• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

DI PT. GALENIUM PHARMASIA LABORATORIES

JALAN RAYA BOGOR KM 51,5 CIMANDALA BOGOR

PERIODE 5 SEPTEMBER – 31 OKTOBER 2014

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

FADILATUL JANNAH, S.Farm.

1306502384

ANGKATAN LXXIX

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

(2)

ii

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

DI PT. GALENIUM PHARMASIA LABORATORIES

JALAN RAYA BOGOR KM 51,5 CIMANDALA BOGOR

PERIODE 5 SEPTEMBER – 31 OKTOBER 2014

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Apoteker

FADILATUL JANNAH, S.Farm.

1306502384

ANGKATAN LXXIX

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

(3)
(4)
(5)
(6)

vi

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir pada Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Industri PT. Galenium Pharmasia Laboratories Jalan Raya Bogor Km 51,5 Cimandala Bogor, Periode 5 September-31 Oktober 2014. Pelaksanaan PKPA di Industri menjadi sangat penting bagi mahasiswa Profesi Apoteker agar dapat mempelajari dan memahami berbagai peran apoteker di Industri.

Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mencapai kelulusan pada Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan hingga penyusunan laporan ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Deddy Rifandi, S.Farm., Apt. selaku pembimbing I dan Manajer Produksi Farma atas bimbingan yang diberikan selama pelaksanaan PKPA dan penyusunan laporan ini.

2. Dr. Hayun, M.Si., Apt. selaku pembimbing II PKPA yang telah membimbing dan memberikan inspirasi kepada penulis dalam penyusunan laporan PKPA dan selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.

3. Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.

4. Bapak Juzardi Joesoef selaku Presiden Direktur PT. Galenium Pharmasia Laboratories, Bogor atas izin yang telah diberikan kepada penulis untuk melaksanakan PKPA di PT. Galenium Pharmasia Laboratories.

5. Seluruh staf Produksi, Mas Nanang, Ibu Yusnizar, Mbak Purwati, Mbak Anita, dan Mbak Ingram yang telah membantu selama pelaksanaan PKPA di PT. Galenium Pharmasia Laboratories.

(7)

vii

ilmu yang telah diberikan selama ini dan seluruh staf tata usaha Fakultas Farmasi UI.

7. Kakek, nenek dan keluarga yang telah memberikan dukungan baik moril dan materil kepada penulis.

8. Teman-teman seperjuangan PKPA di PT. Galenium Pharmasia Laboratories atas kerjasama selama pelaksanaan PKPA.

9. Semua pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama penulisan laporan PKPA ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam laporan PKPA ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik untuk kesempurnaan laporan PKPA ini. Semoga pengetahuan dan pengalaman yang didapatkan penulis selama mengikuti PKPA dapat memberi manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Penulis

(8)
(9)

ix Nama : Fadilatul Jannah, S.Farm NPM : 1306502384

Program Studi : Profesi Apoteker

Judul : Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di PT. Galenium Pharmasia Laboratories Jalan Raya Bogor Km 51,5 Cimandala Bogor Periode 5 September – 31 oktober 2014

Praktik Kerja Profesi Apoteker di PT. Galenium Pharmasia Laboratories bertujuan untuk mengetahui, memahami, dan mampu menerapkan mengenai tugas dan tanggung jawab apoteker di Industri Farmasi. Selain itu, melalui praktik kerja ini diharapkan calon apoteker memahami tentang penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) di Industri. Tugas khusus yang diberikan berjudul Pengamatan Lean Manufacturing dan Overall Equipment Effectiveness terhadap Proses Produksi Sirup di PT. Galenium Pharmasia Laboratories. Tujuan penyusunan tugas khusus ini adalah untuk mengidentifikasi pemborosan dalam proses produksi, menghitung nilai OEE serta memberikan alternative atau solusi terhadap masalah produksi sesuai dengan penerapan Lean Manufacturing.

Kata Kunci : Industri, Farmasi, Lean Manufacturing, OEE. Tugas Umum : xv + 93 halaman; 6 lampiran

Tugas Khusus : vii + 35 halaman; 4 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 16 (2006 - 2014)

(10)

x

Name : Fadilatul Jannah, S.Farm.

NPM : 1306502384

Department : Profesi Apoteker

Title : Pharmacist Internship Report at PT. Galenium Pharmasia Laboratories Jalan Raya Bogor Km 51,5 Cimandala Bogor Periods of September 5th – October 31st 2014

Pharmacist internship at PT. Galenium Pharmasia Laboratories aims to know and understand the role and responsibility of Pharmacist in Pharmacy Industry. In addition trough this Internship a future pharmacist also could understand the application of Good Manufacturing Practice (GMP). The internship given a special assignment titled Observation of Lean Manufacturing and Overall Equipment Effectiveness in The Production Process of Syrup X in PT. Galenium Pharmasia Laboratories. The purposes of this particular assignment are identification waste of production process, count the OEE value and give the solution for the production process accomplices with the Lean Manufacturing Practice in PT. Galenium Pharmasia Laboratories.

Keywords :Pharmacy Industry;Lean

Manufacturing;OEE

General Assignmen :xvi + 93 pages; 6 appendices Special Assignment :vii + 35 pages; 4 appendices Bibliography of General Assignment : 16 (2006 - 2014)

(11)

xi

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... viii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Industri Farmasi ... 4

2.1.1 Persyaratan Usaha Industri Farmasi ... 5

2.1.2 Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi ... 6

2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik ... 6

2.2.1 Manajemen Mutu ... 7

2.2.2 Personalia ... 8

2.2.3 Bangunan dan Fasilitas ... 10

2.2.4 Peralatan ... 11

2.2.5 Sanitasi dan Higienie ... 12

2.2.6 Produksi ... 12

2.2.7 Pemastian Mutu... 16

2.2.8 Pengawasan Mutu ... 17

2.2.9 Inspeksi Diri, Audit Mutu, serta Audit dan Persetujuan Pemasok 18 2.2.10 Penanganan Keluhan terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk ... 19

2.2.11 Dokumentasi ... 20

2.2.12 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak ... 21

2.2.13 Kualifikasi dan Validasi ... 22

2.3 ISO 9001 ... 22

2.3.1 Definisi dan Sejarah ... 22

2.3.2 Manfaat penerapan ISO 9001:2008 ... 24

2.3.3 Klausul ISO 9001:2008... 25

2.4 OHSAS 180001 ... 26

(12)

xii

BAB 3. TINJAUAN KHUSUS PT. GALENIUM PHARMASIA

LABORATORIES ... 29

3.1 Profil ... 29

3.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan ... 29

3.1.2 Visi dan Misi Perusahaan... 30

3.1.3 Kebijakan Mutu Perusahaan ... 30

3.1.4 Logo ... 31

3.2 Fungsi Dasar ... 32

3.3 Lokasi dan Bangunan ... 32

3.4 Produk ... 33

3.5 Struktur Organisasi ... 33

3.5.1 Departemen Quality Operation ... 33

3.5.2 Departemen Produksi Farma ... 34

3.5.3 Departemen research and development (R&D) ... 39

3.5.4 Departemen supply chain (SC) ... 39

3.6 Sistem Tata Udara ... 43

3.7 Water system and distribution ... 43

3.8 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) ... 46

3.8.1 Pengolahan Limbah secara Fisika... 46

3.8.2 Pengolahan Limbah secara Kimia ... 47

3.8.3 Pengolahan Limbah secara Biologi ... 48

BAB 4. PEMBAHASAN ... 49

4.1 Manajemen Mutu ... 49

4.2 Personalia ... 52

4.3 Bangunan dan Fasilitas ... 53

4.4 Peralatan ... 55

4.5 Sanitasi dan Higienie ... 56

4.5.1 Sanitasi Bangunan dan Fasilitas... 57

4.5.2 Pembersihan dan Sanitasi Peralatan ... 58

4.5.3 Higiene Perorangan ... 58

4.6 Produksi ... 60

4.6.1 Penyusunan Jadwal Produksi ... 60

4.6.2 Pembagian Ruang Produksi ... 61

4.6.3 Alur Masuk Personil dan Barang ... 62

4.6.4 Kegiatan Produksi ... 65 4.6.4.1 Produksi Larutan ... 66 4.6.4.2 Produksi Tablet ... 67 4.6.4.3 Produksi Semisolid ... 68 4.6.5 Kegiatan Pengemasan ... 69 4.6.6 Dokumentasi ... 70 4.7 Pengawasan Mutu... 71

4.8 Inspeksi Diri, Audit Mutu, serta Audit dan Persetujuan Pemasok ... 75

4.9 Penanganan Keluhan terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk . 77 4.10 Dokumentasi ... 79

(13)

xiii

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 82

5.1 Kesimpulan ... 82

5.2 Saran ... 83

(14)

xiv

Gambar 3.1 Logo PT Galenium Pharmasia Laboratories ... 31

Gambar 4.1 Alur Produksi Sediaan Larutan ... 66

Gambar 4.2 Alur Produksi Sediaan Tablet ... 68

(15)

xv

(16)

xvi

Lampiran 1 Struktur Organisasi PT. Galenium Pharmasia Laboratories ... 86

Lampiran 2 Struktur Organisasi Produksi Farma ... 87

Lampiran 3 Alur Proses Produksi Tablet, Sirup, Krim, dan Sabun ... 88

Lampiran 4 Alur Proses Produksi Salep, Bedak, Emulsi, dan Lotion ... 89

Lampiran 5 Daftar Produk Farma PT Galenium Pharmasia Laboratories... 90

(17)

1 Universitas Indonesia BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan ditetapkan bahwa kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Seiring dengan perkembangan dan peningkatan pendidikan pada masyarakat yang semakin pesat berdampak pada peningkatan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan. Peningkatan kesadaran kesehatan masyarakat juga berdampak pada peningkatan kebutuhan produk-produk penunjang kesehatan, salah satunya adalah obat. Industri Farmasi sebagai produsen obat dituntut untuk dapat menyediakan obat dalam jenis, jumlah dan kualitas yang memadai. Oleh karena itu, Industri Farmasi harus mampu menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) dan mutu (quality) dalam dosis yang digunakan untuk tujuan pengobatan (Menteri Kesehatan RI, 2010).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI

No.1799/MenKes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi, Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Industri Farmasi merupakan salah satu komponen yang berperan dalam peningkatan taraf kesehatan masyarakat dengan melakukan fungsinya sebagai produsen obat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap obat. Industri Farmasi dalam pembuatan obat harus menerapkan acuan standar sebagai pedoman dalam pembuatan obat yang baik sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 43/Menkes/SK/11/1988 tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang mengharuskan pembuatan obat yang baik untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan oleh Industri Farmasi dalam seluruh aspek dan serangkaian kegiatan produksi, sehingga obat jadi yang dihasilkan memenuhi syarat mutu yang telah ditentukan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya.

(18)

Universitas Indonesia PT. Galenium Pharmasia Laboratories merupakan salah satu perusahaan manufaktur yang menghasilkan produk medis dan non medis. Salah satu upaya yang dilakukan Industri Farmasi termasuk PT. Galenium Pharmasia Laboratories untuk meningkatkan kualitas obat yang diproduksinya yaitu dengan menerapkan GMP (Good Manufacturing Practices) ke dalam seluruh sistem penunjang mutu. Di Indonesia, GMP lebih dikenal dengan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik), melalui pedoman yang dibuat oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan, seluruh aspek yang berhubungan dengan produksi dan pengendalian mutu obat diterapkan di perusahaan farmasi pertama yang menerima tiga sertifikat sistem kualitas yaitu CGMP untuk obat, CGMP untuk kosmetik dan ISO 9001:2008 ini dengan tujuan memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

Produksi obat yang baik adalah produksi yang telah memenuhi ketentuan-ketentuan CPOB, dimana tidaklah cukup bila obat jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi sangat penting bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut (CPOB, 2012). Pembentukan mutu terhadap produk dipengaruhi oleh beberapa aspek yang terangkum dalam CPOB 2012 yang salah satunya adalah personalia atau Sumber Daya Manusia. Personalia merupakan bagian penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian, Industri Farmasi menjadi salah satu tempat bagi apoteker untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian yang meliputi pengadaan, penyimpanan, pembuatan obat, pengawasan, pengendalian mutu, dan distribusi obat. Apoteker merupakan salah satu personil kunci yang diperlukan dalam Industri Farmasi sehingga pembekalan menyeluruh secara teori dan praktik mutlak diperlukan untuk memberikan gambaran tentang peran dan tanggung jawab apoteker dalam intuisi pekerjaan, salah satunya adalah Industri Farmasi. Oleh karena itu, Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia bekerjasama dengan PT. Galenium Pharmasia Laboratories menyelenggarakan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) pada tanggal 5 September 2014 sampai tanggal 31 Oktober 2014 untuk memberi pengetahuan

(19)

Universitas Indonesia kepada calon apoteker dengan melihat dan terlibat langsung dalam pekerjaan kefarmasian di Industri Farmasi.

1.2 Tujuan

Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di PT. Galenium Pharmasia Laboratories bertujuan untuk :

a. Memahami peranan, tugas dan tanggung jawab Apoteker di Industri Farmasi.

b. Memperoleh wawasan, pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian di Industri Farmasi.

c. Memahami penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) di PT. Galenium Pharmasia Laboratories.

d. Memperoleh gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian di Industri Farmasi.

(20)

4 Universitas Indonesia BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Industri Farmasi

Menurut peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No HK.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012, Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh obat jadi untuk didistribusikan. Sementara itu, obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi. Bahan obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi. Obat dikatakan bermutu bila memenuhi persyaratan aman (safety), berkhasiat (efficacy), dan berkualitas (quality) (Badan POM, 2012).

Setiap Industri Farmasi wajib memiliki izin usaha dari Menteri Kesehatan. Izin usaha Industri Farmasi diberikan kepada pemohon yang telah siap berproduksi sesuai dengan persyaratan CPOB. Untuk mendapatkan izin usaha Industri Farmasi, sebelumnya harus melalui tahap persetujuan prinsip yang diajukan kepada Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, jika pemohon izin Industri Farmasi dengan status Penanaman Modal Asing (PMA) atau Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang telah mendapatkan surat persetujuan penanaman modal dari instansi yang menyelenggarakan urusan penanaman modal, wajib mengajukan permohonan persetujuan prinsip sesuai dengan ketentuan. Persetujuan prinsip ini diberikan paling lama dalam waktu 14 hari kerja setelah permohonan. Persetujuan prinsip ini diberikan kepada Industri Farmasi untuk melakukan persiapan

(21)

dan usaha pembangunan, pengadaan, dan pemasangan instalasi peralatan. Persetujuan prinsip tersebut berlaku selama jangka waktu 3 tahun dan setiap tahun perusahaan yang bersangkutan menyampaikan informasi kemajuan pembangunan proyeknya kepada Kepala Badan pengawas Obat dan Makanan. Bagi Industri Farmasi yang melakukan penambahan kapasitas produksi atau penambahan bentuk sediaan tidak memerlukan izin perluasan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

Izin usaha Industri Farmasi yang diberikan dapat berlaku untuk seterusnya selama perusahaan Industri Farmasi yang bersangkutan berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan dalam surat keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/MENKES/SK/V/1990.

2.1.1 Persyaratan Usaha Industri Farmasi

Izin usaha Industri Farmasi diberikan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Izin ini berlaku seterusnya selama perusahaan Industri Farmasi tersebut masih berproduksi dengan perpanjangan izin setiap 5 tahun. Persyaratan Industri Farmasi tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1799 / Menkes / XII / 2010, sebagai berikut :

a. Berbadan usaha berupa Perseroan Terbatas (PT).

b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat. c. Memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP).

d. Memiliki secara tetap, paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker warga negara Indonesia (WNI), masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu.

e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung ataupun tidak langsung, dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian.

f. Memenuhi persyaratan CPOB dan melakukan farmakovigilans.

Pengecualian dari persyaratan pada poin 1 dan 2, bagi pemohon izin Industri Farmasi milik Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Industri Farmasi yang membuat obat dan atau bahan obat yang termasuk dalam golongan narkotika wajib memperoleh izin khusus sesuai

(22)

Universitas Indonesia dengan ketentuan perundang-undangan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010)

2.1.2 Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi

Izin Usaha Industri Farmasi dapat dicabut apabila industri yang bersangkutan terbukti melakukan pelanggaran sebagai berikut:

a. Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi melakukan pemindahtanganan hak milik Izin Usaha Industri Farmasi; dan atau

b. Perluasan tanpa memiliki izin sesuai dengan ketentuan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan; dan atau

c. Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi tidak menyampaikan informasi Industri Farmasi secara berturut-turut tiga kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar; dan atau

d. Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Menteri Kesehatan; dan atau

e. Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku atau obat palsu; dan atau

f. Tidak dipenuhinya ketentuan dalam Izin Usaha Industri Farmasi yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan.

2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik

Cara pembuatan obat yang baik, yang selanjutnya disingkat CPOB, adalah cara pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan secara sembarangan tidak

(23)

Universitas Indonesia dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, memulihkan, atau memelihara kesehatan.

Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi, pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang terlibat. Pedoman ini juga dimaksudkan untuk digunakan oleh Industri Farmasi sebagai dasar pengembangan peraturan internal sesuai kebutuhan.

CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan, dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu (Badan POM, 2012). 2.2.1 Manajemen Mutu

Di setiap Industri Farmasi perlu adanya manajemen yang bertanggung jawab agar obat yang dihasilkan sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi), dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah, atau tidak efektif. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya suatu “Kebijakan Mutu”, yang memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok, dan para distributor. Unsur dasar manajemen mutu adalah:

a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses, dan sumber daya.

b. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan

Konsep dasar pemastian mutu, cara pembuatan obat yang baik (CPOB), pengawasan mutu, dan manajemen risiko mutu adalah aspek manajemen mutu yang saling terkait. Pemastian mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik secara tersendiri maupun secara kolektif, yang akan mempengaruhi mutu dari obat yang dihasilkan. Pemastian mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat

(24)

Universitas Indonesia dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Karena itu pemastian mutu mencakup CPOB ditambah dengan faktor lain di luar pedoman CPOB, seperti desain dan pengembangan produk.

CPOB merupakan bagian dari pemastian mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk. Sedangkan pengawasan mutu merupakan bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi, dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan, dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan, serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok, sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Selain itu dalam manajemen mutu juga dijelaskan mengenai manajemen risiko mutu yang merupakan suatu proses sistematis untuk melakukan penilaian, pengendalian, dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk. Hal ini dapat diaplikasikan secara proaktif maupun retrospektif (Badan POM, 2012).

2.2.2 Personalia

Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu, Industri Farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya.

Industri Farmasi hendaklah memiliki personil yang terkualifikasi dan berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap personil hendaklah tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindarkan risiko terhadap mutu obat. Industri Farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik dan kewenangan dari personil pada posisi penanggung jawab hendaklah dicantumkan dalam uraian tugas tertulis. Tugas mereka boleh didelegasikan

(25)

Universitas Indonesia kepada wakil yang ditunjuk serta mempunyai tingkat kualifikasi yang memadai. Hendaklah aspek penerapan CPOB tidak ada yang terlewatkan ataupun tumpang tindih dalam tanggung jawab yang tercantum pada uraian tugas.

Personil kunci dalam Industri Farmasi terdiri dari kepala bagian produksi, kepala bagian pengawas mutu, dan kepala bagian manajemen mutu. Posisi personil kunci dalam Industri Farmasi dirancang sedemikian rupa sehingga bagian produksi dan bagian pengawasan mutu, maupun bagian manajemen mutu dipimpin oleh orang yang berlainan, yang tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain (independen). Masing-masing hendaklah diberi wewenang penuh dan sarana cukup yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Personil kunci tidak boleh mempunyai kepentingan lain di luar organisasi pabrik, yang dapat menghambat atau membatasi tanggung jawabnya atau yang dapat menimbulkan pertentangan kepentingan pribadi atau finansial.

Kepala bagian produksi, pengawasan mutu, dan manajemen mutu hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dalam bidang pembuatan obat, dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional. Masing-masing kepala bagian produksi, pengawasan mutu, dan manajemen mutu (pemastian mutu) memiliki tanggung jawab bersama dalam menerapkan semua aspek yang berkaitan dengan mutu, yang berdasarkan peraturan Badan POM mencakup:

a. Otorisasi prosedur tertulis dan dokumen lain, termasuk amandemen b. Pemantauan dan pengendalian lingkungan pembuatan obat

c. Higiene pabrik d. Validasi proses e. Pelatihan

f. Persetujuan dan pemantauan terhadap pemasok bahan

g. Persetujuan dan pemantauan terhadap pembuat obat berdasarkan kontrak h. Penetapan dan pemantauan kondisi penyimpanan bahan dan produk i. Penyimpanan catatan

j. Pemantauan pemenuhan terhadap persyaratan CPOB

(26)

Universitas Indonesia yang mungkin berdampak terhadap mutu produk (Badan POM, 2012)

2.2.3 Bangunan dan Fasilitas

Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, disesuaikan kondisinya, dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, serta memudahkan pembersihan, sanitasi, dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat.

Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk menghindarkan pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah, dan air, serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Apabila letak bangunan tidak sesuai, hendaklah diambil tindakan pencegahan yang efektif terhadap pencemaran tersebut.

Bangunan dan fasilitas hendaklah didesain, dikonstruksi, dilengkapi, dan dirawat sedemikian agar memperoleh perlindungan maksimal terhadap pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah, serta masuk dan bersarangnya serangga, burung, binatang pengerat, kutu, atau hewan lain. Sehingga hendaklah tersedia prosedur untuk pengendalian binatang pengerat dan hama.

Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area penyimpanan, koridor, dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah dirawat dalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi bangunan hendaklah ditinjau secara teratur dan diperbaiki bila perlu. Perbaikan dan perawatan bangunan dan fasilitas hendaklah dilakukan hati-hati agar kegiatan tersebut tidak mempengaruhi mutu obat.

Adapun kegiatan-kegiatan yang hendaknya dilakukan di area yang ditentukan antara lain penerimaan bahan, karantina barang masuk, penyimpanan bahan awal dan bahan pengemas, penimbangan dan penyerahan bahan atau produk, pengolahan, pencucian peralatan, penyimpanan peralatan, penyimpanan produk ruahan, pengemasan, karantina produk jadi sebelum memperoleh

(27)

Universitas Indonesia pelulusan akhir, pengiriman produk, dan laboratorium pengawasan mutu (Badan POM, 2012).

2.2.4 Peralatan

Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai, serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets, dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran, dan hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk.

Pada prinsipnya pengadaan peralatan harus mempertimbangkan apakah sesuai dengan penggunaan dengan produksi atau pengujian obat dan apakah terbuat dari material yang memenuhi syarat dan aman dalam penggunaannya. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara, atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi, atau absorbsi yang dapat mempengaruhi identitas, mutu, atau kemurnian di luar batas yang ditentukan.

Peralatan hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering. Peralatan pencucian dan pembersihan hendaklah dipilih dan digunakan agar tidak menjadi sumber pencemaran.

Peralatan untuk mengukur, menimbang, mencatat, dan mengendalikan hendaklah dikalibrasi dan diperiksa pada interval waktu tertentu dengan metode yang ditetapkan. Catatan yang memadai dari pengujian tersebut hendaklah disimpan.

Filter cairan yang digunakan untuk proses produksi hendaklah tidak melepaskan serat ke dalam produk. Filter yang mengandung asbes tidak boleh digunakan walaupun sesudahnya disaring kembali menggunakan filter khusus yang tidak melepaskan serat.

Pipa air suling, air deionisasi, dan bila perlu pipa air lain untuk produksi hendaklah disanitasi sesuai prosedur tertulis. Prosedur tersebut hendaklah berisi rincian batas cemaran mikroba dan tindakan yang harus dilakukan (Badan POM, 2012).

(28)

Universitas Indonesia 2.2.5 Sanitasi dan Higiene

Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan pembersih dan desinfeksi, serta segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.

Program higiene yang rinci hendaklah dibuat dan diadaptasikan terhadap berbagai kebutuhan di dalam area pembuatan. Program tersebut hendaklah mencakup prosedur yang berkaitan dengan kesehatan, praktik higiene, dan pakaian pelindung personil. Prosedur hendaklah dipahami dan dipatuhi secara ketat oleh setiap personil yang bertugas di area produksi dan pengawasan. Program higiene hendaklah dipromosikan oleh manajemen dan dibahas secara luas selama sesi pelatihan.

Semua personil hendaklah menerapkan higiene perorangan yang baik. Hendaklah mereka dilatih mengenai penerapan higiene perorangan. Semua personil yang berhubungan dengan proses pembuatan hendaklah memerhatikan tingkat higiene perorangan yang tinggi.

Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah didesain dan dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang baik. Hendaklah ada prosedur tertulis yang menunjukkan penanggung jawab untuk sanitasi serta menguraikan dengan cukup rinci mengenai jadwal, metode, peralatan, dan bahan pembersih yang harus digunakan untuk pembersihan sarana dan bangunan. Prosedur tertulis terkait hendaklah dipatuhi. Segala praktik tidak higienis di area pembuatan atau area lain yang dapat berdampak merugikan terhadap mutu produk, hendaklah dilarang. Prosedur sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi dan dievaluasi secara berkala agar cukup efektif dan selalu memenuhi persyaratan (Badan POM, 2012).

2.2.6 Produksi

Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa

(29)

Universitas Indonesia menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar. Adapun aspek produksi yang diatur pada CPOB meliputi :

a. Bahan awal

Pembelian bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan dan bila memungkinkan, langsung dari produsen. Pada tiap penerimaan hendaklah dilakukan pemeriksaan visual tentang kondisi umum, keutuhan wadah dan segelnya, ceceran, dan kemungkinan adanya kerusakan bahan dan tentang kesesuaian catatan pengiriman dengan label dari pemasok. Bahan awal yang diterima hendaklah dikarantina sampai disetujui dan diluluskan untuk pemakaian oleh kepala bagian pengawasan mutu. Label yang menunjukkan status bahan awal hendaklah ditempelkan hanya oleh personil yang ditunjuk oleh kepala bagian pengawasan mutu.

b. Validasi proses

Perubahan signifikan terhadap proses pembuatan termasuk perubahan peralatan atau bahan yang dapat mempengaruhi mutu produk dan atau reprodusibilitas proses hendaklah divalidasi.

c. Pencegahan pencemaran silang

Risiko pencemaran silang ini dapat timbul akibat tidak terkendalinya debu, gas, uap, percikan, atau organisme dari bahan atau produk yang sedang diproses, juga dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja operator. Tingkat risiko pencemaran ini tergantung dari jenis pencemar dan produk yang tercemar. Di antara pencemar yang paling berbahaya adalah bahan yang dapat menimbulkan sensitisasi kuat, preparat biologis yang mengandung mikroba hidup, hormon tertentu, bahan sitotoksik, dan bahan lain yang berpotensi tinggi. Produk yang paling terpengaruh oleh pencemaran adalah sediaan parenteral, sediaan yang diberikan dalam dosis besar, dan atau sediaan yang diberikan dalam jangka waktu yang panjang. d. Sistem penomoran bets dan lot

Hendaklah tersedia sistem yang menjelaskan secara rinci penomoran bets dan lot dengan tujuan untuk memastikan bahwa tiap bets dan lot produk

(30)

Universitas Indonesia antara, produk ruahan, atau produk jadi dapat diidentifikasi.

e. Penimbangan dan penyerahan

Penimbangan atau penghitungan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi serta rekonsiliasi yang lengkap.

f. Pengembalian

Semua bahan awal, bahan pengemas, produk antara, dan produk ruahan yang dikembalikan ke gudang penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar dan direkonsiliasi.

g. Operasi pengolahan produk antara dan produk ruahan

Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur tertulis. Tiap penyimpangan hendaklah dipertanggungjawabkan dan dilaporkan.

h. Bahan dan produk kering

Untuk mengatasi masalah pengendalian debu dan pencemaran silang yang terjadi pada saat penanganan bahan dan produk kering, perhatian khusus hendaklah diberikan pada desain, pemeliharaan, serta penggunaan sarana dan peralatan. Apabila layak, hendaklah dipakai sistem pembuatan tertutup atau metode lain yang sesuai.

i. Produk cair, krim, dan salep (nonsteril)

Produk cair, krim, dan salep mudah terkena kontaminasi terutama terhadap mikroba atau cemaran lain selama proses pembuatan. Oleh karena itu, tindakan khusus harus diambil untuk mencegah kontaminasi. Untuk melindungi produk terhadap kontaminasi disarankan memakai sistem tertutup untuk pengolahan dan transfer.

j. Bahan pengemas

Pengadaan, penanganan, dan pengawasan bahan pengemas primer dan bahan pengemas cetak serta bahan cetak lain hendaklah diberi perhatian yang sama seperti terhadap bahan awal. Tiap penerimaan atau tiap bets bahan pengemas primer hendaklah diberi nomor yang spesifik atau penadaan yang menunjukkan identitasnya.

(31)

Universitas Indonesia k. Kegiatan pengemasan

Kegiatan pengemasan berfungsi membagi dan mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan, dan mutu produk akhir yang dikemas.

l. Pengawasan selama proses

Untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian, atau pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk hendaklah dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) dan hasilnya dicatat. Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil dan memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin menjadi penyebab variasi karakteristik produk dalam proses.

m. Bahan dan produk yang ditolak, dipulihkan, dan dikembalikan

Bahan dan produk yang ditolak hendaklah diberi penandaan yang jelas dan disimpan terpisah di area terlarang (restricted area). Bahan atau produk tersebut hendaklah dikembalikan kepada pemasoknya atau bila dianggap perlu, diolah ulang atau dimusnahkan. Langkah apapun yang diambil hendaklah terlebih dahulu disetujui oleh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) dan dicatat.

n. Karantina dan penyerahan produk jadi

Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat hendaklah dilaksanakan untuk memastikan produk dan catatan pengemasan bets memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan.

o. Catatan pengendalian pengiriman obat

Sistem distribusi hendaklah didesain sedemikian rupa untuk memastikan produk yang pertama masuk didistribusikan lebih dahulu. Penyimpangan terhadap konsep first-in first-out (FIFO) atau first-expire first-out (FEFO) hendaklah hanya diperbolehkan untuk jangka waktu yang pendek dan

(32)

Universitas Indonesia hanya atas persetujuan manajemen yang bertanggung jawab.

p. Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi

Semua bahan dan produk hendaklah disimpan secara rapi dan teratur untuk mencegah risiko kecampurbauran atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan. Bahan dan produk hendaklah disimpan dengan kondisi lingkungan yang sesuai. Penyimpanan yang memerlukan kondisi khusus hendaklah disediakan. Kondisi penyimpanan obat dan bahan hendaklah sesuai dengan yang tertera pada penandaan berdasarkan hasil uji stabilitas (Badan POM, 2012).

2.2.7 Pemastian Mutu

Pemastian mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik secara tersendiri maupun secara kolektif yang akan mempengaruhi mutu dari obat yang dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Karena itu pemastian mutu mencakup CPOB ditambah dengan faktor lain seperti desain dan pengembangan produk. Sistem pemastian mutu yang benar dan tepat bagi pembuatan obat hendaklah memastikan bahwa :

a. Desain dan pengembangan obat dilakukan dengan cara yang memperhatikan persyaratan CPOB

b. Semua langkah produksi dan pengawasan diuraikan secara jelas dan diterapkan CPOB

c. Tanggung jawab manajerial diuraikan dengan jelas dalam uraian jabatan d. Pengaturan disiapkan untuk pembuatan, pemasokan dan penggunaan bahan

awal dan pengemas yang benar

e. Semua pengawasan terhadap produk antara dan pengawasan selama-proses lain serta dilakukan validasi

f. Pengkajian terhadap semua dokumen terkait dengan proses, pengemasan dan pengujian tiap bets, dilakukan sebelum memberikan pengesahan pelulusan untuk distribusi produk jadi. Penilaian hendaklah meliputi semua faktor yang relevan termasuk kondisi produksi, hasil pengujian selama-proses, pengkajian dokumen pembuatan (termasuk pengemasan), pengkajian

(33)

Universitas Indonesia penyimpangan dari prosedur yang telah ditetapkan, pemenuhan persyaratan dari Spesifikasi Produk Jadi dan pemeriksaan produk dalam kemasan akhir g. Obat tidak dijual atau didistribusikan sebelum kepala Manajemen Mutu

(Pemastian Mutu) menyatakan bahwa tiap bets produksi dibuat dan dikendalikan sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam izin edar dan peraturan lain yang berkaitan dengan aspek produksi, pengawasan mutu dan pelulusan produk

h. Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa, sedapat mungkin, produk disimpan, didistribusikan dan selanjutnya ditangani sedemikian rupa agar mutu tetap terjaga selama masa simpan obat

i. Tersedia prosedur inspeksi diri dan/atau audit mutu yang secara berkala mengevaluasi efektivitas dan penerapan sistem Pemastian Mutu

j. Pemasok bahan awal dan bahan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan

k. Penyimpangan dilaporkan, diselidiki dan dicatat

l. Tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan yang berdampak pada mutu produk

m. Prosedur pengolahan ulang produk dievaluasi dan disetujui

n. Evaluasi berkala mutu obat dilakukan untuk verifikasi konsistensi proses dan memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan.

2.2.8 Pengawasan Mutu

Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat.

Setiap Industri Farmasi hendaklah mempunyai fungsi Pengawasan Mutu. Fungsi ini hendaklah independen dari bagian lain. Sumber daya yang memadai hendaklah tersedia untuk memastikan bahwa semua fungsi Pengawasan Mutu dapat dilaksanakan secara efektif dan dapat diandalkan.

(34)

Universitas Indonesia Pengawasan Mutu secara menyeluruh juga mempunyai tugas lain, antara lain menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan mutu, mengevaluasi, mengawasi, dan menyimpan baku pembanding, memastikan kebenaran label wadah bahan dan produk, memastikan bahwa stabilitas dari zat aktif dan produk jadi dipantau, mengambil bagian dalam investigasi keluhan yang terkait dengan mutu produk, dan ikut mengambil bagian dalam pemantauan lingkungan.

Semua kegiatan pengawasan mutu hendaklah dilaksanakan sesuai dengan prosedur tertulis dan dicatat. Personil Pengawasan Mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk melakukan pengambilan sampel dan investigasi bila diperlukan.

2.2.9 Inspeksi Diri, Audit Mutu, serta Audit dan Persetujuan Pemasok

Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu Industri Farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara objektif.

Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin, di samping itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. Inspeksi diri dapat dilaksanakan perbagian sesuai dengan kebutuhan perusahaan, namun inspeksi diri yang menyeluruh hendaklah dilaksanakan minimal 1 (satu) kali dalam setahun.

Audit mutu merupakan suatu inspeksi dan penilaian independen terhadap seluruh atau sebagian dari sistem mutu dengan tujuan untuk meningkatkan sistem mutu tersebut, dengan kata lain audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar, independen, atau suatu tim yang dibentuk khusus, untuk hal ini oleh manajemen perusahaan.

(35)

Universitas Indonesia Kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) hendaklah bertanggung jawab bersama bagian lain yang terkait untuk memberi persetujuan pemasok yang dapat diandalkan untuk memasok bahan awal dan bahan pengemas yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Evaluasi terhadap pemasok perlu dipertimbangkan riwayat pemasok dan sifat bahan yang dipasok sebelum pemasok disetujui dan dimasukkan ke dalam daftar pemasok atau spesifikasi. Evaluasi pemasok juga perlu dilakukan secara teratur. Jika audit diperlukan, audit tersebut hendaklah menetapkan kemampuan pemasok dalam pemenuhan standar CPOB (Badan POM, 2012).

2.2.10 Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti, sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif.

Semua keluhan dan laporan keluhan hendaklah diteliti dan dievaluasi dengan cermat, kemudian diambil tindak lanjut yang sesuai dan dibuatkan laporan, serta dikaji secara berkala untuk mengidentifikasi hal yang spesifik atau masalah yang berulang terjadi yang memerlukan perhatian dan kemungkinan penarikan kembali produk dari peredaran. Tindakan penarikan kembali dilakukan segera setelah diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi yang merugikan. Prosedur penarikan kembali produk hendaknya disediakan secara tertulis serta diperiksa secara berkala bila perlu dimutakhirkan untuk mengatur segala tindakan penarikan kembali.

Selain itu diperlukan penunjukan personil yang bertanggung jawab dalam melaksanakan dan mengkoordinasikan penarikan kembali produk. Personil tersebut hendaklah independen terhadap bagian penjualan dan pemasaran serta memahami segala operasi penarikan kembali. Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke pabrik karena adanya keluhan, kerusakan, kadaluwarsa, masalah keabsahan, atau sebab lain mengenai kondisi obat, wadah, atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan

(36)

Universitas Indonesia keamanan, identitas, mutu, dan jumlah obat yang bersangkutan. Efektivitas penyelenggaraan penarikan kembali hendaklah dievaluasi dari waktu ke waktu (Badan POM, 2012).

2.2.11 Dokumentasi

Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, dokumen produksi induk atau formula pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, serta laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah hal yang sangat penting.

Dokumen hendaklah didesain, disiapkan, dikaji, dan didistribusikan dengan cermat. Dokumen hendaklah disetujui, ditandatangani, dan diberi tanggal oleh personil yang sesuai dan diberi wewenang. Isi dokumen hendaklah tidak bermakna ganda; judul, sifat dan tujuannya hendaklah dinyatakan dengan jelas. Dokumen hendaklah dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu mutakhir. Bila suatu dokumen direvisi, hendaklah dijalankan suatu sistem untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku secara tidak sengaja.

Dokumen hendaklah tidak ditulis-tangan, akan tetapi bila dokumen memerlukan pencatatan data, maka pencatatan ini hendaklah ditulis-tangan dengan jelas, terbaca, dan tidak dapat dihapus. Semua perubahan yang dilakukan terhadap pencatatan pada dokumen hendaklah ditandatangani dan diberi tanggal; perubahan hendaklah memungkinkan pembacaan informasi semula. Data dapat dicatat dengan menggunakan sistem pengolahan data elektronis, cara fotografis atau cara lain yang dapat diandalkan, namun prosedur rinci berkaitan dengan sistem yang digunakan hendaklah tersedia, dan akurasi catatan hendaklah dicek.

Dokumen yang diperlukan di Industri Farmasi antara lain spesifikasi yang terdiri dari spesifikasi bahan awal, spesifikasi bahan pengemas, spesifikasi produk

(37)

Universitas Indonesia antara dan produk ruahan dan spesifikasi produk jadi, dokumen produksi, dokumen produksi induk, prosedur pengolahan induk, prosedur pengemasan induk, catatan pengolahan bets serta catatan pengemasan bets (Badan POM, 2012).

2.2.12 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui, dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu).

Semua pengaturan untuk pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak termasuk usul perubahan dalam pengaturan teknis atau pengaturan lain hendaklah sesuai dengan izin edar untuk produk yang bersangkutan. Kontrak yang dibuat hendaknya mengizinkan pemberi kontrak untuk mengaudit sarana dari penerima kontrak. Dalam hal analisis berdasarkan kontrak, pelulusan akhir harus diberikan oleh kepala bagian manajemen mutu pemberi kontrak (Badan POM, 2012).

2.2.13 Kualifikasi dan Validasi

CPOB mensyaratkan Industri Farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat memengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi.

Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV hendaklah merupakan dokumen yang singkat, tepat, dan jelas. RIV hendaklah mencakup sekurang-kurangnya data

(38)

Universitas Indonesia sebagai berikut, kebijakan validasi: struktur organisasi kegiatan validasi; ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi; format dokumen; format protokol dan laporan validasi; perencanaan dan jadwal pelaksanaan; pengendalian perubahan; dan acuan dokumen yang digunakan.

Protokol validasi hendaklah merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan. Laporan harus dibuat mengacu pada protokol kualifikasi dan atau protokol validasi dan memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi, kesimpulan, dan rekomendasi perbaikan. Tiap perubahan terhadap rencana yang ditetapkan dalam protokol hendaklah didokumentasikan dengan pertimbangan yang sesuai. Kualifikasi terdiri dari:

a. Kualifikasi desain b. Kualifikasi instalasi c. Kualifikasi operasional d. Kualifikasi kinerja

Sedangkan validasi terdiri dari :

a. Validasi proses yang terdiri dari validasi prospektif, konkuren dan retrospektif

b. Validasi pembersihan c. Validasi metode analisis

d. Validasi ulang (Badan POM, 2012).

2.3 ISO 9001

2.3.1 Definisi dan sejarah

ISO 9001 merupakan model sistem jaminan kualitas dalam desain atau pengembangan, produksi, instalasi, dan pelayanan atau sering disebut dengan istilah Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO 9001. Namun ada pula yang mengatakan bahwa ISO 9001 merupakan standar internasional yang mengatur tentang Sistem Manajemen Mutu (Quality Management System). Berdasarkan pengertian tersebut, bisa disimpulkan bahwa ISO 9001 merupakan salah satu dari seri ISO 9000 yang mengatur tentang SMM sehingga ISO 9001 sering disebut dengan SMM ISO 9001.

(39)

Universitas Indonesia ISO 9001 lahir pertama kali pada tahun 1987 yang dikenal dengan nama SMM ISO 9001:1987. Ada tiga versi pilihan implementasi pada seri 1987 ini, yaitu yang menekankan pada aspek quality assurance (QA), aspek QA dan produksi, serta quality assurance for testing. Konsentrasi utamanya adalah inspeksi produk di akhir sebuah proses (dikenal dengan final inspection) dan kepatuhan pada aturan prosedur sistem yang harus dipenuhi secara menyeluruh.

Perkembangan berikutnya, tahun 1994, karena kebutuhan guaranty quality bukan hanya pada aspek final inspection, tetapi lebih jauh ditekankan perlunya proses preventive action untuk menghindari kesalahan pada proses yang menyebabkan ketidaksesuaian pada produk. Namun demikian, seri 9001:1994 ini masih menganut prosedur sistem yang kaku dan cenderung document centre dibanding kebutuhan organisasi yang disesuaikan dengan proses internal organisasi. Seri 9001:1994 lebih fokus pada proses manufacturing dan sangat sulit diaplikasikan pada organisasi bisnis kecil, karena banyaknya prosedur yang harus dipenuhi. Karena keterbatasan inilah, maka Technical Committee melakukan tinjauan atas standar yang ada, hingga akhirnya lahirlah revisi ISO 9001:2000 yang merupakan penggabungan dari ISO 9001, 9002, dan 9003 versi 1994.

Pada seri 9001:2000, tidak lagi dikenal 20 klausul wajib, tetapi lebih pada proses bisnis yang terjadi dalam organisasi sehingga organisasi sekecil apapun bisa mengimplementasi SMM ISO 9001:2000 dengan berbagai pengecualian pada proses bisnisnya, maka dikenalah istilah BPM atau Business Process Mapping, di mana setiap organisasi harus memetakan proses bisnisnya dan menjadikannya bagian utama dalam quality manual perusahaan. Walau demikian ISO 9001:2000 masih mewajibkan 6 prosedur yang harus terdokumentasi, yaitu prosedur control of document, control of record, control of non-conforming product, internal audit, corrective action, dan preventive action, yang semuanya bisa dipenuhi oleh organisasi bisnis manapun.

Pada perkembangan berikutnya, seri ISO 9001:2008 lahir sebagai bentuk penyempurnaan atas revisi tahun 2000. Adapun perbedaan antara seri ISO 9001:2000 dengan ISO 9001:2008 secara signifikan lebih menekankan pada efektivitas proses yang dilaksanakan dalam organisasi tersebut. Jika pada seri ISO 9001:2000 mengatakan harus dilakukan corrective dan preventive action,

(40)

Universitas Indonesia maka seri ISO 9001:2008 menetapkan bahwa proses corrective dan preventive action yang dilakukan harus secara efektif berdampak positif pada perubahan proses yang terjadi dalam organisasi. Selain itu, penekanan pada kontrol proses outsourcing menjadi bagian yang disoroti dalam seri terbaru ISO 9001 ini. Berdasarkan pemaparan di atas, maka bisa disimpulkan bahwa seri ISO 9001 dalam perkembangannya telah mengalami tiga kali revisi sejak pertama didirikan pada tahun 1987. Secara umum tidak ada perubahan signifikan dari revisi tahun 2000 ke tahun 2008, tidak ada penambahan maupun pengurangan klausul di dalamnya (Wahyono, 2013).

2.3.2 Manfaat penerapan ISO 9001:2008

Adapun manfaat dari penerapan ISO 9001:2008 yaitu :

a. Menghadapi era perdagangan bebas (AFTA) 2003, perusahaan sebaiknya sudah menerapkan SMM, agar membantu perusahaan dalam meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan melalui penyediaan jaminan mutu yang lebih baik

b. Nilai kompetisi perusahaan semakin meningkat dengan sertifikasi ISO 9001:2008

c. Penerapan ISO 9001:2008 akan meningkatkan produktivitas, efisiensi, efektifitas operasional, dan mengurangi biaya yang ditimbulkan barang cacat (reject) atau barang bermutu rendah dan limbah

d. Membuat sistem kerja dalam suatu perusahaan menjadi standar kerja yang terdokumentasi dan mempunyai aturan kerja yang baik sehingga memudahkan dalam pengendalian

e. Dapat berfungsi sebagai standar kerja untuk melatih karyawan yang baru f. Menjamin bahwa proses yang dilaksanakan sesuai dengan sistem

manajemen mutu yang ditetapkan

g. Akan memudahkan top management dalam pencapaian target, karena sudah dipersiapkannya target yang terukur dan rencana pencapaiannya

h. Meningkatkan semangat dan moral karyawan karena adanya kejelasan tugas dan wewenang (job deSCription) dan hubungan antar bagian yang terkait sehingga karyawan dapat bekerja dengan efisien dan efektif.

(41)

Universitas Indonesia i. Dapat mengarahkan karyawan agar berwawasan mutu dalam memenuhi

permintaan pelanggan, baik internal maupun eksternal (QIMS, 2010).

2.3.3 Klausul ISO 9001:2008

ISO 9001:2008 memiliki 8 klausul yang menjadi panduan penerapan Sistem Manajemen Mutu. Standar ISO 9001:2008 memuat 8 klausul sebagai berikut:

a. Klausul 1 ( Ruang Lingkup), Klausul 2 (Acuan Standar), Klausul 3 (Istilah dan Definisi)

Klausul 1 -3 bersifat sebagai pengantar standar ISO 9001:2008. b. Klausul 4 (Sistem Manajemen Mutu)

Klausul 4 secara umum berisi tentang konsekuensi penerapan ISO 9001:2008 yang diwajibkan memiliki dokumen-dokumen tertulis seperti Manual Mutu, Kebijakan Mutu, Sasaran Mutu, 6 Prosedur Wajib, Prosedur Kerja bagian / divisi / departemen, Instruksi Kerja, Rekaman Mutu yang dipersyaratkan oleh ISO 9001 dan rekaman mutu yang berkaitan dengan kegiatan operasional di organisasi.

c. Klausul 5 (Tanggung Jawab Manajemen)

Klausul 5 berisi tentang tugas yang harus dilakukan oleh Top Manajemen seperti penetapan struktur organisasi, job deSCription, penetapan sasaran mutu, penunjukan perwakilan manajemen, dan pelaksanaan salah satu dari dua kegiatan yang harus dijalankan secara rutin dalam periode waktu tertentu seperti Rapat Tinjauan Manajemen.

d. Klausul 6 (Manajemen Sumber Daya)

Klausul 6 secara umum berisi persyaratan yang berkaitan dengan pekerjaan HRD dan GA yaitu tentang kepegawaian dan Sarana dan Prasarana. Pada Klausul 6 terdapat penetapan mengenai kompetensi, mengadakan seleksi dan evaluasi karyawan, mengadakan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi karyawan, serta mengelola sarana dan prasarana pada organisasi.

e. Klausul 7 (Realisasi Produk)

(42)

Universitas Indonesia yang dimulai dari kesepakatan dengan pelanggan sampai produk atau jasa sampai ke tangan pelanggan. Klausul 7 berisi tentang pengaturan beberapa divisi pada suatu organisasi seperti Marketing, Purchasing, PPIC, Produksi/gudang, QA, QC, dan lain-lain.

f. Klausul 8 (Pengukuran, Analisis, dan Peningkatan)

Klausul 8 berisi tentang analisis proses secara keseluruhan. Pada Klausul 8 diharapkan untuk terus melakukan perbaikan denan menganalisis data seperti survey kepuasan pelanggan, keluhan pelanggan, produk reject, kesalahan kerja. Perbaikan tersebut juga termasuk dengan pelaksanan kegiatan audit internal dalam periode waktu tertentu dengan tujuan memastikan kesesuaian antara penerapan Standar ISO 9001:2008 dan kebijakan yang telah ditetapkan oleh perusahaan (Rahadian, 2014).

2.4 OHSAS 18001 2.4.1 Pendahuluan

Organisasi, perkantoran, serta industri mulai meningkatkan kepedulian terhadap pencapaian dan pengenalan menyangkut dengan kesehatan dan keamanan kerja (Occupational Health and Safety). Dalam rangka meningkatkan kesehatan dan keamanan kerja dibuat suatu petunjuk dengan standar internasional yaitu OHSAS (Occupational Health And Safety Assesment Series) 18001: 2007. OHSAS memiliki standar yang diperlukan dalam melaksanakan manajemen dari kesehatan dan keselamatan kerja yang efektif, teringrasi, berkesinambungan, dan diakui secara hukum yang berlaku secara internasional.

Sistem OHSAS memungkinkan organisasi untuk mengembangkan kebijakan K3, menetapkan tujuan dan proses untuk mencapai komitmen kebijakan, mengambil tindakan yang diperlukan untuk meningkatkan kinerjanya dan menunjukkan kesesuaian sistem untuk persyaratan Standar OHSAS ini. Edisi kedua dari Standar OHSAS ini difokuskan pada klarifikasi dari edisi pertama, dan telah mengambil pertimbangan dari ketentuan standar sistem manajemen lain atau publikasi untuk meningkatkan kompatibilitas standar tersebut untuk ISO 9001, ISO 14001, ILO-OSH, dan manfaat dari komunitas pengguna.

(43)

Universitas Indonesia pada berbagai masalah sistem manajemen K3 dapat dilihat pada OHSAS 18002 .OHSAS 18001, terus menerus dengan menerapkan suatu sistem PDCA yang merupakan sistem penerapan OHSAS pada industri. Sistem PDCA antara lain:

a. Plan  menetapkan proses perencanaan yang bersumber dengan ISO 9001, ISO 14001 dan OHSAS 18001

b. Do  menerapkan dan mengoperasikan sistem manajemen K3 dari sumber-sumber daya yang cukup, komunikasi yang baik, struktur manajemen serta menyediakan sumber daya manusia yang berkompeten akan K3 kualitas produk dan lingkungan

c. Check  menilai proses sistem manajemen terintegrasi melalui pemantauan kepuasan pelanggan audit internal, evaluasi status kesesuaian produk, analisis data dan dokumentasi yang baik tentang kualitas produk, K3, dan lingkungan.

d. Act  mengambil tindakan untuk memperbaiki dan meningkatkan terus menerus dengan cara melakukan peninjauan ulang, mengidentifikasi area tertentu, tindakan korektif, dan pencegahan penyebab potensial yg berhubungan dengan sistem manajemen tentang kualitas produk, K3, dan lingkungan (OHSAS, 2007).

2.4.2 Klausul OHSAS

Klausal dalam OHSAS antara lain :

a. Perancanaan mencakaup identifikasi bahan berbahaya, faktor resiko, dan kontrol resiko

b. Penerapan operasional sistem K3 yang terdiri dari pelatihan, konsultasi, dokumentasi, kontrol dokumen, kontrol operasional, dan kesiapsiagaan dalam keadaan darurat

c. Aktivitas koreksi dan pengecekan, pengawasan dan pengukuran kinerja, CAPA (Corrective and Preventive Action), manjemen data, dan audit d. Tinjauan ulang manajemen.

(44)

Universitas Indonesia 2.4.3 Manfaat penerapan OHSAS

OHSAS secara umun dapat diterapkan karena mempunyai suatu standar yang secara spesifik berhubungan dengan K3. Penerapan OHSAS dalam suatu perushaan antara lain :

a. Menegakkan suatu sistem manajemen K3 yang berfungsi untuk meniadakan atau mengurangi resiko personil kerja dan pihak yang terkait yang dapat terpapar kegiatan kerja yang berbahaya dan berisiko tinggi

b. Menerapkan, menjaga, dan secara terus menerus meningkatkan suatu sistem manajemen K3

c. Merupakan suatu standar yang tersertifikasi dan diakui secara hukum

d. Menjelaskan keutamaan pentingnya sistem OHSAS tersebut sehingga memiliki standar yaitu :

 Menciptakan determinasi dan suatu deklarasi bahwa suatu perusahaan telah menerapkan sistem tersebut

 Adanya suatu konfirmasi pada perusahaan sendiri maupun lain akan suatu sistem K3 yang terstandar

 Adanya sertifikasi yang diakui secara internasional

Standar OHSAS pada dasarnya hanya bertujuan pada penerapan sistem K3 sehingga tidak mencakup pada kualitas produksi, perawatan alat, dan kerusakan alat (OHSAS, 2007).

(45)

29 Universitas Indonesia BAB 3

TINJAUAN UMUM

PT. GALENIUM PHARMASIA LABORATORIES

3.1 Profil

3.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan

PT. Galenium Pharmasia Laboratories (PT. GPL) merupakan Industri Farmasi swasta dalam negeri (PMDN) yang didirikan oleh B.S. Joesoef beserta keluarga pada tahun 1960 yang dahulu bernama PT Nitra. PT. Nitra merupakan perusahaan yang bergerak di bidang penjualan obat-obatan. B.S Joesoef dan putranya, Dr. Eddy Joesoef memiliki keinginan tidak hanya menjual, tetapi juga memproduksi obat-obatan. Pada tahun 1980, Dr. Eddy Joesoef bersama keluarganya mendirikan perusahaan farmasi yang diberi nama PT. Yupharin Pharmaceutical. Selama 10 tahun, PT. Yupharin Pharmaceutical mengalami perkembangan pesat menjadi perusahaan farmasi yang modern dan kompetitif. Pada tahun 1990, PT. Yupharin Pharmaceutical melakukan restrukturisasi dalam hal operasional dan manajemen. Setahun kemudian, Dr. Eddy Joesoef pensiun dan kedudukannya digantikan oleh puteranya Juzardi Joesoef.

Strategi pengembangan terus dilakukan untuk kemajuan perusahaan. Pada tahun 1994, PT. Yupharin Pharmaceutical menempati bangunan pabrik seluas ±2 hektar di Jalan Raya Bogor Km 51,5 Cimandala, Bogor, Jawa Barat. Bangunan tersebut semula ditempati oleh perusahaan farmasi PT. Bristol Myers dan kemudian direnovasi sesuai ketentuan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik). PT. Galenium Pharmasia Laboratories memiliki sertifikasi, yaitu

a. Pada Tahun 1995, mendapatkan Sertifikat CPOB

b. Pada Tahun 2000, mendapatkan Sertifikat ISO 9001:2000 c. Pada Tahun 2001, mendapatkan Sertifikat CPKB

d. Pada Tahun 2013, mendapatkan Sertifikat OHSAS

PT. Yupharin Pharmaceutical memiliki lebih dari 44 jenis produk yang terbagi atas produk farma dan personel skin care (PSC), di mana produk-produk tersebut kebanyakan berfokus pada pengobatan kulit. Selain karena Dr. Eddy

Gambar

Tabel 3.1  Parameter Pemeriksaan Air Limbah .............................................................
Gambar 3.1. Logo PT. Galenium Pharmasia Laboratories
Tabel 3.1. Parameter pemeriksaan air limbah
Gambar 4.1 Alur produksi sediaan larutan
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

jenis metode yang akan digunakan untuk menilai indikator Faktor eksternal utama yang diperlukan untuk mencapai tujuan umum dalam jangka panjang PURPOSE (Immediate

1. Harapan pelanggan atas kualitas pelayanan jasa penerbangan Lion Air berdasarkan hasil analisis deskriptif secara keseluruhan berada dalam kategori “penting”

Seseorang yang menderita hipertensi disebabkan karena ada masalah dari dalam diri atau dari luar, kemudian penderita hipertensi tersebut memiliki keyakinan

Minum Obat (Studi Kasus di Kelas IV SD Negeri I Giriharjo, Kecamatan Puhpelem, Kabupaten Wonogiri Semester I Tahun Pelajaran 2013/2014).Tesis.Program Pendidikan

6.2.5.4 Gender memiliki pengaruh signifikan terhadap Performance Expectancy dengan Behavioural Intention Berdasarkan hasil analisis inferensial yang telah dilakukan

Menetapkan Tata Cara Penyelesaian Tuntutan Ganti Kerugian Negara Terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara di Lingkungan Badan Standardisasi Nasional, sebagaimana

Di satu pabrik seorang mekanik tidak mengecek nomer label dan membongkar sambungan yang diberi label untuk pekerjaan dahulu; label ini dibiarkan ketika pekerjaan dahulu

Terjadi interaksi antara konsentrasi pelarut dan lama ekstraksi terhadap total padatan terlarut, kadar gula reduksi, kadar beta karoten, dan organoleptik atribut aroma