• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KEGIATAN LAPANGAN DI GORONTALO TIM KAJIAN PERENCANAAN PARTISIPATIF (PJM PRONANGKIS)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN KEGIATAN LAPANGAN DI GORONTALO TIM KAJIAN PERENCANAAN PARTISIPATIF (PJM PRONANGKIS)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KEGIATAN LAPANGAN DI GORONTALO

TIM KAJIAN PERENCANAAN PARTISIPATIF (PJM PRONANGKIS)

A. RINGKASAN HASIL SANGAT SEMENTARA

(1) Gambaran Umum Wilayah Studi

Kota Gorontalo terletak di kawasan Teluk Tomini dengan pelabuhan terdapat di Teluk Gorontalo tempat bermuaranya sungai Bone, sungai Bolango dan sungai Tamalate. Lokasi ini memberikan nilai strategis, sebagai pusat perdagangan, pendidikan dan pusat jasa lainnya, selain sebagai ibukota Propinsi Gorontalo.

Topografi kota Gorontalo meliputi daerah dataran yang luas yang dibatasi oleh Danau Limboto di sebelah barat, dan daerah perbukitan di bagian selatan dengan ketinggian mencapai 500 m dpl.

Secara administrasi kota Gorontalo terbagi atas 6 (enam) Kecamatan yaitu Kota Barat, Kota Utara, Kota Selatan, Kota Timur, Kota Tengah dan Dungingi dengan 46 kelurahan.

Jumlah penduduk kota Gorontalo tahun 2007 tercatat 162.438 jiwa atau mengalami peningkatan dari 158.360 jiwa pada tahun 2006. Dilihat dari pola distribusinya, kecamatan yang memiliki jumlah penduduk besar adalah kecamatan Kota Selatan dan Kota Timur. Lebih lanjut, dilihat dari pola sebaran penduduk dan kecenderungan potensi pertambahannya, adalah Kecamatan Kota Barat dan Kota Selatan. Sedangkan yang mengalami pertambahan penduduk yang cukup penting adalah Kecamatan Dungingi, Kota Tengah dan Kota Utara.

Angka Harapan Hidup (AHH) penduduk tahun 2007 mencapai 66,5 tahun; Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 12,2 per seribu Kelahiran Hidup; Angka Kematian Ibu Melahirkan (AKI) sebesar 87,3/100.000 kelahiran hidup; dan Indikator Kurang Energi Protein (KEP) sebesar 5%.

Perekonomian kota Gorontalo menunjukkan peningkatan yang baik. Pada tahun 2007 pertumbuhnan ekonomi kota sebesar 7,4% dengan PDRB per kapita sebesar Rp 6.039.447. Sektor yang memiliki kontribusi terbesar terhadap PDRB adalah sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran dengan sumbangan 21% dan sektor Jasa-jasa dengan sumbangan 29%.

Visi Kota Gorontalo adalah terwujudnya “Gorontalo Kota Entrepreneur” dan misi terwujudnya “Masyarakat Kota Yang Mandiri dan Religius” sebagaimana dituangkan dalam dalam RPJM Kota Gorontalo Tahun 2009-2013. Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut telah ditetapkan grand strategi sebagai berikut:

1. Menyelenggarakan kepemerintahan yang entrepreneur; 2. Mewujudkan sumber daya manusia yang berdaya saing;

(2)

3. Membangun infrastruktur perkotaan yang handal;

4. Menjadikan kota Gorontalo sebagai Pusat Perdagangan dan Jasa di kawasan Teluk Tomin dan sekitarnya;

Kelurahan yang menjadi fokus kajian dari Tim PJM Pronangkis dan Tim Peran Pemerintah adalah Kelurahan Biawu Kecamatan Kota Selatan dan Kelurahan Botu Kecamatan Kota Timur. Lokasi dari kedua kelurahan itu dapat dilihat pada gambar berikut.

a.

Gambaran Umum Kelurahan Biawu

Kelurahan Biawu dilihat dari segi geografis sangat strategis dan merupakan pusat perdagangan dan arus transportasi antar kota dan kecamatan. Luas Kelurahan Biawu adalah 21,2 Ha yang terdiri dari 6 RW dan 22 RT. Jumlah penduduk kelurahan ini pada tahun 2007 adalah 3118 jiwa yang terdiri dari 1525 laki-laki dan 1593 perempuan. Hasil Pemetaan Swadaya dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM-P2KP) jumlah warga miskin di kelurahan ini sebanyak 451 jiwa (14,5% dari jumlah penduduk).

Kondisi ekonomi masyarakat Kelurahan Biawau ini diwarnai oleh tingginya jumlah warga yang tidak punya pekerjaan tetap dan pengangguran yaitu sekitar 259 jiwa. Demikian pula dengan terdapatnya sejumlah pekerja perempuan dengan pendapatan yang rendah. Dengan kondisi ini maka jumlah masyarakat miskin di Kelurahan ini cukup menonjol.

Tingkat pendidikan masyarkat di Kelurahan ini masih cukup rendah. Terdapat 190 anak usia sekolah (7-15 tahun) yang tidak bersekolah karena ketiadaan biaya. Lebih lanjut terdapat 120 jiwa penduduk yang buta huruf. Rendahnya tingkat pendidikan penduduk menyebabkan kemampuan mereka untuk mengembangkan diri juga terbatas.

Persoalan kemiskinan berpengaruh besar terhadap kualitas kesehatan masyarakat. Masih banyak balita yang kurang gizi karena keterbatasan biaya untuk memberikan makanan yang sehat. Demikian juga dengan kondisi ibu hamil yang tidak mendapat asupan gizi yang memadai.

Persoalan lingkungan adalah persoalan yang paling menonjol di Kelurahan Biawu dimana persoalan rumah tidak layak huni, saluran, jalan setapak, MCK dan masalah air bersih mewarnai kehidupan masyarakat.

Berangkat dari gambaran di atas maka masalah penanggulangan kemiskinan di Kelurahan ini memerlukan strategi dan upaya yang besar agar terjadi perubahan hidup masyarakat yang lebih baik.

b.

Gambaran Umum Kelurahan Botu

Kelurahan Botu adalah salah satu kelurahan yang terdapat di Kecamatan Kota Timur. Letaknya memanjang dari timur ke barat diapit oleh Sungai Bone dan

(3)

Gunung Dumbo. Meski Kelurahan ini mempunyai luas wilayah yang cukup besar yaitu 278 Ha, tetapi mempunyai keterbatasan pengembangan karena lahan yang bisa dikembangkan untuk kawasan terbangun relatif sempit.

Beberapa tahun yang lalu Kelurahan Botu cukup terisolasi. Tetapi dengan pembangunan Kantor Gubernur Gorontalo di punggung Gunung Dumbo dan dibangunnya jembatan Talumolo II, maka lokasi kelurahan ini menjadi strategis karena dilalui akses utama ke kantor Gubernur.

Jumlah penduduk kelurahan ini adalah 1751 jiwa dengan 399 KK. Tingkat pendidikan relatif rendah dimana jumlah penduduk yang sampai dengan tamat SD mencapai 1193 jiwa (68% dari total penduduk). Sedangkan mata pencaharian yang paling menonjol dari penduduk kelurahan ini adalah buruh swasta yaitu sebanyak 264 orang (69% dari total pekerja yang ada di Kelurahan Botu).

Permasalahan lingkungan yang dihadapi masyarakat adalah masih banyaknya masyarakat yang tidak memiliki MCK, adanya saluran air yang tidak berfungsi baik dan ada yang buntu sehingga mengakibatkan genangan air, disisi lain masyarakat yang tinggal di pesisir gunung mengalami kesulitan air bersih. Permasalahan di bidang ekonomi dicerminkan oleh besarnya jumlah penduduk bekerja sebagai buruh dan juga banyaknya masyarakat yang belum memiliki pekerjaan tetap.

(2) Hasil Temuan Lapangan

1. Sejauh mana masyarakat peduli pada tujuan PJM Pronangkis?

• Masyarakat pada umumnya tahu tentang P2KP dari sosialisasi awal

dalam rembug warga di tingkat kelurahan (tahun 2004-2005);

• Warga yang mendaftarkan diri sebagai relawan sebagian besar adalah

warga yang juga aktif dalam organisasi setempat, seperti LPM, Karang Taruna, PKK, dll;

• Minat menjadi relawan pada umumnya dilatarbelakangi pertimbangan

karena ingin membantu sesama warga yang tergolong tidak mampu;

• Warga masyarakat - relawan atau pun bukan relawan – turut serta

dalam kegiatan rembug kesiapan warga dan penyusunan refleksi kemiskinan di wilayah kelurahannya;

• Warga masyarakat - relawan atau pun bukan relawan – turut serta

dalam kegiatan pemetaan swadaya;

• Relawan maupun masyarakat umum banyak yang hadir dalam forum

pembentukkan dan pemilihan BKM;

• Relawan terlibat dalam proses pembentukkan Tim Perencanaan

Partisipatif yang diprakarsai oleh BKM;

(4)

dan aparat kelurahan. Dengan keterlibatan berbagai unsur masyarakat maka PJM Pronangkis yang disusun untuk beberapa kelurahan sudah diakui sebagi PJM Kelurahan.

• Pembentukan KSM umumnya sudah mengikuti aturan yang ada. Dalam

beberapa kasus penetapan dan penunjukan ketua KSM didasarkan pada rapat BKM dan fasilitator.

• Relawan maupun masyarakat sebagian besar ikut serta dalam rembug

warga penyusunan rencana pembangunan kelurahan;

• Penyusunan kegiatan didasarkan pada konsep tridaya yaitu

kegiatan-kegiatan terkait dengan peningkatan kualitas lingkungan, ekonomi dan sosial.

• Untuk kegiatan lingkungan umumnya berupa perbaikan

drainase/selokan, jalan lingkungan dan MCK; untuk kegiatan ekonomi berupa dana bergulir dan ekonomi produktif; dan untuk kegiatan sosial berupa santunan janda, beasiswa, peningkatan gizi balita.

• Komposisi anggaran untuk ketiga jenis kegiatan ada kalanya tidak sesuai

dengan kebutuhan masyarakat seperti yang dituangkan dalam refleksi kemiskinan dan pemetaan swadaya.

• Hambatan yang paling besar untuk ikut secara aktif adalah waktu.

Banyaknya pertemuan pada tahap sosialisasi dan proses rekfleksi kemiskinan dan pemetaan swadaya membuat banyak masyarakat akhirnya mundur. Hal ini diperkuat lagi karena kurang jelasnya pemahaman masyarakat akan tujuan dan tahapan pelaksanaan P2KP. Hal ini tercermin dari plesetan P2 CAPE.

• Peluang untuk ikut secara aktif sangat banyak bilamana yang

bersangkutan memahami secara benar tujuan yang ingin dicapai melalui pelaksanaan P2KP.

• Umumnya relawan yang sudah ikut sejak awal mempunyai komitmen

yang baik untuk tetap mendukung kegiatan P2KO termasuk dalam penyusunan PJM Pronangkis Tahap 2 (2008-2011).

• Dalam proses penyusunan PJM Pronangkis tahap 2 ini terdapat

perbedaan proses yang cukup penting dimana tahapan rekfleksi kemiskinan dan pemetaan sosial tidak dilakukan secara intensif dan terdapat kecenderungan proses penyusunan PJM Pronangkis ini seperti kegiatan pengulangan dari program yang telah disusun sebelumnya. 2. Sejauh mana rencana PJM Pronangkis dipengaruhi oleh elit lokal,

berdasarkan tingkat keterlibatannya ?

• Pada umumnya para anggota BKM, pengurus LPM dan Aparat Kelurahan

tergolong pada elite tempatan;

• Pada penyusunan PJM Pronangkis tahap pertama (2005-2008)

keterlibatan masyarakat tinggi mulai dari rekfleksi kemiskinan, pemetaan swadaya sampai pada penyusunan jenis kegiatan yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat;

(5)

• Pada penyusunan tahap kedua PJM Pronangkis 2008-2011 proses

penyusunan tidak seluwes tahap 1, kondisi ini menyebabkan partisipasi masyarakat dalam penyusunan PJM menurun dan keterlibatan jumlah orang lebih terbatas. Dalam hal ini pengaruh elite terhadap penyusunan PJM Pronangkis meningkat. Dari temuan lapangan adakalanya penyusunan PJM sudah beralih menjadi beban fasilitator kelurahan karena dikejar waktu pemasukan dokumen;

• Keterlibatan elite semakin menguat pada tahap akhir penyusunan PJM

Pronangkis dan pembahasan PJM Pronangkis pada tingkatan yang lebih tinggi seperti pada Musrenbang tingkat Kecamatan dan tingkat Kota; 3. Sejauh mana rencana PJM Pronangkis dipengaruhi oleh maksud proyek

(“daftar harapan” proyek) dan oleh batasan volume alokasi anggaran (orientasi BLM) ?

• Usulan kegiatan umumnya didasarkan pada kebutuhan masyarakat.

Meskipun demikian tetap mengikuti prinsip Tridaya yang meliputi peningkatan lingkungan, ekonomi dan masyarakat;

• Perumusan prioritas kegiatan cenderung mengikuti “formula anggaran”

yang umum dan juga disesuaikan dengan besarnya BLM;

4. Sejauh mana rencana pembangunan masyarakat (PJM Pronangkis) menggambarkan orientasi yang diharapkan ke arah pembangunan sosial dan manusia yang berkelanjutan seperti di-indikasikan oleh HDI/MDG?

• Usulan bidang pendidikan berupa beasiswa kepada warga miskin,

perbaikan gizi balita dan dana bergulir untuk bidang ekonomi;

• Saat ini juga sudah mulai timbul kreativitas masyarakat dalam

merumuskan kegiatan seperti kegiatan ekonomi produktif (mengolah dana bantuan kepada janda untuk ekonomi produktif seperti usaha bentor).

5. Apa sajakah kebutuhan peningkatan kapasitas dan advokasi di tingkat masyarakat untuk memastikan pemahaman dan orientasi ke arah pembangunan sosial dan manusia yang berkelanjutan sebagai dasar untuk perencanaan masyarakat yang bersifat partisipatif ?

• Masyarakat pada umumnya baru pada tahap tahu adanya P2KP, tetapi

belum memahami secara mendalam tentang hakekat dari P2KP yaitu meningkatkan kapasitas masyarakat melalui pemberdayaan agar bisa mandiri;

• Sosialisasi kepada seluruh lapisan masyarakat masih diperlukan dengan

tahapan pemberian pemahaman yang benar kepada pihak-pihak yang terkait dengan P2KP seperti relawan, fasilitator kelurahan, aparat dari kelurahan, kecamatan, SKPD dan anggota DPRD khususnya yang terkait dengan program pengentasan kemiskinan;

(6)

dan juga pelatihan-pelatihan dalam pemberdayaan masyarakat;

• Pandangan yang salah terhadap PJM Pronangkis sebagai program non

pemerintah kota perlu diubah dan diluruskan terutama untuk lingkungan SKPD yang terkait erat dengan kegiatan penanggulangan kemiskinan.

6. Faktor-faktor apa yang menghadang partisipasi berbasis luas secara umum, dan termasuk partisipasi perempuan (dicirikan oleh jelasnya rasa kepemilikan), dan pembagian tanggung jawab dalam proses perencanaan di lokasi penelitian ?

• Pada umumnya masyarakat masih mengalami kesulitan untuk mengerti

dan memahami prosedur administrasi maupun teknis BLM PNPM (penyusunan proposal dan kelengkapannya);

• Beberapa format yang diberikan (contoh) dalam buku panduan dan /

atau yang disampaikan oleh fasilitator masih sulit dilaksanakan oleh masyarakat dalam waktu yang cepat;

• Batasan waktu proses penyusunan usulan kegiatan dirasakan terlalu

pendek dan masyarakat mengalami kesulitan untuk memenuhi batasan waktu yang ditetapkan;

• Penyampaian usulan melalui kegiatan musrenbang tingkat kelurahan

masih dapat mengakomodir usulan kegiatan dalam PJM Pronangkis, namun pada tingkat Kecamatan kadang-kadang tidak dapat diterima oleh SKPD;

• Sebagian besar peserta kegiatan rembug warga adalah para ibu, baik

dalam rangka perencanaan usulan kegiatan, penyusunan proposal, maupun penyiapan proses pengajuan permohonan pencairan;

• Kelompok perempuan umumnya lebih banyak terlibat dikarenakan

kegiatan yang diusulkan sebagian besar di bidang sosial / pelatihan dan kegiatan ekonomi (pengalaman pada BLM tahap I);

• Tingginya tingkat partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan

menjadi salah satu faktor pendorong / pertimbangan dalam menunjang keberhasilan proses pengintegrasian usulan kegiatan masyarakat kedalam Rencana Pembangunan Daerah, melalui SKPD atau Legislatif (DPRD);

• Peluang keberhasilan pengintegrasian usulan kegiatan kedalam Rencana

Pembangunan Daerah merupakan salah satu sumber motivasi bagi masyarakat untuk terus berpartisipasi atau tidak dalam kegiatan di lingkungannya.

7. Apakah strategi advokasi yang tepat yang harus dijalankan P2KP untuk mengurangi tantangan-tantangan tersebut ?

• Memperluas bentuk dan jenis kegiatan dalam program pemberdayaan

masyarakat yang dibiayai oleh APBD / APBN / Sumber Pendanaan lainnya;

(7)

• Meningkatkan peran dan fungsi BKM dan LPM dalam melakukan

kegiatan

• Meningkatkan jumlah dan nilai nominal bantuan program / kegiatan

rehabilitasi dan pembangunan mahyani (rumah layak huni);

• Menjaring aspirasi masyarakat (jaring asmara), yang dilakukan oleh

jajaran eksekutif (per-SKPD) maupun legislatif (per-Komisi), untuk menemukenali serta merumuskan program / kegiatan yang didasarkan pada kebutuhan nyata masyarakat.

8. Apakah persyaratan mendasar pada kedua belah pihak (dalam kemampuan, pengetahuan dan dalam penjadwalan) untuk meningkatkan pengintegrasi yang lebih baik ke dalam proses perencanaan pemerintah formal di berbagai tingkatan dan mekanisme?

• Proses dan mekanisme pelaksanaan penjaringan aspirasi masyarakat

(jaring asmara), yang dilakukan oleh jajaran eksekutif (per-SKPD) maupun legislatif (per-Komisi), untuk menemukenali serta merumuskan program / kegiatan yang didasarkan pada kebutuhan nyata masyarakat;

• Mempercepat dan atau menyesuaikan jadwal pelaksanaan penyusunan

usulan program / kegiatan masyarakat sesuai jadwal proses musyawarah perencanaan pembangunan pada setiap tingkatan (Kelurahan / Kecamatan / Kota);

• Meningkatkan peran serta BKM dan LPM dalam melakukan perencanaan

di tingkat masyarakat;

• Meningkatkan kerja sama / koordinasi antar lembaga kemasyarakatan

pada tingkat Kelurahan / Kecamatan / Kota, antara lain BKM dengan LPM, BKM dan LPM dengan Kelurahan, BKM dengan Kelompok Peduli, dan lain-lain;

• Meningkatkan peluang bagi BKM dan LPM untuk secara bersama-sama

turut aktif dalam forum Musrenbang tingkat Kelurahan / Kecamatan / Kota;

• Membuka peluang bagi BKM dan LPM untuk secara bersama-sama

melakukan konsultasi dengan SKPD terkait maupun Legislatif;

• Pelatihan aparat kelurahan, aparat kecamatan, pengurus LPM, dan BKM

dalam menyusun usulan program / kegiatan berbasis masyarakat;

• Pelatihan penyusunan program / kegiatan berbasis masyarakat bagi staf

dan pejabat eselon (III dan IV) pada SKPD di tingkat Kota;

• Pelatihan penyusunan usulan program / kegiatan bagi unsur

masyarakat dan kelembagaan masyarakat di tingkat kelurahan;

• Pendampingan masyarakat / aparat dalam pelaksanaan program /

kegiatan yang berbasis masyarakat (pemberdayaan masyarakat);

(8)

untuk kegiatan berbasis masyarakat (pemberdayaan masyarakat) dan menyajikannya secara jelas dalam dokumen Rencana Kegiatan Pembangunan Daerah (RKPD), Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan penjabarannya dalam Penetapan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). 9. Peraturan pemerintah apakah yang perlu direvisi untuk mendukung

integrasi yang lebih baik lagi di tingkat lokal dari aspirasi masyarakat ke dalam proses perencanaan pembangunan formal.

• Diperlukan adanya Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Menteri

(KEPMEN), Peraturan Gubernur / Keputusan Gubernur (PERGUB / KEPGUB), Peraturan Walikota / Keputusan Walikota (PERWAL / KEPWAL) yang mengatur proses dan prosedur penyampaian usulan kegiatan yang direncanakan oleh masyarakat agar dapat masuk kedalam daftar rencana kegiatan pada dokumen Rencana Pembangunan Daerah di tingkat Kota;

• Diperlukan tinjauan atas Kebijakan Penyelenggaraan PNPM / P2KP agar

dapat disesuaikan dengan Kebijakan Pemerintah Kota Gorontalo;

• Diperlukan adanya Peraturan Walikota / Keputusan Walikota (Perwal /

Kepwal) Gorontalo yang menjabarkan Mekanisme Teknis Penyusunan Rencana Pembangunan Kelurahan / Kecamatan, yang mencakup mekanisme pelaksanaan (i) jaring asmara yang dilakukan Eksekutif maupun Legislatif; (ii) musyawarah rencana pembangunan pada setiap jenjang struktural (Kelurahan / Kecamatan / Kota); dan (iii) sinkronisasi usulan program / kegiatan pada setiap jenjang struktural (Kelurahan / Kecamatan / Kota);

• Diperlukan Peraturan Walikota / Keputusan Walikota (Perwal / Kepwal)

Gorontalo tentang Pembagian Peran, Tugas Pokok dan Fungsi antara LPM dan BKM secara definitif dalam rangka penyusunan Rencana Pembangunan Kelurahan / Kecamatan;

• Diperlukan Peraturan Walikota / Keputusan Walikota (Perwal / Kepwal)

Gorontalo tentang Penetapan Jadwal Musrenbang Tingkat Kelurahan / Kecamatan / Kota dalam kaitannya dengan penyusunan Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Penetapan Plafon Anggaran Sementara (PPAS), Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) setiap tahunnya, serta Dokumen Penjabaran Pelaksanaan APBD Kota setiap tahunnya agar dapat mengakomodir usulan kegiatan yang berbasis masyarakat;

• Diperlukan Peraturan Walikota (Perwal) / Keputusan Walikota (Kepwal)

/ Peraturan Daerah (Perda) yang menetapkan definisi kemiskinan di Kota Gorontalo;

B. KEJADIAN / HAMBATAN TAK TERDUGA

1. Tidak ada hambatan atau kejadian tak terduga yang dianggap mengganggu kontinyuitas pelaksanaan kegiatan Tim secara signifikan;

(9)

2. Gangguan faktor cuaca yang menimbulkan kebisingan akibat hujan deras hanya dialami pada waktu pelaksanaan FGD PJOK dan Kelurahan yang dilaksanakan di kantor Kecamatan Kota Selatan, sehingga konsentrasi para peserta untuk beberapa saat (selama hujan) kurang fokus pada materi diskusi;

3. Pelaksanaan FGD KBP terlambat lebih dari satu jam, yang dikarenakan (i) terjadi kesalahan informasi tentang alamat basecamp Tim Kajian kepada para anggota KBP; dan (ii) gangguan cuaca (hujan deras) yang mengakibatkan para anggota KBP kesulitan untuk mencari alamat basecamp Tim Kajian;

C. KOMENTAR LAIN-LAIN

(1) Umum

1. Kewajiban kontribusi per-Tim Fasilitator sebesar Rp. 500.000 untuk keperluan sewa Kantor Kordinator Kota sempat menjadi kendala dalam proses persiapan pelaksanaan kegiatan;

2. Keterlambatan realisasi Gaji Fasilitator Kelurahan berpengaruh terhadap kinerja pelaksanaan pendampingan di lokasi sasaran kegiatan;

(2) Kelurahan Biawu Kec. Kota Selatan

1. BKM tidak mempunyai Sekretariat, baik di Kantor Kelurahan / LPM maupun di tempat lainnya, sehingga terkadang menjadi kendala dalam proses koordinasi dan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh BKM; 2. Pengalaman buruk dari terjadinya penyimpangan pelaksanaan (kasus

Dana Bergulir yang sempat masuk proses hukum) sangat berpengaruh terhadap kinerja BKM secara keseluruhan;

(3) Kelurahan Botu Kec. Kota Timur

1. Beberapa fasilitator kelurahan tergolong relatif baru dalam penanganan kegiatan pendampingan masyarakat, dan belum pernah mengikuti ‘pelatihan dasar fasilitator’ dalam konteks PNPM / P2KP. Hal terebut mengakibatkan terjadinya perbedaan pendapat antara fasilitator dengan BKM / KSM / Masyarakat yang didampingi antara lain mengenai tata laksana kegiatan maupun pengaturan pelaksanaan kegiatan;

2. Beberapa fasilitator kelurahan kurang intensif dalam melaksanakan tanggung jawab pendampingan di wilayah kerjanya, sehingga kegiatan pendampingan tidak dilakukan secara kontinyu;

(10)

3. Didapati unsur BKM yang menjadi KSM dan Panitia / KSM ditunjuk oleh BKM, hal mana menyebabkan terjadinya kesalahan teknis dalam proses pelaksanaan kegiatan;

4. Unsur pengurus baru dalam BKM banyak yang tidak mengetahui / mengerti tentang P2KP / PNPM, sehingga peran dan fungsi BKM menjadi tidak optimal seperti antara lain: tidak mengerti tentang PJM Pronangkis tetapi sangat aktif dalam melakukan penyusunan / penyampaian usulan kegiatan;

Referensi

Dokumen terkait

A szociáldarwinista geopolitika elemzése során két szerzőt emel ki Szilágyi István: Friedrich Ratzelt, aki a német geopolitikai iskola atyja volt, illetve Rudolf Kjellént, aki

Susunan Perangkat Daerah Provinsi Jawa Tengah, maka Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 18 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Persiapan Pengadaan Tanah Bagi

[r]

Penelitian pertama untuk menguji kinerja alat monitor- ing pergerakan nafas, menunjukkan bahwa dalam uji korelasi dalam hal amplitudo gerakan dinding dada, hasil

Berdasarkan hasil pengujian secara simultan yakni melalui Uji F, diperoleh bahwa likuiditas yang diproyeksikan oleh current ratio dan leverage yang diproyeksikan oleh

(2) Perlu dilakukan sosialisasi untuk meluruskan informasi dan pandangan pada pengertian sebenarnya bahwa “PJM Pronangkis adalah kegiatan perencanaan pembangunan yang dilakukan

Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada responden penelitian, di mana pada penelitian tersebut adalah pasien di ICU, sedangkan pada penelitian yang akan peneliti lakukan

Memandangkan motivasi juga merupakan salah satu fasa dan prinsip utama dalam proses pembelajaran Bahasa Arab, maka penulis dapat membuat kesimpulan bahawa perbincangan