• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Yoghurt

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Yoghurt"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

       

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Yoghurt

2.1.1. Pengertian Yoghurt

Yoghurt menurut Sumudhita (1986) adalah susu yang diasamkan melalui proses fermentasi dengan menggunakan biakan starter, yakni pupukan murni Lactobacillus bulgariens dan Streptococcus thermophilus. Starter dapat dibuat sendiri maupun dibeli pada perusahaan-perusahaan pembuatanya. Yoghurt yang dibuat di pasaran ada yang masih asli dan ada pula yang sudah ditambahkan dengan cokelat, strawberry, vanili, ataupun jeruk.

Yoghurt adalah susu yang ditambah bakteri lactic dan difermentasikan sehingga rasanya agak asam. Dijual dengan rasa tawar atau buah-buahan (Departemen Pertanian, 2002). Yoghurt didefinisikan sebagai bahan pangan hasil fermentasi susu oleh bakteri asam laktat (Lactobacillus bulgarius dan Streptococcus thermophilus) yang memiliki flavor khas, tekstur semi padat dan halus, kompak dengan rasa asam yang segar (Sudarmaji, 1998).

Yoghurt pertama kali ditemukan oleh warga Turki. Awalnya para pengembala domba menyimpan susu hasil perahannya pada kantung yang terbuat dari kulit domba. Setelah disimpan dalam beberapa waktu, susu terfermentasi oleh bakteri sehingga menjadi asam, teksturnya mengental namun tidak basi4. Hasil temuan inilah yang berkembang menjadi yoghurt seperti yang kita kenal sekarang. Secara sederhana fermentasi didefinisikan sebagai proses menghasilkan produk dengan memanfaatkan jasa mikroorganisme (sering disebut juga dengan mikroba). Selama proses fermentasi, bakteri Lactobacillus bulgarius dan Streptococcus thermophilus akan

 

4 Warta Warga. 2010. Yoghurt. http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/01/yoghurt-2. [11

Februari 2010]  

(2)

       

menghasilkan asam folat dan vitamin B kompleks. Berbagai penelitian mengungkapkan kedua vitamin itu berguna untuk mencegah munculnya penyakit jantung koroner.

Menurut Metchnikoff, dengan mengkonsumsi yoghurt maka akan meningkatkan jumlah bakteri baik di dalam sistem pencernaan khususnya usus halus. Pada tahun 1908, E. Metchnikoff membuat hipotesis yang menyatakan ada hubungan erat antara umur panjang masyarakat pegunungan di Bulgaria dengan kebiasaan mereka mengkonsumsi susu fermentasi. Berkat penelitian itu, peneliti ini mendapatkan hadiah nobel dan sejak saat itu susu fermentasi terus dikembangkan dan diteliti.

2.1.2. Manfaat Yoghurt

Menurut The Wellness Encyclopedia (1991) menyebutkan bahwa setiap 227 gram yoghurt mengandung 275-400 mg kalsium, angka yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan sumber kalsium yang lain. Kandungan gizi yang lain adalah vitamin B-kompleks untuk kesehatan reproduksi, protein untuk pertumbuhan, mineral dan vitamin lain untuk menjaga dan memelihara kesehatan sel tubuh5.

Menurut Siagian (2009), yoghurt memiliki banyak manfaat bagi manusia, antara lain:

1. Membantu penderita Lactose Intolerence

Penderita Lactose Intolerence tidak dapat mencerna laktosa yang terkandung didalam susu sehingga apabila penderita meminum susu akan mengakibatkan terserang diare. Kekurangan enzim pencerna laktosa mengakibatkan setiap kali meminum susu, butiran laktosanya akan tertinggal dipermukaan lubang usus halus dan menyerap air dari sekitarnya yang kemudian memunculkan diare. Dalam yoghurt, laktosa susu sudah dipecah oleh bakteri “baik” Lactobacillus bulgaricus melalui proses fermentasi sehingga memudahkan penyerapan oleh tubuh. Hal inilah yang menyebabkan

 

5 Mutiara, Dian Aditya. 2009. Yoghurt Mencegah Penuaan Dini.

(3)

yoghurt sangat disarankan sebagai pengganti susu bagi orang/anak yang tidak mampu mencerna laktosa dengan baik.

2. Degradasi Kolesterol

Penelitian pada beberapa orang yang mengkonsumsi yoghurt secara teratur dalam jumlah dan waktu tertentu ternyata menunjukkan jumlah kolesterol dalam serum darahnya menurun. Mekanisme penurunan kolesterol ini terjadi karena bakteri asam laktat yang ada pada yoghurt dapat mendegradasi kolesterol menjadi coprostanol. Coprostanol ini merupakan zat yang tidak dapat diserap oleh usus sehingga akan keluar bersama kotoran manusia.

3. Menghambat pathogen

Flora usus pengkonsumsi yoghurt terbukti sulit untuk ditumbuhi kuman-kuman patogen atau kuman yang dapat menyebabkan penyakit. Dengan terhambatnya pertumbuhan sekaligus matinya mikroba patogen dalam lambung dan usus halus dapat menghindari munculnya berbagai penyakit akibat infeksi atau intoksikasi mikroba.

4. Menetralisir Antibiotik

Mengkonsumsi antibiotik memang berfungsi mematikan kuman, tetapi zat ini tidak dapat membedakan kuman mana yang berbahaya dan yang tidak berbahaya. Dalam usus manusia terdapat kuman yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan flora usus yang dapat dimusnahkan apabila seseorang mengkonsumsi antibiotik. Yoghurt berguna sebagai penetralisir efek samping antibiotik tersebut.

5. Antikanker saluran pencernaan

Bakteri-bakteri yang berperan dalam yoghurt dapat mengubah zat-zat pemicu kanker yang ada didalam saluran pencernaan sehingga mampu menghambat terjadinya kanker.

6. Menjegah jantung koroner

Bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus yang terdapat dalam yoghurt akan menghasilkan asam folat dan vitamin B

(4)

       

kompleks. Kedua vitamin ini dapat mencegah munculnya penyakit jantung koroner.

2.1.3. Frozen Yoghurt

Saat ini di pasaran dijumpai berbagai jenis yoghurt. Pertama, yoghurt pasteurisasi atau yoghurt yang setelah masa inkubasi selesai dipasteurisasi untuk mematikan bakteri dan memperpanjang usia simpannya. Yoghurt pasteurisasi tidak lagi memberikan sumbangan bakteri baik bagi tubuh kecuali sebagai minuman saja. Kedua, yoghurt beku (frozen yoghurt), yakni yoghurt yang disimpan pada suhu beku. Ketiga, dietetik yoghurt yaitu yoghurt rendah kalori dan rendah laktosa ataupun yang ditambah protein dan vitamin. Yoghurt sendiri memiliki perbedaan dengan minuman lactobacillus yang ada dipasaran dalam hal pembuatannya yang hanya menggunakan satu bakteri yaitu

Lactobacillus bulgaricus6.

Frozen yoghurt adalah penutup hidangan manis yang dibuat dari yoghurt atau produk dairy lainnya seperti susu. Teksturnya lebih halus daripada es krim dan lebih rendah lemak karena menggunakan susu bukan menggunakan krim. Frozen yoghurt pertama kali diperkenalkan ke publik Amerika pada tahun 1970an sebagai alternatif yang lebih sehat dibandingkan es krim, akan tetapi banyak konsumen yang tidak terlalu suka dikarenakan rasanya yang terlalu asam dan teksturnya yang terlalu cair.

2.2. Konsumen

Konsumen menurut Sumarwan (2003) istilah konsumen sering diartikan sebagai dua jenis konsumen yaitu konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu membeli barang dan jasa untuk digunakan sendiri. Konsumen individu membeli barang dan jasa yang akan digunakan oleh anggota keluarga lain. Konsumen individu juga mungkin

 

4Milis-nakita. 2006. Beda Yoghurt dan Minuman Lactobacillus.

http://www.mail-archive.com/milis-nakita@news.gramedia-majalah.com/msg03096.html. [14 Maret 2010]  

(5)

membeli barang dan jasa untuk hadiah teman, saudara, atau orang lain. Dalam konteks barang dan jasa yang dibeli kemudian digunakan langsung oleh individu pemakainya disebut pemakai akhir atau konsumen akhir.

Konsumen organisasi meliputi organisasi bisnis, yayasan, lembaga sosial, kantor pemerintah, dan lembaga lainnya (sekolah perguruan tinggi, rumah sakit). Semua jenis organisasi ini harus membeli produk, peralatan, dan jasa lainnya untuk menjalankan seluruh kegiatan organisasinya (Sumarwan, 2003).

2.2.1. Perilaku Konsumen

Menurut Schiffman dan Kanuk dalam Sumarwan (2003), perilaku konsumen adalah perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka.

Engel, et al (1994) mengartikan perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini. Perilaku konsumen adalah proses pengambilan keputusan dan aktivitas fisik yang mengevaluasi, memperoleh, menggunakan, dan menghabiskan barang dan jasa (Loudon dan Della-Bitta dalam Sumarwan, 2003). Menurut Deaton dan Muellbawer dalam Sumarwan (2003) perilaku konsumen adalah perilaku yang berkaitan dengan preference dan possibilities.

Perilaku konsumen pada hakikatnya memahami “why do consumers do what they do”. Dapat disimpulkan perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi (Sumarwan, 2003). Shiffman dan Kanuk dalam Sumarwan (2003) mengemukakan bahwa studi perilaku konsumen adalah suatu studi mengenai bagaimana seorang individu membuat keputusan untuk

(6)

mengalokasikan sumberdaya yang tersedia (waktu, uang, usaha, dan energi).

Perilaku konsumen dalam mengambil keputusan tentunya di pengaruhi oleh faktor-faktor tertentu yang nantinya akan membentuk perilaku proses keputusan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam mengambil keputusan antara lain: lingkungan, perbedaan individu, dan proses psikologis.

2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Keputusan Pembelian

Dalam memutuskan akan membeli dan mengkonsumsi suatu barang dan jasa pastinya konsumen akan mempertimbangkan beberapa faktor yang akan mempengaruhi keputusan pembelian yang akan diambilnya. Menurut Engel, et al (1994), terdapat determinan yang mendasari variasi di dalam proses keputusan. Determinan ini digolongkan ke dalam tiga kategori: (1) pengaruh lingkungan; (2) perbedaan dan pengaruh individual; dan (3) proses psikologis. Determinan yang mendasari variasi-variasi yang terjadi dalam proses keputusan dapat dilihat pada Gambar 1.

Adapun penjelasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan oleh konsumen sebagai berikut :

1. Pengaruh Lingkungan; konsumen hidup di dalam lingkungan yang kompleks. Perilaku proses keputusan mereka dipengaruhi oleh: a. Budaya, seperti digunakan di dalam studi perilaku konsumen

mengacu pada nilai, gagasan, artefak, dan simbol-simbol lain yang bermakna yang membantu individu dalam berkomunikasi, melakukan penafsiran, dan evaluasi sebagai anggota masyarakat. Dalam perspektif yang berbeda semua bentuk pemasaran merupakan saluran tempat makna budaya ditransfer ke barang konsumen.

b. Kelas Sosial, mengacu pada pembagian di dalam masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang berbagai nilai, minat, dan perilaku yang sama. Masyarakat dibedakan oleh perbedaan status sosioekonomi yang berjajar dari rendah ke tinggi. Status

(7)

sosial ini kerap menciptakan bentuk-bentuk perilaku konsumen yang berbeda.

c. Pengaruh Pribadi, sebagai konsumen perilaku kita kerap dipengaruhi oleh mereka yang berhubungan erat dengan kita. Kita mungkin merespons terhadap tekanan yang dirasakan untuk menyesuaikan diri dengan norma dan harapan yang diberikan oleh orang lain.

d. Keluarga, adalah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang dihubungkan melalui darah, perkawinan, atau adopsi dan yang tinggal bersama. Keluarga adalah pengaruh utama pada sikap perilaku individu.

e. Situasi, perilaku individu dapat berubah ketika situasi berubah. Situasi konsumen dapat dipisahkan ke dalam tiga jenis utama yaitu situasi komunikasi (latar dimana konsumen dihadapkan kepada komunikasi pribadi atau non-pribadi), situasi pembelian (latar dimana konsumen memperoleh barang dan jasa) serta situasi pemakaian (latar dimana konsumsi terjadi).

Proses Keputusan Pengenalan Kebutuhan Pencarian Informasi Evaluasi Alternatif Pembelian Hasil Perbedaan Individu Sumber Daya Konsumen Motivasi & Keterlibatan

Pengetahuan Sikap Kepribadian, Gaya Hidup, Demografi Proses Psikologi Pengolahan Informasi Pembelajaran Perubahan Sikap/Perilaku Pengaruh Lingkungan Budaya Kelas Sosial Pengaruh Pribadi Keluarga Situasi

Gambar 1. Model perilaku pengambilan keputusan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya (Engel, et al, 1994)

(8)

2. Perbedaan Individu: mengacu pada faktor internal yang menggerakkan dan mempengaruhi perilaku. Perilaku konsumen yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dibagi menjadi lima cara penting, yaitu:

a. Sumber Daya Konsumen, setiap orang membawa tiga sumberdaya ke dalam setiap situasi pengambilan keputusan, antara lain: waktu, uang, dan perhatian (penerimaan informasi dan kemampuan pengolahan). Umumnya terdapat keterbatasan yang jelas pada ketersediaan masing-masing, sehingga memerlukan semacam alokasi yang cermat.

b. Motivasi dan Keterlibatan, keterlibatan adalah faktor yang penting di dalam mengerti motivasi. Keterlibatan mengacu pada tingkat relevansi yang disadari dalam tindakan pembelian dan konsumsi.

c. Pengetahuan, dapat didefinisikan secara sederhana sebagai informasi yang di simpan di dalam ingatan. Pengetahuan konsumen mencakupi susunan luas informasi, seperti ketersediaan dan karakteristik produk dan jasa, dimana dan kapan untuk membeli, bagaimana menggunakan produk.

d. Sikap, mengacu pada pembentukan suatu sikap terhadap alternatif-alternatif yang dipertimbangkan setelah konsumen menyelesaikan pencarian akan informasi dan evaluasi yang luas terhadap berbagai kemungkinan. Engel, et al (1994) mendefinisikan sikap sebagai suatu evaluasi menyeluruh yang memungkinkan orang berespons dengan cara mengutungkan atau tidak menguntungkan secara konsisten berkenaan dengan objek atau alternatif yang diberikan.

e. Kepribadian, Gaya Hidup, dan Demografi. Ketiga variable ini berguna dalam mendefinisikan berbagai karakter objektif dan subjektif dari konsumen di dalam pangsa pasar target. Kepribadian didefinisikan sebagai respon yang konsisten terhadap stimulus lingkungan. Keputusan pembelian seorang

(9)

konsumen bervariasi antar individu karena karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing konsumen. Gaya hidup adalah pola dimana orang hidup dan menghabiskan waktu serta uang. Demografi adalah pendeskripsian pangsa konsumen dalam istilah seperti usia, pekerjaan, dan pendapatan. Usia merupakan orang yang akan membeli barang atau jasa yang berbeda sepanjang hidupnya. Pekerjaan seseorang akan mempengaruhi pola konsumsinya. Pendapatan akan mempengaruhi pilihan produk seseorang.

3. Proses Psikologi

a. Pemrosesan informasi: mengacu pada proses yang dengannya suatu stimulus diterima, ditafsirkan, disimpan di dalam ingatan dan belakangan diambil kembali. Pengolahan informasi menyampaikan cara-cara dimana informasi ditransformasikan, dikurangi, dirinci, disimpan, didapatkan kembali, dan digunakan. b. Pembelajaran: mengacu pada proses dimana pengalaman

menyebabkan perubahan dalam pengetahuan, sikap, atau perilaku. Kebanyakan perilaku konsumen adalah hasil dari proses pembelajaran. Oleh karena itu, proses belajar harus dimengerti bila pemasaran diharapkan untuk membujuk.

c. Perubahan Sikap dan Perilaku: sikap adalah evaluasi, perasaan emosional, dan kecenderungan tindakan atas beberapa objek dan tindakan. Perubahan dalam sikap dan perilaku adalah sasaran pemasaran yang lazim.

2.2.3. Proses Keputusan Pembelian

Menurut Schiffman dan Kanuk dalam Sumarwan (2003) keputusan pembelian adalah pemikiran suatu tindakan dari dua atau lebih pilihan alternatif. Seorang konsumen yang hendak melakukan pilihan maka ia harus memiliki pilihan alternatif. Secara umum konsumen mungkin akan melakukan lima langkah keputusan. Lima langkah pengambilan keputusan dapat dilihat pada Gambar 2.

(10)

Shiffman dan Kanuk dalam Sumarwan (2003) menyebutkan ada tiga tipe pengambilan keputusan konsumen: (a) pemecahan masalah yang diperluas (extensive problem solving), (b) pemecahan masalah terbatas (limited problem solving), dan (c) pemecahan masalah rutin (routinized response behavior).

Pengenalan Kebutuhan Pencarian Informasi

Evaluasi Alternatif Pembelian

Hasil

Gambar 2. Lima langkah pengambilan keputusan (Engel, et al, 1994) Pada pemecahan masalah diperluas, konsumen tidak membatasi jumlah merek yang akan dipertimbangkan ke dalam jumlah yang mudah dievaluasi (Schiffman dan Kanuk dalam Sumarwan, 2003). Konsumen membutuhkan informasi yang banyak untuk menetapkan kriteria dalam menilai merek tertentu. Konsumen juga membutuhkan informasi yang cukup mengenai masing-masing merek yang akan dipertimbangkan (Sumarwan, 2003). Menurut Engel, et al (1995), konsumen akan melakukan proses evaluasi yang cermat, menggunakan banyak kriteria evaluasi, strategi kompensasi dimana kelemahan pada atribut tertentu dapat diimbangi dengan yang lain, dan keyakinan, sikap, maupun niat dipegang kuat.

Pada tipe keputusan pemecahan permasalahan yang terbatas, konsumen telah memiliki kriteria dasar untuk mengevaluasi kategori produk dan berbagai merek pada kategori tersebut. Namun, konsumen belum memiliki preferensi tentang merek tertentu. Pada tipe ini konsumen menyederhanakan proses pengambilan keputusan dan tahap pengambilan keputusannya pun tidak seperti pada pemecahan masalah

(11)

yang diperluas. Hal ini disebabkan konsumen memiliki waktu dan sumberdaya yang terbatas (Sumarwan, 2003).

Pada pemecahan masalah rutin konsumen telah memiliki pengalaman tentang produk yang dibelinya. Konsumen pun memiliki standar untuk mengevaluasi merek. Pada tipe ini konsumen hanya membutuhkan informasi yang sedikit dan biasanya pengambilan keputusan hanya melewati dua tahapan: pengenalan kebutuhan dan pembelian (Sumarwan, 2003).

1. Pengenalan Kebutuhan

Pengenalan kebutuhan muncul ketika konsumen menghadapi suatu masalah, yaitu suatu keadaan dimana terdapat perbedaan antara keadaan yang diinginkan dengan keadaan yang sebenarnya terjadi (Sumarwan, 2003). Pengenalan kebutuhan adalah keadaan dimana konsumen mempersepsikan perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan situasi aktual yang memadai untuk membangkitkan dan mengaktifkan proses keputusan (Engel, et al, 1994).

Pengenalan kebutuhan pada hakikatnya bergantung pada berapa banyak ketidaksesuaian yang ada diantara keadaan aktual dan keadaan yang diinginkan (Engel, et al, 1995). Kehadiran pengenalan kebutuhan tidak secara otomatis mengaktifkan suatu tindakan. Ini akan bergantung pada beberapa faktor. Pertama, kebutuhan yang dikenali harus cukup penting. Kedua, konsumen harus percaya bahwa solusi bagi kebutuhan tersebut ada dalam batas kemampuannya (Engel, et al, 1995). Proses pengenalan kebutuhan yang berpusat pada tingkat ketidaksesuaian dapat dilihat pada Gambar 3.

2. Pencarian Informasi

Menurut Sumarwan (2003) pencarian informasi mulai dilakukan ketika konsumen memandang bahwa kebutuhan tersebut bisa dipenuhi dengan membeli dan mengkonsumsi suatu produk. Konsumen akan mencari informasi yang tersimpan dalam

(12)

ingatannya (pencarian internal) dan mencari informasi di luar (pencarian eksternal). Tidak Ada Pengenalan Kebutuhan Keadaan Aktual Di Atas Ambang Tingkat Ketidaksesuaian Pengenalan Kebutuhan Di Bawah Ambang Keadaan yang Diinginkan

Gambar 3. Proses pengenalan kebutuhan berpusat pada tingkat ketidaksesuaian (Engel, et al, 1995)

Pencarian, tahap kedua dari proses pengambilan keputusan, dapat didefinisikan sebagai aktivasi termotivasi dari pengetahuan yang tersimpan di dalam ingatan atau pemerolehan informasi dari lingkungan (Engel, et al, 1995). Pencarian informasi ini dapat bersifat internal atau eksternal. Pencarian internal melibatkan pemerolehan kembali pengetahuan dari ingatan, sementara pencarian ekternal terdiri atas pengumpulan informasi dari pasar.

Langkah pertama yang dilakukan konsumen dalam mencari informasi internal adalah mengingat kembali semua informasi yang ada dalam ingatan (memori)nya. Informasi yang dicari meliputi berbagi produk dan merek yang dianggap bisa memecahkan masalahnya atau memenuhi kebutuhannya. Langkah kedua, konsumen akan berfokus pada produk dan merek yang sangat dikenalnya (Sumarwan, 2003).

Konsumen akan membagi produk yang dikenalnya tersebut ke dalam tiga ketegori. Pertama adalah kelompok yang dipertimbangkan (consideration set), yaitu kumpulan produk atau merek yang akan dipertimbangkan lebih lanjut. Kedua adalah

(13)

kelompok yang tidak berbeda (inert set), yaitu kumpulan produk atau merek yang dipandang tidak berbeda satu sama lain. Ketiga adalah kelompok yang ditolak, yaitu kelompok produk atau merek yang tidak bisa diterima.

Menurut Sumarwan (2003), pencarian eksternal adalah proses pencarian informasi mengenai berbagai produk dan merek, pembelian maupun konsumsi kepada lingkungan konsumen. Informasi yang dicari melalui pencarian eksternal biasanya meliputi: alternatif merek yang tersedia, kriteria evaluasi untuk membandingkan merek, dan tingkat kepentingan dari berbagai kriteria evaluasi. Proses pencarian internal digambarkan seperti yang terlihat pada Gambar 4.

Ya Tidak Pengenalan Kebutuhan Pencarian Internal Jalankan Pencarian Eksternal Pencarian Internal Berhasil? Determinan dari Pencarian Internal ƒ Pengetahuan yang sudah ada ƒ Kemampuan memperoleh kembali  informasi Lanjutkan dengan Keputusan

Gambar 4. Proses pencarian internal (Engel, et al, 1995)

Ketika pencarian internal terbukti tidak mencukupi, konsumen mungkin memutuskan untuk mengumpulkan informasi tambahan dari lingkungan. Pencarian eksternal yang digerakkan oleh keputusan pembelian yang akan datang dikenal sebagai pencarian prapembelian. Menurut Sumarwan (2003), pencarian eksternal adalah proses pencarian informasi mengenai berbagai produk dan merek, pembelian maupun konsumsi pada lingkungan konsumen. Pada tahap ini, perhatian utama pemasar adalah sumber informasi utama yang akan dicari oleh konsumen. Sumber-sumber informasi terdiri dari empat kelompok (Kotler, 2005) yaitu:

(14)

a. Sumber pribadi: keluarga, teman, tetangga, dan kenalan

b. Sumber komersil: iklan, tenaga penjualan, kemasan dan pedagang perantara

c. Sumber umum: media massa dan organisasi rating konsumen d. Sumber pengalaman: penanganan, pemeriksaan, dan penggunaan

produk.

3. Evaluasi Alternatif

Tahap ketiga dari proses keputusan konsumen adalah evaluasi alternatif. Evaluasi alternatif dapat didefinisikan sebagai proses dimana suatu alternatif pilihan dievaluasi dan dipilih untuk memenuhi kebutuhan konsumen (Engel, et al, 1995). Dalam Sumarwan (2003), evaluasi alternatif adalah proses mengevaluasi pilihan produk dan merek dan memilihnya sesuai dengan yang diinginkan konsumen.

Pada proses evaluasi alternatif, konsumen membandingkan berbagai pilihan yang dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Konsep dasar yang dapat membantu untuk memahami proses evaluasi alternatif, yaitu konsumen berusaha memuaskan suatu kebutuhan, konsumen mencari manfaat, konsumen memandang setiap produk sebagai rangkaian atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang dicari dan memuaskan kebutuhan (Kotler, 2005).

Menurut Mowen dan Minor dalam Sumarwan (2003), pada tahap ini konsumen membentuk kepercayaan, sikap dan intensinya mengenai alternatif produk yang dipertimbangakan tersebut. Proses evaluasi alternatif dan proses pembentukkan kepercayaan dan sikap adalah proses yang saling terkait erat. Evaluasi alternatif muncul karena banyaknya alternatif pilihan. Jika konsumen berada dalam kondisi keterlibatan tinggi terhadap produk (high-involvement decision making), maka proses evaluasi alternatif akan memiliki tahap berikut: pembentukkan kepercayaan, kemudian pembentukkan sikap, dan keinginan berperilaku (behavioral

(15)

intentions) sehingga proses evaluasi alternatif dapat dijelaskan oleh model multiatribut sikap (Sumarwan, 2003).

Kriteria evaluasi adalah atribut atau karakteristik dari produk dan jasa yang digunakan untuk mengevaluasi dan menilai alternatif pilihan (Sumarwan, 2003). Engel, et al (1995) menyebutkan tiga atribut penting yang sering digunakan untuk evaluasi, yaitu, harga, merek, dan negara asal atau pembuat produk. Kriteria evaluasi tertentu yang digunakan oleh konsumen selama pengambilan keputusan akan bergantung pada beberapa faktor, diantaranya adalah pengaruh situasi, kesamaan alternatif-alternatif pilihan, motivasi, keterlibatan, dan pengetahuan (Engel, et al, 1995). Komponen dasar dari proses evaluasi alternatif digambarkan dalam Gambar 5.

4. Pembelian

Tindakan pembelian adalah tahap besar terakhir di dalam model perilaku konsumen (Engel, et al, 1995). Sekarang konsumen harus mengambil tiga keputusan: (1) kapan membeli; (2) di mana membeli; (3) bagaimana membayar. Jika konsumen telah memutuskan alternatif yang akan dipilih dan mungkin penggantinya jika diperlukan, maka ia akan melakukan pembelian. Pembelian meliputi keputusan konsumen mengenai apa yang akan dibeli, apakah membeli atau tidak, kapan membeli, dimana membeli, dan bagaimana cara membayarnya (Sumarwan, 2003).

Menurut Engel, et al (1995), pembelian merupakan fungsi dari dua determinan: (1) niat dan (2) pengaruh lingkungan atau perbedaan individu. Niat pembelian konsumen dapat digolongkan menjadi dua kategori, antara lain: (a) produk dan merek dan (b) kelas produk. Niat pembelian kategori produk dan merek umumnya dirujuk sebagai pembelian yang terencana sepenuhnya.

(16)

Menentukan kriteria evaluasi Menentukan alternatif pilihan Menilai kinerja alternatif Menerapan kaidah keputusan

Gambar 5. Komponen dasar proses evaluasi alternatif (Engel, et al, 1995)

Menurut Engel, et al dalam Sumarwan (2003), pembelian produk atau jasa yang dilakukan oleh konsumen bisa digolongkan menjadi tiga macam, yaitu:

a) Pembelian yang Terencana Sepenuhnya, yaitu jika konsumen telah menentukan pilihan produk dan merek jauh sebelum pembelian dilakukan. Pembelian jenis ini biasanya merupakan hasil dari proses keputusan yang diperluas atau keterlibatan yang tinggi.

b) Pembelian yang Separu Terencana, yaitu jika konsumen sudah mengetahui ingin membeli suatu produk sebelum masuk ke toko atau swalayan, namun ia belum mengatahui merek apa yang akan dibelinya sampai konsumen mendapatkan informasi yang lengkap dari pramuniaga atau display swalayan.

c) Pembelian yang Tidak Terencana, yaitu jika konsumen memiliki keinginan membeli ketika berada pada toko atau mal yang dikunjunginya. Konsumen tersebut belum memilki rencana untuk membeli suatu produk sebelumnya. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut. Keputusan pembelian seperti ini juga sering disebut sebagai pembelian impuls (impuls purchasing).

Kotler (2005) mengatakan terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi maksud pembelian dan keputusan membeli. Faktor pertama adalah sikap dan pendirian orang lain, sampai dimana pendirian orang lain dapat mempengaruhi alternatif yang disukai seseorang. Faktor kedua, yang dapat mempengaruhi maksud

(17)

pembelian dan keputusan pembelian adalah faktor situasi yang tidak diantisipasi. Misalnya adanya kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi pemenuhannya sehingga proses pembelian menjadi berubah, hal ini biasa terjadi pada kehidupan sehari-hari.

5. Evaluasi Hasil Pembelian

Tugas pemasaran tidak berhenti begitu penjualan terjadi, karena pembeli akan mengevaluasi alternatif sesudah pembeliannya seperti halnya sebelum pembeliaan (Engel, et al, 1995). Menurut Sumarwan (2003), dalam suatu proses keputusan, konsumen tidak akan berhenti hanya sampai proses konsumsi. Konsumen akan melakukan proses evaluasi terhadap konsumsi yang telah dilakukannya. Inilah yang disebut sebagai evaluasi alternatif pasca pembelian atau pasca konsumsi. Hasil dari proses evaluasi pasca konsumsi adalah konsumen puas atau tidak puas terhadap konsumsi produk atau merek yang telah dilakukannya.

Kepuasan didefinisikan sebagai evaluasi pasca konsumsi bahwa suatu alternatif yang dipilih setidaknya memenuhi atau melebihi harapan. Ketidakpuasan didefinisikan sebagai hasil dari harapan yang diteguhkan secara negatif (Engel, et al, 1995). Menurut Mowen dan Minor dalam Sumarwan (2003), kepuasan adalah keseluruhan sikap dan perilaku konsumen terhadap barang dan jasa yang diperoleh dan mereka gunakan. Ini adalah penilaian terhadap evaluasi pasca pembelian sebagai hasil dari seleksi pembelian spesifik dan pengalaman dari menggunakan atau mengkonsumsi suatu barang atau jasa.

Kepuasan yang timbul dalam hati konsumen menurut Kotler (2005) adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan harapan-harapannya. Menurut Rangkuti (1997), kepuasan konsumen adalah respon konsumen terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakannya setelah pemakaian. Kepuasan

(18)

konsumen dipengaruhi oleh kualitas produk, harga, dan faktor-faktor yang bersifat pribadi. Kepuasan konsumen menurut Umar (2000) dapat dibagi menjadi dua jenis kepuasan yaitu kepuasan fungsional dan kepuasan psikologikal. Kepuasan fungsional adalah kepuasan yang diperoleh dari fungsi suatu produk yang dimanfaatkan sedangkan kepuasaan psikologikal merupakan kepuasaan yang diperoleh dari atribut yang bersifat tidak berwujud dari produk tersebut.

2.3. Sikap

2.3.1. Konsep dan Definisi Sikap

Menurut Sumarwan (2003), sikap konsumen adalah faktor penting yang akan mempengaruhi keputusan konsumen. Konsep sikap sangat terkait dengan konsep kepercayaan (belief) dan perilaku (behavior). Mowen dan Minor dalam Sumarwan (2003) menyebutkan bahwa istilah pembentukkan sikap konsumen (consumer attitude formation) seringkali menggambarkan hubungan antara kepercayan, sikap, dan perilaku. Kepercayaan, sikap, dan perilaku juga terkait dengan konsep atribut produk (product attribute). Atribut produk adalah karakteristik dari suatu produk. Konsumen biasanya memiliki kepercayaan terhadap atribut suatu produk. Kepercayaan konsumen adalah pengetahuan konsumen mengenai suatu objek, atribut, dan manfaatnya (Mowen dan Minor dalam Sumarwan, 2003). Maka berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan pengetahuan konsumen sangat terkait dengan pembahasan sikap karena pengetahuan konsumen adalah kepercayaan konsumen.

Menurut Peter dan Olson dalam Sumarwan (2003), sikap adalah konsep penting dalam literatur psikologi lebih dari satu abad, lebih dari 100 definisi dan 500 pengukuran sikap telah dikemukakan oleh para ahli. Dari semua definisi tersebut, definisi sikap memiliki kesamaan yang umum yaitu evaluasi dari seseorang. Schiffman dan Kanuk dalam Sumarwan (2003) mendefinisikan sikap sebagai ekspresi perasaan yang berasal dari dalam diri individu yang mencerminkan apakah

(19)

seseorang senang atau tidak senang, suka atau tidak suka, dan setuju atau tidak setuju terhadap suatu objek.

Engel, et al dalam Sumarwan (2003), mengemukakan bahwa sikap menunjukkan apa yang konsumen sukai dan tidak sukai. Loudon dan Della Bitta dalam Sumarwan (2003) mendefinisikan sikap sebagai penyelenggaraan secara menyeluruh dari motivasi, emosional, persepsi, dan proses kognitif dengan respek pada beberapa aspek dari individu. Definisi tersebut menggambarkan pandangan kognitif dari psikolog sosial, dimana sikap dianggap memiliki tiga unsur (1) kognitif (pengetahuan), (2) afektif (emosi,perasaan), (3) konatif (tindakan).

Berdasarkan dari definisi-definisi sikap yang ada maka dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan ungkapan perasaan konsumen tentang suatu objek apakah disukai atau tidak, dan sikap juga bisa menggambarkan kepercayaan konsumen terhadap berbagai atribut dan manfaat dari objek tersebut (Sumarwan, 2003). Engel, et al (1994) menyatakan bahwa sifat yang terpenting dari sikap adalah kepercayaan dalam memegang sikap tersebut. Beberapa sikap mungkin dipegang dengan keyakinan kuat, sementara yang lain mungkin ada dengan tingkat kepercayaan yang minimum.

2.3.2. Karakteristik Sikap a) Sikap Memiliki Objek

Menurut Sumarwan (2003), dalam konteks pemasaran sikap konsumen harus terkait dengan objek. Objek tersebut bisa terkait dengan berbagai konsumsi dan pemasaran seperti: produk, merek, iklan, harga, kemasan, penggunaan, media, dan sebagainya. Untuk mengetahui sikap konsumen, maka kita harus mendefinisikan secara jelas sikap konsumen terhadap apa.

b) Konsistensi Sikap

Sikap adalah gambaran perasaan dari seorang konsumen dan perasaan tersebut akan direfleksikan oleh perilakunya. Oleh karena, sikap memiliki konsistensi dengan perilaku (Sumarwan,

(20)

2003). Dapat dikatakan bahwa perilaku dari seorang konsumen adalah gambaran sikapnya. Namun, faktor situasi seringkali menjadi penyebab adanya inkonsisten antara sikap dan perilaku konsumen. Seperti daya beli, yang juga termasuk faktor yang menjadi penyebab inkonsistensi antara sikap dan perilaku (Sumarwan, 2003).

c) Sikap Positif, Negatif, dan Netral

Sikap yang memiliki dimensi positif, negatif, dan netral disebut sebagai karakteristik valance dari sikap (Sumarwan, 2003). Dimensi positif diartikan konsumen menyukai produk tertentu, dimensi negatif diartikan konsumen tidak menyukai produk tertentu, atau bahkan seorang konsumen tidak memiliki sikap (netral).

d) Intensitas Sikap

Sikap seorang konsumen terhadap suatu merek produk akan bervariasi tingkatannya, ada yang sangat menyukainya atau bahkan ada yang sangat tidak menyukainya. Ketika konsumen menyatakan derajat tingkat kesukaan terhadap suatu produk, maka ia mengungkapkan intesitas sikapnya (Sumarwan, 2003).

e) Resistensi Sikap

Resistensi adalah seberapa besar sikap konsumen bisa berubah. Pemasar penting memahami bagaimana resistensi konsumen agar bisa menerapkan strategi pemasaran yang tepat (Sumarwan, 2003). f) Persistensi Sikap

Persistensi adalah karakteristik sikap yang menggambarkan bahwa sikap akan berubah karena berlalunya waktu (Sumarwan, 2003). g) Keyakinan Sikap

Keyakinan sikap adalah keyakinan konsumen mengenai kebenaran sikap yang dimilikinya (Sumarwan, 2003).

(21)

h) Sikap dan Situasi

Sikap seseorang terhadap suatu objek seringkali muncul dalam konteks situasi. Artinya situasi akan mempengaruhi sikap konsumen terhadap suatu objek (Sumarwan, 2003).

2.3.3. Fungsi Sikap

Schiffman dan Kanuk dalam Sumarwan (2003), mengemukakan empat fungsi dari sikap, yaitu (a) fungsi utilitarian, (b) fungsi mempertahankan ego, (c) fungsi ekspresi nilai, (d) fungsi pengetahuan. Keempat fungsi tersebut dapat digunakan para pemasar sabagai metode untuk mengubah sikap konsumen terhadap produk, jasa, atau merek.

a) Fungsi Utilitarian

Sikap berfungsi mengarahkan perilaku untuk mendapatkan penguatan positif (positive reinforcement) atau menghindari resiko (punishment), karena itu sikap berperan sebagai operant conditioning. Manfaat produk bagi konsumenlah yang menyebabkan seseorang menyukai produk tersebut.

b) Fungsi Mempertahankan Ego (The Ego-Defensive Function)

Sikap berfungsi melindungi seseorang (citra diri-self image) dari keraguan yang muncul dari dalam dirinya sendiri atau dari faktor luar yang mungkin menjadi ancaman bagi dirinya. Sikap tersebut berfungsi untuk meningkatkan rasa aman dari ancaman yang datang dan menghilangkan keraguan yang ada dalam diri konsumen. Sikap akan menimbulkan kepercayaan diri yang lebih baik untuk meningkatkan citra diri dan mengatasi ancaman dari luar.

c) Fungsi Ekspresi Nilai (The Value-Expressive Function)

Sikap berfungsi untuk menyatakan nilai-nilai, gaya hidup, dan identitas sosial seseorang. Sikap akan menggambarkan minat, hobi, kegiatan, dan opini dari seorang konsumen. Sebagai contoh butik diasosiasikan sebagai tempat penjualan pakaian yang baik dan berkualitas, maka orang-orang yang membeli pakaian di butik dapat diasosiasikan sebagai kelas menengah keatas.

(22)

d) Fungsi Pengetahuan (The Knowledge Function)

Keingintahuan adalah salah satu karakter konsumen yang penting. Keingintahuan terhadap banyak hal merupakan kebutuhan konsumen. Seringkali konsumen perlu mengetahui terlebih dahulu mengenai produk sebelum ia menyukai dan membeli produk tersebut. Pengetahuan yang baik mengenai suatu produk seringkali mendorong seseorang untuk menyukai produk tersebut. Karena itu, sikap positif terhadap suatu produk seringkali mencerminkan pengetahuan konsumen terhadap produk tersebut.

2.3.4. Atribut Produk

Karakteristik dari objek sikap adalah atribut. Atribut produk dianggap sebagai unsur produk yang penting bagi konsumen dan dijadikan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan. Menurut Umar (2003), Atribut adalah sebuah fitur produk dimana konsumen membentuk kepercayaan. Bagaimana atribut produk dan faktor-faktor lainnya mempengaruhi pembentukan serta perubahan kepercayaan, sikap, dan perilaku mungkin merupakan serangkaian ide perilaku konsumen yang terpenting bagi manajer pemasaran.

Salient belief adalah kepercayaan konsumen bahwa produk memiliki berbagai atribut (Sumarwan 2003). Atribut dapat menjadi penilaian tersendiri bagi konsumen terhadap suatu produk. Menurut Engel, et al (1994), di dalam mengukur kriteria evaluasi terdapat dua sasaran pengukuran yang penting yaitu mengidentifikasi kriteria evaluasi yang mencolok dan memperkirakan saliensi relatif dari masing-masing. Atribut produk yang nantinya paling sering disebutkan oleh konsumen akan menduduki peringkat tertinggi dan dipertimbangkan sebagai yang paling penting.

2.3.5. Faktor Pengukuran

Jika kita ingin mengukur sikap konsumen terhadap suatu produk maka kita harus memfokuskannya pada keseluruhan evaluasi yang dilakukan konsumen terhadap suatu objek. Walaupun setiap pengukuran sikap itu akan berbeda dalam susunan dan skala responnya

(23)

tetapi fokus dari pengukurannya tetap sama. Sejauh mana suatu pengukuran sesuai atau cocok dengan suatu perilaku, yang pada gilirannya menentukan daya ramal pengukuran tersebut akan bergantung kepada berapa baik pengukuran tersebut menangkap empat elemen perilaku yang mungkin yaitu: tindakan, target, waktu, dan konteks (Engel, et al, 1994).

a) Tindakan

Elemen ini mengacu pada perilaku spesifik (misalnya: pembelian, pemakaian, peminjaman). Penting sekali pengukuran sikap menggambarkan elemen tindakan secara akurat, karena kelalaian melakukan hal ini dapat merusak keakuratan prediksi mereka. Secara umum, pengukuran sikap terhadap suatu objek (pengukuran yang menghilangkan elemen tindakan) akan lebih rendah kemampuannya dibandingkan pengukuran sikap terhadap perilaku (pengukuran yang menyertakan elemen tindakan) dalam meramalkan perilaku.

b) Target

Elemen target dapat menjadi sangat umum ataupun sangat spesifk (membeli produk merek tertentu). Tingkat kespesifikan target bergantung kepada perilaku minat.

c) Waktu

Elemen ini berfokus pada kerangka waktu dimana perilaku diharapkan terjadi. Terjadinya inkonsistensi antara sikap dan perilaku dapat disebabkan karena kelalaian dalam menetapkan faktor pengaturan waktu.

d) Konteks

Elemen ini mengacu pada latar dimana perilaku diharapkan terjadi. Apabila kita akan meramalkan pembelian suatu produk yang menekankan tempat penjualan maka pengukuran sikap harus menggabungkan elemen konteks ini.

(24)

2.3.6. Model Tiga Komponen

Peter dan Olson dalam Sumarwan (2003) mengemukakan model analisis konsumen (a framework for consumer analysis) yang disebut sebagai tiga unsur analisis konsumen. Ketiga unsur tersebut antara lain: consumer effect dan cognition, consumer behavior, dan consumer environment. Model ini mengungkapkan bagaimana hubungan masing-masing ketiga unsur tersebut.

Peter dan Olson dalam Sumarwan (2003) mengemukakan bahwa afektif dan konatif dari konsumen adalah respons mental konsumen terhadap lingkungan. Afektif adalah perasaan konsumen terhadap suatu objek (liking dan preference) sedangkan kognitif adalah pikiran konsumen yaitu meliputi kepercayaan mereka terhadap suatu produk. Kognitif juga meliputi pengetahuan yang dimiliki konsumen mengenai suatu produk yang disimpannya di dalam memori. Beberapa unsur dari afektif dan konatif yang dibahas oleh Peter dan Olson dalam Sumarwan (2003) adalah pengetahuan dan keterlibatan konsumen terhadap produk, perhatian, dan pemahaman konsumen, serta sikap (attitude) dan intensi (intention).

Menurut tricomponent attitude model (Schiffman dan Kanuk dalam Sumarwan, 2003), sikap terdiri dari tiga komponen: kognitif, afektif, dan konatif. Kognitif adalah pengetahuan dan persepsi konsumen yang diperoleh melalui pengalaman dengan suatu objek-sikap dan informasi dari berbagai sumber. Pengetahuan dan pengalaman ini nantinya akan membentuk kepercayaan (belief). Afektif menggambarkan emosi dan perasaan konsumen. Konatif menunjukkan tindakan seseorang atau kecenderungan perilaku terhadap suatu objek dapat dikatakan konatif berkaitan dengan tindakan atau perilaku yang akan dilakukan oleh seorang konsumen (intention).

Solomon dalam Sumarwan (2003) menyebutkan tricomponent model sebagai Model Sikap ABC. A menyatakan sikap (affect), B menyatakan perilaku (behavior), dan C menyatakan kepercayaan

(25)

(cognitive). Model ABC menganggap bahwa afek, kognitif, dan perilaku berhubungan saru satu sama lain.

2.4. Uji Validitas

Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukuran itu mampu mengukur apa yang ingin diukur (Umar, 2000). Setelah kuesioner tersebut tersusun maka langkah awal yang dilakukan adalah menguji validitas kuesioner. Pengujian validitas terhadap kuesioner dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana suatu alat pegukur (instrumen) mengukur apa yang ingin diukur. Suatu alat ukur yang validitas atau tingkat keabsahannya tinggi secara otomatis biasanya dapat diandalkan (reliable). Namun sebaliknya, suatu pengukuran yang andal belum tentu memilki keabsahan yang tinggi (Rangkuti, 1997). Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan-pertanyaan yang ada saling berhubungan antara konsep dengan kenyataan empiris. Uji validitas dilakukan pada 30 orang responden. Setelah kuesioner tersusun dan teruji validitasnya dalam prakteknya belum tentu data yang dikumpulkan adalah data yang valid. Beberapa hal yang dapat mengurangi validitas data seperti cara mewawancarai dan keadaan responden sewaktu wawancara dilakukan adalah hal-hal yang perlu diperhatikan (Umar, 2000).

2.5. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah suatu angka indeks yang menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama (Umar, 2000). Setiap alat pengukur seharusnya memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran yang konsisten. Makin kecil kesalahan pengukuran, makin reliabel alat pengukur. Sebaliknya makin besar kesalahan pengukuran, makin tidak reliabel alat pengukuran tersebut. Besar kecilnya kesalahan pengukuran dapat diketahui antara lain dari indeks korelasi antara hasil pengukuran pertama dan kedua. Pada penelitian sosial, kemungkinan terjadinya kesalahan pengukuran cukup besar karena itu untuk mengetahui hasil pengukuran yang sebenarnya kesalahan pengukuran harus diperhitungkan. Instrumen yang baik

(26)

tidak akan bersifat tendensius yang mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu (Umar, 2000).

2.6. Analisis Faktor

Metode analisis faktor merupakan salah satu jenis analisis multivariat. Analisis faktor menganalisis interaksi antar variabel. Semua variabel berstatus sama, tidak ada variabel independen yang menjadi prediktor bagi variabel dependen, sebagaimana dijumpai dalam metode dependence (Simamora, 2003). Analisis faktor dapat digunakan untuk mengidentifikasi struktur hubungan antar variabel ataupun antar responden. Analisis faktor juga digunakan untuk menemukan pola atau struktur yang mendasari sejumlah variabel.

Menurut Santoso (2003), kegunaan dari analisis faktor antara lain: (1) data summarization, yakni mengidentifikasikan adanya hubungan antara peubah dengan melakukan uji korelasi, (2) data reduction, yakni melakukan proses pembuatan suatu kelompok peubah baru yang dinamakan faktor yang menggantikan faktor dari sejumlah peubah tertentu.

Pada analisis faktor data yang dibutuhkan adalah data metrik. Penelitian ini menggunakan analisis faktor dengan metode principal component analysis. Metode ini menggunakan total varians dalam analisisnya. Dalam analisis faktor, total varians terdiri dari tiga elemen varians. Pertama, common variance, yaitu varians suatu variabel yang juga dimiliki variabel-variabel lain. Kedua, specific variance, yaitu varians yang dimiliki hanya oleh sebuah variabel. Ketiga, error, yaitu varians yang disebabkan oleh kesalahan pengukuran, kesalahan alat ukur ataupun kesalahan pemilihan sampel (Simamora, 2003).

Menurut Suliyanto (2005), jumlah sampel minimal yang digunakan untuk analisis faktor adalah empat sampai lima kali jumlah variabel. Namun, bukan berarti bahwa jika dalam penelitian menggunakan analisis faktor yang jumlah sampelnya sudah empat sampai lima kali jumlah variabel, jumlah sampel telah mewakili populasi. Jumlah sampel yang mewakili populasi akan tetap tergantung kepada jumlah dan tingkat variasi dari populasi yang diteliti. Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert.

(27)

Hal ini bertujuan agar data kualitatif dapat dikuantifikasikan sehingga data-data tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk angka. Penilaian terhadap variabel-variabel dilakukan responden dengan memilih alternatif jawaban yang terdiri dari lima tingkat kepentingan dari sangat penting, penting, biasa, tidak penting, dan sangat tidak penting.

Santoso (2003) mengemukakan proses dasar analisis faktor adalah: 1. Menentukan variabel apa saja yang akan dianalisis

2. Menguji variabel-variabel yang telah ditentukan, dengan menggunakan metode Barlett Test of Sphericity dan pengukuran Measure of Sampling Adequacy (MSA).

3. Melakukan proses inti analisis faktor yaitu factoring, atau menurunkan satu atau lebih faktor dari variabel-variabel yang telah lolos pada uji sebelumnya.

4. Melakukan proses Factor Rotation atau rotasi terhadap faktor yang telah terbentuk. Tujuan rotasi untuk memperjelas variabel yang masuk ke dalam faktor tertentu. Beberapa metode rotasi:

a. Orthogonal Rotation, yaitu memutar sumbu 90o dengan proses rotasi, terdiri dari metode Quartimax, Varimax, dan Equimax.

b. Oblique Rotation, yaitu memutar sumbu ke kanan, namun tidak harus 90o, yang terdiri dari metode Oblimin, Promax, dan Orthoblique.

5. Interpretasi atas faktor yang telah terbentuk, dengan memberi nama atas faktor yang terbentuk tersebut. Pemberian nama harus mewakili karakteristik dari variabel-variabel asal.

Menurut Suliyanto (2005), penentuan jumlah faktor dalam analisis faktor dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, antara lain:

a) Penentuan berdasarkan apriori, jumlah faktor telah ditentukan sebelumnya oleh peneliti.

b) Penentuan berdasarkan eigenvalue, jumlah faktor yang terbentuk ditentukan oleh nilai eigenvalue. Jika suatu variabel memiliki nilai eigenvalue lebih dari sama dengan satu maka dianggap sebagai suatu faktor sedangkan jika suatu variabel hanya memiliki eigenvalue kurang dari satu, tidak dimasukkan dalam model.

(28)

c) Penentuan berdasarkan scree plot yang pada dasarnya merupakan grafik yang menggambarkan hubungan antara faktor dengan eigenvalue. Sumbu Y menunjukkan eigenvalue sedangkan pada sumbu menunjukkan jumlah faktor. Jumlah faktor yang terbentuk dapat dilihat dari slope yang tajam antara faktor satu dengan faktor berikutnya.

d) Penentuan berdasarkan persentase varian, dimana nilai persentase varian menunjukkan jumlah variasi yang berhubungan pada suatu faktor yang dinyatakan dalam persentase. Untuk dapat menentukan jumlah faktor yang terbentuk maka nilai persentase variannya harus ≥ 0,5 sedangkan jika menggunakan kumulatif persentase varian maka nilainya harus ≥ 60%. 2.7. Model Sikap Multiartibut Fishbein

Teori-teori sikap mengemukakan bahwa sikap konsumen terhadap suatu produk akan mempengaruhi perilaku atau tindakan konsumen terhadap produk tersebut. Para pemasar berkepentingan untuk mengetahui sikap konsumen terhadap produk yang dipasarkannya dan kemudian merumuskan strategi untuk mempengaruhi sikap konsumen tersebut (Sumarwan, 2003). Model Multiatribut Fishbein merupakan pengukuran sikap yang paling popular digunakan untuk meneliti konsumen. Menurut Bowen dalam Umar (2000), Model Sikap Fishbein ini berfokus pada prediksi sikap yang dibentuk seorang terhadap objek tertentu.

Model Multiatribut Sikap Fishbein ini terdiri dari tiga model: the attitude-toward-object-model, the attitude-towars-behavior-model, dan the theory-of-reasoned-action model. Model sikap multiatribut menjelaskan bahwa sikap konsumen terhadap suatu objek sikap (produk atau merek) sangat ditentukan oleh sikap konsumen terhadap atribut-atribut yang dievaluasi (Sumarwan 2003).

Model the attitude-toward-object-model digunakan untuk mengukur sikap konsumen terhadap sebuah produk (pelayanan/jasa) atau berbagai merek produk. Model ini secara singkat menyatakan bahwa sikap seorang konsumen terhadap suatu objek akan ditentukan oleh sikapnya terhadap berbagai atribut yang dimiliki oleh objek tersebut (Sumarwan, 2003). Model Sikap Multiatribut Fishbein ini menggambarkan bahwa sikap konsumen

(29)

terhadap suatu produk/merek ditentukan oleh dua hal, yaitu: (1) kepercayaan terhadap atribut yang dimiliki produk atau merek (komponen bi), dan (2) evaluasi pentingnya atribut dari produk tersebut (komponen ei).

Model sikap Fishbein secara singkat menyatakan bahwa sikap konsumen terhadap suatu objek akan ditentukan oleh sikapnya terhadap berbagai atribut yang ada di objek tersebut. Model ini di formulasikan sebagai berikut:

n Ao = ∑ bi ei

i=1 Keterangan : Ao = Sikap terhadap suatu objek

bi = Kekuatan kepercayaan objek memiliki atribut i ei = Evaluasi terhadap atribut i

n = Jumlah atribut yang dimiliki objek

Menurut Sumarwan (2003), Model Sikap Multiatribut Fishbein mengemukakan tiga konsep utama, yaitu:

a. Atribut (Salient Belief)

Atribut adalah karekteristik dari objek sikap (Ao). Salient belief adalah kepercayaan konsumen bahwa produk memiliki berbagai atribut, sering disebut sebagai attribute-object belief. Untuk itu para peneliti sikap harus mengidentifikasi berbagai atribut yang akan dipertimbangkan konsumen ketika mengevaluasi suatu objek sikap.

b. Kepercayaan (Belief)

Kepercayaan adalah kekuatan kepercayaan bahwa suatu produk memiliki atribut tertentu. Komponen bi menggambarkan kepercayaan konsumen terhadap berbagai atribut yang dimiliki suatu merek atau produk yang dievaluasinya. Kepercayaan tersebut sering disebut sebagai object-attribute lingkages, yaitu kepercayaan konsumen tentang kemungkinan adanya hubungan antara sebuah objek dengan atribut yang relevan.

c. Evaluasi Atribut

Evaluasi adalah evaluasi baik buruknya suatu atribut (evaluation of the goodness or badness of attribute I) atau importance weigh yang menggambarkan pentingnya suatu atribut bagi konsumen. Konsumen akan

(30)

mengidentifikasi atribut-atribut atau karakteristik yang dimiliki oleh objek yang akan dievaluasi. Setiap atribut itu akan memiliki kepentingan yang berbeda bagi konsumen. Komponen ei mengukur evaluasi kepentingan atribut-atribut yang dimiliki oleh objek tersebut.

Model pada Gambar 6 digunakan agar diperoleh konsistensi antara sikap dan perilakunya, sehingga model Fishbein ini memiliki dua komponen, yaitu komponen sikap dan komponen norma subjektif.

a) Komponen Sikap

Komponen ini bersifat internal individu, berkaitan langsung dengan objek penelitian dan atribut-atribut langsungnya yang memilki peranan penting dalam pengukuran perilaku karena akan menentukan tindakan apa yang akan dilakukan tanpa dipengaruhi faktor eksternal.

b) Komponen Norma Subjektif

Komponen ini bersifat eksternal individu yang mempunyai pengaruh terhadap perilaku individu. Komponen ini dapat dihitung dengan cara mengkalikan nilai kepercayaan normatif individu terhadap atribut dengan motivasi untuk menyetujui atribut tersebut. Hubungan antara komponen dalam model sikap fishbein ditunjukkan pada Gambar 6. 2.8. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk data konsumen yang berkaitan dengan karakteristik konsumen. Menurut Nazir (1999) menyatakan bahwa analisis deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran maupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Analisis deskriptif mempunyai tujuan untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.

(31)

Keyakinan akan atribut yang menonjol Sikap Evaluasi atribut Norma Subjektif Motivasi Maksud Perilaku

Keyakinan Normatif Perilaku

Faktor lain

Gambar 6. Hubungan antara komponen dalam model sikap fishbein (Umar , 2000)

2.9. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai sikap konsumen dan kinerja atribut teh hijau siap minum oleh Ayuningtyas (2009). Hasil penelitian menunjukkan pada analisis sikap merek teh hijau siap minum yang memperoleh total sikap yang paling baik adalah merek Nu Green Tea yaitu sebesar 19,02 kemudian diikuti dengan merek Frestea Green sebesar 32.97, Zeatea sebesar 48,48 dan Joy Tea Green sebesar 54,88. Nilai sikap yang paling kecil adalah nilai sikap yang diperoleh Nu Green Tea, artinya Nu Green Tea merupakan produk teh hijau siap minum yang paling mendekati harapan konsumen. Pada analisis kinerja atribut, tidak ada atribut Nu Green Tea yang berada pada kuadaran I. Pada kuadaran II terdapat atribut kejelasan kadaluarsa, kesegaran, kejelasan izin Depkes, kemudahan mendapatkan, ketersediaan kondisi dingin, dan rasa manis. Pada kuadaran III terdapat atribut harga, manfaat antioksidan, komposisi dan kemasan sedangkan pada kuadaran IV terdapat atribut aroma, iklan, promosi, dan merek.

Pada penelitian lainnya mengenai keputusan pembelian dan sikap konsumen terhadap MER Furniture Center dilakukan oleh Parmana (2006). Hasil analisis keputusan pembelian dan sikap konsumen menunjukkan karakteristik konsumen produk mebel MER Furniture Center sebagian besar adalah laki-laki, memiliki pekerjaan sebagai karyawan swasta, dan sudah menikah. Selain itu jumlah anggota keluarga berkisar antara tiga sampai

(32)

enam orang dan memiliki pendapatan berkisar antara satu sampai tiga juta rupiah. Berdasarkan analisis faktor, didapatkan faktor utama yang dipertimbangkan dalam keputusan pembeliaan produk mebel MER Furniture Center terdiri dari tiga faktor, yaitu faktor keunggulan pelayanan, keunggulan fasilitas, dan keunggulan desain produk. Hasil analisis multiatribut Fishbein menunjukkan bahwa sikap konsumen terhadap atribut yang terdapat pada MER Furniture Center adalah netral. Berdasarkan hal tersebut maka strategi pemasaran yang dapat dilakukan adalah mempertahankan desain produk, mempertahankan harga, meningkatkan promosi, dan mempertahankan lokasi penjualan.

Penelitian mengenai sikap konsumen terhadap atribut sepatu wanita Donatello dilakukan oleh Nababan (2005). Berdasarkan skor penilaian pada komponen evaluasi dan kepercayaan, diketahui tingkat kepentingan atribut sepatu wanita memiliki urutan yaitu kenyamanan dipakai, daya tahan produk, kesesuaian harga dengan kualitas, model produk, kemasan, reputasi merek, dan kemudahan memperoleh. Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan rumus multitribut Fishbein diketahui bahwa sikap konsumen pada umumnya adalah baik terhadap atribut sepatu wanita Donatello. Sedangkan untuk tingkat kepuasan konsumen, diketahui secara umum responden mengatakan puas terhadap sepatu wanita Donatello. Namun, berdasarkan Importance-Performance Analysis, diketahui bahwa tidak semua atribut telah memenuhi kepuasan konsumen. Atribut yang telah memenuhi tingkat kepuasan konsumen antara lain kemudahan memperoleh, reputassi merek, model produk, dan kemasan. Hubungan antara sikap dan kepuasan berdasarkan koefisiensi korelasi dengan rumus Spearman-Brown menunjukkan bahwa semakin baik sikap konsumen terhadap atribut wanita yang ada, maka semakin tinggi tingkat kepuasan konsumen terhadap kinerja dari atribut tersebut.

Penelitian yang berjudul Analisis Perilaku Konsumen Dalam Proses Keputusan Pembelian Frozen Yoghurt (Studi Kasus: Gerai Frozen Yoghurt Sour Sally Mall Senayan City) ini memiliki beberapa perbedaan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu:

(33)

1. Produk yang diteliti adalah frozen yoghurt pada gerai Sour Sally Mall Senayan City.

2. Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif untuk proses keputusan pembelian, analisis faktor untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian, dan analisis Fishbein untuk mengetahui sikap konsumen.

3. Variabel-variabel yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 26 variabel untuk analisis faktor terdiri dari: harga, rasa, warna, tekstur, aroma, kemasan, ukuran penyajian, jenis topping, komposisi, manfaat, kebersihan, kehalalan, merek,ketersedian, pendapatan, usia, jenis kelamin, pengetahuan, motivasi, teman/sahabat, kelas sosial, keluarga, gaya hidup, kesehatan, promosi, dan lingkungan. Variabel untuk analisis sikap Fishbein terdiri dari: harga, rasa, warna, tektur, aroma, kemasan, ukuran penyajian, jenis topping, komposisi, manfaat, kebersihan, kehalalan, merek, promosi, dan ketersedian.

Gambar

Gambar 1. Model perilaku pengambilan keputusan dan faktor-faktor  yang mempengaruhinya (Engel, et al, 1994)
Gambar 2. Lima langkah pengambilan keputusan (Engel, et al, 1994)  Pada pemecahan masalah diperluas, konsumen tidak membatasi  jumlah merek yang akan dipertimbangkan ke dalam jumlah yang  mudah dievaluasi (Schiffman dan Kanuk dalam Sumarwan, 2003)
Gambar 3. Proses pengenalan kebutuhan berpusat pada tingkat  ketidaksesuaian (Engel, et al, 1995)
Gambar 4. Proses pencarian internal (Engel, et al, 1995)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Algoritma Support Vector Machine dapat diterapkan sebagai algoritma data training dalam sistem klasifikasi 6 sel darah putih (sel monosit, sel basofil, sel

E-government adalah model transaksi bisnis yang melibatkan pemerintah dalam membeli atau menyediakan barang, jasa, atau informasi dari atau ke bisnis atau

Pengkayaan kandungan zat besi dapat dilakukan dengan memanfaatkan bahan pangan lokal seperti rumput laut Sargassum sp yang memiliki kandungan zat besi dengan

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul Karakteristik Kekuatan dan Kekakuan Balok Glulam Kayu Mangium adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing

Berdasarkan uji pendahuluan penggunaan konsentrasi MDC 5% da- pat mengakibatkan fitotoksik pada ta- naman lada sehingga dalam percobaan ini digunakan konsentrasi 2,5% (dapat

Keberanian adalah sikap moral yang dimiliki Diponegoro dalam novel Diponegoro & Perang Jawa, gambaran sikap keberanian Diponegoro sudah digambarkan sedari

Uraikan secara singkat dan jelas tentang tanggapan masyarakat terhadap perilaku Klien sehari-hari dan tanggapan terhadap tindak pidana yang dilakukan Klien. Jelaskan pula

kinerja tenaga klinis, analisis, dan tindak lanjut dalam peningkatan mutu klinis 40.Dokumentasi pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dalam peningkatan kompetensi tenaga