• Tidak ada hasil yang ditemukan

VULNUS (LUKA) 1. Definisi Vulnus 2. Klasifikasi Vulnus Apertum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "VULNUS (LUKA) 1. Definisi Vulnus 2. Klasifikasi Vulnus Apertum"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

VULNUS (LUKA)

1. Definisi Vulnus

 Luka adalah kerusakan kontinuitas jaringan atau kuit, mukosa mambran dan tulang atau organ tubuh lain (Kozier, 1995).

 Vulnus appertum adalah luka dengan tepi yang tidak beraturan biasanya karena tarikan atau goresan benda tumpul.

 Vulnus appertum adalah luka robek merupakan luka terbuka yang terjadi kekerasan tumpul yang kuat sehingga melampaui elastisitas kulit atau otot.

 Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul : Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ Respon stres simpatis

Perdarahan dan pembekuan darah Kontaminasi bakteri

Kematian sel

2. Klasifikasi Vulnus Apertum  Berdasarkan derajat kontaminasi

a. Luka bersih

Luka bersih adalah luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi, yang merupakan luka sayat elektif dan steril dimana luka tersebut berpotensi untuk terinfeksi. Luka tidak ada kontak dengan orofaring,traktus respiratorius maupun traktus genitourinarius. Dengan demikian kondisi luka tetap dalam keadaan bersih. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.

b. Luka bersih terkontaminasi

Luka bersih terkontaminasi adalah luka pembedahan dimana saluran pernafasan, saluran pencernaan dan saluran perkemihan dalam kondisi terkontrol. Proses penyembuhan luka akan lebih lama namun luka tidak menunjukkan tanda infeksi. Kemungkinan timbulnya infeksi luka sekitar 3% - 11%.

c. Luka terkontaminasi

Luka terkontaminasi adalah luka yang berpotensi terinfeksi spillage saluran pernafasan, saluran pencernaan dan saluran kemih. Luka menunjukan tanda infeksi. Luka ini dapat ditemukan pada luka terbuka karena trauma atau kecelakaan (luka laserasi), fraktur terbuka maupun luka penetrasi. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.

d. Luka kotor

Luka kotor adalah luka lama, luka kecelakaan yang mengandung jaringan mati dan luka dengan tanda infeksi seperti cairan purulen. Luka ini bisa sebagai akibat pembedahan yang sangat terkontaminasi. Bentuk luka seperti perforasi visera, abses dan trauma lama.

 Berdasarkan Mekanisme terjadinya Luka

a. Vulnus ekskoriasi atau luka lecet/gores adalah cedera pada permukaan epidermis akibat bersentuhan dengan benda berpermukaan kasar atau runcing. Luka ini banyak dijumpai pada kejadian traumatik seperti kecelakaan lalu lintas, terjatuh maupun benturan benda tajam ataupun tumpul.

(2)

b. Vulnus scissum adalah luka sayat atau iris yang di tandai dengan tepi luka berupa garis lurus dan beraturan. Vulnus scissum biasanya dijumpai pada aktifitas sehari-hari seperti terkena pisau dapur, sayatan benda tajam ( seng, kaca ), dimana bentuk luka teratur .

c. Vulnus laseratum atau luka robek adalah luka dengan tepi yang tidak beraturan atau compang camping biasanya karena tarikan atau goresan benda tumpul. Luka ini dapat kita jumpai pada kejadian kecelakaan lalu lintas dimana bentuk luka tidak beraturan dan kotor, kedalaman luka bisa menembus lapisan mukosa hingga lapisan otot.

d. Vulnus punctum atau luka tusuk adalah luka akibat tusukan benda runcing yang biasanya kedalaman luka lebih dari pada lebarnya. Misalnya tusukan pisau yang menembus lapisan otot, tusukan paku dan benda-benda tajam lainnya. Kesemuanya menimbulkan efek tusukan yang dalam dengan permukaan luka tidak begitu lebar. e. Vulnus morsum adalah luka karena gigitan binatang. Luka gigitan hewan memiliki

bentuk permukaan luka yang mengikuti gigi hewan yang menggigit. Dengan kedalaman luka juga menyesuaikan gigitan hewan tersebut.

f. Vulnus combutio adalah luka karena terbakar oleh api atau cairan panas maupun sengatan arus listrik. Vulnus combutio memiliki bentuk luka yang tidak beraturan dengan permukaan luka yang lebar dan warna kulit yang menghitam. Biasanya juga disertai bula karena kerusakan epitel kulit dan mukosa.

 Berdasarkan Kedalaman dan Luasnya Luka, dibagi menjadi Stadium I

Luka Superfisial (Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.

Stadium II

Luka Partial Thickness yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.

Stadium III

Luka Full Thickness yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.

Stadium IV

Luka Full Thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas (David, 2007).

3. Patofisiologi Terjadinya Vulnus (Luka)

Benturan, tekanan, cedera, sayatan ↓

Luka ↓

(3)

Perdarahan ↓

Luka terbuka/tertutup → Perawatan luka baik

↓ ↓

Perawatan luka tidak baik Infeksi (-) ↓ ↓ Kuman masuk Sembuh ↓ Infeksi 4. Fase Penyembuhan Luka

1) Fase Inflamasi : berlangsung mulai terjadi luka sampai hari ke 5

Terjadi akibat sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamin yang meningkatkan permiabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan, penumpukan sel radang disertai vasodilatasi setempat yang menyebabkan udem dan pembengkakan yang ditandai dengan warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor), suhu hangat (kalor), rasa nyeri (dolor) dan pembengkakan (tumor).

2) Fase Proliferasi / Fibroplastic / Granulasi :

Terjadi mulai akhir fase inflamasi sampai akhir minggu ke 3. Pada fase ini luka dipenuhi sel radang, fibroblast dan kolagen, membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan yang berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi. Proses ini baru berhenti setelah ephitel saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka. 3) Fase penyudahan / Pematangan.

Fase ini berlangsung berbulan bulan dan dinyatakan berakhir jika semua tanda radang telah hilang. Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya grafitasi, dan akhirnya perupaan kembali jaringan yang baru dibentuk

5. Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka a) Usia

Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah.

b) Nutrisi

Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe, Zn. Klien kurang nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena supply darah jaringan adipose tidak adekuat.

c) Infeksi

Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi

(4)

penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan pernapasan kronik pada perokok. Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.

d) Hematoma

Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka.

e) Benda asing

Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (“Pus”).

f) Iskemia

Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.

g) Diabetes

Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh.

h) Keadaan Luka

Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka. i) Obat

Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka.

Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan

Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.

6. Klasifikasi penyembuhan Luka 1) Penyembuhan Primer

(5)

2) Penyembuhan sekunder

a) Didapat pada luka yang dibiarkan terbuka

b) Luka diisi jaringan granulasi dimulai dari dasar terus naik sampai penuh c) Ephitel menutup jaringan granulasi mulai dari tepi

d) Penyembuhan

3) Penyembuhan Primer tertunda atau Penyembuhan dengan jaringan tertunda a) Luka dibiarkan terbuka

b) Setelah beberapa hari ada granulasi baik dan tidak ada infeksi c) Luka dijahit

d) Penyembuhan 7. Penatalaksanaan Luka

Teknik Perawatan Luka 1) Desinfeksi

Adalah tindakan dalam melakukan pembebasan bakteri dari lapangan operasi dalam hal ini yaitu luka dan sekitarnya. Macam bahan desinfeksi: Alkohol 70%, Betadine 10%, Perhidrol 3%, Savlon (Cefrimid +Chlorhexidine), Hibiscrub (Chlorhexidine 4%). Teknik : Desinfeksi sekitar luka dengan kasa yang di basahi bahan desinfeksan. Tutup dengan doek steril atau kasa steril. Bila perlu anestesi Lido/Xylo 0,5-1%

2) Irigasi

Adalah mencuci bagian luka

Bahan yang di gunakan : Perhidrol, Savlon, Boor water, Normal Saline, PZ. Bilas dengan garam faali atau boor water

3) Debriement (Wound Excision)

Adalah membuang jaringan yang mati serta merapikan tepi luka. Memotong dengan menggunakan scalpel atau gunting. Rawat perdarahan dengan meligasi menggunakan cat gut

4) Perawatan perdarahan

Adalah suatu tindakan untuk menghentikan proses perdarahan. Yaitu dengan kompresi lokal atau ligasi pembuluh darah atau jaringan sekitar perdarahan

5) Penjahitan Luka

Penjahitan luka membutuhkan beberapa persiapan baik alat, bahan serta beberapa peralatan lain. Urutan teknik juga harus dimengerti oleh operator serta asistennya. a. Alat, bahan dan perlengkapan yang di butuhkan

1) Naald Voeder ( Needle Holder ) atau pemegang jarum biasanya satu buah. 2) Pinset Chirrurgis atau pinset Bedah satu buah

3) Gunting benang satu buah.

4) Jarum jahit, tergantung ukuran cukup dua buah saja. 5) Bahan yang dibutuhkan :

6) Benang jahit Seide atau silk

7) Benang Jahit Cat gut chromic dan plain. Lain-lain :

1) Doek lubang steril 2) Kasa steril

3) Handscoon steril 4) Operasi teknik

 Urutan teknik penjahitan luka ( suture techniques) 1) Persiapan alat dan bahan

2) Persiapan asisten dan operator 3) Desinfeksi lapangan operasi

(6)

4) Anestesi lapangan operasi 5) Debridement dan eksisi tepi luka 6) Penjahitan luka

7) Perawatan luka 6. Bebat Luka

Setelah luka di jahit dengan rapi di bersihkan dengan desinfeksan (beri salep) Tutup luka dengan kasa steril yang dibasahi dengan betadine

Lekatkan dengan plester atau hipafix ( bila perlu diikat dengan Verban) 7. Angkat Jahitan

Adalah proses pengambilan benang pada luka. Berdasarkan lokasi dan hari tindakan: a. Muka atau leher hari ke 5

b. Perut hari ke7-10 c. Telapak tangan 10 d. Jari tangan hari ke 10 e. Tungkai atas hari ke 10 f. Tungkai bawah 10-14 g. Dada hari ke 7

h. Punggung hari ke 10-14

8. Komplikasi Penyembuhan Luka (1. Infeksi 1) Infeksi

Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2 – 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih.

2) Perdarahan

Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain). Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu.Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi pembedahan mungkin diperlukan.

3) Dehiscence dan Eviscerasi

Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius. Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi, ,multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4 – 5 hari setelah operasi sebelum kollagen meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka.)

Referensi

Dokumen terkait