk melihat interaksi masyarakat dan pada akhirnya menjadi bahan pertimbangan dalam membuat keputusan (Bertot, et al., 2012; Charalabidis et al., 2012; Ferro et al., 2013; Gal-Tzur et al., 2014)

Media advokasi adalah strategi penggunaan media untuk meningkatkan inistiatif kebijakan publik. Hal ini mengakar dari advokasi komunitas dan memiliki tujuan untuk mempromosikan kebijakan publik yang lebih sehat, yang tadinya fokus pada personal menjadi sosial, yang tadinya hanya pada tataran praktik menjadi ke arah kebijakan (Wallack, 1994). Praktik-praktik penggunaan media sosial mulai banyak digunakan tidak hanya oleh pemerintah atau pembuat kebijakan melainkan juga di tataran organisasi masyarakat sipil. Guo & Saxton (2014) menyatakan bahwa organisasi nonprofit menggunakan media sosial untuk tujuan membantu upaya-upaya advokasi dengan cara menjangkau tokoh-tokoh komunitas melalui jejaring yang ada dan dengan memobilisasi jaringan yang ada untuk suatu rencana aksi bersama. Hal ini juga didukung oleh berbagai studi yang mengeksplorasi penggunaan media sosial dalam kegiatan advokasi yang dilakukan organisasi masyarakat sipil (OMS) (Bortree & Seltzer, 2009; Edwards & Hoefer, 2010; Greenberg & MacAulay, 2009).

Advokasi secara harafiah berarti pembelaan, sokongan atau bantuan terhadap seseorang yang mempunyai permasalahan. Istilah advokasi mula-mula digunakan di bidang hukum atau pengadilan dan digunakan ketika seseorang yang sedang tersangkut perkara atau pelanggaran hukum untuk dapat memperoleh keadilan yang sesungguh-sungguhnya. Kegiatan advokasi ini kemudian tidak hanya digunakan dalam bidang hukum saja namun dalam berbagai bidang lainnya. Kegiatan advokasi biasanya meliputi kegiatan edukasi publik, mempengaruhi opini publik, mengadakan penelitian untuk menginterpretasikan masalah dan merekomendasikan solusi, mobilisasi publik, merencanakan agenda kebijakan, kegiatan melobi, implementasi kebijakan, monitor dan umpan balik. Kegiatan advokasi dapat dilakukan secara individual maupun kelompok, termasuk OMS walaupun tanpa inisiasi dari pemerintah. Advokasi kebijakan dapat diartikan sebagai berbagai aktivitas yang dilakukan dengan sengaja oleh pihak-pihak tertentu untuk mempengaruhi proses pembuatan kebijakan (Gen & Wright, 2012).

(3)

Di Indonesia, penggunaan internet dan media sosial oleh OMS dalam berbagai kegiatan advokasi juga mengalami peningkatan khususnya dalam 5 tahun terakhir. Beberapa OMS secara sengaja didirikan untuk tujuan advokasi publik berbasis ICT. Sebut saja change.org yang melakukan advokasi publik dengan cara membuat petisi mengenai suatu isu yang disebarkan melalui email untuk kemudian menjadi pembahasan di masyarakat dan ditujukan pada pemangku yang berwenang dan pada akhirnya mengarah pada perubahan kebijakan. Salah satu usaha petisi yang berhasil diusung oleh lembaga ini adalah tentang penghentian penggunaan bom dalam penangkapan ikan di Mentawai. Terkait isu HIV,

Indonesia AIDS Coalition (IAC) pada tahun 2010 membuat kampanye melalui akun Twitter

ODHAberhaksehat dengan tujuan meningkatkan kepedulian masyarakat luas terkait isu HIV serta penjangkauan dan dukungan bagi ODHA. IAC juga mulai mengembangkan teknologi lain seperti AIDS Digital dan iMonitor yang dapat digunakan untuk meningkatkan dukungan bagi ODHA. Contoh lainnya ada gueberani.com yang menggunakan media sosial seperti Facebook, Twitter dan BBM chat untuk memperluas cakupan program termasuk meningkatkan akses layanan VCT dan kesehatan lainnya untuk kelompok Lelaki Suka Lelaki (LSL) di DKI Jakarta.

Selain melakukan kegiatan service delivery dan monitoring berbagai kegiatan untuk komunitas dan kelompok marginal, OMS juga melakukan rangkaian kegiatan advokasi. Advokasi dilakukan melalui berbagai kegiatan sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterlibatan masyarakat khususnya terkait program-program yang dijalankan baik oleh pemerintah maupun OMS itu sendiri. Ada begitu banyak OMS di Indonesia yang saat ini menjalankan program penanggulangan HIV dan AIDS melalui beberapa kegiatan yang menyasar ke kelompok yang rentan dengan penularan HIV. Spicer et al. (2011) menyatakan bahwa ada banyak penelitian membuktikan bahwa kegiatan advokasi yang dijalankan OMS turut mempengaruhi kebijakan kesehatan dan bahwa kapasitas OMS memiliki pengaruh yang penting yang meliputi kepemimpinan, jejaring kerja, kredibilitas, serta informasi dan sumber daya.

Beberapa studi telah mencoba membahas mengenai kapasitas OMS dalam kegiatan advokasi untuk kelompok rentan (Biradavolu et al., 2009; Doyle & Patel, 2008; Price, 2003), namun hanya sedikit sekali studi yang fokus pada isu kebijakan HIV (Halmshaw & Hawkins, 2004). Bahkan, penelitian terkait kegiatan advokasi OMS HIV khususnya terkait penggunaan ICT ini masih sangat terbatas di Indonesia. Oleh karena itu penelitian ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi pemanfaatan media sosial dalam kegiatan advokasi yang dijalankan oleh OMS HIV di Indonesia. Demikian juga penelitian ini juga akan mendalami berbagai aspek yang mempengaruhi kegiatan advokasi yang dijalankan OMS baik yang lahir berbasis ICT maupun yang menjalani kegiatan advokasi secara tradisional. Semakin meningkatnya penggunaan ICT dalam kegiatan advokasi oleh OMS mendorong pentingnya pemahaman dan analisa mengenai bagaimana advokasi yang dilakukan OMS dapat mempengaruhi proses pembuatan kebijakan kesehatan di Indonesia.

(4)

II. Tujuan Penelitian II.A. Tujuan Umum

Mengidentifikasi pemanfaatan media sosial untuk mendukung advokasi kebijakan yang dijalankan oleh OMS HIV di Indonesia.

II.B. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi kegiatan advokasi yang dilakukan oleh OMS yang bergerak dalam upaya penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia.

2. Mendokumentasikan proses advokasi kebijakan yang telah dilakukan oleh OMS yang bergerak dalam upaya penanggulangan HIV dan AIDS sejak dari pengembangan agenda kebijakan hingga tersusun dan dilaksanakannya kebijakan tersebut.

3. Mengidentifikasi penggunaan media sosial untuk mendukung kegiatan OMS yang selama ini dilakukan (dalam kegiatan layanan, pendidikan dan advokasi).

4. Mengidentifikasi persepsi OMS terhadap pemanfaatan media sosial untuk mendukung upaya advokasi yang dilakukan.

5. Menyediakan praktek-praktek yang baik dalam pemanfaatan media sosial dalam advokasi kebijakan yang dilakukan oleh OMS secara umum.

III. Kerangka Konseptual

Dalam memahami proses advokasi kebijakan yang dijalankan oleh OMS dalam penanggulangan HIV maka penelitian ini mengadaptasi model advokasi kebijakan yang disusun oleh Gen & Wright (2012) yang dijelaskan dengan gambar sebagai berikut:

Input Kegiatan Hasil

Kerangka teori advokasi kebijakan ini terdiri dari 3 kategori utama yaitu: 1. Input

Dalam hal ini input yang dimaksud adalah kompetensi yang sangat dibutuhkan untuk melakukan kegiatan advokasi. Kompetensi yang dimaksud antara lain:

(5)

Hal ini meliputi potensi-potensi yang dimiliki lembaga. Kemandirian dilihat dari bagaimana lembaga menghidupi dan memastikan keberadaannya di masa mendatang dengan berbagai strategi untuk menjawab tantangan-tantangan organisasi ke depan. Kemandirian yang dimaksud adalah kebebasan lembaga dari kepentingan pihak-pihak lain untuk memperjuangkan kepentingan konstituennya.

b. Jaringan

Hal ini meliputi kemampuan untuk mengorganisasikan aksi bersama dan strategi kerjasama dengan organisasi lain, memiliki hubungan baik dengan organisasi lain, baik berupa kerjasama maupun partisipasi masyarakat luas. c. Keahlian khusus

Hal ini mencakup kapasitas organisasi termasuk pengetahuan dan keahlian dan kompetensi dalam menjalankan program-program lembaga.

d. Sumber daya material

Hal ini merupakan input penting dalam kegiatan advokasi, meliputi sumber daya manusia, komitmen, sumber daya lainnya, dan pendanaan.

2. Kegiatan

Merupakan kegiatan utama yang dilakukan dalam kegiatan advokasi yaitu mencakup: a. Mobilisasi dan pelibatan publik, termasuk penjangkauan, mengorganisir

komunitas

b. Membangun koalisi, termasuk melobi, membangun hubungan kerjasama c. Kampanye pesan advokasi, informasi, termasuk penelitian, analisis

kebijakan, labeling, edukasi, presentasi dan briefing dan advokasi media d. Usaha pembaharuan

e. Mempertahankan agenda advokasi f. Pemantauan kebijakan

3. Outcome/hasil yang terdiri dari 3 tingkatan yaitu:

a. Proximal outcomes (jarak dekat dan lebih langsung), mencakup aspek: i. Perubahan dalam pandangan publik

1. Perubahan dalam kepedulian, kepercayaan, sikap, nilai dan perilaku

2. Penguatan dukungan, peningkatan partisipasi publik ii. Perubahan pandangan dalam pembuat kebijakan

b. Distal outcomes, mencakup adopsi kebijakan dan perubahan pelaksanaan c. Impact (perubahan yang diharapkan), mencakup perubahan dalam populasi

target dan perubahan layanan dan sistem.

IV. Metode Penelitian IV.A. Desain Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pemanfaatan media sosial dalam kegiatan advokasi kebijakan yang dijalankan oleh OMS HIV di Indonesia. Untuk itu penelitian ini akan menggunakan pendekatan mixed-methods dimana pendekatan kualitatif akan digunakan untuk menggali berbagai informasi untuk menggambarkan secara lebih

(6)

mendalam tentang proses penggunaan media sosial dan upaya advokasi kebijakan yang dilakukan oleh LSM atau OMS baik yang bergerak dalam bidang HIV dan AIDS maupun tidak. Pendekatan kuantitatif dalam hal ini metode survei juga akan digunakan untuk melihat secara luas penggunaan media sosial bagi OMS dalam bidang HIV dan AIDS untuk mendukung kegiatannya baik dalam bidang pendidikan masyarakat, penyediaan layanan dan upaya advokasi. Sebagai upaya untuk membagun pemahaman yang lebih mendalam tentang advokasi oleh OMS dan penggunaan media sosial oleh OMS maka sebelum dilakukannya pengumpulan data akan dilakukan terlebih dahulu kajian pustaka baik dari sumber jurnal ilmiah atau laporan-laporan kegiatan advokasi yang diproduksi oleh OMS atau lembaga lain yang mendukung OMS.

IV.B. Responden penelitian

Target populasi dari penelitian ini adalah OMS di Indonesia yang melakukan kegiatan advokasi kebijakan baik yang bergerak dalam upaya penanggulangan HIV dan AIDS maupun yang tidak. Hal ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh penggunaan media sosial dalam advokasi kebijakan yang dilakukan OMS-OMS tersebut. Penelitian ini menggunakan teknik sampling purposive dimana peneliti telah menentukan responden dan OMS sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

1. OMS yang bergerak dalam bidang HIV dan AIDS di enam kota di Indonesia dengan kategori sebagai berikut:

a. Kelompok komunitas populasi kunci

b. Principal Recipients (PR) dari Global Fund (GF)

c. OMS yang melakukan kegiatan advokasi kebijakan di enam kota Indonesia 2. OMS yang bukan bergerak dalam upaya penanggulangan HIV dan AIDS dan

melakukan kegiatan advokasi terkait isu-isu yang diusungnya serta keberadaannya diketahui oleh OMS lain di daerahnya.

3. OMS berbasis ICT yang bukan bergerak dalam upaya penanggulangan HIV dan AIDS tetapi telah diketahui menggunakan media sosial sebagai media advokasinya yang akan digunakan untuk menggali praktek-praktek advokasi yang telah dilakukannya.

IV.C. Lokasi Penelitian

Berdasarkan hal tersebut, maka lokasi penelitian untuk penelitian ini adalah tingkat nasional, sementara untuk penggalian praktek-praktek yang baik tentang penggunaan media sosial dalam advokasi akan dilakukan di enam kota yaitu Kota Jakarta, Kota Medan, Kota Bandung, Kota Yogyakarta, Kota Surabaya dan Kota Denpasar. Pemilihan kota-kota ini sebagai fokus untuk penggalian praktek yang baik karena gerapan-gerakan advokasi kebijakan banyak dilakukan di kota-kota tersebut.

IV.C. Metode Pengumpulan data

Beberapa metode pengumpulan data akan digunakan untuk memperoleh informasi-informasi yang relevan dengan tujuan penelitian ini. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:

(7)

Penelitian ini akan menggunakan Web Survey yaitu sebuah metode pengumpulan data kuantatif menggunakan survei berbasis website. Dengan metode ini, maka pengumpulan data dilakukan dengan cara mengirimkan email atau pesan berisi

link/tautan yang berisi kuesioner (dalam bentuk HTML) kepada responden yang dituju.

Dalam penelitian ini link tersebut akan dikirimkan kepada OMS yang bergerak dalam bidang HIV dan AIDS di Indonesia. Dengan Web Survey maka informasi yang dikumpulkan dapat lebih cepat diperoleh karena dapat langsung diisi dan dikirimkan kembali sesaat setelah responden selesai merespon survei tersebut. Untuk mengadministrasikan hal ini maka penelitian ini akan menggunakan survey monkey.

b. Kelompok Diskusi Terarah

Pengumpulan data primer akan dilakukan untuk memetakan situasi penggunaan media sosial di wilayah penelitian. Pengumpulan data akan dilakukan dengan cara kelompok diskusi terarah dan wawancara. Kelomok diskusi terarah akan dilakukan kepada OMS yang bergerak dalam bidang HIV dan AIDS (baik yang berbasis ICT maupun tradisional) di masing-masing kota dengan menggunakan pedoman yang menggali mengenai jenis, proses dan aksesibilitas penggunaan media sosial dalam kegiatan advokasi yang mereka jalankan. Demikian juga dikembangkan serangkaian pertanyaan yang digunakan untuk menggali kegiatan advokasi yang dilakukan lembaga dengan kerangka teori advokasi kebijakan meliputi input, activities dan

outcomes. Kriteria informan yang diharapkan dapat mewakili lembaga dalam

kelompok diskusi terarah, yaitu: Direktur/Program Manajer/Staf Advokasi/Staf IT.

c. Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam akan dilakukan untuk memperoleh informasi terkait praktik-praktik yang baik dalam penggunaan media sosial dalam kegiatan advokasi yang dilakukan oleh OMS yang bergerak di isu lain (selain HIV) di masing-masing kota dan OMS berbasis ICT di kota Jakarta. Adapun kriteria informan yang akan diwawancarai secara mendalam adalah sebagai berikut:

1. Direktur OMS yang melakukan kegiatan advokasi menggunakan media sosial atau 2. Staf advokasi OMS yang melakukan kegiatan advokasi menggunakan media sosial.

II.E. Analisis data

Data survei yang merupakan data kuantitatif akan dianalisis dengan menggunakan tabulasi frekuensi untuk setiap variabel yang menjadi fokus penelitian ini. Demikian juga untuk mengetahui perbedaan karakteristik yang bermakna dari responden terkait dengan variabel-variabel tertentu akan digunakan X2 (kai kuadrat).

Data kualitatif akan dianalisis dengan menggunakan metode analisis thematic yang relevan dengan tujuan penelitian yang ditemukan dalam wawancara, kajian pustaka atau diskusi kelompok terarah. Triangulasi akan dilakukan dengan membandingkan informasi yang diperoleh dari wawancara satu dengan wawancara yang lain di dalam satu daerah. Jika memungkinkan, triangulasi juga akan dilakukan dengan membandingkan atara temuan data primer dengan sekunder. Kategori thema awal dikembangkan berdasarkan kerangka

(8)

kerja yang diadaptasi dari Gen & Wright (2012) tentang model advokasi kebijakan. Tema-tema lanjutan akan dikembangkan berdasarkan kecenderungan isu yang dominan yang muncul dari hasil wawancara.

II.F. Waktu pelaksanaan penelitian

No Kegiatan

Bulan

Mei Juni Juli

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Tahap persiapan (perijinan,

perencanaan) x x x 2 Pembuatan instrumen penelitian x x 3 Komisi etik x x 4 Kajian pustaka x x x x x

5 Pelatihan untuk enumerator x x

6 Pengumpulan data x x x x

7 Analisa data x x x x x

(9)

Referensi

Bertot, J. C., Jaeger, P. T., & Hansen, D. (2012). The impact of polices on government social media usage: Issues, challenges, and recommendations. Government Information Quarterly, 29(1), 30– 40. http://doi.org/10.1016/j.giq.2011.04.004

Charalabidis, Y., & Loukis, E. (2012). Participative Public Policy Making Through Multiple Social Media Platforms Utilization. International Journal of Electronic Government Research, 8(3), 78– 97. http://doi.org/http://dx.doi.org/10.4018/jegr.2012070105

Ferro, E., Loukis, E. N., Charalabidis, Y., & Osella, M. (2013). Policy making 2.0: From theory to practice. Government Information Quarterly, 30(4), 359–368.

http://doi.org/10.1016/j.giq.2013.05.018

Gal-Tzur, A., Grant-Muller, S. M., Minkov, E., & Nocera, S. (2014). The Impact of Social Media Usage on Transport Policy: Issues, Challenges and Recommendations. Procedia - Social and Behavioral

Sciences, 111, 937–946. http://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.01.128

Gen, S. & Wright A.C. (2012) A Framework for Policy Advocacy. Western Political Science Association Annual Meeting (pp. 1-43). Portland, United States: Western Political Science Association.

Guo, C., & Saxton, G. D. (2014). Tweeting social change: How social media are changing nonprofit advocacy. Nonprofit and Voluntary Sector Quarterly, 43(1), 57–79.

http://doi.org/10.1177/0899764012471585

Wallack, L. (1994). Media advocacy: a strategy for empowering people and communities. Journal of

Referensi

Dokumen terkait

Jenis tanaman berperawakan rendah di pekarangan Kecamatan Teluknaga, Citeureup dan Pacet ( K = konstansi keterdapatan ) No. Cabe besar Pandan wangi Belitung Panglai Opiopogon

Dalam lingkungan yang diciptakannya ini, baik lingkungan nyata maupun lingkungan abstrak manusia berinteraksi, sehingga dari satu sisi manusia menjadi bagian

This is to certify that the present thesis entitled"Waheed Akhtar Ki Adabi Khidmat ka Tanqeedi Jaiza", has been accomplished by Mr. Asrar Ahmad under my supervision

Lingkungan Teman Sebaya yang positif akan membawa dampak yang positif juga dalam proses belajar karena teman sebaya akan mengajak kearah yang lebih baik

- Hitunglah daya yang ditransmisikan oleh belt, jika puli yang berdiameter besar berputar dengan kecepatan 200 rpm dan tegangan maksimum yang diizinkan pada sabuk adalah 1

Di samping itu, beberapa karya yang dihasilkan program unggulan ini diharapkan menjadi indikator dinamika dan komitmen sivitas akademika terhadap pelaksanaan tridharma

Korelasi yang positif dan signifikan antara antara kesejahteraan guru dengan motivasi kerja dalam pelaksanaan proses pembelajaran di SMA Negeri 1 Pollung dapat dipahami

Hasil uji mutu hedonik Nata de banana skin pada tabel 4.3 dapat dilihat penilaian terhadap aroma yang diberikan oleh panelis yaitu 2,3-4,7 (berbau menyengat hingga