• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS STOK BATUBARA DALAM RANGKA MENJAMIN KEBUTUHAN ENERGI NASIONAL. Oleh :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS STOK BATUBARA DALAM RANGKA MENJAMIN KEBUTUHAN ENERGI NASIONAL. Oleh :"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS STOK BATUBARA DALAM RANGKA MENJAMIN KEBUTUHAN ENERGI

NASIONAL

Oleh :

Tim Analisis Stok Batubara Dalam Rangka Menjamin Kebutuhan Energi Nasional

Drs. Triswan Suseno

Drs. Jafril

Nugroho W. Wibowo

Usep Sabur

PUSLITBANG TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA

BADAN LITBANG ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

(2)

i

KATA PENGANTAR

Energi merupakan urat nadi kegiatan perekonomian nasional, sehingga apabila terjadi krisis atau kelangkaan energi akan mengakibatkan lumpuhnya roda perekonomian nasional. Batubara merupakan salah satu energi alternatif strategis yang saat ini banyak digunakan di berbagai industri besar maupun kecil di dalam negeri. Tingginya tingkat ketergantungan industri tersebut terhadap batubara menuntut perusahaan pemasok batubara untuk selalu memprioritaskan kebutuhan dalam negeri, namun pada kenyataannya hal ini sering dilanggar. Oleh karena itu, salah satu upaya pemerintah untuk menanggulanginya adalah dengan menjajagi kemungkinan pembentukan stok batubara nasional dalam rangka menjamin kebutuhan energi nasional.

Analisis ini diharapkan dapat menghasilkan suatu solusi

penanggulangan krisis energi nasional, sehingga aktifitas perekonomian nasional berjalan lancar.

(3)

ii

S A R I

Batu bara merupakan salah satu energi yang sangat strategis bagi Indonesia, cadangan batu bara Indonesia tahun 2008 tercatat sekitar 22,51 miliar ton. Tingkat produksi hingga tahun 2008 sudah mencapai 233,62 juta ton, batu bara yang terserap oleh industri dalam negeri saat ini adalah 30,74% sedangkan 79,26% di ekspor.

Kebutuhan batu bara diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan dicanangkannya program pembangunan PLTU 10.000 MW tahap I dan II di berbagai wilayah di Indonesia yang diharapkan dapat beroperasi pada tahun 2013.

Tidak hanya PLTU, industri semen, industri kertas, tekstil dan lain lain turut mengalami kenaikkan, karena sebagian besar dari industri tersebut sudah banyak beralih mengunakan batu bara sebagai bahan bakar untuk mendukung kegiatan produksinya.

Laju pertumbuhan pemakaiannya rata-rata akan meningkat sebesar 10,22% per tahun. Kompsisi konsumen batu bara hingga tahun 2025 adalah PLTU sebesar 51,92%, diikuti oleh semen sebesar 15,90%, UBC sebesar 15,60%, tekstil sebesar 15,90 % dan kertas sebesar 9,14%. Pemasok terbesar batu bara dalam negeri saat ini adalah Provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur.

Walaupun sempat mengalami krisis batu bara pada PLTU, namun sejauh ini pasokan batu bara dalam negeri berjalan lancar. Krisis yang selama ini terjadi hanya pada bulan tertentu saja, hal ini disebabkan oleh cuaca buruk di Laut Jawa sehingga menghambat pengiriman batu bara ke konsumen. Peristiwa ini biasanya terjadi antara

bulan November – Desember, selama bulan etrsebut ternyata kekurangan pasokan

batu bara memberikan dampak yang cukup besar terhadap kegiatan produksi PLTU sebagai konsumen batu bara terbesar di dalam negeri. Oleh karena itu, pengadaan stok batu bara nasional sangat diperlukan untuk mengatasi krisis batu bara di dalam negeri. Pengadaan stok batu bara ini dapat berasal dari dana hasil produksi batu bara (DHPB) milik pemerintah pusat yang besarnya 7,5% dalam bentuk barang (inkind).

Berdasarkan hasil simulasi apabila selama tahun 2010 cuaca buruk terjadi selama 60 hari, jumlah batu bara yang diperlukan oleh industri adalah sebesar 8,43 juta ton. Jika sumber stok itu dari DHPB, yang jumlahnya setara dengan 15,77 juta ton maka kebutuhan industri dapat terpenuhi. Bahkan masih memiliki kelebihan yang dapat dijual ke luar negeri.

Dengan asumsi bahwa setiap tahun terjadi kendala kekurangan konsumsi batu bara selama 60 hari, dengan mengandalkan stok batu bara dari DHPB tersebut ternyata pemerintah mampu mengatasinya hingga tahun 2025.

(4)

iii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

S A R I ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 2

1.2 Ruang Lingkup Kegiatan ... 3

1.3 Maksud, Tujuan dan Sasaran ... 3

1.4 Lokasi Kegiatan ... 3

1.5 Metodologi ... 3

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Sumber Data dan Informasi ... 7

2.2 Model Peramalan ... 7

3. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN BATU BARA DALAM NEGERI ...9

3.1 Cadangan ... 9

3.2 Produksi ... 10

3.3 Kebutuhan Batu Bara Dalam Negeri ...` 10

3.4 Ekspor ... 13

4. ANALISIS PROSPEK BATU BARA INDONESIA ... 17

4.1 Prospek Penggunaan Dalam Negeri ... 18

4.2 Prospek Ekspor ... 18

(5)

iv

5. ANALISIS KEBIJAKAN STOK BATU BARA NASIONAL ... 24

5.1 Analisis Produksi dan Umur Tambang ... 24

5.2 Analisis Pengadaan dan Sumber Stok ... 25

5.3 Pengendalian Pemasokan-Kebutuhan ... 31

5.4 Analisis Pengelola Stok Batu Bara ... 33

5.5 Analisis Lokasi Stok Batu Bara ... 32

5.6 Analisis Kebijakan Energi dan Batu Bara Nasional ... 35

6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

6.1 Kesimpulan ... 44

6.2 Saran ... 45

(6)

v DAFTAR TABEL

TABEL 3.1

PENGGUNAAN BATU BARA DALAM NEGERI MENURUT JENIS INDUSTRI (TON) TAHUN 1998 – 2007... 16 TABEL 4.1

PROYEKSI PEMAKAIAN BATU BARA DALAM NEGERI MENURUT JENIS INDUSTRI TAHUN 2010 – 2025 (TON) ... 20 TABEL 4.2

PROYEKSI EKSPOR BATU BARA INDONESIA DARI SETIAP KELOMPOK PENGUSAHAAN

TAHUN 2010 – 2025 (TON) ... 21 TABEL 4.3

PRYEKSI PRODUKSI BATU BARA INDONESIA MENURUT KELOMPOK PENGUSAHAAN

TAHUN 2010 – 2025 (TON) ... 23 TABEL 5.1

CADANGAN DAN PRODUKSI BATU BARA , TAHUN 1996 – 2004 DAN 2007. 25

TABEL 5.2

PROYEKSI PRODUKSI, KEBUTUHAN DALAM NEGERI, STOK NASIONAL DAN DHPB DARI

(7)

vi DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1.1

POLA PIKIR ANALISIS STOK BATU BARA DALAM RANGKA MENJAMIN KEBUTUHAN

ENERGI NASIONAL ... 4 GAMBAR 1.2

PETA LOKASI PENELITIAN ANALISIS STOK BATU BARA DALAM RANGKA

MENJAMIN KEBUTUHAN ENERGI NASIONAL ... 5

GAMBAR 3.1

PRODUKSI BATU BARA MENURUT KELOMPOK PENGUSAHAAN

TAHUN 1988 – 2008 (TON) ... 11 GAMBAR 3.2

PENJUALAN BATU BARA MENURUT KELOMPOK PENGUSAHAAN

TAHUN 1988 – 2008 (TON) ... 12 GAMBAR 3.3

PRODUKSI BATU BARA MENURUT KELOMPOK PENGUSAHAAN

TAHUN 1988 – 2008 (TON) ... 14 GAMBAR 5.1

PETA WILAYAH KERJA PKP2B DAN LOKASI PELABUHAN MUAT BATU BARA DI PULAU KALIMANTAN ... 36 GAMBAR 5.2

LOKASI PELABUHAN BONGKAR DAN STOK PILE BATU BARA DI PULAU PULAU JAWA ...37 GAMBAR 5.3

POLA PERJALANAN PENGANGKUTAN BATU BARA DARI BEBERAPA

PERTAMBANGAN MENUJU TERMINAL PENGAPALAN ... 38

(8)

1 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan perbatubaraan dunia dalam beberapa tahun terakhir ini telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, terutama dalam hal produksi. Salah satu penyebab yang memicu peningkatan produksi batu bara antara lain adanya peningkatan permintaan batu bara dunia seiring tingginya harga bahan bakar minyak (BBM) dunia. Hingga saat ini batu bara menjadi salah satu pilihan utama pengganti BBM karena memenuhi syarat dari aspek teknis maupun ekonomis.

Indonesia merupakan salah satu penghasil batu bara terbesar dunia merasakan dampak adanya peningkatan permintaan tersebut berdasarkan indikasi peningkatan produksi. Cadangan batu bara yang dimiliki Indonesia saat ini tercatat sebanyak 22,25 miliar ton, 7,12 miliar ton diantaranya cadangan siap tambang. Tahun 2000, produksi batu bara Indonesia baru mencapai 77,14 juta ton, namun memasuki tahun 2008 produksinya sudah mencapai 231,18 juta ton, berarti sudah mengalami kenaikkan sebesar 299,69%. Dari jumlah produksi sebesar itu, yang terserap oleh industri dalam negeri hanya 25,86%, selebihnya di ekspor ke berbagai negara. Dalam kurun waktu delapan tahun ini komposisi penjualan batu bara dalam negeri dan ekspor ini relatif stabil, padahal pemakaian batu bara dalam negeri naik rata-rata 10,79% per tahun. Industri yang paling banyak mengonsumsi batu bara adalah PLTU yaitu sekitar 71,35% dari total konsumsi batu bara dalam negeri, sisanya digunakan oleh industri semen, tekstil, dan lain-lain. Pemakaian batu bara oleh industri di dalam negeri nampaknya akan terus mengalami peningkatan terutama setelah pemerintah mencanangkan untuk merealisasikan peran batu bara memberikan kontribusi sebesar 33% terhadap bauran energi (energy mix) pada tahun 2025.

Rencana pemerintah membangun PLTU batu bara 10.000 MW tahap pertama yang saat ini tengah berjalan dan disusul kemudian dengan tahap kedua mengindikasikan bahwa kebutuhan batu bara di dalam negeri akan semakin besar. Besarnya konsumsi batu bara tersebut ternyata harus diimbangi pula oleh kemampuan ketersediaan batu bara di dalam negeri. Karena apabila kebutuhan batu bara tidak diimbangi oleh ketersediaan batu bara yang cukup dikhawatirkan akan terjadi krisis energi yang dapat mengganggu kelancaran roda perekonomian nasional.

(9)

2 Kekhawatiran ini cukup beralasan mengingat sudah banyak peristiwa yang menyebabkan PLTU tidak beroperasi secara maksimal karena kekurangan atau keterlambatan pemasokan batu bara karena berbagai faktor, seperti cuaca dan lain-lain. Jaminan pemasokan batu bara dalam negeri sangat diperlukan untuk menjaga kestabilan ketersediaan energi nasional, sehingga perlu dijajaki kemungkinan pembentukan stok batu bara nasional. Penyediaan stok batu bara dalam rangka menjamin kebutuhan batu bara dalam negeri dapat diperoleh dari berbagai sumber pendapatan yang diperoleh oleh pemerintah dari kegiatan penambangan batu bara yang dilakukan oleh para pengusaha batu bara. Sumber-sumber tersebut diantaranya dari Dana Hasil Produksi Batu bara (DHPB) 13,5% dengan perincian 7,5% untuk pusat dan 6,0% untuk daerah.

Tentunya sumber-sumber stok batu bara yang akan dipilih akan disesuaikan dengan seberapa besar kekurangan pemasokan batu bara di dalam negeri dan ini tergantung dari seberapa besar kebutuhan batu bara di dalam negeri. Beberapa metode akan digunakan untuk membantu menganalisis keberadaan stok batu bara dalam rangka menjamin ketersediaan energi di dalam negeri. Pola pikir stok batu bara dalam rangka Menjamin kebutuhan energi nasional dapat dilihat dalam Gambar 1.1.

1.2 Ruang Lingkup Kegiatan

Ruang lingkup kegiatan penelitian dan pengkajian stok batu bara ini meliputi :

 Menginventarisasi dan mengaji keseimbangan produksi dengan kebutuhan

batu bara di dalam negeri dan ekspor.

 Mengkaji sumber stok batu bara, salah satu diantaranya adalah

kemungkinan untuk mengelola 7,5% DHPB untuk pusat untuk memenuhi kebutuhan batu bara di dalam negeri.

 Mengkaji sampai sejauh mana peran 7,5% bagian pemerintah pusat

mampu menjaga keseimbangan ketersediaan batu bara di dalam negeri.

 Inventarisasi, identifikasi, dan pengkajian perlu tidaknya stok batu bara

nasional untuk memenuhi kebutuhan batu bara dalam negeri apabila terjadi kekurangan pasokan.

(10)

3

1.3 Maksud, Tujuan dan Sasaran

Maksud daripada kegiatan ini adalah mengumpulkan data dan informasi yang berkaitan dengan ketersediaan batu bara di dalam negeri saat ini. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah kebutuhan batu bara di dalam negeri sudah terpenuhi atau belum. Apabila belum terpenuhi apakah perlu ada kebijaksanaan untuk menjaga ketersediaan batu bara dalam negeri. Sasaran dari kegiatan ini adalah salah satu upaya untuk menjamin ketersediaan batu bara di dalam negeri secara berkelanjutan.

1.4 Lokasi Kegiatan

Lokasi yang dikunjungi untuk kegiatan penelitian adalah Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan (Gambar 1.2). 1.5 Metodologi

Metode yang digunakan dalam pengkajian terhadap stok ini adalah pendekatan model statistika tentang pemasokan-permintaan (supply-Demand). Pendekatan perhitungan ini didasarkan pada kondisi saat ini dan yang telah lalu antara lain data produksi dan konsumsi serta melakukan estimasi berdasarkan asumsi. Analisis deskripsi terhadap kebijakan-kebijakan yang berkaitan degan keberadaan stok batu bara. Melakukan uji petik terhadap beberapa PLTU dan perusahaan batu bara untuk mengetahui adanya dugaan kekurangan pemasokan batu bara untuk PLTU di dalam negeri. Pengujian terhadap hipotesis dan perhitungan terbatas pada angka-angka yang disajikan untuk dapat mengumpulkan bukti-bukti yang mendukung kesimpulan kaijan.

(11)
(12)

5 GAMBAR 1.2

PETA LOKASI PENELITIAN ANALISIS STOK BATUBARA DALAM RANGKA MENJAMIN KEBUTUHAN ENERGI NASIONAL

(13)

6

2. TINJAUAN PUSTAKA

PLTU merupakan salah satu pemasok energi terbesar untuk berbagai sektor industri dan kebutuhan rumah tangga di dalam negeri, sehingga menjadikan PLTU ini menjadi penting yang berperan sebagai penggerak roda perekonomian nasional. Bahan bakar utama pembangkit ini adalah batu bara, Pulau Sumatera dan Kalimantan merupakan pemasok batu bara karena kedua daerah tersebut adalah penghasil batu bara terbesar di Indonesia. Begitu besarnya ketergantungan PLTU terhadap batu bara, sehingga ketersediaannya pun harus terjaga demi lancarnya kegiatan operasi PLTU.

Dalam rangka menjaga kelancaran operasinya biasanya setiap PLTU menyediakan atau menyimpan batu bara untuk 20 hari ke depan. Namun langkah ini biasanya belum menjamin keamanan pasokan batu bara, karena ada kendala lain yang datang pada waktu waktu tertentu pengiriman, seperti faktor cuaca yang menyebabkan gelombang laut yang besar sehingga pengiriman batu bara ke berbagai PLTU menjadi terhambat. Keadaan seperti ini bisa berlangsung antara 1 – 3 minggu, artinya bahwa terhambatnya pasokan batu bara akan menyebabkan PLTU berhenti beroperasi. Oleh karena itu, gagasan mengenai adanya persediaan stok batu bara menjadi pertimbangan dalam mengantisipasi kelangkaan batu bara di PLTU, apalagi pemerintah saat ini tengah membangun PLTU baru dengan kapasitas 10.000 MW tahap pertama yang direncanakan akan selesai tahun 2010. Disusul kemudian oleh rencana program 10.000 MW tahap kedua (beroperasi tahun 2013), 26% di antaranya adalah PLTU berbahan bakar batu bara. Belum lagi industri di luar PLTU yang saat ini banyak menggunakan batu bara, seperti industri semen, tekstil kertas, metalurgi dan lain-lain.

Oleh karena itu apakah memang diperlukan upaya penyediaan batu bara dengan membuat stok batu bara nasional dalam upaya menjamin ketersediaan batu bara di dalam negeri. Hal hal yang menjadi pertimbangan kajian ini adalah :

 Komposisi produksi, kebutuhan dalam negeri dan ekspor batu bara yang

dirasakan belum seimbang.

 Meningkatnya jumlah industri yang menggunakan batu bara mengakibatkan

(14)

7

 Rencana pembangunan PLTU program 10.000 MW tahap pertama hingga

tahun 2010 dan program 10.000 MW (26% diantaranya PLTU batu bara) tahap kedua yang diharapkan beroperasi tahun 2013.

 Komitmen PKP2B memprioritas kebutuhan dalam negeri.

 Gagasan Survaior Indonesia (2005) tentang pembentukan badan penyangga

stok batu bara nasional.

2.1 Sumber data dan Informasi

Di dalam mengumpulkan data, digunakan dua metode, yaitu survai dan non-survai. Data non-survai diperoleh dari berbagai instansi yang terkait seperti Dinas Pertambangan, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dinas Perindustrian, PT. Pelindo, Administrator Pelabuhan, dan lain-lain yang terkait. Data survai ke lapangan langsung antara lain dengan mengunjungi beberapa perusahaan pengguna batu bara, pemasok batu bara, pelabuhan, data yang diperoleh berdasarkan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya sesuai dengan kebutuhan analisis.

2.2 Model Peramalan

Analisis regresi adalah studi mengenai ketergantungan satu variabel tak bebas (dependent) dengan satu atau lebih variabel bebas (independent) dengan tujuan untuk mengestimasi dan atau memprediksi rata populasi atau nilai rata-rata variabel tak bebas berdasarkan nilai variabel bebas yang diketahui (Gujarati, 1978). Hasil analisis regresi adalah berupa koefisien regresi untuk setiap variabel bebas, koefisien ini diperoleh dengan cara memprediksi nilai variabel tak bebas dengan suatu persamaan.

Koefisien regresi dihitung dengan dua tujuan sekaligus (Kuncoro, 2004) :

 Pertama, meminimalkan penyimpangan antara nilai nyata dengan nilai estimasi

variabel tak bebas;

 Kedua, mengoptimalkan korelasi antara nilai nyata dengan niali estimasi

variabel tak bebas berdasarkan data yang ada.

Fluktuasi produksi batu bara sangat dipengaruhi oleh perilaku pasar, baik di dalam maupun di luar negeri, seperti kebutuhan dalam negeri dan ekspor. Oleh karena itu, terdapat hubungan fungsional antara ketiganya yang dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:

(15)

8

Yt = 0 + 1 X1t + 2 X2t + t . . . (1)

X1t = 0 + 1 t . . . (2) X2t = 0 + 1 t . . . (3) Dalam hal ini,

Yt = jumlah produksi batu bara pada tahun-t

X1t = jumlah kebutuhan batu bara di dalam negeri pada tahun ke-t

X2t = jumlah ekspor batu bara pada tahun ke-t

0, 0, 0 = garis perpotongan

i, 1, 1 = koefisien regresi untuk variabel ke-k ; k=1,2.

(16)

9

3 PERKEMBANGAN BATU BARA NASIONAL

3.1 Cadangan dan Kualitas

Berdasarkan hasil eksplorasi yang telah dilakukan secara intensif dan efektif selama beberapa tahun terakhir, sumber daya batu bara Indonesia hingga tahun 2008 berjumlah 104,76 miliar ton (www.esdm.go.id., 2009). Cadangan batu bara diperkirakan sebesar 22,25 miliar ton terdiri atas cadangan terkira (probable) sebesar 15,13 miliar ton dan 7,12 miliar ton cadangan siap tambang (proven). Pada tahun 2007 cadangan batu bara siap tambang tercatat sebesar 18,71 miliar ton, berarti telah terjadi kenaikan sebesar 18,92%. Pulau Kalimantan memiliki sumber daya batu bara terbesar yaitu 51,91%, disusul oleh Pulau Sumatera sebesar 49,56%, sisanya tersebar di Pulau Jawa, Sulawesi, Maluku dan Papua (R & D CMCT, 2009).

Ditinjau dari segi fisik serta susunan kimianya, batu bara Indonesia termasuk ke dalam jenis bituminus sampai lignit. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh tinggi rendahnya nilai kalor, tingginya kandungan air lembab dan kandungan gas terbang, serta rendahnya kandungan belerang dan abu.

Secara umum, batu bara Indonesia mempunyai nilai kalor berkisar antara 4400-7750 kkal/kg, kandungan air antara 2-35%, kandungan abu antara 1-15%, kandungan gas terbang antara 11-45,4%, dan kandungan belerang kurang dari 1%. Nilai kalori yang relatif cukup tinggi serta kandungan air yang relatif rendah, seperti batu bara asal Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan Ombilin, sehingga mempunyai nilai jual yang sangat tinggi di luar negeri untuk ekspor.

3.2 Produksi

Pengusahaan batu bara Indonesia saat ini dilakukan oleh empat kelompok perusahaan, yaitu BUMN (Perusahaan Tambang Batu Bara Bukit Asam/PTBA), Kontrak Karya (KK) atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B), pemegang kuasa pertambangan (KP) dan unit-unit koperasi (KUD). Lokasi

(17)

10

penambangan batu bara yang dikelola oleh PTBA terletak di Ombilin, Sawahlunto, Propinsi Sumatera Barat dan di Tanjung Enim, Muara Enim, Sumatera Selatan.

Perusahaan yang telah melakukan kegiatan penambangan batu bara hingga tahun 2008 jumlahnya mencapai 59 perusahaan, 34 diantaranya berizin KK/PKP2B,

22 KP dan 1 KUD (

Directorate Program Supervision of Mineral

, 2009).

Produksi batu bara pada tahun 2008 tercatat sebanyak 231,18 juta ton, jumlah tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan tahun 1983 yang produksinya hanya sebesar 485.699 ton (Gambar 3.1). Hingga tahun 1990, produksi batu bara didominasi oleh BUMN, namun memasuki tahun 1991 komposisi tersebut berubah setelah banyak perusahaan swasta yang mendapatkan izin untuk melakukan kegiatan penambangan. Hal ini dapat dilihat pada catatan produksi tahun 1991, sekitar 57,68% pangsa produksi dikuasai pihak swasta dan kondisi ini terus menguat hingga tahun 2008, bahkan meningkat sangat tajam yaitu 96,09%. Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan merupakan sentra produksi batu bara nasional, karena sekitar 93,55% produksinya dihasilkan dari dua daerah tersebut.

Penjualan Dalam Negeri

Jumlah penjualan batu bara di dalam negeri tahun 1988 mencapai 3,09 juta ton, pada saat itu BUMN masih menguasai pasar dalam negeri dengan pangsa pasar 67,99%, namun kekuatan pasarnya terus mengalami penurunan menjadi 49,74% pada tahun 1999. Memasuki tahun 2000, PKP2B berhasil mengambil alih penguasaan pasar dalam negeri dengan pangsa pasar sebesar 57,41%, hingga tahun 2009 komposisi ini masih bertahan bahkan mengalami peningkatan menjadi 73,30%.

Penjualan batu bara dalam negeri tahun 2008 mencapai 79,14 juta ton, meningkat sebesar 1.476,33% dibandingkan dengan penjualan tahun 1988 (Gambar 3.2). Tingginya angka kenaikan penjualan ini tidak terlepas dari adanya pengaruh kebijakan pemerintah mengurangi subsidi bbm, sehingga banyak industri yang beralih penggunaan bahan bakarnya ke batu bara. Sekitar 90,66% dari jumlah penjualan batu bara dalam negeri ditujukan ke Pulau Jawa, sisanya untuk keperluan industri di luar Pulau Jawa.

(18)

11

GAMBAR 3.1

PRODUKSI BATU BARA MENURUT KELOMPOK PENGUSAHAAN TAHUN 1988 – 2008 (JUTA TON)

Pengguna batu bara di dalam negeri tidak hanya PLTU dan industri semen saja, tetapi sudah merambah ke industri lain, seperti tekstil, kertas dan lain-lain. PLTU merupakan konsumen batu bara terbesar di dalam negeri, sisanya digunakan oleh industri semen, industri tekstil, kertas (pulp), metalurgi dan untuk pembuatan briket batu bara.

Hingga tahun 2007, pengguna batu bara terbesar di dalam negeri adalah PLTU dengan daya serap sekitar 70,33 persen, industri semen sebesar 14,78%, tekstil 7,65%, kertas 5,28%, metalurgi 0,65% dan industri lainnya 1,31% (Table 3.1).

0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 1988 1990 1993 1996 1999 2002 2005 2008 JU M LA H P R O D U K SI (J u ta T o n ) TAHUN BUMN/PTBA PKP2B KP KUD

(19)

12

GAMBAR 3.2

PENJUALAN BATU BARA DALAM NEGERI MENURUT KELOMPOK PENGUSAHAAN

TAHUN 1983 – 2008 (JUTA TON)

Perusahaan-perusahaan listrik yang selama ini menggunakan batu bara sebagai bahan bakar adalah PLTU Suralaya, PLTU Bukit Asam, PLTU Paiton, PLTU Ombilin, PLTU Sijantang, dan PLTU Tarahan. Jumlah pemakaian batu bara di PLTU selama tahun 1998-2007 rata-rata mengalami kenaikkan sebesar 12,60% per tahun. Naiknya pemakaian batu bara di PLTU karena sudah beroperasinya PLTU Cilacap (2x330 MW) dan PLTU Tanjung Jati B (2x660 MW), dengan kebutuhan masing-masing 2,2 juta ton dan 3,6 juta ton per tahun. Kebutuhan mereka biasanya dipasok dari PT. Adaro Indonesia, PT. Kideco Jaya Agung, PT. Jorong Barutama Greston dan PT. Kaltim Prima Coal (KPC).

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 1988 1990 1993 1996 1999 2002 2005 2008 JU M LA H P EN JU A LA N (Ju ta T o n ) TAHUN BUMN PKP2B KP KUD

(20)

13

Memasuki tahun 2005 banyak industri lainnya mulai beralih penggunaan bahan bakarnya ke batu bara, bahkan saat ini menjadi pemakai ketiga terbesar setelah PLTU dan semen adalah industri tekstil dan kertas. Pada tahun 2007, kebutuhan batu bara untuk industri tekstil adalah 3,34 juta ton meningkat cukup signifikan (24,33%) dibandingkan tahun 2005.

3.4. Ekspor

Di dalam perdagangan batu bara dunia, Indonesia menduduki peringkat tujuh sebagai produsen setelah Cina (46,0%), AS (17,7%), India, Australia, Afrika Selatan dan Rusia. Pada tahun 2000, Indonesia mengekspor batu bara sebesar 58,52 juta ton sedangkan pada tahun 2008 tercatat sebesar 160,27 juta ton, dalam kurun waktu tersebut telah naik 173,55%. Dengan jumlah ekspor tersebut, saat ini Indonesia menjadi negara kedua terbesar pemasok batu bara dunia setelah Australia (183 juta ton). Tingginya kenaikkan ekspor tersebut menandakan telah terjadi peningkatan kebutuhan batu bara dunia yang sangat cepat. Cina dan India (www.bni.co.id, 2009) merupakan dua negara Asia sebagai produsen batu bara terbesar di dunia ternyata menjadi importir batu bara Indonesia karena mengalami kekurangan untuk memasok kebutuhannya sendiri. Indonesia sendiri menduduki urutan ketujuh sebagai produsen batu bara dunia dengan kontribusi 4,2%.

Akibat tingginya permintaan batu bara dunia tersebut, banyak investor yang mendirikan perusahaan batu bara, saat ini jumlahnya sudah mencapai 118 perusahaan, terdiri dari perusahaan lokal dan asing. Sekitar 96,27% dari jumlah ekspor batu bara Indonesia adalah perusahaan pemegang PKP2B, diikuti oleh PTBA sebesar 2,91% pemegang dan KP sebesar 0,82%, (lihat Tabel 3.1). Kenaikkan ekspor ini antara lain dipicu oleh semakin banyaknya pendirian PLTU di luar negeri yang menggunakan batu bara, seperti Cina dan India. Negara-negara di kawasan Asia merupakan wilayah terbesar tujuan ekspor batu bara Indonesia (75,71% dari total ekspor), disusul oleh negara-negara di Eropa (11,34%) dan lainnya (12,95%). Konsumen terbesar di wilayah Asia ini adalah negara Jepang, Taiwan, India, Korea selatan dan Cina; di kawasan Eropa adalah negara Swis, Spanyol, dan Itali.

(21)

14

GAMBAR 3.3

EKSPOR BATU BARA INDONESIA MENURUT KELOMPOK

PENGUSAHAAN

TAHUN 1988 – 2008 (JUTA TON)

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00 160.00 180.00 1988 1990 1993 1996 1999 2002 2005 2008 JU M LA H E K SP O R (Ju ta T o n ) TAHUN BUMN/PTBA PKP2B KP KUD

(22)

15

TABEL 3.1

PENGGUNAAN BATU BARA DALAM NEGERI MENURUT JENIS INDUSTRI (TON) TAHUN 1998 – 2007 JENIS INDUSTRI 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 PLTU 10.911.341 13.047.717 13.943.613 19.165.256 21.902.161 23.810.054 23.492.328 25.132.174 27.758.317 30.658.875 Semen 1.265.123 2.308.691 3.366.824 5.541.088 4.883.003 4.692.819 5.653.992 6.023.248 5.300.552 6.443.864 Industri Tekstil - - - 1.307.610 2.683.944 3.336.248 Industri Kertas 692.737 805.397 766.549 804.202 471.751 1.080.304 1.106.227 2.272.443 2.289.474 2.302.800 Metalurgi 144.907 123.226 134.393 220.666 236.802 225.907 122.827 160.490 299.990 282.730 Lain - Lain 2.630.513 2.611.657 5.582.408 2.438.932 3.817.189 5.614.976 5.642.585 445.850 532.545 571.338 Jumlah 15.644.621 18.896.688 23.793.787 28.170.144 31.310.907 35.424.060 36.017.959 35.341.815 38.864.822 43.595.855 Sumber :

 Indonesia Mineral and Coal Statistics (2003, 2004, 2005 and 2008).  Triswan S. dan kawan (2004).

 Ijang Suherman dan Kawan (2006).  Diolah kembali.

(23)

16

4. ANALISIS PROSPEK BATU BARA INDONESIA

4.1 Prospek Penggunaan Dalam Negeri

Persediaan listrik dari PLTU yang ada saat ini ternyata belum mampu memenuhi kebutuhan listrik dalam negeri yang semakin besar, karena meningkatnya pertumbuhan industri dan penduduk. Tingginya harga bahan bakar minyak untuk industri ternyata membuat industri banyak beralih menggunakan batu bara.

Rencana pemerintah membangun pembangkit listrik 10.0000 MW tahap I dan tahap II merupakan salah satu upaya untuk memenuhi permintaan listrik dalam negeri. Program pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW tahap I ini diharapkan beroperasi tahun 2011, seluruhnya menggunakan bahan bakar batu bara. Sedangkan tahap II diperkirakan selesai pada tahun 2014, dimana kontribusi pembangkit berbahanbakar batu bara hanya 26% dari total 10.000 MW (www.antara.co.id, 2009)

Kebutuhan batu bara diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan pembangunan PLTU baru di berbagai daerah di Indonesia, hingga tahun 2008 sudah ada beberapa PLTU yang beroperasi, seperti unit PLTU Cilacap dan Tanjung Jati B, Sibolga dan Labuhan Angin dengan kebutuhan batu bara 7,2 juta ton. Sedangkan PLTU Paiton 3 & 4 diperkirakan akan beroperasi pada tahun 2010 sehingga kebutuhan batu bara menjadi 9,6 juta ton. Apabila program pembangunan PLTU 10.000 MW tahap I pada tahun 2011 berjalan lancar, maka batu bara yang dibutuhkan diperkirakan mencapai 32 juta ton. Pembangunan PLTU program 10.000 MW tahap II diharapkan selesai dan dapat beroperasi pada tahun 2013 dengan kebutuhan batu bara sebesar 12,50 juta ton. Apabila semua kegiatan pembangunan PLTU berjalan lancar, maka jumlah keseluruhan batu bara yang digunakan untuk pembangkitan listrik di dalam negeri pada tahun 2025 diperkirakan mencapai 99,86 juta ton.

Industri lain yang memanfaatkan batu bara sebagai bahan bakar adalah industri semen, kenaikan produksi semen diperkirakan akan tetap tinggi, yaitu 14,96%. Berdasarkan indikasi tersebut, maka pada tahun 2025 industri ini diperkirakan membutuhkan batu bara sebesar 30,58 juta ton. Perkembangan industri metalurgi, seperti peleburan/pemurnian logam, ternyata mengalami perkembangan yang siginifikan. Antara tahun 1998 – 2007 kebutuhan batu bara oleh industri metalurgi naik

(24)

17

rata-rata sebesar 14,34% per tahun. Kebutuhan batu bara terbesar untuk industri ini terjadi pada tahun 2006, yaitu 299.990 ton. Pada saat yang sama, industri lain pun mengalami perekembangan cukup signifikan, seperti industri tekstil dan kertas, karena keduanya mulai beralih menggunakan batu bara dalam mendukung kegiatan proses produksinya. Kenaikkan pemakaian batu bara oleh industri tekstil rata-rata mencapai 15,56% dan kertas sebesar 6,74%, sehingga pada tahun 2025 diperkirakan jumlah pemakaian batu bara oleh kedua industri ini masing-masing 17,59 juta ton dan 2,92 juta ton.

Perkembangan lain dalam perbatubaraan adalah dengan adanya rencana pembangunan pabrik peningkatan kualitas batu bara peringkat rendah melalui proses

upgrading brown coal (UBC) yang akan mulai berproduksi pada tahun 2010. Batu bara

yang akan digunakan dalam proses ini pada tahun 2010 diperkirakan sebesar 2,2 juta ton, pada tahun 2015 kapasitas pabrik akan ditingkatkan dengan kebutuhan batu bara sebesar 11 juta ton, hingga pada tahun 2020 pabrik ini ditargetkan akan menggunakan batu bara seanyak 30 juta ton. Teknologi pencairan batu bara di Indonesia rencananya akan dikembangkan pada tahun 2015 dengan kebutuhan batu bara mencapai 2,7 juta ton dan kapasitasnya akan ditingkatkan hingga kebutuhan batu baranya mencapai 5,4 juta ton pada tahun 2020.

Berdasarkan hasil perhitungan dari berbagai sumber data dan hasil analisis, maka diperkirakan jumlah pemakaian batu bara untuk seluruh industri dalam negeri pada tahun 2025 diperkirakan akan mencapai 192,33 juta ton (Tabel 4.1). Laju pertumbuhan pemakaiannya rata-rata akan meningkat sebesar 10,22% per tahun. Hingga tahun 2025 nanti, PLTU masih menjadi konsumen batu bara terbesar (51,92%) diikuti oleh semen (15,90%), UBC (15,60%), tekstil (15,90 %) dan kertas (9,14%).

4.2 Prospek Ekspor

Berdasarkan data ekspor tahun 1991-2008, diperkirakan ekspor batu bara hingga tahun 2025 yang dilakukan oleh PKP2B akan meningkat sebesar 39,86%, KP naik 12,05%, dan PT. BA naik sebesar 15,00% setiap tahun. Dalam hal ini, PKP2B masih akan mendominasi ekspor batu bara nasional, seperti PT. Kaltim Prima Coal, PT. Adaro Indonesia, PT. Arutmin Indonesia, PT. Kideco Jaya Agung, dan PT. Indominco Mandiri. Tingginya kenaikkan tersebut tidak terlepas dari permintaan pasar

(25)

18

dunia, terutama dari beberapa negara yang selama ini memang sangat tergantung dari bahan bakar batu bara, seperti Jepang dan Korea Selatan. Sejak Cina membatasi ekspor batu bara ke berbagai negara, maka Indonesia menjadi tujuan utama bagi negara pengimpor batu bara. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah ekspor pada tahun 2008 yang tercatat sebesar 140 juta ton, sehingga Indonesia menjadi negara ekspotir kedua terbesar setelah Australia. Laju pertumbuhan permintaan batu bara setiap tahun di kawasan Asia rata-rata 10,34%, angka yang paling tinggi dibandingkan dengan permintaan dari kawasan lain seperti Eropa (6,51%), Australia-Amerika (7,40%), dan negara-negara lainnya (8,05%). Negara-negara di Asia ternyata akan tetap menjadi importir utama batu bara Indonesia seperti Jepang, Taiwan, Korea Selatan, dan Hongkong.

Batu bara akan semakin berperan sebagai sumber energi primer maupun pembangkit tenaga listrik di dunia. Pada tahun 2006, batu bara memberikan kontribusi sebesar 26,00% sebagai pemasok energi primer, setelah minyak bumi (34,41%). Sebagai pembangkit listrik, batu bara memberikan kontribusi paling besar, seperti di Polandia (93%), Afrika Selatan (93%), Australia (80%), Cina (78%), India (69%), dan Indonesia (71%). Industri lain yang banyak menggunakan batu bara adalah industri baja, sekitar 13% dari produksi batu bara ketel uap dialokasikan untuk industri ini dan hampir 70% dari produksi baja global tergantung pada batu bara. Sekitar 54% konsumsi batu bara dunia banyak digunakan oleh negara-negara di Asia, seperti Jepang, Korea, Cina Taipei dan India. Pada tahun 2007, Jepang jadi pengimpor batu bara terbesar dengan volume 182 juta ton, diikuti Korea 88 juta ton dan Cina Taipei 69 juta ton (Ermina Miranti, 2008).

Mengacu pada data tersebut, diperkirakan ekspor batu bara Indonesia akan mengalami peningkatan yang cukup besar, lihat Tabel 4.2. Laju pertumbuhan ekspor batu bara Indonesia hingga tahun 2025 rata-rata naik sebesar 3,62% dengan jumlah ekspor mencapai hampir 270 juta ton. PKP2B masih menjadi eksportir batu bara terbesar, pasar ekspor yang dikuasainya 94,03%, sedangkan KP dan BUMN hanya menguasai 3,55% dan 2,43% saja.

(26)

19

TABEL 4.1

PROYEKSI PEMAKAIAN BATU BARA DALAM NEGERI MENURUT JENIS INDUSTRI TAHUN 2010 – 2025 (TON)

TAHUN PLTU 1) SEMEN 2) TEKSTIL 3) KERTAS 4) METALURGI 5) UBC 6) GASIFIKASI 7) LAIN – LAIN 8)

JUMLAH 2010 51.784.000 8.922.000 6.407.251 2.349.103 319.227 2.200.000 832.286 72.813.867 2011 68.728.000 8.922.000 7.964.213 2.364.743 332.411 2.200.000 943.479 91.454.846 2012 75.639.000 8.922.000 9.899.516 2.380.488 346.140 2.200.000 1.069.528 100.456.672 2013 77.124.000 8.922.000 10.159.873 2.396.337 360.435 2.200.000 1.212.417 102.375.063 2014 78.367.000 8.922.000 10.427.078 2.412.292 375.321 2.200.000 1.374.396 104.078.087 2015 81.789.000 14.365.000 10.701.310 2.428.353 390.822 11.000.000 2.700.000 1.558.016 124.932.501 2016 82.040.219 14.365.000 10.982.755 2.444.521 406.963 11.000.000 2.700.000 1.766.167 125.705.624 2017 82.294.201 14.365.000 11.271.601 2.460.797 423.770 11.000.000 2.700.000 2.002.126 126.517.496 2018 82.550.978 14.365.000 11.568.044 2.477.181 441.272 11.000.000 2.700.000 2.269.610 127.372.085 2019 82.810.578 14.365.000 11.872.284 2.493.674 459.497 11.000.000 2.700.000 2.572.830 128.273.863 2020 83.073.035 23.135.000 12.184.525 2.510.277 478.474 30.000.000 5.400.000 2.916.561 159.697.870 2021 83.338.378 23.135.000 12.504.978 2.526.990 498.235 30.000.000 5.400.000 3.306.213 160.709.794 2022 83.606.640 23.135.000 12.833.859 2.543.815 518.812 30.000.000 5.400.000 3.747.923 161.786.048 2023 83.877.853 23.135.000 13.171.389 2.560.751 540.239 30.000.000 5.400.000 4.248.646 162.933.878 2024 91.519.323 26.598.094 15.220.196 2.733.327 582.008 30.000.000 5.400.000 4.774.140 176.827.088 2025 99.856.948 30.579.582 17.587.695 2.917.533 627.006 30.000.000 5.400.000 5.364.630 192.333.393 Catatan : 1) PLN (2009) 5) Metalurgi = 7,73% 2) LP = 14,96% 6) dan 7) Cetak biru 3) LP = 15,56% Tekmira 2005 4) LP = 6,74% 8) LP12,37% LP = Laju pertumbuhan

Sumber :

- PLN (2009)

(27)

20

TABEL 4.2

PROYEKSI EKSPOR BATU BARA INDONESIA

MENURUT KELOMPOK PENGUSAHAAN, TAHUN 2010-2025 (TON) *

TAHUN BUMN PKP2B KP JUMLAH

2010 4.200.954 144.676.785 5.860.910 154.738.650 2011 4.342.781 151.387.026 6.087.542 161.817.349 2012 4.484.608 158.097.267 6.314.174 168.896.049 2013 4.626.434 164.807.509 6.540.805 175.974.748 2014 4.768.261 171.517.750 6.767.437 183.053.448 2015 4.910.088 178.227.991 6.994.068 190.132.147 2016 5.051.915 184.938.232 7.220.700 197.210.847 2017 5.193.742 191.648.473 7.447.331 204.289.546 2018 5.335.569 198.358.714 7.673.963 211.368.245 2019 5.477.395 205.068.955 7.900.595 218.446.945 2020 5.619.222 211.779.196 8.127.226 225.525.644 2021 5.761.049 218.489.437 8.353.858 232.604.344 2022 5.902.876 225.199.678 8.580.489 239.683.043 2023 6.044.703 231.909.919 8.807.121 246.761.743 2024 6.186.530 238.620.160 9.033.752 253.840.442 2025 6.328.356 245.330.401 9.260.384 260.919.142

Fungsi penjualan batu bara ke luar negeri oleh waktu (T) : 1) X(BUMN) = 371629,54 + 141826,83 T

2) X(PKP2B) = 23079241,30 + 6710241,07 T 3) X(KP) = 648384,51 + 50888,73 T

Keterangan :

*)

Berdasarkan data ekspor tahun 1994 – 2008, hasil perhitungan dengan menggunakan model regresi sederhana.

X = ekspor batu bara

4.3 Prospek Produksi

Tingginya tingkat permintaan batu bara dunia tidak terlepas dari semakin meningkatnya kebutuhan batu bara dunia terutama untuk PLTU di berbagai negara di dunia, sehingga banyak negara penghasil batu bara melakukan ekspor ke berbagai negara. Selain pengaruh permintaan luar negeri, perubahan tingkat produksi ini ternyata sangat dipengaruhi

pula oleh permintaan dalam negeri yang terus mengalami peningkatan. Dari tahun 2009 –

2025, pemakaian batu bara dalam negeri diperkirakan akan mengalami kenaikkan rata-rata sebesar 9,22% per tahun, kenaikkan ini sangat dipengaruhi oleh meningkatnya jumlah pembangunan PLTU berbahan bakar batu bara. Sedangkan permintaan batu bara dari

(28)

21

berbagai negara diperkirakan akan mengalami kenaikkan sebesar 3,62%, konsumen terbesar masih didominasi oleh negara-negara di kawasan Asia. Kenaikkan produksi akibat kenaikkan kedua permintaan tersebut rata-rata sebesar 5,72% per tahun, jumlah produksi hingga tahun 2025 tampaknya masih didominasi oleh PKP2B, disusul KP dan BUMN.

Hingga tahun 2025, tampaknya prospek pengusahaan batu bara Indonesia diperkirakan masih cukup cerah, baik di pasar dalam negeri maupun di luar negeri. Hal ini dikarenakan dengan adanya rencana pembangunan sejumlah PLTU di berbagai daerah di Indonesia, sehingga peran batu bara semakin besar sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Ketika semua rencana pembangunan PLTU terealisasi dan beroperasi pada tahun 2013 dan industri lain pun mengalami peningkatan yang sama maka produksi batu bara pun akan mengalami peningkatan yang luar biasa. Seperti tampak pada Tabel 4.1, apabila jumlah pamakaian batu bara dalam negeri pada tahun 2025 mencapai 190,33 juta ton dan jumlah ekspor diperkirakan mencapai 260,92 juta ton, maka jumlah produksi batu bara nasional diperkirakan akan mencapai 504,92 juta ton. Selain itu, dengan semakin meningkatnya permintaan dari dua negara seperti Cina dan India untuk pembangkit listriknya, ditambah lagi dengan adanya penghentian ekspor batu bara Cina menjadikan peluang pasar batu bara Indonesia semakin besar. Besarnya peluang tersebut diperkirakan akan memicu produksi batu bara lebih besar dari yang telah diperkirakan dan ada kekhawatiran bahwa para pengusaha akan lebih mengutamakan penjualan ke luar negeri. Kekhawatiran ini sangat beralasan mengingat harga batu bara di luar negeri lebih tinggi dibandingkan dengan di dalam negeri.

Apabila dilihat dari Tabel 4.1, permintaan batu bara hingga tahun 2025 ternyata akan selalu terpenuhi oleh produksi dalam negeri (Tabel 4.3). Dengan kata lain, bahwa setiap kenaikkan permintaan batu bara akan selalu meningkatkan produksi batu bara. Apabila

model produksi tersebut digunakan sebagai acuan, maka antara tahun 2009 – 2025 batu

bara yang diproduksi jumlahnya akan mencapai 6,21 miliar ton. Artinya bahwa cadangan siap tambang yang dimiliki Indonesia akan habis dalam waktu kurang dari 17 tahun. Namun apabila jumlah ekspor batu bara dibatasi sebesar 150 juta ton per tahun, maka umur tambang bisa diperpanjang menjadi sekitar 28 tahun lagi. Hal ini perlu dilakukan mengingat kebutuhan batu bara di dalam negeri semakin besar, sehingga jaminan ketersediaan batu bara dalam negeri dapat terpenuhi.

(29)

22

TABEL 4.3

PROYEKSI PRODUKSI BATU BARA INDONESIA MENURUT KELOMPOK PENGUSAHAAN, TAHUN 2010 – 2025 (TON)

TAHUN PROYEKSI PRODUKSI

BUMN/PTBA 1) PKP2B 2) KP 3) Jumlah 2010 12.301.993 210.259.087 23.087.589 245.648.668 2011 13.396.297 235.506.048 27.984.548 276.886.893 2012 13.959.017 251.152.597 30.411.428 295.523.041 2013 14.131.096 259.744.178 31.023.143 304.898.416 2014 14.291.297 268.121.260 31.579.669 313.992.226 2015 15.507.669 295.572.759 37.043.832 348.124.260 2016 15.616.588 303.023.676 37.362.066 356.002.331 2017 15.727.644 310.513.186 37.690.231 363.931.061 2018 15.841.056 318.045.241 38.029.342 371.915.638 2019 15.957.070 325.624.296 38.380.545 379.961.910 2020 17.756.339 363.602.910 46.553.217 427.912.465 2021 17.878.427 371.291.668 46.932.645 436.102.740 2022 18.004.063 379.044.498 47.328.559 444.377.120 2023 18.133.647 386.868.615 47.742.814 452.745.077 2024 18.966.119 407.386.888 51.423.134 477.776.142 2025 19.887.550 429.511.775 55.516.818 504.916.144 Catatan : Berdasarkan model : 1) Y(BUMN) = 6837500 + 0,0551 KDN + 0,0094 KLN 2) Y(PKP2B) = -8305009 + 0,9960 KDN + 0,9438 KLN 3) Y(KP) = 1802928 + 0,2563 KDN + 0,0170 KLN Keterangan :

Y = Produksi ; KDN = Kebutuhan dalam negeri; KLN = penjualan ekspor

*) Berdasarkan data ekspor tahun 1988 – 2008, hasil perhitungan dengan

(30)

23

5. ANALISIS KEBIJAKAN STOK BATU BARA NASIONAL

5.1 Analisis Produksi dan Umur Tambang

Pada sumber daya alam yang terbatas dan tak terbarukan atau tidak dapat dihasilkan kembali dalam waktu singkat, maka eksploitasi akan berdampak pada tidak tersedianya komoditi tersebut di kemudian hari.

Statistik jumlah cadangan batu bara setiap tahun sangat diperlukan untuk memenuhi pemasokan-kebutuhan batu bara. Oleh karena itu, eksplorasi merupakan salah satu upaya memenuhi permintaan pasar untuk menjaga keseimbangan dan kelangsungan pemasokan-kebutuhan batu bara. Antara tahun 1988-2004, cadangan batu bara siap tambang sempat mengalami kenaikkan sebesar 5,59% per tahun, namun pada tahun 2007 turun sebesar 24,08%. Sedangkan laju pertumbuhan produksi selama kurun waktu tersebut rata-rata meningkat sebesar 23,14 persen per tahun, ini menunjukkan bahwa dengan terjadinya peningkatan produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan cadangan, menyebabkan rasio cadangan terhadap produksi mengalami penurunan yang tajam. Apabila eksploitasi batu bara terus-menerus dilakukan tanpa ada upaya untuk menemukan cadangan baru (ekplorasi), maka rasio cadangan terhadap produksi akan semakin menyusut. Jika diamati lebih lanjut, tampak bahwa kegiatan untuk mendapatkan cadangan baru batu bara kurang aktif dibandingkan dengan kegiatan eksploitasi yang dilakukan sehingga dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap umur tambang (Tabel 5.1). Namun apabila produksi batu bara berdasarkan proyeksi (lihat Tabel 4.3), maka cadangan batu bara siap tambang tersebut akan habis sebelum tahun 2024. Dengan kata lain, bahwa jumlah cadangan siap tambang sebesar 5,3 miliar ton tersebut akan habis dalam waktu tidak lebih dari 17 tahun. Upaya untuk mengatasi keberlangsungan ketersediaan batu bara di dalam negeri antara lain :

 Meningkatkan eksplorasi oleh setiap perusahaan PKP2B.

(31)

24 TABEL 5.1

CADANGAN DAN PRODUKSI BATU BARA, 1996 – 2004 dan 2007

Tahun Cadangan terukur (Juta ton) Produksi (Ton) Rasio cadangan terhadap produksi Awal tahun Akhir tahun

1996 5.220 5.170 50.971.551 101,43 1997 5.170 4.906 54.493.071 90,03 1998 4.906 5.251 62.038.965 84,64 1999 5.251 5.368 73.777.377 72,76 2000 5.368 5.391 77.135.057 69,89 2001 5.391 87.202.673 61,82 2002 5.391 103.296.032 52,19 2003 5.391 114.278.195 47,18 2004 6.981 132.352.025 52,75 2007 5.300 216.946.699 24,43 2008 5.300 231.126.700 22,93 Sumber :

 Badan Pusat Statistik (2005).

 Directorate Program Supervision of Mineral (2008).

5.2 Analisis Pengadaan dan Sumber Stok

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa konsumsi batu bara domestik setiap tahun terus mengalami peningkatan, kenaikan ini sangat berpengaruh terhadap ketersediaan batu bara dalam negeri. Kekhawatiran jaminan ketersediaan batu bara dalam negeri ini akibat semakin meningkatnya permintaan dunia sangat beralasan mengingat pemerintah saat ini sedang berencana membangun berbagai PLTU batu bara sehingga jumlah kebutuhan batu bara dalam negeri semakin besar. Kekhawatiran ini semakin bertambah akibat kekurangan pasokan batu bara untuk PLTU pada bulan-bulan tertentu dikarenakan cuaca buruk, seperti besarnya gelombang di laut yang dapat menghambat pengiriman batu bara ke PLTU atau musim hujan yang dapat mengganggu kegiatan penambangan di lokasi tambang. Akibat terhambatnya pasokan ini ternyata berakibat sangat fatal terhadap kegiatan operasional PLTU yang berdampak pada terganggunya kegiatan perekonomian masyarakat dan kegiatan produksi berbagai industri di Indonesia. Oleh karena itu, dalam rangka menjaga kelangsungan kegiatan roda perekonomian tersebut berbagai upaya dilakukan. Stok batu bara merupakan salah satu upaya untuk menjamin

(32)

25 ketersediaan batu bara pada saat terjadi kekurangan pemasokan di dalam negeri. Sumber stok antara lain :

 Stok batu bara ini bisa berasal dari PKP2B, BUMN, KP dan KUD. Sebagaimana

telah diketahui bahwa di dalam kontrak PKP2B tercantum kewajiban pemegang izin ini untuk menyerahkan 13,5% kepada pemerintah sebagai dana hasil produksi batu bara (DHPB). Besarnya DHPB tersebut merupakan sisten bagi hasil yang didalamnya sudah termasuk royalti, tentunya nilai ini diperoleh setelah dipotong biaya produksi penjualan. Distribusi besarnya DHPB 13,5% ini adalah 6% dialokasikan untuk daerah (dalam bentuk dana konsentrasi) untuk pengembangan batu bara, sedangkan 7,5% sisanya untuk pemerintah. Angka yang disebutkan terakhir ini ternyata jika dalam bentuk batu bara dinilai cukup besar dan bisa menjadi sumber stok nasional. BUMN dalam hal ini PT. Bukit Asam menjadi stok batu bara nasional yang dapat diandalkan mengingat cadangan yang dimilikinya cukup besar, sehingga daerah ini menjadi lumbung energi nasional.

Sumber stok batu bara diperoleh dari kewajiban pasok dalam negeri atau domestic

market obligation (DMO), dimana setiap perusahaan batu bara memasok sebesar

30% batu bara dari total kebutuhan batu bara dalam negeri serta membatasi tingkat penjualan batu bara ke luar negeri.

Alternatif 1 : Mengelola DHPB

Batu bara yang di ekspor selama ini adalah batu bara dengan kaulitas nilai kalor di atas 5.000 kkal/kg ke atas. Sedangkan sebagian besar kebutuhan batu bara dalam negeri adalah batu bara dengan nilai kalori rendah, yaitu 4.000-5.000 kkal/kg. Namun demikian, dampak kenaikan harga batu bara internasional dan dengan pasokan batu bara global yang sangat ketat saat ini, batu bara berkualitas rendah pun akan menjadi ekonomis dan sangat dibutuhkan. Contohnya, India sudah mengumumkan bahwa mereka berminat dengan batu bara kualitas rendah. Cina bahkan pernah berencana mengimpor batu bara dengan kalori 3.500 kkal/kilogram dari Indonesia.

Kenaikan harga batu bara dunia ternyata sangat memberikan keuntungan yang besar kepada produsen-produsen batu bara di Indonesia. Pemerintah juga mendapatkan keuntungan dalam bentuk penerimaan royalti dan pajak yang lebih besar. Namun, harus diingat kebutuhan batu bara di pasar domestik dalam waktu dekat

(33)

26 akan sangat besar. Untuk itu, harus dipastikan tidak akan terjadi defisit kebutuhan batu bara di pasar domestik. Sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel 5.2, dimana kebutuhan batu bara dalam negeri setiap tahun akan terus mengalami peningkatan, hingga tahun 2025 kebutuhannya akan mencapai 192,33 juta ton.

Kebijakan yang tepat harus diambil oleh pemerintah karena akan sangat menentukan masa depan industri pengguna batu bara di dalam negeri, khususnya PLTU yang apabila terjadi kekurangan pasokan batu bara tentu akan menghambat produksi listrik yang selama ini banyak digunakan oleh industri lainnya.

Pulau Kalimantan merupakan pemasok batu bara terbesar untuk memenuhi kebutuhan batu bara dalam negeri seperti PLTU, semen, tekstil dan lain-lain. Kebutuhan batu bara untuk industri tersebut selama ini selalu terpenuhi. Namun pada bulan tertentu biasanya sekitar bulan November sampai Januari mengalami hambatan yang diakibatkan oleh cuaca. Berarti bahwa bulan-bulan tersebut industri pengguna akan mengalami kekurangan pasokan batu bara, sehingga harus ada stok untuk memenuhi kekurangan pada bulan tersebut. Untuk mengetahui apakah stok yang diperoleh dari DHPB memenuhi untuk kebutuhan batu bara dalam negeri, diasumsikan bahwa :

 Dalam setahun terdapat dua bulan yang mengalami cuaca buruk, seperti adanya

gelombang tinggi atau hambatan transportasi lainnya.

 Menggunakan DHPB pusat sebesar 7,5%.

 Proyeksi kebutuhan batu bara tidak mengalami perbedaan yang signifikan dengan

realisasi.

Sesuai dengan rencana pemerintah yang akan membangun PLTU 10 ribu MW tahap I dan tahap II, maka hingga tahun 2025 jumlah pemakaian batu bara pun akan semakin meningkat. Prediksi produksi dan pemakaian batu bara serta simulasi penanggulangan pasokan batu bara melalui stok yang berasal dari DHPB dapat dilihat dalam Tabel 5.2.

Berdasarkan hasil perhitungan sebelumnya diperoleh bahwa proyeksi kebutuhan batu bara dalam negeri tahun 2010 diperkirakan sebesar 72,81 juta ton. Kekurangan pasokan selama 60 hari diperkirakan mencapai 8,43 juta ton, dengan asumsi bahwa pemakaian batu bara oleh PLTU sebanyak 140.504 ton per hari. Jika sumber stok itu berasal dari DHPB (untuk pusat sebesar 7,5%) atau setara dengan

(34)

27 jumlah batu bara sebesar 15,77 juta ton, maka kekurangan tersebut sudah dapat terpenuhi. Bahkan masih tersisa sebanyak 7,34 juta ton, jumlah sebesar ini dapat dijual ke industri lain di dalam negeri atau di ekspor.

Apabila hal ini sesuai dengan asumsi di atas, maka kebutuhan batu bara dalam negeri hingga tahun 2025 akan dapat dipenuhi oleh batu bara yang diperoleh dari DHPB milik pemerintah sebesar 7,5% (Tabel 5.2).

TABEL 5.2

PROYEKSI PRODUKSI, KEBUTUHAN DALAM NEGERI, STOK NASIONAL *) TAHUN 2010 - 2025 (TON) TAHUN PROYEKSI PRODUKSI STOK NASIONAL *) PROYEKSI KEBUTUHAN DALAM NEGERI KEKURANGAN PASOKAN (60 HARI) Surplus/ Defisit 2010 210.259.087 15.769.431 72.813.867 8.430.224 7.339.207 2011 235.506.048 17.662.954 91.454.846 11.969.403 5.693.551 2012 251.152.597 18.836.445 100.456.672 15.033.673 3.802.772 2013 259.744.178 19.480.813 102.375.063 16.513.426 2.967.387 2014 268.121.260 20.109.094 104.078.087 16.828.777 3.280.317 2015 295.572.759 22.167.957 124.932.501 17.108.727 5.059.230 2016 303.023.676 22.726.776 125.705.624 20.536.849 2.189.927 2017 310.513.186 23.288.489 126.517.496 20.663.938 2.624.551 2018 318.045.241 23.853.393 127.372.085 20.797.397 3.055.996 2019 325.624.296 24.421.822 128.273.863 20.937.877 3.483.945 2020 363.602.910 27.270.218 159.697.870 21.086.114 6.184.104 2021 371.291.668 27.846.875 160.709.794 26.251.705 1.595.170 2022 379.044.498 28.428.337 161.786.048 26.418.048 2.010.289 2023 386.868.615 29.015.146 162.933.878 26.594.967 2.420.179 2024 407.386.888 30.554.017 176.827.088 26.783.651 3.770.366 2025 429.511.775 32.213.383 192.333.393 29.067.466 3.145.917 Sumber :

- Dirjen Minerbapabum, DESDM (1983-2008) - Diolah kembali

Catatan :

*) Dari DHPB (PKP2B) 7,5% milik pemerintah pusat

Berdasarkan hasil perhitungan di dalam Tabel 5.2 menunjukkan bahwa stok batu bara yang diperoleh dari DHPB mampu mengatasi kekurangan pasokan di dalam

(35)

28 negeri pada bulan-bulan tertentu setiap tahunnya. Jaminan pasokan ini dapat berasal dari dua lokasi penghasil batu bara terbesar di Indonesia yaitu Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. Kemampuan pasokan diperkirakan bisa mencapai 15 tahun atau hingga tahun 2025, surplus dari stok tersebut dapat dijual ke berbagai perusahaan lainnya di dalam negeri.

Pembatasan ekspor merupakan salah satu upaya lain untuk menjaga kestabilan persediaan batu bara dalam negeri mengingat kebutuhan dalam negeri setiap tahun terus mengalami peningkatan, sehuingga prinsip konservasi energi batu bara dapat tercapai. Upaya lain agar keberadaan energi batu bara dapat berkesinambungan adalah dengan melakukan berbagai eksplorasi untuk menemukan cadangan-cadangan yang baru.

Alternatif 2 : Mengelola DMO

Melalui penerapan DMO, maka pasar batu bara domestik akan mendapatkan pasokan tambahan DMO per tahun. Pemerintah sendiri telah memberikan sinyal bahwa DMO akan mulai diterapkan mulai tahun 2009 dengan membatasi ekspor batu bara Indonesia menjadi maksimum 150 juta ton per tahun (Iskandar, 2008). Namun, pemerintah harus berhati-hati dalam menerapkan DMO karena masih ada hal-hal teknis yang harus diselesaikan. Hal-hal tersebut di antaranya definisi DMO, cara pengalokasian DMO di antara produsen batu bara, jenis batu bara yang harus dialokasikan untuk pasar domestik, besarnya permintaan batu bara di pasar domestik, dan penentuan harga batu bara yang dialokasikan untuk DMO. Aspek yang tidak kalah penting ialah aspek legal. Jika melihat isi CCoW sebuah perusahaan batu bara, salah satu pasalnya menyebutkan bahwa perusahaan-perusahaan batu bara CCoW dapat mengekspor batu bara sepanjang mereka memenuhi permintaan domestik. Pasal tersebut harus dikaji secara serius dari sisi legal untuk memastikan bahwa pemerintah memiliki landasan hukum yang kuat untuk menerapkan DMO. Landasan hukum yang kuat sangat penting karena perusahaan-perusahaan batu bara yang beroperasi di bawah skema CCoW hanya memiliki hak dan kewajiban sesuai dengan yang tercantum di dalam CCoW.

Harga batu bara di pasar dunia sangat mempengaruhi tingkat ekspor batu bara Indonesia, semakin tinggi harga batu bara di pasar internasional akan sangat

(36)

29 menguntungkan bagi pengusaha batu bara nasional. Dengan kata lain, bahwa para produsen batu bara akan meningkatkan ekspor. Harga batu bara dunia sejak beberapa tahun terakhir telah mengalami kenaikkan sebesar 400 persen, dari $ AS 28 per ton (tahun 2003) menjadi $ AS 142 per ton pada tahun 2008 (Iskandar, 2008). Salah satu penyebab kenaikkan ini adalah selain karena pemerintah Cina menghentikan ekspor batu bara, juga karena pembelian batu bara oleh Cina ke berbagai penghasil batu bara dunia, diantaranya adalah Indonesia. Kenaikan harga itu juga karena terbatasnya pasokan dari Australia dan Afrika Selatan, dampak dari adanya gangguan infrastruktur transportasi di dua negara eksportir batu bara tersebut. Apabila ekspor batu bara tidak dikendalikan, maka dikhawatirkan kebutuhan batu bara dalam negeri di dalam negeri akan terabaikan. Padahal hingga tahun 2013 pemerintah telah mencanangkan pembangunan PLTU (20 ribu MW) berbahan bakar batu bara di berbagai wilayah di Indonesia. Oleh karena itu, harus ada kebijakan yang tepat untuk memenuhi kebutuhan batu bara dalam negeri tanpa mengorbankan iklim investasi di Indonesia.

Saat ini, pemerintah sedang membahas salah satu RPP yang menyangkut jaminan keamanan pasokan dalam negeri (Domestic Marketing Obligation/DMO). Pemerintah pernah merencanakan bahwa DMO akan mulai diterapkan pada Tahun 2009 dengan membatasi ekspor batu bara Indonesia menjadi maksimum 150 juta ton per tahun. Namun sampai akhir tahun 2009 peraturan ini masih belum diterapkan dan masih menunggu proses pembahasan sampai batas waktu satu tahun sejak Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 diundangkan, yaitu paling lambat Tanggal 12 Januari Tahun 2010.

Beberapa hal yang harus dicermati oleh pemerintah dalam menerapkan DMO adalah mengenai cara pengalokasian DMO di antara produsen batu bara, jenis batu bara yang harus dialokasikan untuk pasar domestik, besarnya permintaan batu bara di pasar domestik, dan penentuan harga batu bara yang dialokasikan untuk DMO.

5.3 Pengendalian Pemasokan-Kebutuhan

Salah satu permasalahan yang dihadapi Indonesia dalam mencapai optimalisasi pemanfaatan ESDM serta penerapan prinsip-prinsip konservasi adalah

(37)

30 bagaimana mengatur keseimbangan antara sisi pemasokan dan kebutuhan di sektor ESDM. Dari aspek pemasokan, di samping berkaitan dengan jumlah dan besarnya cadangan, juga terkait dengan kebijakan optimalisasi tingkat produksi secara nasional (makro) yang selanjutnya dijadikan acuan di dalam mengendalikan jumlah produksi di tingkat mikro perusahaan.

Dilihat dari filosofi penguasaan sumber daya alam, maka pemerintah mempunyai hak untuk mengatur dan mengendalikan pelaksanaan pengusahaan ESDM dengan tetap memperhatikan kelayakan usahanya pada tingkat mikro maupun makro, dimana salah satunya adalah melalui pengaturan dan pengendalian produksi.

Pengaturan dan pengendalian tersebut dilakukan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat.

Pada tahap perencanaan, pemerintah dapat ikut campur di dalam menentukan besarnya produksi pada saat melakukan fungsi perizinan, yakni:

1) Pada saat perusahaan meminta pengesahan Studi kelayakannya (FS) sebagai salah satu syarat permohonan aplikasi. Dalam kasus ini, pemerintah dapat menentukan besarnya tingkat produksi optimal suatu komoditi dengan mengacu kepada hasil perhitungan studi kelayakan dan optimalisasi supply-demand di tingkat makro yang kemudian diturunkan pada tatanan mikro perusahaan.

2) Pada saat perusahaan meminta izin kenaikan produksi di atas rencana produksi yang telah dinyatakan di dalam FS nya.

3) Menerapkan pajak ekspor sebesar 5%-10% kepada setiap perusahaan yang akan melakukan transaksi ekspor. Peraturan ini sudah pernah dicoba tetapi ditentang oleh para produsen/eksportir batu bara.

Hal-hal lain yang dapat menjaga kesimbangan pemasokan-kebutuhan batu bara, antara lain :

a) Sampai seberapa jauh pemerintah dapat menoleransi tingkat kenaikannya? Parameter apa yang dapat digunakan Pemerintah sebagai justifikasi keputusannya tersebut dengan tetap mempertimbangkan aspek kelayakan usaha pada tataran mikro perusahaan.

b) Apabila terdapat beberapa perusahaan yang ingin meningkatkan produksinya untuk menangkap suatu peluang pasar, pemerintah dapat melakukan pengaturan kuota untuk masing-masing perusahaan tersebut.

(38)

31 c) Sampai seberapa besar perusahaan-perusahaan mempunyai komitmen di dalam melaksanakan prinsip konservasi. Hal ini dapat dilihat dari hasil evaluasi dan pengawasan produksi dengan memperhatikan apakah perusahaan hanya menambang lokasi-lokasi cadangan yang besar-besar saja dan meninggalkan lokasi-lokasi cadangan yang tipis. Semakin tinggi komitmen dalam melaksanakan konservasi cadangan, semakin besar perusahaan tersebut dalam memperoleh kuota kenaikan produksi dan sebaliknya, semakin kecil komitmen dalam melaksanakan konservasi cadangan, semakin kecil perusahaan tersebut dalam memperoleh kuota kenaikan produksi.

d) Sampai seberapa besar koefisien manfaat sosial dari perusahaan-perusahaan terhadap masyarakat dan pemerintah, sehingga apabila diberikan kuota kenaikan produksi secara langsung akan meningkatkan pula manfaat-manfaat sosial sebesar yang dimilikinya. Untuk mengetahui besarnya komitmen perusahaan terhadap program ini, salah satunya dapat dilakukan melalui kajian atas manfaat social dari beberapa perusahaan terkait.

e) Besarnya keterkaitan hulu-hilir dan pengaruh ganda (multiplier effect) terhadap sektor industri lainnya. Dalam melakukan kegiatannya, sejauh mana perusahaan tersebut telah memanfaatkan input-input dalam negeri (lokal), sejauh mana produknya dapat dimanfaatkan oleh industri dalam negeri serta bagaimana pengaruhnya terhadap lingkungan sekitar dan industri dalam negeri.

Pemerintah berhak mengambil keputusan untuk menyetujui atau menolak peningkatan produksi dengan syarat bahwa produksi tidak memaksimumkan keuntungan dan mempercepat return dan semata-mata tidak untuk memenuhi kebutuhan luar negeri. Selain itu, perusahaan mempunyai kinerja yang baik dalam hal upaya melakukan konservasi batu bara (tidak menambang yang mudah dan yang baik-baik saja).

(39)

32 5.4 Analisis Pengelola Stok Batu Bara

Krisis batu bara pada beberapa PLTU ternyata sangat mempengaruhi kegiatan produksi PLTU dan berdampak pada kegiatan perekonomian nasional, sehingga sangat diperlukan upaya penanggulangannya yaitu dengan mengadakan stok batu bara nasional. Hal ini diperlukan mengingat tidak hanya PLTU saja yang menggunakan batu bara, tetapi industri lain pun sudah banyak yang menggunakan batu bara dan kebutuhannya terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sebagaimana yang telah diusulkan di atas, bahwa sumber stok dapat berasal dari DHPB sebesar 7,5% milik pemerintah dan atau DMO. Persoalan berikutnya adalah bagaimana dan siapa yang mengelola stok batu bara tersebut. Untuk DMO, sebaiknya transaksi batu bara diserahkan kepada kedua belah pihak sebagaimana yang telah mereka lakukan sebelumnya. Namun pemerintah memberikan pedoman harga yang telah ditentukan dan berasarkan kesepatan. Dalam hal ini pemerintah hanya mengawasi produsen untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sesuai dengan DMO yang telah disepakati.

Sedangkan stok yang berasal dari DHPB sebesar 7,5% milik pemerintah, tampaknya perlu ada suatu lembaga atau badan yang mengelola stok batu bara ini

pengelolaan stockpile batu bara bisa dilaksanakan oleh badan usaha milik negara (BUMN) dan pihak swasta dengan paket regulasi yang jelas. Manajemen pasokan dan distribusi batu bara memerlukan stockpile yang bisa dimanfaatkan bersama untuk memenuhi permintaan batu bara di pasar domestik.

5.5 Analisis Lokasi Stok Batu bara

Mengingat hampir seluruh kegiatan pengusahaan batu bara (PKB2B) berada di Pulau Kalimantan, khususnya Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, maka lokasi tempat penyimpanan batu bara tersebut sebaiknya diantara kedua daerah tersebut (Gambar 5.1). dari gambar tersebut tampak bahwa sebagian besar lokasi penambangan batu bara terletak berdekatan dengan pantai atau sungai, sebagian lagi terletak lebih ke pedalaman atau jauh dari pantai atau sungai. Perbedaan jarak lokasi tambang satu dengan yang lainnya ternyata sangat memengaruhi terhadap biaya penyediaan batu bara secara keseluruhan (biaya penambangan dan transportasi). Akibatnya adalah kontraktor yang memiliki lokasi penambangan lebih dekat ke pelabuhan (sungai atau laut) akan lebih kompetitif dibandingkan dengan yang berada

(40)

33 di pedalaman (Gambar 5.3). Mempelajari kondisi seperti ini sangat penting karena berkaitan dengan rencana penentuan dan pendirian tempat penampungan batu bara milik pemerintah.

Moda transportasi batu bara di Kalimantan didominasi oleh truk, tongkang dan

belt conveyor, pola transportasi batu bara di Kalimantan dapat dilihat dalam Gambar

5.2. Pada umumnya, batu bara diangkut dengan truk dari lokasi tambang ke pleabuhan sungai. Sedangkan pengangkutan batu bara di PT. KPC dan PT. Indominco ke terminal batu bara dilakukan dengan bantuan belt conveyor. Dari pelabuhan sungai, batu bara kemudian diangkut dengan tongkang menuju ke terminal batu bara atauke lokasi pemuatan di lepas pantai atau ke lokasi konsumen. Dari terminal batu bara, batu bara diangkut dengan vessel untuk tujuan ekspor atau dengan tongkang untuk tujuan domestik atau ekspor. Namun tidak semua kontraktor memiliki terminal batu bara, sehingga mereka harus menyewa ke pihak lain.

Upaya untuk mengirimkan batu bara ke pusat industri di Jawa juga terhambat oleh kapasitas pengangkutan maupun penimbunan batu bara yang belum cukup banyak di Pulau Jawa. Penimbunan batu bara secara teratur baru dilakukan oleh sejumlah PLTU, sedangkan stok yang disiapkan untuk kebutuhan umum dan berada di Pulau Jawa boleh dikatakan belum ada.

Memperhatikan perkembangan permintaan batu bara (untuk ekspor maupun memenuhi kebutuhan dalam negeri), kapasitas dari pelabuhan yang ada perlu diperluas, termasuk dengan membangun pelabuhan batu bara baru. Selain fasilitas pelabuhan batu bara dan penimbunan batu bara yang perlu ditingkatkan, pembangunan infrastruktur batu bara yang lain akan meliputi pembangunan jalan kereta api, pengerukan sungai serta pembangunan jalan-jalan baru. Pembangunan infrastruktur untuk memperlancar arus batu bara tersebut perlu dirumuskan kembali pelaksanaannya, termasuk beban pembiayaannya.

Stok berfungsi sebagai penyangga antara pengiriman dan proses, sebagai stok strategis terhadap gangguan yang bersifat jangka pendek atau jangka panjang. Stockpile juga berfungsi sebagai proses homogenisasi dan atau pencampuran batu bara untuk menyiapkan kualitas yang dipersyaratkan. Disamping tujuan di atas di stockpile juga digunakan untuk mencampur batu bara supaya homogenisasi sesuai kebutuhan. Homogenisasi bertujuan untuk menyiapkan produk dari satu tipe material

Referensi

Dokumen terkait

Adapun hasil yang diperoleh sejauh ini pada tahun pertama adalah telah dilaksanakan 5 (lima) langkah dari 6 (enam) langkah yang direncanakan yakni; 1) mengumpulkan

Dalam kasus pesan Anda telah ditolak dengan “550 restricted characters in address” dalam pesan penolakan itu berarti alamat penerima berisi karakter yang tidak diterima

Sebagai penelitian antropologi, maka perspektif struktural fungsional tetap saja berada dalam kawasan kajian budaya dalam kaitannya dengan struktur dan sistem

Madrasah punya keleluasaan dalam mengembangkan kurikulumnya, dikarenakan kurikulum dipersiapkan dan dikembangkan untuk mencapai tujuan pendidikan, yakni mempersiapkan peserta

Pengujian korelasi yang digunakan adalah korelasi produk moment, digunakan untuk mengetahui sejauh mana dan kuat tidaknya hubungan antara variabel (X) yaitu

Karena itu, sebagai acuan utama pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan perubahan iklim dalam bidang kehutanan dan pemanfaatan lahan, Strategi Nasional REDD+ memuat mandat

Dari uraian diatas yang memuat setiap penerimaan, biaya, dan keuntungan dari kolam-kolam pemancingan yang terdapat di Kota Cimahi, dapat disimpulkan bahwa penerimaan total

Gerçek şu ki, Kadim Sümer ve Mısır’da boynuzlar sadece kötü tan- rıları değil, Hıristiyan Kilisesi tarafından Pagan inançlarının kökünü kurutmak için kullanılan pek