• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN TENTANG KEBIJAKAN INTEROPERABILITAS SISTEM INFORMASI DI LINGKUNGAN PEMERINTAHAN REPUBLIK INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN TENTANG KEBIJAKAN INTEROPERABILITAS SISTEM INFORMASI DI LINGKUNGAN PEMERINTAHAN REPUBLIK INDONESIA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR …….. TAHUN ………… TENTANG KEBIJAKAN INTEROPERABILITAS SISTEM INFORMASI DI LINGKUNGAN PEMERINTAHAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perkembangan teknologi informasi dan komunikasi  sudah sangat pesat dan telah diimplementasikan dalam  berbagai   macam   bentuk   dan   tujuan   yang   beragam  sehingga   basis   data,   aplikasi   bahkan   sistem   informasi  terhubung satu  sama lainnya membentuk jaringan yang  kompleks;

b. bahwa   sistem   informasi   yang   beragam   dan   tidak 

berstandar   menimbulkan   sulitnya   interaksi   data   antar  pusat   informasi,   baik   yang   ada   di   lembaga   negara,  departemen, badan usaha negara dan pemerintah daerah;

c. bahwa dalam rangka mewujudkan pemerintah yang baik 

(good govermance) dan meningkatkan pelayanan publik  yang efektif dan efisien  pemerintah perlu menggunakan  pendekatan   terpadu,   yakni   mengintegrasikan   semua  sistem   ke   dalam   suatu   konsep   e­Gov   dengan   standar  interoperabilitas yang mengutamakan sistem terbuka dan  dengan platform yang sama untuk membentuk satu sistem  terintegrasi.

Mengingat : a. Pasal   4   ayat   (1)   Undang­Undang   Dasar   1945  sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Keempat  Undang­Undang Dasar 1945; 

b. Undang­Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 

1999 Tentang Telekomunikasi

(2)

Pengembangan   dan   Pendayagunaan   Telematika   di  Indonesia;

d. Instruksi   Presiden   Nomor   3   Tahun   2003   tentang  Kebijakan   dan   Strategi   Nasional   Pengembangan   e­ Government;

e. Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2003 tentang Tim 

Koordinasi Telematika Indonesia;

f. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 

2005   Tentang   Kedudukan   Tugas,   Fungsi,   Susunan  Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik  Indonesia;

g. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 

2005   Tentang   Unit   Organisasi   dan   Tugas   Eselon   1  Kementerian Negara Republik Indonesia;

h. Keppres   No.   20/11­2006   tentang   pembentukan   Dewan 

Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (Detiknas); Memutuskan

Menetapka

n : PERATURAN   PRESIDEN   TENTANG   KEBIJAKAN INTEROPERABILITAS   SISTEM   INFORMASI   DI  LINGKUNGAN PEMERINTAHAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I

KETENTUAN UMUM

1. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Aplikasi dan Telematika.

2. E­Government  adalah   semua   hal   yang   terkait   dengan   upaya   lembaga  pemerintah   dalam   bekerja   bersama­sama   memanfaatkan   teknologi  telematika, sehingga mereka dapat menyediakan jasa layanan elektronik dan  informasi yang akurat baik kepada individu maupun lingkungan usaha. 

3. Extensible   Markup   Language  (XML)   adalah   bahasa   markup   serbaguna  yang direkomendasikan W3C untuk mendeskripsikan berbagai macam data.  XML   menggunakan  markup   tags  seperti   halnya   HTML   namun  penggunaannya tidak terbatas pada tampilan halaman web saja.

(3)

4. Framework Interoperabilitas adalah suatu koleksi akan spesifikasi bertujuan  untuk   memfasilitasi   Antar­operabilitas   sistem   dan   jasa   atau   layanan   di  dalamnya.

5. Hot   spot  adalah   tempat   tersedianya   akses   internet   untuk   publik   yang 

menggunakan teknologi wireless;

6. Indonesia­Security  Incident Responses Team on Internet Infrastructure 

(ID­SIRTII)  adalah   Tim   yang   ditugaskan   Menteri   untuk   membantu 

pengawasan keamanan jaringan telekomunikasi berbasis protokol internet; 7. Internet   Exchange   Point  adalah   titik   dimana   ruting   internet   nasional 

berkumpul untuk saling berinterkoneksi;

8. Jaringan   telekomunikasi   berbasis   Protokol   Internet  adalah   jaringan  telekomunikasi   yang   digunakan   penyelenggara   jaringan   dan   jasa  telekomunikasi   dengan   memanfaatkan   protokol   internet   dalam   melakukan  kegiatan telekomunikasi; 9. Lingkungan Sistem adalah sekumpulan obyek­obyek di sekitar sistem yang  mempunyai pengaruh relatif kecil terhadap obyek­obyek di dalam sistem. 10.Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di  bidang telekomunikasi; 11.Metadata  adalah data mengenai data. Metadata ini mengandung informasi  mengenai   isi   dari   suatu   data   yang   dipakai   untuk   keperluan   manajemen  file/data itu nantinya dalam suatu basis data. Jika data tersebut dalam bentuk  teks, metadatanya biasanya berupa keterangan mengenai nama ruas (field),  panjang field, dan tipe fieldnya: integer, character, date, dll. Untuk jenis data  gambar  (image),   metadata   mengandung   informasi   mengenai   siapa  pemotretnya, kapan pemotretannya, dan setting kamera pada saat dilakukan  pemotretan. Satu lagi untuk jenis data berupa  kumpulan file, metadatanya  adalah nama­nama file, tipe file, dan nama pengelola (administrator) dari file­ file tersebut. 12.Monitoring Jaringan adalah fasilitas pemantau dan pendeteksi pola (patfern)  akses dan transaksi yang berpotensi mengganggu atau menyerang jaringan  untuk tujuan memantau kondisi jaringan, memberikan peringatan dini  (early  warming) dan melakukan tindakan pencegahan (prevent).

13.Pemerintah   pusat,   selanjutnya   disebut   Pemerintah,   adalah   perangkat  Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas Presiden beserta para  menteri.

14.Pemerintah daerah adalah kepala daerah beserta perangkat daerah otonom  yang lain sebagai badan eksekutif daerah.

(4)

15.Penyelenggara   akses   internet   (Internet  Service   Provider/ISP)  adalahpenyelenggara   jasa   multimedia  yang   menyelenggarakan   jasa   akses  internet kepada masyarakat;

16.Penyelenggara jasa interkoneksi internet  (Network Access Point/NAP)  adalah penyelenggara jasa multimedia yang menyelenggarakan jasa akses  dan atau ruting kepada 1SP untuk melakukan koneksi ke jaringan internet  global;

17.Protokol   internet  adalah   sekumpuian   protokol   yang   didefinisikan   oleh  Internet Engineering Task Force (IETF); 18.Sistem  adalah obyek­obyek atau elemen­elemen dalam satu ruang (space)  yang bergerak (engage) dan berinteraksi satu dengan lainnya. Pergerakan  obyek mempengaruhi obyek lainnya menurut aturan dalam sistem itu sendiri,  sedemikian seterusnya sehingga kesatuan pergerakan seluruh obyek adalah  perilaku (behavior) dari sistem itu sendiri.

19.Rekaman   aktifitas   transaksi   koneksi   (Log  File)  adalah   suatu   file   yang  mencatat akses pengguna pada saluran akses operator/ penyelenggara jasa  akses   berdasarkan   alamat   asal   Protokol   Internet  (source),  alamat   tujuan  (destination),  jenis protokol yang digunakan,  Port  asal (source),  Port  tujuan  (destination) dan waktu (time stamp) serta durasi terjadinya transaksi; 20.Sistem informasi  adalah sistem yang dibuat oleh manusia dimana obyek­ obyek di dalamnya adalah data dan algoritma. Algoritma membentuk perilaku  sistem berdasarkan data yang diolah. Pada prakteknya data tersimpan dalam  media penyimpanan seperti harddisk dan pemrosesan data dilakukan oleh  perangkat keras komputer berdasarkan algoritma yang diberikan. Sedangkan  algoritma   adalah   program   (perangkat   lunak)   dan   perintah   dari   pengguna  sistem.

21.WSDL  (Web   Services   Description   Language)   adalah   fromat   XML   yang  diterbitkan untuk menerangkan web service.

22.Web   Service  merupakan   fenomena   yang   sangat   panas   saat   ini   karena,  banyak   kelebihan   yang   ditawarkan   oleh   Web   Service   terutama  interoperabilitas   tinggi   dan   penggunaannya   yang   dapat   diakses   kapanpun  dan   dimanapun   selama   mesin   kita   terhubung   oleh   jaringan   internet  salah  satunya.

BAB II

(5)

Pasal 2 AZAS

Kebijakan interoperabilitas sistem informasi di lingkungan pemerintahan Republik  Indonesia dikembangkan berdasarkan asas iman dan takwa kepada Tuhan Yang  Maha Esa, asas tanggung jawab negara, asas kesisteman dan percepatan, asas  kebenaran ilmiah, asas kebebasan  berpikir, asas  kebebasan akademis, serta  asas tanggung jawab akademis. Pasal 3 MAKSUD DAN TUJUAN Kebijakan interoperabilitas sistem informasi di lingkungan pemerintahan Republik  Indonesia ini dimaksudkan untuk  mempermudah pemerintah dalam dalam hal  pengelolaan, pengaksesan data, sharing informasi dalam rangka memberikan  pelayanan publik bagi masyarakat yang lebih efektif dan efisien dan menciptakan  iklim berdemokrasi yang lebih baik. Pasal 4 Kebijakan interoperabilitas sistem informasi di lingkungan pemerintahan Republik  Indonesia ini bertujuan untuk

(1).Menegaskan   pentingnya   faktor   interoperabilitas   dalam   pemberdayagunaan  teknologi informasi di sektor pemerintahan.

(2).Menetapkan   standard   acuan   bersama   yang   akan   dipergunakan   dalam  pembangunan   dan   implementasi   interoperabilitas   antar   sistem   di   sektor  pemerintahan.

(3).Menetapkan pembentukan Tim Interoperabiltas yang bertugas merumuskan,  menyusun   dan   mensosialisakan   standard   acuan   bersama   interoperabiltas  antar sistem di sektor pemerintahan.

(4).Menetapkan masa kerja Tim Interoperabilitas.

(5).Mewajibkan   kepada   seluruh   instansi   untuk   dapat   bekerjsama   dan   dapat  menyediakan data atau informasi yang diperlukan oleh Tim Interoperabiltas  dalam penyusunan standard acuan interoperabilitas.

(6).Mewajibkan   kepada   seluruh   intansi   untuk   menjadikan   hasil   Tim  Interoperabilitas sebagai acuan dasar dalam pertukaran data atau informasi  antar sistem dalam sektor pemerintahan secara nasional.

(6)

Pasal 5 RUANG LINGKUP (1).Interoperabilitas pada sistem informasi Government to Government (G2G); (2).Interoperabilitas dengan memanfaatkan format dokumen terbuka. BAB III Pasal 6 KEBIJAKAN Kebijakan interoperabilitas sistem informasi pemerintahan adalah : (1).Setiap instansi pemerintah pusat dan daerah wajib memiliki skema data  pada  sistem   informasi   yang   dimilikinya   dalam   rangka   untuk   kemudahan  interoperabilitas  dan   teknologinya   ditentukan   oleh   gugus   tugas   untuk  interoperabilitas terkait dengan tupoksinya;

(2).Skema data sebagaimana dimaksud pada butir a di atas dikoordinasikan oleh  Menteri Komunikasi dan Informatika dalam suatu gugus tugas inter institusi; (3).Pemerintah   daerah  dapat   menyesuaikan  atau   mengacu  pada   skema   data 

yang  teknologinya   ditentukan   oleh   gugus  tugas   (sesuai   rujukan   ketentuan  Internasional) dari masing­masing instansi terkait;

(4).Peraturan   dan   kebijakan   yang   dikeluarkan   oleh   masing­masing   lembaga  pemerintah pusat dan daerah berkaitan interoperabilitas harus mengacu dan  selaras dengan peraturan dan kebijakan nasional tentang e­Government. (5).Jenis data yang terbuka dan tertutup akan ditentukan oleh gugus tugas; (6).Transaksi data untuk interoperabilitas dilakukan dalam format terbuka yang  teknologinya ditentukan oleh gugus tugas. BAB IV Pasal 7

(7)

STANDAR ACUAN

(1).Standarisasi   dalam   interoperabilitas   bukanlah   penyeragaman   penggunaan  perangkat keras ataupun perangkat lunak yang akan dipergunakan. (2).Standarisasi dalam interoperabilitas lebih mengarah pada standarisasi format  data­data yang akan dipertukarkan. Pasal 8 PRINSIP DASAR STANDAR ACUAN (1).Data dapat dipertukarkan terlepas dari platform yang dipergunakan di setiap  intansi pengguna (platform independen) (2).Pertukaran data dapat dilakukan dengan mempergunakan berbagai macam  protocols pertukaran data yang tersedia. (3).Pemrosesan data yang dipertukarkan dapat dilakukan secara otomatis.

(4).Pengelolaan   data   lebih   fleksible,   lebih   cost   efektif   dan   tidak   perlu  mempergunakan perangkat yang proprietary.

BAB V Pasal 9 KELEMBAGAAN

(1).Kelembagaan   yang   menangani   interoperabilitas   disebut   Tim   Khusus  Interoperabilitas   yang   terdiri   atas   unsur   Perwakilan   Gugus   Tugas   Instansi  Penyedia   dan   Pengguna   Data,   Institusi   Pendidikan   dan   Pengembang  Teknologi Informasi.

(8)

(2).Kelembagaan   Tim   Khusus   Interoperabilitas   di   bawah   koordinasi  Menteri  Komunikasi dan Informatika.

(3).Kelembagaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berfungsi :

a. Mewujudkan   kemampuan   interoperabilitas   antar   sistem   informasi   di  sektor pemerintahan secara nasional.

b. Menggali   lebih   detail   kebutuhan   (requirement)   dasar   dalam  pembangunan   interoperabiltas   antar   sistem   informasi   di   sektor  pemerintahan secara nasional. c. Menyusun pola atau kerangka dasar (framework) dalam pembangunan  interoperabiltas antar sistem informasi di sektor pemerintahan secara  nasional. d. Menetapkan pola pemetaan data dan informasi yang harus dipenuhi  oleh setiap intansi pemerintah baik pusat dan daerah.

e. Menetapkan   skala   prioritas   berikut   dengan   jadwal   implementasi  interoperabi litas antar sistem informasi yang terkait.

f. Menetapkan standard acuan pertukaran data antar sistem informasi  pemerintahan secara bertahap berdasarkan skala prioritas.

g. Melakukan   sosialisasi   yang   intensif   dan   cost   efektif   perihal  interoperabitas dan acuan standard yang harus diikuti kepada seluruh  instansi pemerintah khususnya dan masyarakat pada umumnya guna  terwujudnya   kemampuan  interoperabilitas   antar   sistem   informasi   di  sektor pemerintahan secara nasional.

Pasal 10

(1).Perwakilan   Gugus   Tugas   Instansi   Penyedia   dan   Pengguna   Data   sebagai  salah satu unsur kelembagaan dalam Tim Khusus Interoperabilitas berfungsi  mengembangkan,   melaksanakan,   mengawasi   dan   memfasilitasi   pemetaan  data dan informasi di instansi masing­masing.

(2).Dalam   melaksanakan   fungsi   sebagaimana   dimaksud   dalam   ayat   (1),  Perwakilan   Gugus   Tugas   Instansi   Penyedia   dan   Pengguna   Data  bertanggungjawab   dalam   berbagai   pengembangan   sistem   informasi   dan  mendayagunakannya untuk memenuhi kebutuhan instansi masing­masing.

Pasal 11

(1).Institusi   Pendidikan   sebagai   salah   satu   unsur   kelembagaan   dalam   Tim  Khusus   Interoperabilitas   berfungsi   menumbuhkan   kemampuan   pemajuan 

(9)

interoperabilitas sistem informasi

(2).Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Institusi  Pendidikan   bertanggungjawab   mencari   berbagai   invensi   di   bidang  interoperabilitas sistem informasi serta menggali potensi pendayagunaannya. (3).Institusi Pendidikan dapat berupa organisasi yang berdiri sendiri, atau bagian 

dari   organisasi   pemerintah,   pemerintah   daerah,   perguruan   tinggi,   badan  usaha, lembaga penunjang, dan organisasi masyarakat.

Pasal 12

(1).Pengembang   Teknologi   Informasi   sebagai   salah   satu   unsur   kelembagaan  dalam Tim Khusus Interoperabilitas berfungsi   menumbuhkan kemampuan  perekayasaan dan inovasi sistem informasi untuk menghasilkan barang dan  jasa   yang   memenuhi   standar   acuan   interoperabilitas   dan   memiliki   nilai  ekonomis.

(2).Dalam   melaksanakan   fungsi   sebagaimana   dimaksud   dalam   ayat   (1),  Pengembang Teknologi Informasi bertanggungjawab dalam   mengusahakan  pendayagunaan manfaat keluaran yang dihasilkan oleh perguruan tinggi dan  lembaga litbang yang menyelenggarakan kegiatan penguasaan, pemanfaatan  dan pemajuan interoperabilitas sitem informasi. 

(3).Pengembang   Teknologi   Informasi   dapat   berupa   organisasi   yang   berdiri  sendiri, atau bagian dari badan usaha, lembaga penunjang, dan organisasi  masyarakat.

BAB VII SUMBER DAYA 

Pasal 13

(1).Setiap   instansi   pemerintah   pusat   dan   daerah   wajib   menyediakan   sumber  daya untuk mendukung implementasi interoperabilitas sistem informasi sesuai  dengan standar dan ketentuan yang berlaku.

(2).Sumber   daya  interoperabilitas   sistem   informasi  terdiri   atas   keahlian,  kepakaran,   kompetensi   manusia   dan   pengorganisasiannya,   kekayaan  intelektual dan informasi, serta sarana dan prasarana interoperabilitas sistem  informasi.

(10)

(3).Setiap   unsur   kelembagaan  interoperabilitas   sistem   informasi  bertanggung  jawab meningkatkan secara terus menerus daya guna dan nilai guna sumber  daya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

Pasal 14

(1).Dalam   peningkatan   keahlian,   kepakaran,   kompetensi   manusia   dan  pengorganisasiannya,   setiap   unsur   kelembagaan  interoperabilitas   sistem  informasi  bertanggung jawab mengembangkan struktur dan strata keahlian,  jenjang karier sumber daya manusia, serta menerapkan sistem penghargaan  dan   sanksi   yang   adil   di   lingkungannya   sesuai   dengan   kebutuhan   dan  kemajuan interoperabilitas sistem informasi

(2).Untuk   menjamin   tanggung   jawab   dan   akuntabilitas   profesionalisme,  organisasi   profesi   wajib   menentukan   standar,   persyaratan,   dan   sertifikasi  keahlian, serta kode etik profesi. BAB VIII PEMBIAYAAN Pasal 15 (1).Pembiayaan yang diperlukan untuk pelaksanaan penguasaan, pemanfaatan,  dan pemajuan interoperabilitas sistem informasi merupakan tanggung jawab  pemerintah. Pasal 16 (1) Pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib mengalokasikan anggaran  sebesar   jumlah   tertentu   yang   cukup   memadai   untuk   memacu   akselerasi  penguasaan, pemanfaatan, dan pemajuan interoperabilitas sistem informasi. (2).Anggaran   yang   dimaksud   dalam   ayat   (1)   digunakan   untuk   membiayai 

pelaksanaan   fungsi   dan   peran   pemerintah   pusat   dan   pemerintah   daerah  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1).

(3).Perguruan   tinggi,   lembaga   litbang,   badan   usaha,   lembaga   penunjang,  organisasi masyarakat dan inventor mandiri berhak atas dukungan dana dari  anggaran   pemerintah   pusat   dan   pemerintah   daerah   untuk   meningkatkan  penguasaan, pemanfaatan, dan pemajuan  interoperabilitas sistem informasi  sesuai dengan peraturan perundang­undangan.

(11)

(1) Badan usaha mengalokasikan sebagian pendapatannya untuk meningkatkan  kemampuan   perekayasaan,   inovasi,   dan   difusi  interoperabilitas   sistem  informasi  dalam meningkatkan kinerja produksi dan daya saing barang dan  jasa yang dihasilkan.

(2) Anggaran   sebagaimana   dimaksud   dalam   ayat   (1)   dapat  digunakan   dalam  lingkungan   sendiri   dan   dapat   pula   digunakan   untuk   membentuk   jalinan  kemitraan dengan unsur kelembagaan interoperabilitas sistem informasi lain. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih  lanjut dalam Peraturan Pemerintah. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 18 Pada saat berlakunya Peraturan Presiden ini, semua Peraturan Presiden lain  yang berhubungan dengan kegiatan interoperabilitas sistem informasi yang tidak  sesuai dengan Peraturan Presiden ini dinyatakan tidak berlaku. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 19 Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan untuk pelaksanaan Peraturan Presiden ini  di masing­masing instansi pengguna diatur secara bersama atau sendiri­sendiri  dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri atau Kepala instansi Pengguna. Pasal 20 Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar   setiap   orang   mengetahuinya,   memerintahkan   pengundangan   Peraturan  Presiden   ini   dengan   penempatannya   dalam   Lembaran   Negara   Republik  Indonesia.

(12)

pada tanggal      Desember 2007 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Referensi

Dokumen terkait

Agro Indomas Terawan Estate, untuk mengetahui keanekaragaman serangga Ordo Coleoptera yang ditemukan di Hutan sekitar Perkebunan Kelapa Sawit PT.. Agro Indomas

Data pemeriksaan awal gangguan gerak motorik kasar anak ini diolah dengan RapidMiner Studio menggunakan metode Naive Bayes serta menggunakan metode optimasinya yaitu

Dalam penelitian ini, dikembangkan sistem informasi kenaikan angka kredit dosen untuk memudahkan dosen dan pihak universitas dalam melakukan penilaian kenaikan jabatan

judul “P eningkatan Pemahaman Konsep Matematika Materi Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan Melalui Model Student Facilitator and Explaining Kelas IV SD 02 Lau Dawe

Media massa menjadi alat sebagai ajang pencitraan publik, meruntuhkan popularitas lawan politik, dan alat untuk menyerang balik kepada serangan-serangan politis

Hasil yang sama ditemukan pada penelitian Fitriana (2015), dan penelitian terdahulu Arpan et al, (2008) yaitu terdapat korelasi yang signifikan antara

Berdasarkan hasil studi yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa detektor gelembung cocok digunakan sebagai dosimeter personil karena keunggulan sensitivitas terhadap

Berdasarkan hasil penelitian pola bakteri pada otitis media supuratif kronik di RSUD Ulin Banjarmasin dengan 33 sampel dapat ditarik simpulan bahwa pola bakteri