• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. Tabel 4.1. Profil Language Training Center Universitas Kristen Satya Wacana. Language Training Center. Universitas Kristen Satya Wacana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV. Tabel 4.1. Profil Language Training Center Universitas Kristen Satya Wacana. Language Training Center. Universitas Kristen Satya Wacana"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1.1. Gambaran Subyek Penelitian

Profil Language Training Center Universitas Kristen Satya Wacana ini merupakan gambaran tentang gambaran umum yang dapat disajikan dalam tabel di bawah ini.

Tabel 4.1.

Profil Language Training Center Universitas Kristen Satya Wacana

Sumber: Language Training Center Universitas Kristen Satya Wacana

Pada tabel tersebut terdapat keteranngan bahwa pada tahun 1976-2006 institusi ini berdiri dengan nama Pusat Bahasa Universitas Kristen Satya Wacana. Pada masa ini manajemen Pusat Bahasa berada di bawah Fakultas Bahasa dan Sastra (FBS) UKSW. Sekalipun demikian, Pusat Bahasa tetap memiliki pimpinan dan staffnya sendiri. Saat itu program pengajaran bahasa yang ditawarkan adalah Program Intesif Bahasa dan

No Profil Institusi

1 Nama

Language Training Center

Universitas Kristen Satya Wacana

2 Alamat

Gedung Perpustakaan Pusat UKSW, Lantai 6 Jl. Diponegoro No. 52-60

Salatiga- 50711

3 Tahun berdiri

 1976-2006 dengan nama Pusat Bahasa UKSW

 2006-sekarang dengan nama Language Training Center UKSW

(2)

Budaya Indonesia (PIBBI). Pada tahun 2006 Pusat Bahasa memutuskan untuk melepaskan diri dari FBS dengan formasi dan manajemen yang baru. Pada tahun inilah Pusat Bahasa mengalami perubahan nama menjadi Language Training Center (LTC).

Dengan nama Language Training Center mempunyai visi demikian To promote, serve, and support the teaching and learning

of foreign languages and cultures. Dengan visi inilah LTC hadir

dengan tiga program penbelajaran bahasa, yaitu Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing, dan Bahasa Jepang.

1.2. Gambaran Pelatihan

Nama pelatihan yang dievaluasi adalah Pelatihan Pengajaran BIPA Sehari. Pelatihan ini diselenggarakan selama satu hari pada hari Sabtu, 9 November 2013 yang bertempat di Language Training Center Universitas Kristen Satya Wacana. Kegiatan ini diikuti oleh pengajar-pengajar BIPA LTC UKSW dan mengundang pengajar-pengajar BIPA yang berada di insitusi penyelenggara BIPA lainnya yang berada di Salatiga dan luar Salatiga. Dalam pelatihan ini terdapat dua materi utama yaitu pengajaran tata bahasa dan keterampilan membaca. Pemateri utama dalam pelatihan ini adalah ketua APBIPA Bali, Bapak I Nyoman Riassa yang sudah berpengalaman dalam bidang BIPA. Pelatiahan ini juga diselenggarakan dengan bekerjasama dengan Balai Bahasa Jawa Tengah.

(3)

3

1.3. Hasil Peneltian

1.3.1. Konteks (Context)

Pada bagian ini hasil penelitian bertujuan mencari latar belakang dari diadakannya program pelatihan pengajaran BIPA di LTC. Pelatihan ini diadakan berdasarkan kebutuhan para pengajar BIPA di LTC tentang metode pengajaran tata bahasa dan membaca. Para pengajar BIPA di LTC merasa kekurangan sumber, yaitu buku-buku tentang pengajaran Bahasa Indonesia dan juga strategi dalam mengajarkan tata bahasa dan keterampilan membaca.

S1: ….. kalau kebutuhan pengajar BIPA khususnya di LTC itu sendiri saya rasa bukan hanya menjadi masalah pengajar BIPA LTC tetapi sepertinya menjadi tantangan-tantangan juga bagi pengajar-pengajar BIPA di institusi lain, yaitu kurangnya resources seperti materi-materi untuk menunjang. Buku-buku tentang Bahasa Indonesia atau buku-buku tentang tata bahasa atau bagaimana cara membaca, cara berbicara dibandingkan dengan buku-buku untuk mengajar Bahasa Inggris.

Dalam wawancara ini juga terungkap bahwa di dalam kelas para pengajar sering merasa kesulitan dalam menjelaskan tata bahasa yang ditanyakan oleh pembelajar BIPA, seperti yang diungkapkan oleh salah satu nara sumber wawancara.

S2: …peserta yang mengikuti program BIPA perlu memahami tata bahasa tanpa melakukan

(4)

4

tugas-tugas atau latihan-latihan yang berbabu bahasa. Hal ini cukup sulit dan menantang bagi pengajar.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengajaran tata bahasa saat ini masih menjadi momok bagi para pengajar BIPA di LTC. Oleh karena itu, manajemen LTC merasa perlu mengadakan sebuah pelatihan untuk mengakomodir kebutuhan tersebut.

Pada pelatihan ini terdapat dua tujuan dari diadakannya pelatihan ini. Pertama, tujuan jangka pendek di mana tujuan ini akan diterapkan secara langsung. Tujuan jangka pendek dari pelatihan ini adalah untuk memenuhi kebutuhan para pengajar BIPA dalam mengajarkan tata bahasa dan membaca. Perlu diketahui bahwa latar belakang pendidikan pengajar BIPA di LTC kebanyakan adalah lulusan-lusan dari FBS (Fakultas Bahasa dan Sastra) dengan program studi Pendidikan Bahasa Inggris. Secara keilmuan tentang teori-teori pengajaran, para pengajar ini mungkin terlatih tetapi, ada prinsip-prinsip yang berbeda dengan pengajaran Bahasa Indonesia. Selain itu, LTC ingin memberikan wawasan yang baru tentang pengajaran Bahasa Indonesia. Salah satu sumber wawancara memberikan penjelasan sebagi berikut:

S1: Dan hal lainnya juga untuk memberikan wawasan yang baru. Mungkin karena ada beberapa pengajar kami yang sudah puluhan tahun mengajar Bahasa Indonesia, saya tidak ingin mereka kemudian mandek

(5)

5 di situ. Mungkin mereka butuh masukkan baru atau wawasan baru atau pendekatan lain dalam mengajarkan tata bahasa.

Tujuan jangka panjang dari pelatihan ini adalah LTC berharap dapat menjadi tempat pelatihan pengajaran BIPA di Jawa Tengah. Tujuan ini dibuat berdasarakan observasi yang dilihat oleh direktur LTC di mana saat ini pelatihan pengajaran BIPA di Jawa Tengah sangat kurang. Pelatihan-pelatihan semacam ini lebih sering ditemukan di Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, dan Bandung. 1.3.2. Masukan (Input)

1. Peyelenggara dan Penanggung Jawab

Pada pelaksanaan pelatihan ini, LTC melibatkan seluruh pegawai LTC. Saat ini LTC memiliki lima pegawai dan tiga orang resepsionis. Dalam persiapan sampai dengan terlaksananya pelatihan kedelapan orang ini telah memiliki tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Mereka terbagi dalam beberapa bidang, yaitu satu orang koordinator umum, satu orang pada bagian administrasi dan hubungan masyarakat, satu orang pada pengadaan materi, satu orang pada pengadaan sarana dan prasarana, tiga orang pada bagian sekretariat, dan satu orang pada bagian kebersihan. Pada saat pelatihan, LTC juga

(6)

6

meminta lima bantuan pengajar BIPA di LTC. Kelima orang ini terdiri dari satu orang pembawa acara, satu orang pembawa doa, satu orang pengaba lagu Indonesia Raya, dan dua orang sebagai pengawas waktu. LTC pun menjalin kerjasama dengan Balai Bahasa Jawa Tengah di mana insitusi ini menyediakan dua orang nara sumber, satu orang nara sumber pada sesi penyegaran penggunaan kaidah bahasa Bahasa Indonesia yang baku dan satu orang nara sumber untuk sosialisasi Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI). Untuk pemateri sendiri, LTC meminta kesediaan seorang pengajar BIPA yang sudah berpengalaman di bidang ini. Pemateri ini merupakan pendiri APBIPA (Asosiasi Pengajar Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing) Bali. Nara sumber ini memberikan pelatihan untuk pengajaran tata bahasa dan keterampilan membaca. Alasan LTC memilih pengajar BIPA tersebut sebagai pemateri karena LTC sudah memiliki hubungan sebelumnya. Selain itu, pemateri ini juga dikenal sebagai seseorang yang mempunyai kemampuan untuk mengajar para pengajar BIPA bukan hanya sekedar teori tetapi juga bagaimana teori pengajaran tersebut

(7)

7

dapat digunakan pada proses mengajar berlangsung dalam kelas.

2. Peserta Pelatihan

Jumlah keseluruhan peserta yang mengikuti pelatihan ini adalah tiga puluh lima. Dalam menetukan target peserta LTC membaginya dalam beberapa bagian yaitu, pengajar aktif BIPA di LTC, pengajar BIPA di institusi penyelenggara BIPA di Salatiga, pengajar BIPA di institusi penyelenggara BIPA di sekitar Salatiga, dan mahasiswa-mahasiswa Fakultas Bahasa dan Sastra yang pada saat pelatihan ini berlangsung sedang mengambil mata kuliah TINFL (Teaching Indonesian as a Foreign

Language). Dalam memenuhi tujuan jangka

panjang pun LTC perlu menjalin koneksi dengan institusi-institusi penyelenggara BIPA lainnya yang juga mungkin membutuhkan pelatihan semacam ini. Begitu pula dengan mahasiswa FBS UKSW yang diikutsertakan dalam pelatihan ini, LTC merasa penting untuk membekali mereka dengan ilmu yang tidak mereka dapatkan selama perkuliahan.

(8)

8

3. Materi Pengajaran

Materi yang dibawakan dalam pelatihan ini adalah pembakuan tata bahasa Bahasa Indonesia, sosialisasi UKBI, dan metode pengajaran tata bahasa dan keterampilan membaca bagi pembelajar BIPA. Pembakuan tata bahasa Bahasa Indonesia ini merupakan bagian penting dalam pengajaran tata bahasa itu sendiri. UKBI merupakan alat untuk mengukur kemahiran seseorang dalam berbahasa Indonesia. Pada saat pelatihan ini berlangsung, terdapat isu bahwa UKBI akan dipakai sebagai salah satu komponen penilaian dalam mendaftar sebagai pegawai negeri sipil. Oleh karena itu, pelatihan ini dinilai sebagai momen yang tepat untuk mensosialisasikan UKBI ini.

4. Dana

Untuk memenuhi kebutuhan dana pelatihan, LTC mendapatkan bantuan dari Balai Bahasa Jawa Tengah di mana institusi ini memberikan bantuan biaya bagi praktisi. Selain mendapatkan bantuan, LTC juga menarik biaya keikutsertaan pelatihan bagi para pengajar yang tidak mengajar di LTC sedangkan mahasiswa FBS mendapatkan subsidi dari fakultas dengan

(9)

9

harga yang berbeda. Untuk pengajar-pengajar BIPA di LTC sendiri dibebaskan dari biaya. 5. Tempat Pelatihan

Pelatihan ini bertempat di salah satu ruangan di LTC yang memiliki kapasitas 70 orang. Ruangan ini dilengkapi dengan kursi dan meja, proyektor, pengeras suara, dan kipas angin. Ruangan ini juga memiliki banyak jendela dan pintu menghadap ke balkon.

Pada saat kegiatan ini dimulai, meja dan kursi untuk perserta ditata sejajar ke samping dan berbaris ke belakang. Pada sesi pertama dan kedua, penataan ini masih terasa nyaman bagi peserta. Namun, seiring berjalannya waktu ruangan tersebut terasa panas dan ada beberapa peserta yang mengeluhkan hal tersebut. Pada saat rehat pagi, pemateri ketiga meminta agar penataan meja dan kursi diubah menjadi bentuk U. Permintaan tersebut langsung disanggupi oleh panitia penyelenggara. Di saat peserta sedang rehat pagi, panitia mengubah penataan meja dan kursi. Ketika sesi ketiga dimulai, penataan meja dan kursi sudah dalam bentuk U. Pemateri mengubah tempat tersebut agar ruang gerak pemateri bisa lebih luas dan pemateri dapat

(10)

10

menjangkau setiap peserta. Pada saat pelatihan berlangsung tidak ada kendala dalam hal pengoperasian proyektor dan pengeras suara.

Selain ruang tersebut, LTC juga menyediakan tempat kesekretariatan di area

lobby LTC di mana tempat ini juga dijadikan

sebagai tempat untuk mengambil kudapan pagi dan makan siang. Di sekitar lobby LTC ada banyak kursi yang disediakan jika peserta ingin duduk pada saat makan. Selain di belakang lobby LTC juga terdapat balkon di mana peserta juga bisa pakai untuk istirahat. Kamar kecil pun masih ada di sekitar LTC sehingga peserta tidak perlu keluar gedung jika ingin ke kamar kecil.

1.3.3. Proses (Process) a. Masa Persiapan

Pada masa persiapan sebelum pelatihan dilaksanakan terdapat beberapa hal yang LTC lakukan, yaitu menghubungi pihak Balai Bahasa Jawa Tengah untuk berkerjasama, lalu menghubungi pemateri dari APBIPA kemudian, mengundang peserta pelatihan. Setelah mendapatkan konfirmasi kesanggupan dari pihak-pihak tersebut, LTC meminta handouts yang akan dipakai pada saat pelatihan untuk

(11)

11

digandakan. Sehari sebelum pelatihan dilaksanakan, LTC mempersiapkan ruangan yang akan dipakai juga alat-alat penunjang pelatihan seperti layar, proyektor, laptop, meja, kursi, pengeras suara, serta area secretariat di

lobby LTC.

b. Masa Pelatihan

Pelatihan ini akan diawali dengan pembukaan oleh pembawa acara kemudian, dilanjutkan dengan doa pembukaan lalu, menyanyikan lagu Indonesia Raya, sambutan dari kepala Balai Bahasa Jawa Tengah dan Direktur lalu dibuka secara resmi oleh perwakilan pimpinan UKSW.

Pelatihan dimulai dengan sesi pertama, yaitu penyegaran pembakuan kaidah bahasa dilanjutkan dengan sesi kedua, yaitu sosialisasi UKBI kemudian, rehat pagi. Setelah rehat pagi, sesi ketiga, pelatihan pengajaran tata bahasa pun dimulai dan selesai pada saat istirahat siang. Setelah itu, sesi keempat yaitu, pelatihan pengajaran keterampilan membaca. Seluruh rangkaian pelatihan diakhiri dengan penutupan oleh pembawa acara.

(12)

12

1.3.5. Produk (Product)

Berdasarkan penelitian, peneliti menemukan dua hal dari pelatihan ini. Pertama terjadi perubahan kebiasaan pada saat pengajar melakukan persiapan. Pengajar lebih berhati-hati dalam mengajarkan tata bahasa dan selalu mengacu pada KBBI seperti yang disarankan oleh pihak balai bahasa. Dengan melihat KBBI tersebut dapat mencari strategi yang tepat untuk menjelaskan penggunaan suatu tata bahasa. Peserta juga lebih selektif dalam memilih bahan bacaan. Selain lebih berhati-hati, pengajar juga lebih kreatif dalam menentukan strategi pengajaran tata bahasa dan keterampilan membaca. Dapat disimpulkan bahwa para peserta merasa adanya peningkatan dalam mengajar. Sayangnya, setelah pelatihan ini selesai pihak manajerial LTC tidak melakukan supervisi terhadap ada atau tidaknya peningkatan oleh pengajar BIPA di LTC. Hal ini diakui baik oleh pengajar yang mengikuti pelatihan maupun direktur LTC. Para pengajar menyayangkan hal ini karena mereka tidak mengetahui standar yang diinginkan LTC setelah mereka mengikuti pelatihan ini.

Hasil lain pelatihan ini adalah LTC mempunyai hubungan yang semakin erat dengan

(13)

13

Balai Bahasa Jawa Tengah yang diwujudkan dalam penawaran Balai Bahasa untuk melakukan UKBI di LTC UKSW.

1.4. Pembahasan

1.4.1. Konteks (Context)

Dalam sebuah pengajaran bahasa ada tiga aspek yang ditawarkan oleh Canale dan Swain (Astika, 2012), yaitu tiga kompetensi diajarkan dalam keterampilan berbahasa, yaitu kompetensi gramatik, kompetensi sosiolinguistik, dan kompetensi strategik. Kompetensi gramatik merupakan kompetensi dalam menggunakakn kaidah-kaidah dan aspek-aspek bahasa seperti kosa kata, morfologi, sintaksis, semanti, dan fonologi. Kompetensi sosiolinguistik merupakan kompetensi dalam memahami peraturan sosio-kultural pemakaian bahasa dan discourse. Kompetensi strategik merupakam kompetensi verbal dan non-verbal yang diperlukan untuk mengatasi kesulitan dalam mengungkapkan suatu pikiran atau suatu ide yang disebabkan oleh kemampuan berbahasa yang tidak memadai. Ketiga kompetensi ini perlu diintegrasikan dengan empat keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, membaca, menulis, dan berbicara. Perlu diingat bahwa seorang penutur asing yang belajar bahasa

(14)

14

Indonesia belajar dengan berbagai tujuan. Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, seorang pengajar BIPA perlu dibekali dengan pengetahuan-pengetahuan tentang pengajaran BIPA. Inilah yang melatarbelakangi LTC dalam menyelenggarakan pelatihan ini. Terdapat sebuah kesenjangan antara pengajaran bahasa yang ideal dengan kemampuan para pengajar BIPA di LTC. Kesenjangan yang dirasakan adalah keterbatasan pengajaran BIPA dalam mengajarkan tata bahasa dan keterampilan membaca. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa LTC telah menyelenggarakan sebuah pelatihan berdasarkan kebutuhan peserta pelatihan yaitu mengatasi keterbatasn yang dimiliki oleh pengajar BIPA di LTC.

Penentuan tujuan dan sasaran dalam sebuah penelitian sangatlah penting. Hal inilah yang nantinya akan menuntun penyelenggara dan penanggung jawab untuk menetapkan input dan

process yang tepat yang untuk mencapai tujuan

dari sebuah pelatihan. 1.4.2. Masukan (Input)

1. Penyelenggara dan Penanggung Jawab

Dalam menyelenggarakan sebuah pelatihan dibutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang tepat supaya pelatihan dapat mencapai tujuan

(15)

15

awalnya. Terdapat dua kelompok SDM penting untuk mengadakan sebuah pelatihan, yaitu SDM yang merencakan dan menyelengarakan pelatihan dan SDM lain yaitu orang yang ahli dalam bidang yang akan menjadi topik pelatihan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa LTC mempunyai dua kelompok SDM tersebut. Pembagian dilakukan dengan menetapkan pegawai LTC sebagai pihak yang merencakan dan menyelenggarakan pelatihan, sedangkan pemateri berasal dari luar LTC. Pemilihan pemateri untuk pelatihan pengajaran BIPA ini dilakukan dengan melihat pengalaman serta keahlian yang dimiliki oleh pemateri tersebut. Setelah menetapkan pemateri, LTC mengonsultasikan hasil-hasil dari need’s

analysis sehingga pemateri pun dapat

menyesuaikan hal-hal yang perlu diberikan pada saat pelatihan. Selain pelatihan pengajaran BIPA, Balai Bahasa menawarkan topik-topik lain yang dianggap penting untuk menunjang pengajaran BIPA seperti pembakuan kaidah ber-Bahasa Indonesia dan sosialisasi UKBI. Para nara sumber untuk kedua topik ini berasal dari Balai Bahasa itu sendiri. LTC tidak mempunyai kuasa dalam

(16)

16

menentukan para nara sumber tersebut. Sekalipun demikian, para nara sumber tersebut cukup ahli dalam memberikan informasi.

2. Peserta Pelatihan

Penentuan target peserta dalam pelatihan dilakukan berdasarkan permintaan. Sebuah institusi dapat mengajukan sebuah pelatihan kepada pihak penyelenggara pelatihan. Target pelatihan biasanya berasal dari latar belakang dan kebutuhan yang sama. Dalam menentukan target peserta penyelenggara pun perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu karakter dari peserta pelatihan itu sendiri, seperti perilaku, motivasi, latar belakang pendidikan, dan gaya belajar (Bozarth, 2008)

Peserta pelatihan yang berlangsung di LTC merupakan para pengajar BIPA yang mengajar di LTC. Mayoritas para pengajar BIPA ini memiliki latar belakang pendidikan dan kebutuhan yang sama. Latar belakang pendidikan para pengajar BIPA di LTC adalah lulusan pendidikan Bahasa Inggris. Latar belakang ini pula yang menjadi kendala bagi para pengajar dalam mengajarkan Bahasa Indonesia. Para pengajar mengerti akan dasar-dasar dalam pengajaran sebuah bahasa bagi

(17)

17

penutur asing, tetapi tidak cukup mengerti tentang pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing. Para pengajar ini merasa pelatihan-pelatihan tentang pengajaran BIPA masih kurang.

Selain para pengajar BIPA di LTC, LTC juga mengundang para pengajar BIPA lain yang berasal dari seputar Salatiga dan juga para mahasiswa FBS UKSW yang sedang mengambil mata kuliah TINFL. Dari hasil wawancara ditemukan bahwa LTC tidak melakuan need’s

assessment secara formal baik kepada

pengajara BIPA di LTC maupun luar LTC sehingga tidak diketahui apakah para pengajar ini benar-benar mempunyai kebutuhan yang sama atau tidak.

3. Materi Pengajaran

Penentuan tema dalam suatu pelatihan ditentukan berdasarkan hasil dari need’s

analysis. Isi dari tema yang diberikan harus

menjawab tujuan dari diadakannya pelatihan. Tema pelatihan yang diputuskan oleh LTC untuk menyelenggarakan pelatihan adalah pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing. Pelatihan ini kemudian menjadi empat sesi yang berbeda, yaitu pembakuan tata

(18)

18

Bahasa Indonesia, Sosialisasi UKBI, metode pengajaran tata Bahasa dan keterampilan membaca. Dua topik pertama merupakan sub topik tambahan yang ditawarkan oleh pihak Balai Bahasa sedangkan dua topik akhir adalah topik utama. Kedua sub topik tambahan ini menurut para peserta baik adanya tetapi tidak begitu mengisi kebutuhan mereka dalam mengikuti pelatihan ini. Merujuk kembali tujuan awal dari pelatihan ini dapat dikatakan bahwa ada satu sub topik yang tidak begitu relevan dengan tujuan pelatihan ini. Sub topik tersebut adalah sosialisasi UKBI. Hal ini tidak relevan karena UKBI tidak berhubungan dengan metode pengajaran tata bahasa dan keterampilan membaca. UKBI adalah informasi tambahan yang dapat diberikan pada kesempatan lain atau informasi tersebut dapat diberikan secara tertulis dan bias dibaca sendiri oleh peserta. Sosialisai UKBI dengan demikian tidak memerlukan satu sesi khusus dari pelatihan tersebut.

4. Dana

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa dana pelatihan ini diperoleh dari beberapa sumber, yaitu Balai Bahasa Jawa Tengah, LTC,

(19)

19

dan kotribusi peserta. Standar yang ditawarkan oleh ADDIE menunjukkan bahwa pengadaan dana dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu dana dari institusi yang membutuhkan pelatihan, kontribusi peserta, atau melalui sponsor. Melihat standar tersebut dapat dikatakan bahwa cara yang dilakukan LTC telah mengikuti standar yang ada.

5. Tempat Pelatihan

Sarana dan prasarana dalam sebuah pelatihan ditentukan setelah mengetahui hasil

need’s analysis. Sarana dan prasarana in harus

mendukung pelatihan untuk menjadi sebuah pelatihan yang efektif dalam menjawab tujuan pelatihan.

Menilai hasil penelitian dapat dikatakan bahwa LTC telah menyediakan sarana dan prasarana yang memadai untuk pelatihan tersebut. Sekalipun demikian, penulis menemukan bahwa terdapat koordinasi yang kurang pada saat sesi ketiga akan dimulai. Kurangnya koordinasi ini dapat dilihat dari perbedaan ekspektasi pemateri dengan penyelenggara terhadap pengaturan tempat duduk peserta. Pemateri ketiga menginginkan pengaturan kursi yang dapat membuat

(20)

20

pemateri dan peserta menjadi lebih interaktif pada saat sesi ketiga tersebut berlangsung. 1.4.3. Proses (Process)

a. Masa Persiapan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa LTC telah mengikuti standar-standar yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa LTC memperhatikan tentang ketersediaan waktu peserta dan pemateri. Selain itu, LTC pun memperhatikan ketersediaan fasilitas dan peralatan penunjang untuk pelatihan.

b. Masa Pelatihan

Dari hasil penelitian dan obeservasi penulis ditemukan bahwa pelatihan ini dimulai tepat waktu sesuai dengan susunan acara. Namun, pada sesi pertama, yaitu penyegaran terhadap pembakuan kaidah bahasa peserta pelatihan merasa sesi ini pada awalnya menarik karena mereka menemukan bahwa ada beberapa kaidah-kaidah bahasa yang ternyata selama ini salah dalam penggunaannya. Sayangnya, apa yang dijelaskan pada sesi ini tidak benar-benar dipakai dalam pengajaran dalam kelas. Bahkan, terjadi perdebatan antara peserta yang merupakan pengajar senior dengan pemateri

(21)

21

tentang salah satu penggunaan kaidah bahasa. Peserta lainnya berpendapat bahwa perdebatan ini menghambat pemberian informasi yang lebih mendalam tentang kidah-kaidah bahasa lainnya. Sebagai akibatnya, peserta mulai merasa bosan dan mengantuk. Peserta juga merasa bahwa pemateri pada sesi ini tidak komunikatif karena hanya melakukan komunikasi satu arah. Pemateri hanya membaca tulisan yang ada pada

PowerPoint tanpa memberikan penjelasan yang

lebih merinci mengenai penggunaan kaidah-kaidah tersebut. Padahal, saat melakukan pendaftaran ulang, peserta sudah diberikan lembaran PowerPoint untuk sesi ini sehingga peserta dapat membaca sendiri mengenai informasi kaidah bahasa Indonesia.

Sesi kedua adalah sosialisasi Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia. Pada sesi, ini pemateri memberikan pemaparan tentang apa itu UKBI, siapa yang perlu menggikuti tes ini, dan apa keuntungannnya jika seseorang mengambil ujian ini. Peserta merasa antusias dengan sesi ini karena banyak dari peserta yang belum pernah mendengar tentang UKBI. Peserta berpendapat bahwa informasi tentang UKBI ini sangat bermanfaat bagi mereka sebagai pengajar BIPA. Pada sesi ini peserta juga merasa pemateri

(22)

22

tidak komunikatif karena sama seperti dengan sesi sebelumnya, pemateri hanya membacakan informasi yang ada pada PowerPoint.

Sebelum memasuki sesi ketiga, peserta dan pemateri diberikan kesempatan untuk rehat pagi selama kurang lebih lima belas menit. Pada rehat pagi, ini panitia menyiapkan teh dan kopi juga kudapan yang ditempatkan di area lobby LTC. Peserta merasa rehat pagi ini sangat menolong ketika pada sesi sebelumnya, peserta mulai merasa bosan dan menyebabkan rasa kantuk. Setelah lima belas menit usai, para peserta dan pemateri dipanggil untuk kembali masuk ke dalam ruangan pelatihan. Sesi ketiga akan segera dimulai.

Sesi ketiga adalah pelatihan pengajaran tata bahasa bagi penutur asing. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa peserta berpendapat bahwa sesi ini sangat informatif dan komunikatif. Pemateri memulai sesi ini dengan mengajak peserta pelatihan untuk melakukan curah pendapat tentang tata bahasa. Setelah itu, pemateri mulai memberikan contoh-contoh kasus yang sering terjadi dalam kelas-kelas tata bahasa BIPA secara khusus dalam mengajarkan imbuhan. Pemateri mengajak peserta untuk menganalisis penggunaan imbuhan-imbuhan

(23)

23

yang dijadikan contoh kemudian meminta penjelasan dari peserta dari hasil analisis yang mereka temukan. Setelah beberapa peserta memberikan penjelasannya, pemateri mulai memaparkan bagaimana sebuah kata dasar bisa memiliki makna yang berbeda jika diberikan dua imbuhan yang berbeda pula. Menurut peserta, penjelasan-penjelasan seperti ini yang tidak mereka temukan dalam buku-buku teori tata bahasa. Setelah itu, pemateri juga memberikan contoh-contoh bentuk latihan yang bisa dipakai dalam mengajarkan tata bahasa Indonesia khususnya untuk tingkat rendah. Latihan-latihan ini bisa diubah sesuai dengan kebutuhan tingkat kelas yang diajar oleh seorang pengajar. Dengan demikian pengajar mendapatkan tambahan ide dalam membuat bentuk latihan tata bahasa. Sesi ini berakhir pada saat istirahat siang. Pada istirahat siang ini, peserta diberikan kesempatan untuk makan siang yang telah disiapkan oleh LTC. Selain makan siang, peserta juga dapat melakukan sholat di tempat yang telah disediakan oleh LTC. Istirahat siang ini berlangsung selama satu setengah jam.

Setelah istirahat siang berakhir, panitia kembali memanggil peserta pelatihan masuk ke dalam ruangan. Sesi terakhir dari pelatihan ini,

(24)

24

yaitu sesi pelatihan pengajaran keterampilan membaca akan dimulai. Pemateri untuk sesi ini sama dengan pemateri di sesi pelatihan ketiga. Pemateri membagikan beberapa jenis bacaan mulai dari bentuk teks sampai dengan dalam bentuk data. Peserta diminta untuk berperan menjadi peserta. Ada hal penting yang ditekankan dalam sesi ini, yaitu ketika seseorang membaca, sebuah interaksi tidak hanya terjadi antara pembaca dengan orang lain melainkan pembaca dan bacaannya pun dapat berinteraksi. Banyak pengajar BIPA yang terjebak dalam pemikiran bahwa pembelajar tidak dapat berinteraksi jika membaca. Menurut pendapat peserta, ini merupakan hal yang tak terpikirkan sebelumnya sehingga pengajar selalu merasa kesulitan dalam mengajarkan keterampilan mengajar. Kegiatan lain yang menarik perhatian peserta adalah ketika peserta harus mencocokan sebuah teks dengan gambar di mana gambar-gambar tesebut tersebar di seluruh ruangan. Peserta harus berjalan mengitari ruangan untuk melakukan aktifitas ini. Peserta pun merasa sangat antusias dengan bentuk latihan membaca seperti ini.

(25)

25

1.4.5 Produk (Product)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelatihan ini membawa dampak yang baik bagi pengajar LTC dan LTC sebagai institusi. Namuan perubahan yang terjadi dari sisi pengajar hanya dapat dilihat dari bagaimana pengajar menyiapkan bahan ajar bukan belum dari pendekatan yang digunakaa. Hal ini disebabkan karena LTC tidak melakukan observasi pasca pelatihan untuk melihat peningkatan kemampuan pengajaran bahasa Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

18 tahun 2017 tanggal 15 Juni 2017 mengenai Cuti Bersama Tahun 2017 dimana tanggal 23 Juni 2017 ditetapkan oleh Bursa Efek Indonesia sebagai hari libur, maka

Hasil survey awal dilapangan bulan Januari - Juli 2010 di Puskesmas Kampung Baru Medan menunjukkan bahwa dari seluruh jumlah pasangan usia subur yaitu 980 pasangan, 700

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian menggunakan analisis regresi dan korelasi yang dilakukan untuk menentukan pola hubungan rasio volume per kapasitas dengan

10.7 Pemberian penjelasan mengenai isi Dokumen Pengadaan, pertanyaan dari peserta, jawaban dari Pokja ULP, perubahan substansi dokumen, hasil peninjauan lapangan,

[r]

- Pengadaan Kendaraan Roda Dua Penyedia Barang 1 Unit Donggala 20.000.000 P A D JUNI 2012 30 Hari. - Pengadaan Kendaraan Roda Dua Penyedia Barang 2 Unit Donggala 35.000.000

Mata kuliah Struktur Kayu merupakan mata kuliah teori yang membahas tentang: (1) sifat-sifat kayu (sifat fisik dan mekanis), cacat-cacat pada kayu, (2)

Sehubungan dengan hasil evaluasi dokumen kualifikasi saudar a, per ihal Penawar an Peker jaan Pembangunan Pagar.. kecamatan Sebuku, maka dengan ini kami mengundang