LAPORAN AKHIR
PENELITIAN DOSEN PEMULA
OPTIMASI KUALITAS PEMBAKARAN BRIKET CHAR PRODUK
PYROLYSIS LIMBAH PLASTIK MELALUI PENGKAJIAN ULTIMATE
DAN EFEK POROSITAS
Tahun ke 1 dari rencana 1 tahun
KETUA
: Sutoyo, S.Pd.T, M.Eng.
NIDN : 0621128103
ANGGOTA : M. Imron Rosyidi, ST.M.Si
NIDN : 0626127201
Dibiayai oleh :
Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Sesuai dengan
Surat Perjanjian Pelaksanaan Penugasan Penelitian Dosen Pemula
Bagi Dosen Perguruan Tinggi Swasta
Antara Ditjen Dikti dengan Kopertis Wlayah VI Nomor :
054/SP2H/PL/DIT.LITABMAS/VI/2014, tanggal 26 April 2014
Antara Kopertis Wilayah VI dengan Universitas Muhammadiyah Magelang
Nomor : 003/SP2H/KL/PENELITIAN/VI/2014, tanggal 6 Juni 2014
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
NOVEMBER 2014
iii
ABSTRAK
Pengolahan limbah pastik menjadi bahan bakar dalam konsep Waste to
Energy merupakan teknologi yang mulai memasyarakat dengan metode
pirolisis. Selain bahan bakar cair sebagai produk utama, yang dihasilkan dari
metode di atas adalah padatan dan non-condensable gas. Secara umum gas
sisa tersebut langsung dibakar, sedangkan padatan dapat diolah menjadi
bahan bakar padat (briket char). Untuk mengolah padatan menjadi char
(fixed carbon+ash) maka harus dilakukan proses awal untuk menghilangkan
moisture dan mereduksi kadar volatile matter. Meskipun volatile merupakan
bahan bakar tetapi kadar yang besar mengindikasikan proses pirolisis yang
belum baik, selain itu dalam aplikasi pembakaran akan menimbulkan jelaga.
Penelitian awal telah menghasilkan data pengujian kualitas pembakaran 8
sampel briket dari 13 sampel char yang diperoleh melalui pyrolysis bahan
plastik polyethylene dengan variasi temperatur operasi antara 450-500 °C,
serta variasi massa dan jenis katalis Zeolite Y dan Natural Zeolite. Selain itu
variasi juga dilakukan dengan pencampuran bahan PE tersebut dengan jenis
Polystyrene , Polypropylene, Polyethylene Terephthalate , dan Other.
Karakteristik char diketahui melalui proximate test meliputi moisture
content, ash, volatile matter, dan fixed carbon, nilai kalor diuji melalui bomb
calorimeter. Kualitas pembakaran diuji dalam furnace dengan temperatur
dinding ± 230°C dan aliran udara konstan 0,7 m/s, serta diukur kadar
emisinya. Permasalahannya adalah dalam aplikasi diketahui bahwa
pembakaran briket tidak optimal, ditandai periode pemanasan yang lama,
serta kadar CO yang bervariasi. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya
optimasi kualitas pembakaran yang akan dianalisa melalui pengujian
ultimate dan efek porositas.
iv
Abstract
Recycling p
rocess of the plastic waste into fuel in the concept of Waste
to Energy is a technology that began to popularize the pyrolysis method
.
In
addition to liquid fuels as the main product , which is produced from the above
method is solid and non - condensable gases. Generaly, the residual gas is burned
directly , while the solids can be processed into solid fuel (char briquettes) . To
process the solids into a char ( fixed carbon + ash ) then it should be the
beginning of a process to remove moisture and reduce levels of volatile matter .
Despite a volatile fuel but large levels indicate that the pyrolysis process has not
been good , besides the burning application will cause soot . Initial research has
resulted in the burning of 8 quality test data sample of 13 samples char briquettes
obtained by pyrolysis of polyethylene plastic material with an operating
temperature variation between 450-500 ° C , as well as mass variations and types
of catalysts Zeolite Y and Natural Zeolite . In addition, the variation was also
performed by mixing the PE material with the type of Polystyrene , Polypropylene
, Polyethylene Terephthalate , and Other . Char characteristics are known
through the proximate test include moisture content , ash , volatile matter and
fixed carbon , calorific value is tested through the bomb calorimeter .
Combustion
quality tested in the furnace at a temperature of 230 ° C ± walls and constant air
flow of 0.7 m / s , and the measured emission levels .The problem is in the
application note that burning briquettes are not optimized , long heating periods
indicated , as well as varying levels of CO . Therefore, it is necessary to the
optimization of combustion quality will be analyzed through the ultimate test and
the effect of porosity .
v
PRAKATA
Penelitian tentang “Optimasi Kualitas Pembakaran Briket Char Produk
Pyrolysis Limbah Plastik Melalui Pengkajian Ultimate Dan Efek Porositas ” ini
merupakan salah satu kontribusi dalam pelaksanaan Tri Dharma Perguruan
Tinggi. Peneliti sebagai seorang dosen dari Fakultas Teknik Universitas
Muhammadiyah Magelang terdorong untuk memberikan perhatian tentang
produk sisa pegolahan limbah plastik, dalam hal ini produk tersebut berupa
padatan diolah dan dianalisa menjadi bahan bakar briket.
Laporan ini dibuat untuk menunjukkan hasil penelitian berupa data-data
yang telah diperoleh. Penelitian ini terkait dengan salah satu metode pengolahan
limbah plastik melalui pirolisis, dimana produk utama berupa bahan bakar cair
dengan sisa proses berupa padatan yang berpotensi diolah sebagai bahan bakar
briket. Potensi sebagai bahan bakar padat itu perlu untuk dikaji melalui uji yang
sesuai diantaranya ultimate test , uji nilai kalor, dan proximate test sehingga
kelayakannya akan diketahui. Disamping itu penelitian ini juga mencoba
melakukan eksperimen terkait efek porositas terhadap kinerja pembakaran.
Peneliti menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan laporan ini,
sehingga saran dan masukan yang konstruktif sangat peneliti harapkan.
Magelang, November 2014
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN PENGESAHAN
ABSTRAK
ABSTRACT
PRAKATA
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
i
ii
iii
iv
v
vii
viii
ix
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
1
1.2. Perumusan Masalah
4
1.3. Batasan Masalah
4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian Pustaka
5
2.2. Landasan Teori
7
2.2.1. Char Sebagai Produk Pyrolysis Limbah Plastik
7
2.2.2
Analisa Proximate dan Ultimate
10
2.2.3. Teknologi Briket
14
2.2.4. Karakteristik Pembakaran Briket
15
BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1
3.2
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
17
17
BAB 4. METODE PENELITIAN
4.1
4.2
4.3
Lokasi Penelitian
Tahapan Penelitian
Diagram Alir Penelitian
19
19
23
BAB 5. HASIL YANG DICAPAI
vii
5.2
5.3
5.4
Porositas Dan Sifat Ketahanan Fisik Briket Char
Karakteristik Pembakaran Briket
Optimasi Pembakaran Briket
31
34
44
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1
7.2
Kesimpulan
Saran
46
46
DAFTAR PUSTAKA
47
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Kondisi Temperatur Operasi
Tabel 2.2. Keseimbangan Massa Produk Pirolisis
Tabel 2.3. Hubungan dimensi briket dengan kekuatan briket
Tabel 2.4. Karakteristik Biobriquette
Tabel 4.1. Variasi perlakuan pada proses pirolisis sampah plastik
Tabel 5.1. Data dimensi briket dan nilai Impact Resistance Index
Tabel 5.2. Data karakteristik pembakaran briket (char 100% PE)
Tabel 5.3. Data karakteristik pembakaran briket (bahan char campuran)
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Penggunaan plastik di dunia tahun 2007dalam Million tones
Gambar 1.2. Bentuk molekul beracun dari Dioxin dan Furan
Gambar 2.1. Pengaruh cracking temperature terhadap proporsi produk
Gambar 2.2. Sampel char berdasarkan variasi temperature pirolisis
Gambar 2.3. Skema batch reactor untuk pirolisis plastik
Gambar 2.4. Polimerisasi ethylene
Gambar 2.5. Struktur Molekul Polymer
Gambar 2.6. Rantai Alkana
Gambar 2.7. Rantai alkuna dan alkena
Gambar 2.8. Rantai aromatic hydrocarbon
Gambar 2.9. Skema alat uji pembakaran briket biomassa
Gambar 4.1. Skema batch reactor
Gambar 4.2. Langkah pengujian volatile matter
Gambar 4.3. Langkah pengujian kadar abu
Gambar 4.4. Flow Chart Penelitian
Gambar 5.1. Grafik data proximate test untuk bahan PE 100% dengan
Gambar 5.2. Grafik pengaruh temperatur reaktor pirolisis terhadap komposisi char
yang diukur melalui proximate analysis
Gambar 5.3. Grafik pengaruh temperatur reaktor terhadap nilai kalor Char
Gambar 5.4. Data proximate test Char dari pirolisis PE berdasarkan treatment
Katalis Natural Zeolite
Gambar 5.5. Data proximate test Char dari pirolisis PE berdasarkan treatment
Katalis Y Zeolite dan Tanpa Katalis
Gambar 5.6. Nilai kalor char dari pirolisis 100% PE pada 450°C
Gambar 5.7. Data proximate dari char hasil pirolisis bahan campuran
Gambar 5.8. Nilai kalor char hasil pirolisis bahan campuran
Gambar 5.9. Briket dari Char yang lunak meleleh dalam furnace alat uji
Gambar 5.10. Kondisi uji pembakaran briket dari Char kering
x
Gambar 5.11. Grafik Pengurangan Massa Briket (char 100% PE)
Gambar 5.12. Grafik laju pembakaran (Briket char 100% PE)
Gambar 5.13. Grafik Pengurangan Massa Briket (char,PE-Other)
Gambar 5.14. Grafik Pengurangan Massa Briket (char,PE-PP-PET-PS-Other)
Gambar 5.15. Grafik Pengurangan Massa Briket (sampel 9 dan 12)
Gambar 5.16. Grafik laju pembakaran (briket dari char pirolisis bahan campuran)
Gambar 5.17. Grafik kadar CO pada emisi pembakaran briket (Char-100%PE)
Gambar 5.18. Grafik kadar SO2 pada emisi pembakaran briket (Char-100%PE)
Gambar 5.19. Grafik kadar CO pada emisi pembakaran briket (Char-Mixed)
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Limbah plastik merupakan permasalahan serius karena sifatnya
non-biodegradable tidak terurai secara alami oleh mikro organisme serta
unsur-unsur kimia yang terkandung akan berdampak negatif bagi lingkungan dan
makhluk hidup. Selain itu penumpukan limbah yang disebabkan
minimalnya sumber daya untuk daur ulang (recycle), keterbatasan tempat
pembuangan (landfill), dan perilaku masyarakat untuk membakar limbah
plastik secara langsung yang akan menimbulkan emisi berbahaya di udara
perlu mendapat perhatian. Gambar 1.1 menunjukkan sebuah data dari
Plastics Europe Market Research Group (PEMRG) yang menunjukkan
besarnya konsumsi plastik dunia pada tahun 2007 yang lalu. Eropa
merupakan pengguna plastik terbesar yaitu mencapai 65 juta ton sedangkan
Asia termasuk Indonesia merupakan ketiga yang terbesar yaitu mencapai
42,9 juta ton.
Gambar 1.1. Penggunaan plastik di dunia tahun 2007dalam Million tones
Sebuah pemikiran yang positif adalah bagaimana cara menangani
melimpahnya limbah plastik tersebut secara tepat. Cara-cara konvensional
semacam landfilling dan pembakaran (incineration) hanya menimbulkan
polusi udara, kontaminasi tanah, serta mahalnya lahan dan biaya
pembuangan (Lee, 2012). Kontaminasi di udara (Hester dan Harrison, 1994)
2
dapat terbentuk pada berbagai cara tergantung dari jenis perlakuan terhadap
sampah. Pembakaran langsung akan menghasilkan kontaminan diantaranya
abu terbang (fly-ashes), evaporasi bahan logam, senyawa dari gabungan
Chlorin (Cl), Nitrogen (N), Fosfor (F) dan Sulfur (S) serta produk lain dari
pembakaran yang tidak sempurna. Beberapa produk berbahaya dari kondisi
pembakaran limbah plastik adalah polycyclic aromatic hydrocarbons
(PAHs), polychlorinated dibenzodioxins (PCDDs), dan polychlorinated
dibenzofurans (PCDFs) (Garcia dkk, 2003). Dalam sebuah report yang
dikeluarkan oleh Environmental and Safety Services for Environment
Australia, Commonwealth (1999) bahwa PCDDs dan PCDFs terbentuk
dengan ikatan chlorine pada senyawa aromatik yang memiliki dua rantai
benzene. Struktur dari bentuk beracun molekul dioxin dan furan dapat
dilihat pada Gambar 1.2, molekul dioxin terikat pada dua atom oksigen
sedangkan molekul furan terikat pada satu atom oksigen. Women in Europe
for a Common Future (WECF) menyatakan bahwa dioxin bersifat
menyebabkan kanker (carcinogenic), mengganggu hormon, menumpuk dan
terakumulasi dalam lemak tubuh serta dapat diturunkan oleh ibu secara
langsung kepada bayinya melalui placenta. Dioxin juga dapat terkandung
dalam tanaman, hasil pertanian, binatang, maupun saluran air yang
selanjutnya dikonsumsi oleh manusia.
Gambar 1.2. Bentuk molekul beracun dari Dioxin dan Furan
Konsep daur ulang plastik (recycling of plastic wastes) selanjutnya
merupakan metode yang banyak dipilih oleh karena limbah plastik dianggap
3
bahan baku yang murah dan melimpah. Pengolahan menjadi minyak sebagai
bahan bakar cair merupakan salah satu cara yang menarik untuk
menghasilkan sumber energi sekaligus meningkatkan kualitas penanganan
limbah plastik tersebut. Teknik recycle yang populer dalam pengolahan
plastik menjadi bahan bakar cair adalah dengan cara pirolisis. Pirolisis
merupakan chemical decomposition dan thermal decomposition dari
molekul pada kondisi tanpa oksigen (Sharobem, 2010). Produk pirolisis
plastik sebenarnya tidak hanya menghasilkan minyak, ada hasil lain yaitu
berupa gas yang tak terkondensasi (non-condensable gas), beberapa persen
endapan lunak (wax), dan sisanya adalah arang (char). Persentase dari
masing-masing produk pirolisis tersebut tergantung oleh beberapa faktor
diantaranya temperatur dari reaktor, penggunaan reformer dan jenis katalis.
Pemanfaatan pirolisis plastik sampai saat ini lebih diutamakan pada
penggunaan produk bahan bakar cairnya untuk diproses lanjut menjadi
beberapa jenis bahan bakar minyak (BBM). Pada umumnya hasil sampingan
berupa non-condensable gas dan char belum diolah untuk dimanfaatkan
dengan baik. Gas-gas tak terkondensasi tersebut sebenarnya masih dapat
dimanfaatkan misalnya untuk membantu memanaskan reaktor, atau diproses
untuk mendapatkan senyawa-senyawa yang bermanfaat. Begitu juga char
yang memiliki kadar karbon tinggi memungkinkan diolah menjadi bahan
bakar selain dapat juga digunakan sebagai pupuk (biochar). Jika
dibandingkan dengan produk berupa gas, maka char adalah produk yang
lebih mudah diolah serta disimpan sebagai cadangan bahan bakar. Dalam
proses pirolisis plastik seperti disebutkan pada uraian sebelumnya terdapat
beberapa faktor yang berpengaruh terhadap produk yang dihasilkan. Variasi
pada pengaturan temperatur reaktor dapat berpengaruh terhadap volume
char , gas, dan bahan bakar cair yang dihasilkan. Semakin tinggi temperatur
reaktor maka berakibat semakin banyak minyak yang dihasilkan dan sedikit
char, tetapi jika temperatur terlalu tinggi maka minyak akan berkurang dan
produk gas semakin meningkat. Sebaliknya persentase char dan padatan
akan lebih banyak pada temperatur operasi reaktor yang lebih rendah.
4
Begitu pula penggunaan katalis yang mempengaruhi karakter dari jenis-jenis
senyawa yang terbentuk selama proses.
Aplikasi teknik pirolisis ini tentu saja tidak semata-mata ditujukan
pada produksi bahan bakar cair yang lebih banyak, akan tetapi potensi yang
terkandung pada hasil sampingan juga perlu mendapatkan perhatian. Char
adalah hasil yang mudah diproses daripada produk yang berupa gas,
meskipun merupakan jumlah yang sangat kecil akan tetapi memiliki potensi
untuk diolah lebih lanjut menjadi sumber energi. Kandungan unsur kimia di
dalamnya sebagian besar adalah karbon (solid carbon) sehingga sangat
memungkinkan untuk mengolahnya ke dalam bentuk bahan bakar padat
(briket). Sesuatu yang akan menjadi pertanyaan adalah mengenai performa
briket tersebut jika digunakan sebagai bahan bakar. Permasalahannya proses
pirolisis yang mungkin dibedakan menurut variasi temperatur dan jenis
bahan baku plastiknya yaitu tunggal atau campuran belum diketahui secara
jelas pengaruhnya terhadap karakteristik char itu sendiri. Oleh karena itu
perlu dilakukan penelitian untuk meneliti karakteristiknya, membuat dan
menguji briket char sehingga akan didapatkan data-data yang berguna untuk
optimasi pemanfaatan hasil pirolisis terhadap limbah plastik.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang penelitian maka yang menjadi
rumusan masalah pada penelitian ini adalah;
a. Bagaimanakah karakteristik dan porositas dari briket char yang diperoleh
dari pirolisis limbah plastik?
b. Bagaimanakah cara untuk optimasi kualitas pembakaran dari briket char
pada pemanfaatan sebagai bahan bakar?
1.3. Batasan Masalah
Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan sehingga briket char yang
diuji adalah sesuai dengan bahan baku dari kondisi dan batasan proses
pirolisis limbah plastik yang telah dilakukan.
5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian Pustaka
Menurut Feng (2010) nilai dari cracking temperature dan residence
time sangat signifikan terhadap kadar karbon dan jumlah pembentukan dari
char. Cracking temperature adalah temperatur yang harus dicapai sampai
plastik mulai pecah strukturnya, sedangkan residence time yaitu dalam
metode slow pyrolysis diartikan sebagai durasi waktu dimana plastik mulai
dipanaskan sampai dihasilkan produk. Selain itu dalam pirolisis dikenal
heating rate yang merupakan laju kenaikan temperatur dari mulai plastik
bersinggungan dengan permukaan panas sampai terdekomposisi dan
menguap. Berdasarkan heating rate inilah akan diketahui proses yang
digunakan termasuk kategori slow pyrolysis atau fast/flash pyrolysis. Gambar
2.1. memperlihatkan bahwa dengan ditambahnya cracking temperature
sampai kira-kira 730
°C proporsi produk pirolisis berupa gas akan naik, tetapi
justru pada temperatur yang sangat tinggi tersebut produk berupa minyak
akan menurun jumlahnya.
Gambar 2.1. Pengaruh cracking temperature terhadap proporsi produk
Faktor lain yang perlu diperhatikan dan dapat mempengaruhi jumlah
produksi char adalah jenis plastik sebagai bahan bakunya. Ada sebuah data
yang menarik disampaikan dalam sebuah penelitian Jung (2009) bahwa ada
6
perbedaan data kaitanya dengan variasi bahan baku terhadap proporsi produk.
Berdasarkan kondisi temperatur operasi dan keseimbangan massa yang dapat
dilihat pada Tabel 2.1 dan 2.2 maka dapat diketahui perbandingan massa
produk akan berbeda-beda di setiap tahapan.
Tabel 2.1. Kondisi Temperatur Operasi
Tabel 2.2. Keseimbangan Massa Produk Pirolisis
Penelitian yang lain tentang briket adalah mengenai hubungan dimensi
dengan kekuatan briket. Kekuatan briket ini menjadi penting karena berkaitan
dengan kemudahan dan ketahanan agar tidak mudah pecah dalam
pengangkutan maupun penggunaannya. Dapat dilihat pada Tabel 2.3. di atas
bahwa kekuatan briket dipengaruhi pula oleh rasio antara panjang (length)
dan diameternya (dalam sampel jenis cylindrical briquettes). Pada tekanan
pengepresan yang sama 310 kg/cm2 maka kekuatan tekanan permukaan
7
briket akan semakin naik dengan cara menurunkan rasio antara panjang
dengan diameter (Rahman dkk, 1989).
Tabel 2.3. Hubungan dimensi briket dengan kekuatan briket
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Char Sebagai Produk Pyrolysis Limbah Plastik
Sebagai suatu bagian dari proses pirolisis plastik , maka sedikit atau
banyak akan menyisakan arang pirolisis (char). Persentase jumlah char
tersebut sangat ditentukan oleh temperatur dan waktu prosesnya di dalam
reaktor. Sebagai contoh pada temperatur operasi 500°C maka jumlahnya akan
sangat sedikit dan terlihat lebih kering (Gambar 2.2.a), berbeda jika
temperatur diturunkan 400°C maka arang dan padatan akan semakin banyak
dan bersifat lebih lunak (Gambar 2.2.b). Pada dasarnya karakteristik produk
pirolisis plastik termasuk char dipengaruhi oleh beberapa faktor utama yaitu
komposisi kimia dari bahan baku (tergantung jenis plastik yang akan diolah),
cracking temperature dan heating rate, jenis reaktor yang digunakan,
residence time, dan aplikasi katalis.
8
(a)
(b)
Gambar 2.2. Sampel char berdasarkan variasi temperatur
Pada konsep slow pyrolysis dengan skema batch reactor seperti
diperlihatkan Gambar 2.3 maka katalis tidak terlalu signifikan pengaruhnya
terhadap unsur yang terkandung di dalam char. Katalis yang dimasukkan ke
dalam reformer akan lebih berpengaruh pada kondisi minyak, gas, dan kadar
wax.
Gambar 2.3. Skema batch reactor untuk pirolisis plastik
Pada analisa bahan baku, plastik jenis PS (polystyrene), PP
(polypropylene), dan PE (polyethylene) biasanya tersusun oleh polimer
Bahan baku (PE,PS,PP,PET dll) Pemanas Listrik Reformer Reaktor Thermokopel Sumber Listrik Penyetel Katalis Kondenser Hasil : - Minyak - Gas Padatan : - Char
9
hidrokarbon (polymeric hydrocarbon). Sebagai contoh PE terbentuk dari
ethylene melalui rantai polimerisasi menjadi polyethylene seperti terlihat
pada Gambar 2.4.
𝒏𝒏𝑪𝑪𝑪𝑪
𝟐𝟐⩵ 𝑪𝑪𝑪𝑪
𝟐𝟐→ [−𝑪𝑪𝑪𝑪
𝟐𝟐− 𝑪𝑪𝑪𝑪
𝟐𝟐−]
𝒏𝒏Ethylene
Polyethylene
Gambar 2.4. Polimerisasi ethylene
Plastik dapat diklasifikasikan menurut bentuk dari struktur molekul
polimernya, yaitu linear, branched, atau cross-linked (Feng, 2010). Bentuk
struktur polimer tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.5. Plastik jenis PS
memiliki bentuk struktur molekul polimer linear, sedangkan PE lebih
bervariasi yaitu ada yang memiliki lebih banyak cabang (branch) dalam
strukturnya. Intensitas branch dari suatu polymer akan berpengaruh terhadap
densitas dan terkait dengan pirolisis maka akan memberikan efek terhadap
hasilnya. Semakin banyak branch maka densitas akan lebih rendah, oleh
karena itu untuk branched polyethylene disebut LDPE (Low Density
Polyethylene) sedangkan linear polyethylene disebut HDPE (High Density
Polyethylene).
Gambar 2.5. Struktur Molekul Polymer
Selain struktur polimer maka faktor penting dalam analisa pengaruh
bahan baku adalah kondisi sampah plastik yang sudah terkontaminasi atau
10
karena penambahan zat-zat dalam kemasan semacam pewarna akan
menyebabkan unsur-unsur tambahan yang mempengaruhi produk pirolisis
termasuk unsur kimia dalam char.
Mekanisme pembentukan char pada pirolisis bahan-bahan dari polimer
hidrokarbon secara prinsip tergantung kondisi reaksi kimia yang terjadi antara
jumlah unsur karbon dengan unsur lainnya dalam bahan. Selama proses
pirolisis maka karbon akan bereaksi dengan unsur lain tersebut menjadi
senyawa yang baru. Senyawa dalam kategori hidrokarbon karakternya
bermacam-macam menurut berat molekulnya sesuai jumlah unsur karbon
yang dimiliki. Molekul dengan angka karbon yang tinggi dapat terkondensasi
menjadi produk cair, sedangkan molekul dengan angka karbon rendah akan
menjadi produk gas (non-condensable gas). Jika kondisi reaksi sudah
mencapai jenuh atau tidak ada unsur lain yang cukup untuk bereaksi dengan
karbon maka sisa unsur karbon akan terbentuk sebagai char.
2.2.2. Analisa Proximate dan Ultimate
Mengacu pada analisa batubara (coal) maka diperlukan adanya metode
untuk mengetahui karakteristik char sebagai bahan baku briket yaitu
proximate analysis dan ultimate analysis. Proximate analysis digunakan
untuk mengetahui karakter berdasarkan parameter fisik (physical parameters)
meliputi moisture content, kadar volatile (berkaitan dengan aliphatic atau
aromatic hydrocarbon), kadar abu (ash), fixed carbon, dan gross calorific
value (diukur melalui alat uji bom kalorimeter).
Selanjutnya ultimate analysis digunakan untuk mengetahui kandungan
total unsur dalam sampel uji yang umumnya Carbon (C), Hydrogen (H),
Oxygen (O), Nitrogen (N), dan Sulfur (S). Unsur-unsur tersebut disajikan
dalam persentase (%) dan juga digunakan untuk menghitung nilai gross
calorific value melalui pendekatan persamaan matematis. Nilai gross calorific
value dari kedua metode tersebut digunakan untuk mengukur persentase
tingkat kesalahan dari nilai yang didapatkan.
11
a. Moisture content
b.
. Kadar air yang terdapat pada suatu material dapat terjadi
dengan bermacam-macam kondisi. Air dapat menempel pada permukaan
partikel (surface moisture), tertahan pada retakan di dalam struktur mikro
(microfracture) partikelnya, atau bahkan dalam bentuk struktur kristal dari
hydrous silicates. Air yang tertahan di dalam partikel disebut sebagai
inherent moisture, dan inilah moisture yang akan diukur kadarnya.
Inherent moisture tidak akan menguap dengan pengeringan udara pada
temperatur lingkungan (ambient temperature) sehingga memerlukan
temperatur di atas 100°C.
Volatile matter
. Komponen penyusun volatile matter umumnya terdiri dari
senyawa hidrokarbon alifatik dalam short dan long chain hydrocarbon,
atau mungkin juga dalam senyawa aromatik. Senyawa hidrokarbon alifatik
memiliki rantai karbon yang terbuka sehingga memungkinkan bercabang,
dibedakan dalam alifatik jenuh dan alifatik tak jenuh. Senyawa alifatik
jenuh jika rantai karbon hanya berisi ikatan tunggal dan disebut alkana
(Gambar 2.6).
Gambar 2.6. Rantai Alkana
Senyawa alifatik tak jenuh (Gambar 2.7) adalah senyawa yang pada rantai
karbonnya terdapat ikatan rangkap dua (alkena) dan ikatan rangkap tiga
(alkuna). Berbeda dengan senyawa aromatik yang merupakan bentuk dari
senyawa siklik (rantai karbon melingkar). Senyawa hidrokarbon aromatik
terdiri dari 6 atom karbon dan membentuk rantai benzene (gambar 2.8.).
12
Gambar 2.8. Rantai aromatic hydrocarbon
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa volatile matter terdiri dari
senyawa hidrokarbon dan bersifat mudah terbakar. Oleh karena itu dengan
semakin tinggi kadarnya maka material akan mudah terbakar. Pada
pengukuran nilai volatile matter maka sampel 1 gram dipanaskan pada
950±20°C (ASTM untuk batubara) dan dikondisikan tanpa oksigen supaya
tidak terbakar selama proses tersebut. Biasanya dialirkan gas inert sejenis
nitrogen atau helium yang bersifat stabil dan tidak mudah bereaksi dengan
sampel pada temperature pengujian.
c. Kadar abu (ash)
d.
. Secara umum ash adalah residu yang bersifat
non-combustible dan terbentuk setelah sampel mengalami pembakaran.
Sebagian besar dari kadar ash tersebut merupakan mineral matter yang
jenisnya tergantung komposisi dari sampel yang akan dianalisa. Karena
bersifat non-combustible maka semakin sedikit jumlahnya dalam sampel
menunjukkan kualitas material akan semakin baik. Pada pengukurannya
sampel 1 gram dipanaskan pada 750°C dengan laju pemanasan
3,3°C/menit (ASTM untuk batubara) dan dikondisikan dengan udara.
Fixed carbon.
e.
Pengertiannya adalah karbon yang tidak hilang dalam
bentuk hidrokarbon selama temperatur penetapan volatile matter. Hal ini
berbeda dengan penentuan karbon dalam uji ultimate yang merupakan
karbon total baik yang termasuk dalam volatile matter ataupun fixed
carbon. Nilai fixed carbon adalah 100% dikurangi dengan penjumlahan
persentase dari volatile matter, ash, dan moisture content.
Calorific value. Nilai kalor bahan bakar padat yang akan diukur adalah
nilai kalori kotor (gross calorific value) atau higher heating value (HHV)
yang didefinisikan sejumlah energi kalor yang dilepaskan selama sejumlah
13
massa sampel terbakar seluruhnya termasuk kalor laten dari sejumlah air
yang terbentuk selama pembakaran. Pembakaran yang dimaksud berada
pada kondisi udara normal dengan tekanan 101,3 kPa dan temperatur
25°C. Nilainya dapat diperoleh melalui percobaan Bom Kalorimeter
menurut ASTM D 2015 dan dinyatakan dalam satuan Btu/lb atau kJ/kg.
Selain HHV dikenal net calorific value atau lower heating value (LHV)
yang dapat diperoleh dengan Persamaan 2.1 (Houck dan Clark, 2009).
LHV = HHV – hvap*(Hc
)*(molar ratio of H
2O to H) (2.1)
Keterangan dari Persamaan 2.1 yaitu h
vapadalah kalor untuk evaporasi air
pada 25 °C (J/mol), H
cf.
adalah hydrogen content diluar moisture (wt.%).
Ultimate analysis
. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa analisa ini
digunakan untuk mengetahui kadar C, H, O, N, dan S dalam sampel uji.
Unsur-unsur tersebut dinyatakan dalam persentase weight (wt.%) yang
selanjutnya dimasukkan dalam suatu persamaan untuk menghitung
pendekatan nilai gross calorific value atau higher heating value (HHV).
Banyak sekali persamaan terkait diantaranya yang digunakan oleh
Demirbas (1997) seperti pada Persamaan 2.2, atau persamaan Dulong yang
diperlihatkan pada Persamaan 2.3.
HHV = 0,196 (F
c) + 14,119 (2.2)
HHV = 0,335 (C
c) + 1,423 (H
c) – 0,154 (O
c) – 0,145 (N
c) (2.3)
Keterangan dari Persamaan 2.2 dan 2.3 yaitu F
cadalah fixed carbon
content (wt.%), C
cadalah carbon content (wt.%), H
cadalah hydrogen
content (wt.%), O
cadalah oxygen content (wt.%), dan N
cadalah Nitrogen
content (wt.%).
14
2.2.3. Teknologi Briket
Briket merupakan bentuk dari densifikasi bahan bakar sebagai salah
satu cara untuk peningkatan kualitasnya sebagai sumber energi. Bahan bakar
yang dibuat briket dapat berasal diantaranya biomassa murni, biomassa
dengan karbonisasi, batubara, dan arang (char) hasil pirolisis polimer. Dalam
sebuah penelitian biomassa oleh Bhattacharya (Syamsiro dan Saptoadi, 2007)
dikemukakan bahwa secara umum densifikasi mempunyai beberapa
keuntungan yaitu untuk menaikkan nilai kalori per unit volume, mudah
disimpan dan diangkut, serta mempunyai ukuran dan kualitas yang seragam.
Densitas merupakan faktor yang berpengaruh terhadap sifat fisik dari
suatu briket. Densitas yang tinggi akan meningkatkan kekuatan briket yang
diperlukan pada keperluan transportasi, penyimpanan, dan penanganan.
Dalam pembuatan briket maka tekanan pengepresan yang tinggi akan
meningkatkan densitasnya. Sebuah penelitian (Kers dkk, 2010) menunjukkan
hasil bahwa briket yang dibuat pada tekanan rendah diantara 30-60 MPa
bersifat mudah pecah, sedangkan sifat briket yang dibuat pada tekanan tinggi
(150–250 MPa) lebih konsisten dan padat. Biasanya pembuatan pada tekanan
rendah memerlukan tambahan bahan pengikat (binder) misalnya tepung kanji,
tetes, dan aspal (Syamsiro dan Saptoadi, 2007).
Pada teknik pembuatan briket dikenal bermacam-macam bentuk dan
ukuran diantaranya rectangular, ovoid, cylindrical, tetrahedral, dan pillow.
Faktor lain yang mempengaruhi kekuatan briket adalah dimensinya. Dalam
dimensi briket silindris dapat maka kekuatan tekanan permukaan briket akan
semakin naik dengan cara menurunkan rasio antara panjang dengan diameter
(Rahman dkk, 1989).
IRI = (100 N)
Salah satu pengujian kekuatan briket adalah seperti yang dilakukan
Saikia (2013) dengan tes Impact Resistace Index (IRI). Pengujian tersebut
berdasarkan ASTM D 440-86 yaitu dengan metode menjatuhkan dua kali
sebuah briket ke lantai beton dari ketinggian 1,83 meter. Nilai IRI dapat
15
dihitung menggunakan Persamaan 2.4, dimana N adalah angka briket
dijatuhkan dan n merupakan banyaknya pecahan briket setelah dijatuhkan.
Tabel 2.4. Karakteristik Biobriquette
Selain dimensi dan densitas yang mempengaruhi kekuatan fisik briket,
maka dalam teknologi pembuatan briket ukuran partikel dapat berpengaruh
pada sifat pembakarannya. Ukuran pertikel umumnya dinyatakan dalam
micron yang diukur menggunakan saringan dengan ukuran mesh. Dari
penelitian Saptoadi (2008) tentang biobriquette menunjukkan data yang
menarik kaitanya dengan ukuran partikel dengan karakteristik pembakaran
briket seperti tersaji dalam Tabel 2.4. Data penelitian dalam tersebut adalah
mengenai briket biomassa dari bahan sekam padi tanpa karbonisasi. Tekanan
pengepresan tidak diukur secara pasti, tetapi dapat diperhatikan data menarik
bahwa untuk briket dengan partikel kecil akan memiliki densitas yang tinggi
dibandingkan dengan partikel yang lebih besar. Akan tetapi dalam reaksi
pembakaran briket dengan partikel besar menyisakan massa tak terbakar
(unburned mass) lebih rendah yaitu ± 16 %, sedangkan massa tak terbakar
partikel kecil ± 33 %.
2.2.4. Karakteristik Pembakaran Briket
Metode untuk pengujian karakteristik pembakaran briket adalah seperti
yang dilakukan Saptoadi (2008). Dalam hal ini pengujian ditujukan untuk
16
mengetahui karakteristik pembakaran briket biomassa yang tidak
dikarbonisasi. Dalam metode ini briket ditempatkan pada landasan plat
berlubang yang digantung ke timbangan digital. Dinding furnace silinder
dipertahankan konstan pada temperatur kurang lebih 283
oC. Selama
pengujian ini udara dialirkan secara alami ke dalam furnace, kemudian
pengurangan massa briket dicatat setiap periode waktu yang ditentukan.
Pengujian dianggap selesai jika dilihat sudah tidak ada penurunan massa
briket. Skema alat pengujian tersebut ditunjukkan Gambar 2.9 berikut ini;
Gambar 2.9. Skema alat uji pembakaran briket biomassa (Saptoadi, 2008)
Keterangan dari Gambar 2.11 adalah; 1) Combustion furnace, 2)
Timbangan Digital, 3) Digital Thermometer, 4) Thermocouple, 5) Heating
torch, 6) Briket. Pengujian karakteristik pembakaran briket dapat juga
dilakukan dengan cara seperti Himawanto dkk (2010), yaitu menggunakan
metode thermogravimetri (TGA) untuk mengetahui karakteristik bahan bakar
yang diuji, meliputi temperatur pembakaran di mana massa briket mulai
berkurang (volatile matter initiation temperatur (ITVM)), temperatur ruang
bakar di mana laju pengurangan massa meningkat selama proses awal
pembakaran (fixed carbon initiation temperature (ITFC)), temperatur ruang
bakar yang menghasilkan laju penurunan massa briket terbesar (peak
temperature (PT)) dan temperatur ruang bakar di mana massa briket konstan
pada akhir tahap pembakaran (burning temperature (BT)).Umumnya metode
TGA tersebut digunakan untuk pengujian sampel dalam bentuk karbon.
17
BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian dari rumusan penelitian pada bab pertama maka
yang menjadi tujuan pada penelitian ini adalah;
a. Mengetahui karakteristik dan porositas dari briket char yang diperoleh
dari pirolisis limbah plastik?
b. Mendapatkan cara untuk optimasi kualitas pembakaran dari briket char
pada pemanfaatan sebagai bahan bakar?
Secara umum ultimate test digunakan untuk menghitung nilai kalor
yang dimiliki suatu material melalui persamaan matematis. Selain itu nilai
kalor dapat diketahui melalui uji bomb calorimeter sehingga kepentingannya
adalah untuk membandingkan nilai diantara kedua metode tersebut.
Meskipun tidak tersirat dalam tujuan penelitian tetapi satu uji yang
sangat penting adalah proximate test, karena data yang didapat dari uji
tersebut sangat penting untuk menentukan pengolahan bahan bakar padat.
Peneliti sengaja tidak menuliskan dalam tujuan dikarenakan proximate test
merupakan suatu keharusan sehingga secara otomatis harus dilakukan.
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui karakteristik
pembakaran bahan bakar padat. Akan tetapi peneliti mengklaim bahwa belum
ada penelitian khusus yang dilakukan untuk membuat briket dari char produk
pirolisis limbah plastic. Penelitian ini juga ditujukan untuk mengetahui cara
yang lebih optimal untuk mendapatkan kualitas pembakaran briket yang
paling baik.
3.2. Manfaat Penelitian
Kegiatan penelitian dilakukan dengan harapan dapat diraih beberapa
manfaat yaitu;
a. Didapatkan tambahan sumber data (database) terkait karakteristik dari
produk pirolisis limbah plastik dengan beberapa kondisi perlakuan proses
yang bervariasi.
18
b. Mampu mengoptimalkan nilai manfaat dari char sebagai produk pirolisis
sehingga dapat digunakan sebagai sumber energi bentuk briket.
c. Dapat diketahui efisiensi pembakaran briket dari beberapa jenis char serta
dampaknya terhadap lingkungan.
19
BAB 4. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil tempat di laboratorium Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Magelang yang berlokasi di Kampus 2, dengna
alamat Jl. Mayjend Bambang Sugeng Km 5 Mertoyudan Magelang, Jawa
Tengah. Selain itu pengujian data akan dilakukan di Lab. Konversi Energi
UGM, Lab. PSPG PAU UGM, dan Laboratorium/Bengkel yang mendukung
kegiatan penelitian ini.
4.2. Tahapan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 13 sampel char hasil
pirolisis sampah plastik dengan beberapa variasi perlakuan selama proses
berlangsung. Variasi dalam proses meliputi temperatur reaktor, jenis dan
komposisi bahan baku, serta penggunaan katalis (Tabel 4.1.)
Tabel 4.1. Variasi perlakuan pada proses pirolisis sampah plastik
NoSampel Bahan Komposisi (%) Temperatur Operasi (⁰C) Katalis
Berat Katalis (gram)
1 PE 100 450 Natural Zeolite 300
2 PE 100 500 Natural Zeolite 100
3 PE+other 50-50 450 Natural Zeolite 100
4 PE 100 450 Tanpa katalis 0
5 PE 100 450 Zeolite Y 100
6 PE+PS 50-50 450 Natural Zeolite 100
7 PE+PS+other 50-25-25 450 Natural Zeolite 100
8 PE 100 450 Natural Zeolite 400
9 PE+PP+PS 50-40-10 450 Natural Zeolite 300
10 PE+PP+PET+PS+other 50-30-10-5-5 500 Natural Zeolite 300
11 PE* 100 450 Natural Zeolite 100
12 PP+ PE 40-60 450 Natural Zeolite 300
13 PE 100 450 Natural Zeolite 200
*) PE kantong plastik (bag)
Perlu diketahui bahwa pada awalnya reaktor yang digunakan untuk
proses pirolisis merupakan jenis batch reactor dengan konsep slow pyrolysis
seperti diperlihatkan pada Gambar 4.1. Proses pirolisis yang dilakukan
20
ditujukan untuk menghasilkan produk utama bahan bakar cair, sehingga
setiap proses akan dihentikan jika cairan sudah diketahui sangat sedikit
terproduksi meskipun produk gas masih mungkin dihasilkan. Perilaku selama
proses tersebut diprediksi akan mempengaruhi karakter char.
Gambar 4.1. Skema batch reactor
Reaktor pirolisis (Gambar 4.1) yang digunakan tersebut berada di
laboratorium Konversi Energi Fakultas Teknik UGM. Pada pengujiannya
char akan diuji proximate yang dilakukan di Laboratorium PSPG PAU UGM.
Khusus untuk bahan PE bag telah didapatkan hasil pengujian char di
Laboratorium Energi Biomassa UGM.
a.
Dengan mengacu pada ASTM D 3137-03 maka sampel akan dipanaskan
selama 1 jam dengan temperatur 107°C. Berdasarkan referensi FAO
(1993) maka sampel awal (M
Pengujian kadar air (moisture content)
1
) dipanaskan dalam oven pengering sampai
tidak ada lagi perubahan massa (M
e), selanjutnya moisture content (m)
dapat dihitung dengan Persamaan 4.1.
𝒎𝒎 =
𝑴𝑴𝟏𝟏−𝑴𝑴𝒆𝒆 𝑴𝑴𝒆𝒆× 𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏% (4.1)
2 1 3 4 5 9 6 7 8 Air pendingin Non-condensable gas 350⁰C 450⁰C Keterangan :1. Retort dan ruang pemanas 2. Pressure gauge 3. Elemen pemanas 4. Thermokopel 5. Reformer 6. Penampung katalis 7. Penampung destilat 8. Condenser
21
b.
Pengujian volatile melalui tahapan proses seperti ditunjukkan Gambar 4.2
di bawah ini. Pada tahapan tersebut sampel 1 gram dipanaskan hingga
mencapai temperatur 950±20°C dengan holding time 10 menit. Kondisi
furnace tanpa oksigen, biasanya dialirkan gas nitrogen atau helium yang
bersifat stabil dan tidak mudah bereaksi dengan sampel. Rumus
perhitungannya sesuai standar ASTM D 3175 dapat dilihat pada
Persamaan 4.2 dan 4.3 berikut ini.
Pengujian Volatile matter
𝐂𝐂 = [(𝐀𝐀 − 𝐁𝐁)/𝐀𝐀] × 𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏% (4.2)
𝒗𝒗𝒗𝒗𝒗𝒗𝒗𝒗𝒗𝒗𝒗𝒗𝒗𝒗𝒆𝒆 𝒎𝒎𝒗𝒗𝒗𝒗𝒗𝒗𝒆𝒆𝒎𝒎 (%) = 𝑪𝑪 − 𝑫𝑫 (4.3)
Keterangan dari persamaan di atas, A adalah berat sampel dalam gram, B
merupakan berat sampel setelah pemanasan dalam gram, dan C adalah
berat yang hilang dalam persen (%). D merupakan moisture content dalam
persen yang didapatkan pada pengujian sebelumnya.
Gambar 4.2. Langkah pengujian volatile matter
c.
Pengujian kadar abu ditunjukkan pada Gambar 4.3. Sampel 1 gram akan
dipanaskan hingga mencapai temperatur 750°C dengan laju pemanasan
3,3°C/menit dan holding time 120 menit. Rumus perhitungannya sesuai
standar ASTM D 3174 dapat dilihat pada Persamaan 4.4 berikut ini.
Pengujian abu (ash)
𝑎𝑎𝑎𝑎ℎ (%) = [(A − B)/C] × 100% (4.4)
Keterangan dari persamaan di atas, A adalah berat abu dan cawan dalam
gram, B merupakan berat cawan kosong dalam gram, dan C adalah berat
sampel awal dalam gram.
Penimbangan :
• Berat cawan (crucible) kosong
• Kalibrasi
• Berat sampel 1 gram
Furnace : • 950±20°C • Holding time 10 menit Perhitungan : Sesuai ASTM D 3175
22
Gambar 4.3. Langkah pengujian kadar abu
d.
Setelah kadar air, kadar abu, dan volatile matter diketahui maka dapat
dihitung kandungan fixed carbon melalui standar ASTM D3172 seperti
disajikan pada Persamaan 4.5 di bawah ini.
Perhitungan fixed carbon
𝒇𝒇𝒗𝒗𝒇𝒇𝒆𝒆𝒇𝒇 𝒄𝒄𝒗𝒗𝒎𝒎𝒄𝒄𝒗𝒗𝒏𝒏 (%) = 𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏% − [𝒎𝒎𝒗𝒗𝒗𝒗𝒎𝒎𝒗𝒗𝒎𝒎𝒎𝒎𝒆𝒆 𝒄𝒄ontent (%) + ash (%) +
volatile matter (%)] (4.5)
e.
Pengujian nilai kalor akan mengacu pada standar ASTM 2015, digunakan
peralatan bomb calorimeter.
Nilai kalor
f.
Uji ultimate untuk mengetahui kadar C,H,O,N,dan S akan dilakukan di
Lab PSPG PAU atau Lab Kimia lainnya yang mendukung. Jika pengujian
nilai kalor melalui bomb calorimeter dianggap cukup maka tidak perlu
dilakukan uji ultimate tersebut.
Uji Ultimate
g.
Untuk mengetahui porositas maka akan sebelumnya dilakukan pengujian
ukuran partikel char dalam briket.
Uji Porositas
Briket yang akan dibuat merupakan produk dengan bahan baku char
hasil pirolis limbah plastik tanpa campuran dengan bahan karbon yang lain.
Pada tahapan pembuatan akan ditentukan ukuran partikel char pada satu
acuan penyaring yang memiliki ukuran direncanakan 100 mesh, dan variasi
ukuran lain Tekanan pengepresan briket akan dicoba pada tekanan kira-kira
200 kg/cm
2untuk diuji dengan konsep IRI, dan jika kekuatan produk briket
tidak sesuai harapan maka akan dilakukan pengepresan tekanan rendah
dengan penambahan pengikat (binder). Pengujian yang akan dilakukan selain
Penimbangan :
• Berat cawan (crucible) kosong
• Kalibrasi
• Berat sampel 1 gram
Furnace : • 950°C • Holding time 120 menit • Ash Perhitungan : Sesuai ASTM D 3174
23
impact resistance index adalah karakteristik pembakaran dan emisi
pembakarannya.
4.3.
Diagram Alir Penelitian
Gambar 4.4.
Flowchart Penelitian
Studi Pustaka
Pembuatan briket (massa 4 gram char + 1 gram binder). Tekanan
pengepresan 10 kg/cm²
Pembersihan dan Penyaringan
Mulai
Pengujian sampel (particle size, Ultimate test, Proximate test)
Mengumpulkan dan identifikasi Char (13 Sampel)
Pengeringan dengan sinar matahari 2 x 4 jam
Pengujian Karakteristik Pembakaran
Pengujian awal porosity, impact resistance index Apakah index kekuatan 100-200 tercapai?
Tidak
Ya
Pengukuran kadar emisi
Selesai Kesimpulan Analisis dan Pembahasan Pengamatan fisik
24
BAB 5. HASIL YANG DICAPAI
5.1.
Karakter Char Berdasarkan Proximate Test
Karakteristik char yang dapat diamati dari hasil uji proximate khusus
untuk bahan 100% PE dengan perlakuan yang berbeda meliputi temperatur
reaktor, jenis dan berat katalis adalah seperti terlihat pada Gambar 5.1.
Sampel-sampel tersebut (sampel 1, 2, 4, 5, 8, 11, dan 13), detail perbedaan
perlakuan selama proses pirolisis dapat dilihat kembali pada Tabel 4.1.
Perbedaan sifat yang menarik untuk diamati adalah sampel berbahan
asal pirolisis PE dengan temperatur reaktor 450
⁰C(sampel 1, 4, 5, 8, 11, dan
13). Rata-rata kadar volatile pada sampel-sampel char tersebut masih lebih
tinggi daripada kadar fixed carbon , kecuali sampel 8 yang memiliki fixed
carbon lebih tinggi 6,18 % daripada volatile matter. Untuk sampel char
nomor 2 yang didapatkan melalui pirolisis pada 500
⁰C memiliki kadar fixed
carbon 0,295 % lebih tinggi daripada volatile matter.
Gambar 5.1. Grafik data proximate test untuk bahan PE 100% dengan
perlakuan temperatur, jenis dan berat Katalis yang berbeda
25
Pengaruh temperatur reaktor selama proses pirolisis berlangsung dapat
diamati melalui data proximate test untuk bahan 100% PE dengan NZ 100
gram (Sampel 2 dan 11). Temperatur reaktor yang diamati adalah pada
450°C, dan 500°C. Semakin tinggi temperatur reaksi menunjukkan bahwa
persentase volatile akan semakin menurun seperti terlihat pada Gambar 5.2.
Penurunan kadar volatile tersebut yaitu pada temperatur 450°C dengan
volatile 64,594 % pada temperatur lebih tinggi 500°C menunjukan nilai yang
semakin menurun yaitu mencapai 24,681 %. Meskipun demikian kondisi data
tersebut terbatas pada temperatur yang digunakan selama penelitian sehingga
pada temperatur yang lebih tinggi (>500°C) tidak diperoleh grafik data
perubahan kadar volatile-nya.
Gambar 5.2. Grafik pengaruh temperatur reaktor pirolisis terhadap komposisi
char yang diukur melalui proximate analysis
Perubahan kadar volatile seperti yang terlihat memiliki perbedaan trend
dengan kadar fixed carbon yang sebaliknya akan naik sesuai penentuan
temperatur reaktor yang semakin tinggi. Grafik menunjukkan kenaikan
persentase fixed carbon tersebut, dengan pirolisis pada 450°C nilainya 13,637
% maka pada temperatur 500°C semakin tinggi menjadi 24,976 %.
Berdasarkan grafik pada Gambar 5.2 dapat dibandingkan pengaruh
temperatur reaktor pirolisis terhadap kadar volatile dan fixed carbon. Akan
26
tetapi jika melihat kadar moisture yang justru meningkat maka perlu ditinjau
kembali kondisi penanganan dan penyimpanan char tersebut, sehingga
kemungkinan ada pengaruh kelembaban udara lingkungan
yang
bersinggungan langsung dengan char. Selain itu pirolisis yang dilakukan
menggunakan bahan baku limbah dengan kondisi yang berbeda, meskipun
merupakan jenis yang sama dari PE tetapi jenis bahan tambah dan komposisi
yang tak terkontrol sebagai feedstock memungkinkan data proximate yang
berbeda.
Perbedaan temperatur pirolisis menunjukkan pengaruh yang terjadi
pada perubahan nilai kalor char, dimana pada temperatur 500°C terlihat
justru mengalami penurunan. Grafik pada Gambar 5.3 menunjukkan
perubahan nilai kalor tersebut, yaitu 7531,748 kal/gr dan pada temperatur
500°C menurun menjadi 3840,142 kal/gr.
Gambar 5.3. Grafik pengaruh temperatur reaktor terhadap nilai kalor Char
Mengamati data-data tersebut di atas maka yang menarik adalah kadar
fixed carbon yang meningkat pada temperatur 500°C sedangkan nilai kalor
justru mengalami penurunan. Secara teoritis besarnya nilai kalor akan naik
sebanding dengan kadar karbon, oleh karena itu perlu diingat bahwa dalam
27
sebuah pengujian proximate test maka fixed carbon merupakan kadar yang
tidak memperhitungkan kadar karbon dalam volatile matter.
Perhitungan nilai kalor adalah menggunakan kadar karbon total yang
diukur melalui ultimate test. Kondisi Sampel 11 yang justru memiliki nilai
kalor tinggi disebabkan kadar volatile yang cukup besar yaitu 64,594 %,
sedangkan Sampel 2 meskipun kadar fixed carbon lebih tinggi tetapi kadar
volatile hanya 24,681 %. Selain itu kadar abu dan moisture Sampel 2 jauh
lebih tinggi, sehingga menyebabkan nilai kalor per satuan massa lebih rendah
daripada Sampel 11.
Gambar 5.4. Data proximate test Char dari pirolisis PE berdasarkan treatment
Katalis Natural Zeolite
Jenis char dari pirolisis PE dengan katalis Natural Zeolite selain
Sampel 2 dan 11 yang telah dibahas sebelumnya memiliki karakter berdasar
proximate test seperti data yang disajikan pada Gambar 5.4. Pada penelitian
Sampel 1-NZ 300 gr
Sampel 8-NZ 400 gr
28
ini jenis char tersebut tidak dianalisa untuk dibandingkan satu sama lain
meskipun memiliki persamaan perlakuan yaitu temperatur pirolisis pada
450°C. Hal itu disebabkan karena berdasarkan pada skema reaktor pirolisis
yang digunakan maka perlakuan katalis terletak pada reformer yaitu bagian
setelah unit reaktor (Gambar 2.5).
Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa katalis tidak memberikan
pengaruh terhadap komposisi char. Namun demikian dari sampel yang
diperoleh didapatkan data yang berbeda, kemungkinan perbedaan tersebut
terkait pada jumlah bahan baku dan durasi waktu pirolisis yang digunakan.
Gambar 5.5 memperlihatkan data untuk char yang diperoleh dari proses tanpa
katalis dan dengan jenis Y Zeolite. Sampel 4 dan 5 tersebut masih merupakan
char yang diperoleh dari pirolisis PE pada 450°C.
Gambar 5.5. Data proximate test Char dari pirolisis PE berdasarkan treatment
Katalis Y Zeolite dan Tanpa Katalis
Secara umum data proximate dari sampel-sampel char yang diperoleh
dari pirolisis PE dengan temperatur reaksi 450°C menunjukkan ciri yang
sama yaitu nilai kalor yang tinggi dengan persentase volatile yang tinggi pula.
Sampel 8 merupakan char dengan nilai kalor yang lebih rendah diantara
sampel-sampel tersebut, akan tetapi kadar karbon dalam hitungan fixed
carbon lebih tinggi dibandingkan yang lain.
Y Zeolite 100 gr Tanpa katalis
29
Nilai kalor dari semua sampel char hasil pirolisi 100% PE 450°C dapat
dilihat pada Gambar 5.6, dimana nilai kalor tertinggi dimiliki sampel nomor 5
(PE, 450
⁰C, 100gr Zeolite Y) senilai 7583,171 kalori/gr. Jika dibandingkan
maka nilai kalor terendah dimiliki sampel nomor 8 (PE, 450
⁰C, 400gr
Natural Zeolite) senilai 4128,476 kalori/gr. Dari data proximate dapat
diketahui untuk sampel char nomor 8 tersebut juga memiliki kadar abu yang
tinggi daripada sampel lain.
Gambar 5.6. Nilai kalor char dari pirolisis 100% PE pada 450
°C
Identifikasi terhadap char dari pirolisis bahan plastik campuran telah
diketahui dan diberi kode dengan Sampel 3 (PE+Other), Sampel 6 (PE+PS),
Sampel 7 (PE+PS+Other), Sampel 9 (PE+PP+PS), Sampel 10
(PE+PP+PS+PET+Other), dan Sampel 12 (PE+PP). Karakteristik untuk char
dalam kategori campuran ini dapat langsung dibandingkan melalui grafik data
uji proximate seperti yang disajikan pada Gambar 5.7.
30
Gambar 5.7. Data proximate dari char hasil pirolisis bahan campuran
Grafik data proximate menunjukkan bahwa rerata sampel char dari
pirolisis bahan campuran memiliki persentase fixed carbon yang tinggi.
Diantara sampel-sampel tersebut kadar fixed carbon paling tinggi dimiliki
Sampel 3 sedangkan yang terendah dimiliki Sampel 6 dengan nilai 9,896 %,
akan tetapi nilai volatile Sampel 6 yang cukup besar 63,672 % sehingga nilai
kalor merupakan yang tertinggi diantara sampel char dari bahan campuran.
31
Nilai kalor char seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5.8
menunjukkan bahwa Sampel 6 (PE+PS) dan 7 (PE+PS+Other) memiliki nilai
paling besar. Kedua sampel tersebut juga memiliki kadar ash yang hampir
setara 22,033 % dan 22,550 %. Kadar volatile yang cukup tinggi biasanya
akan sesuai dengan karakter fisik dari char. Hal itu terkait dengan fase
depolimerisasi yang belum sempurna selama proses pirolisis.
Namun demikian data menunjukkan bukti yang menarik, yaitu sebagian
char dengan volatile tinggi memiliki karakter lebih kering. Penelitian ini tidak
melakukan uji ultimate dan pengujian komposisi ash, sehingga data tentang
unsur-unsur lain yang mungkin berpengaruh terhadap sifat fisik char tidak
dapat disajikan.
Sifat yang lunak atau mudah meleleh jika terkena panas saat dibakar
tentu saja menjadikan char tidak layak untuk dibuat briket, meskipun
memiliki nilai kalor yang tinggi. Selain itu pengaruh campuran terhadap
karakter char sulit dianalisa oleh karena setiap sampel memiliki jenis bahan
baku campuran yang berbeda. Dibutuhkan lebih dari satu sampel dengan
bahan campuran yang sama dengan variasi pada persentase campuran untuk
dapat mengetahui pengaruhnya.
5.2.
Porositas Dan Sifat Ketahanan Fisik Briket Char
Data yang tersaji dalam Tabel 5.1 dapat menunjukkan bahwa sejumlah
5 briket char meleleh saat dibakar dan menetes dalam alat uji seperti terlihat
pada Gambar 5.9, sehingga hanya 8 sampel yang dapat diuji pembakarannya.
Gambar 5.10 memperlihatkan char yang kering akan membuat briket dapat
diuji karena sampai pembakaran selesai tidak ada lelehan, termasuk abunya
akan tetap tertinggal pada alat penimbang.
32
Tabel 5.1 Data dimensi briket dan nilai Impact Resistance Index
Briket char dibuat bentuk silindris berlubang yang bertujuan untuk
mempermudah peletakan briket pada landasan yang dihubungkan dengan
timbangan digital. Briket yang sudah jadi dan dikeringkan selanjutnya diuji
kekuatannya menggunakan konsep impact resistance index (IRI).
Gambar 5.9. Briket dari Char yang lunak meleleh dalam furnace alat uji
Lelehan33
Gambar 5.10. Kondisi uji pembakaran briket dari Char kering
Pengujian kekuatan briket melalui impact resistance index
menunjukkan nilai rata-rata IRI 200 yang berarti briket tidak mengalami
kerusakan dan bersifat tidak mudah pecah. Dalam pengujian ini briket
dijatuhkan dua kali dari jarak 1,83 meter ke lantai beton, selanjutnya briket
akan tetap utuh ataupun mengalami pecah dihitung menggunakan Persamaan
2.4. Salah satu briket yaitu Sampel 1 memiliki index 100 karena mengalami
pecah menjadi dua bagian. Meskipun demikian nilai uji kekuatan briket
tersebut terbatas pada dimensi dan massa sampel yang dibuat dalam
penelitian ini, hal itu dikarenakan jumlah char yang didapatkan sangat
terbatas.
Porositas briket adalah kondisi fisik yang tergantung oleh besarnya
partikel penyusun briket. Pada penelitian sebelumnya diketahui bahwa
semakin kecil ukuran partikel akan menyebabkan porositas semakin rendah,
dan sebaliknya bahwa semakin besar ukuran partikel maka semakin tinggi
pula nilai porositasnya. Pada penelitian ini diketahui bahwa semua partikel
char lolos dengan penyaringan yang sangat lembut yaitu 100 mesh, oleh
karena itu dapat dinyatakan bahwa char produk pirolisis limbah plastik
rata-rata berukuran lembut sehingga variasi porositas dalam pembuatan tidak perlu
dilakukan. Pada peristiwa pembakaran maka partikel kecil yang
34
menyebabkan porositas rendah akan menghambat difusi oksigen ke dalam
partikel briket. Sehingga untuk mendapatkan pembakaran yang lebih baik
dimensi briket dibuat dalam ukuran yang kecil seperti sampel pada penelitian
ini.
5.3.
Karakteristik Pembakaran Briket
Karakteristik pembakaran briket akan dianalisa melalui data grafik
pengurangan massa dan grafik laju pembakaran. Grafik pengurangan massa
akan memberikan gambaran kondisi masing-masing tahapan pembakaran
briket tersebut. Tahapan yang dimaksud (Syamsiro dan Saptoadi, 2007)
adalah fase saat pemanasan, fase devolatilisasi, dan fase pembakaran arang.
Sedangkan grafik laju pembakaran akan memberikan gambaran nilai
maksimal dari laju pembakaran pada kecepatan aliran udara tertentu,
termasuk periode waktu pembakaran briket. Gambar 5.11 menunjukkan
karakter dari grafik pengurangan massa pembakaran briket dari char pirolisis
100% PE .
Gambar 5.11. Grafik Pengurangan Massa Briket (char 100% PE)
Dengan melihat grafik pada Gambar 5.11 dapat diketahui bahwa briket
dari Sampel 2 dengan kadar moisture paling tinggi berdasar proximate test
memiliki periode pengurangan massa pada fase pemanasan yang lebih lama.
35
Devolatilisasi baru dimulai setelah pembakaran melewati detik ke 1500 atau
kira-kira setelah menit ke 25, ditandai dengan pengurangan massa yang cepat.
Pembakaran karbon yang ditandai dengan pengurangan massa yang kembali
lambat dan berakhir pada detik ke 3010 atau 50,17 menit. Pada akhir
pembakaran yang ditandai massa terukur pada timbangan relatif stabil
menunjukkan massa ash 1,822 gram (40,82%) mendekati angka proximate
bahwa kadar ash 41,06%. Kondisi berbeda terjadi pada briket dari Sampel 5,
dimana kadar moisture yang lebih rendah memperlihatkan grafik
pengurangan massa yang lebih cepat pada fase pemanasan, dengan demikian
fase devolatilisasi cepat tercapai. Dengan kadar volatile menurut proximate
test yang cukup besar 60,942 % terlihat bahwa pengurangan massa pada fase
devolatilisasi relatif besar dan massa terlihat berkurang dengan cepat.
Selanjutnya trend grafik pengurangan massa pembakaran briket dari Sampel 1
dan 8 dapat dianalisa sebagaimana Sampel 2 dan 5, termasuk menganalisa
kesesuaian massa abu untuk dibandingkan dengan persentase pada proximate
test.
Pada pembahasan berikut ini Gambar 5.12 akan memperlihatkan grafik
laju pembakaran sesaat dari briket char hasil pirolisis 100% PE. Dalam
analisa laju pembakaran, meskipun merupakan briket dari asumsi bahan yang
sama, akan tetapi diprediksi perbedaan kadar sesuai uji proximate merupakan
sebab karakter grafik yang berbeda.
36
Grafik laju pembakaran juga dapat memperlihatkan perbedaan karakter
pada kecepatan udara yang diatur pada 0,7 m/s . Briket Sampel 1 dan 2
memiliki nilai laju pembakaran yang lebih tinggi dibandingkan briket Sampel
5 dan 8. Briket dari Sampel 1 memiliki laju pembakaran tertinggi mencapai
0,183 gr/detik. Dengan kadar air dan fixed carbon yang lebih rendah, maka
jika dibandingkan dengan briket Sampel 2 periode pembakaran briket Sampel
1 terjadi lebih pendek.
Tabel 5.2 Data karakteristik pembakaran briket (char 100% PE)
Nomor Briket Massa Awal (gram) Laju Pembakaran Tertinggi (gr/detik) Kecepatan Udara (m/detik) Periode Pembakaran (menit) Massa Abu (gram)