• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM PAKAR PERENCANAAN JALUR SALURAN TRANSMISI DAN DIMENSI PONDASI STRAP FOOTING UNTUK TOWER LISTRIK SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI (SUTT)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SISTEM PAKAR PERENCANAAN JALUR SALURAN TRANSMISI DAN DIMENSI PONDASI STRAP FOOTING UNTUK TOWER LISTRIK SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI (SUTT)"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM PAKAR PERENCANAAN

JALUR SALURAN TRANSMISI DAN DIMENSI PONDASI

STRAP FOOTING UNTUK TOWER LISTRIK

SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI (SUTT)

ADHI KUSNADI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Sistem Pakar Perencanaan

Jalur Saluran Transmisi dan Disain Pondasi Strap Footing Untuk

Tower Listrik Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT), adalah karya

saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada

perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2008

Adhi Kusnadi

NRP.G651050134

(3)

ABSTRACT

ADHI KUSNADI. Expert system for the transmission line planning and foundation dimension of strap footing for the Tower of Electrics Air Duct High Voltage (SUTT).

Under the direction of Kudang Boro Seminar and Aziz Kustiyo.

Electric center power commonly, water powered electric centers are located far from public areas. Therefore, electric center power has been channeled through the transmission lines. Ideally, the transmission lines for SUTT consist of some towers is a straight line, but not in the field application. Might possibly with the irregular location and different foundation dimension as it was adapted with field condition. The selection of transmission line and tower foundation determined by many factors which need the complicated calculation and long duration. This research intention makes an expert system for making easier and quicker to process the transmission line planning and foundation dimension of strap footing for the Tower of Electrics Air Duct High Voltage (SUTT). The result of this system is co-ordinate point plan and foundation dimension of strap footing.The necessaries data has been made simple so that more easier and quicker to process the planning.

Keywords : transmission line, foundation dimension, strap-footing, SUTT, rule- based, chaining forward.

(4)

RINGKASAN

ADHI KUSNADI. Sistem Pakar Perencanaan Jalur Saluran Transmisi dan Dimensi Pondasi Strap Footing Untuk Tower Listrik Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT).

Dibimbing oleh Kudang Boro Seminar dan Aziz Kustiyo.

Pusat-pusat pembangkit tenaga listrik terutama yang menggunakan tenaga air, biasanya terletak jauh dari pusat-pusat beban. Dengan demikian, tenaga listrik yang telah dibangkitkan harus disalurkan melalui saluran-saluran transmisi. Saluran-saluran ini membawa tenaga listrik dari pusat pembangkit ke pusat-pusat beban baik langsung maupun melalui gardu-gardu induk. Pada penelitian ini, saluran transmisi yang diteliti adalah Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) berdaya 150 Kv. Secara ideal jalur saluran transmisi untuk SUTT yang terdiri dari beberapa tower adalah sebuah garis lurus. Akan tetapi dalam aplikasi lapangannya tidak demikian. Bisa saja berupa titik-titik dengan lokasi yang tidak beraturan, karena disesuaikan dengan kondisi lapangan. Setelah titik-titik rencana jalur saluran transmisi lokasi tower dapat dibuat, hal lain yang perlu didisain adalah dimensi pondasi tower tersebut. Apabila kita salah memilih atau merencanakan pondasi, maka kesalahan tersebut mengakibatkan terjadinya kerusakan pada struktur bangunan lainnya. Pondasi yang dipakai adalah pondasi telapak kombinasi (strap footing) dengan perbaikan tanah menggunakan pondasi sumuran (bore pile).

Pemilihan jalur line transmisi dan pondasi bangunan ditentukan oleh banyak faktor, pada penelitian ini hanya faktor teknis saja yang dibahas, yaitu daya dukung tanah, dalam hal ini ditentukan oleh jenis tanah, beban vertikal dan beban horizontal yang bekerja pada tower dan sudut belokan yang terbentuk oleh dua tower. Jenis tanah dapat diketahui berdasarkan hasil penyelidikan geoteknik yang dilakukan pada tanah setempat atau berdasarkan pengamatan butiran agregat tanah. Beban vertikal yaitu berat sendiri tower, berat kawat penghantar, berat kawat penangkal petir, berat isolator dan berat orang. Sedangkan beban horizontal adalah tekanan angin, yang diketahui dari pengukuran lapangan atau ditentukan berdasarkan Peraturan Muatan Indonesia 1970 N.I-18.

Banyaknya faktor yang mempengaruhi perencanaan pembangunan jalur saluran transmisi dan disain pondasi SUTT, memerlukan perhitungan-perhitungan yang rumit, sehingga mempersulit perencana dan memerlukan waktu yang relatif lama. Selain itu dijumpai banyak hal yang berhubungan dengan keahlian pakar kelistrikan khususnya pakar mengenai transmisi dan pakar masalah konstruksi. Untuk mempercepat dan mempermudah proses perencanaan jalur saluran transmisi dan disain pondasi SUTT, dibuat program aplikasi komputer sistem pakar untuk perencaan tersebut dengan menggunakan bahasa program komputer Matlab.

Tujuan dari penelitian ini adalah merancang bangun desain dan prototipe sistem pakar berbasis kaedah (ruled-base), untuk mempermudah dan

(5)

mempercepat proses perencanaan jalur saluran transmisi dan dimensi pondasi

strap footing untuk Tower Listrik Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT).

Penelitian ini dilakukan berdasarkan sebuah kerangka pemikiran mengikuti model pengembangan sistem model System Development Life Cycle (SDLC).

Tahapan pertama adalah tahapan persiapan berisi kegiatan pengumpulan data-data yang berhubungan dengan penelitian, sumber pengetahuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara melakukan studi pustaka, dilakukan di Perpustakaan Kampus IPB, Kantor Konsultan PT. Gubah Sarana Palembang, dan Perpustakaan STT PLN Tangerang, browsing dan seacrhing di Internet, wawancara dengan para pakar yang pernah bekerja di PT. PLN yang sekarang bekerja sebagai dosen di STT PLN Tangerang, dan obrsevasi lapangan lokasi-lokasi tower listrik SUTT yang berada di sekitar kota Bogor. Tahap kedua adalah analisis system, dalam tahapan ini, peneliti melakukan pembuatan disain aksitektur sistem, investigasi kebutuhan-kebutuhan sistem guna menentukan solusi perangkat lunak (software) yang akan digunakan sebagai tulang punggung proses automatisasi /komputerisasi bagi sistem. Seluruh faktor yang menjadi penentu dalam perencanaan jalur line transmisi dan dimensi pondasi di indentifikasi. Tahap ketiga tahapan desain, metode inferensi yang dipakai adalah dengan

forward chaining. Untuk mempresentasikan pengetahuan yang didapat, digunakan

dalam bentuk tipe basis kaedah (rule-based) IF...THEN (Jika...maka). Tahapan keempat adalah tahapan implementasi, pada tahapan ini hasil dari tahapan-tahapan sebelumnya dituangkan kedalam penulisan kode-kode dengan menggunakan bahasa pemrograman komputer Matlab. Langkah berikutnya berupa proses pengujian terhadap hasil pemrograman tersebut. Pengujian mencakup verifikasi, validasi dan pengujian antar muka aplikasi (General User Interface/GUI). Hasil pengujian ini merupakan umpan balik perbaikan sistem dan performance yang akan digunakan dalam proses perbaikan sistem hingga mencapai hasil yang diharapkan dan telah ditentukan sebelumnya. Verifikasi dan validasi dilakukan dengan cara melakukan demo di depan beberapa orang pakar mengenai listrik dan konstruksi berlokasi di STT PLN Tangerang dan beberapa pakar mengenai konstruksi sipil. Pengujian antar muka dilakukan dengan cara memberikan sistem pakar yang dibuat ini kepada beberapa orang sebagai user tanpa didampingi oleh peneliti, apakah antar muka yang dibuat dapat dimengerti dengan mudah atau tidak.

Sistem Pakar Perencanaan Jalur Saluran Transmisi dan Dimensi Pondasi

Strap Footing Untuk Tower Listrik Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) atau

disingkat SPSUTT telah selesai dirancang dan diimplementasikan dalam bentuk prototipe. Memiliki kemampuan untuk menentukan titik-titik rencana lokasi tower yang akan dibangun pada jalur transmisi SUTT 150 kV, dan menghasilkan dimensi pondasi tower, berupa dimensi berikut pembesian pondasi strap footing, dimensi pondasi sumuran beserta pembesiannya dan dimensi balok strap beserta pembesiannya. Verifikasi telah dilakukan oleh pakar-pakar dengan hasil baik dan validasi dimensi pondasi dilakukan dengan cara membandingkan hasil keluaran sistem dengan perhitungan manual dengan hasil sama.

Penentuan lokasi dan dimensi pondasi SUTT menjadi lebih cepat dan mudah bila menggunakan sistem ini, karena proses input merupakan proses

(6)

konsultasi interaktif dimana besaran angkanya dapat ditentukan oleh sistem, sehingga tidak perlu melakukan pengukuran dan pengujian dilapangan yang memerlukan waktu yang relatif lama, sebagai contoh untuk kekuatan angin, jika tidak diketahui, besaran angka kekuatan tekanan angin dapat ditentukan berdasarkan jarak tower dari tepi pantai. Daya dukung tanah pun demikian, dapat ditentukan berdasarkan jenis tanah.

Kata Kunci : jalur transmisi, dimensi pondasi, strap-footing, SUTT, basis kaedah,

(7)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2008

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

(8)
(9)

SISTEM PAKAR PERENCANAAN

JALUR SALURAN TRANSMISI DAN DIMENSI PONDASI

STRAP FOOTING UNTUK TOWER LISTRIK

SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI (SUTT)

ADHI KUSNADI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Ilmu Komputer

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(10)

Judul Tesis : Sistem Pakar Perencanaan Jalur Saluran Transmisi dan Dimensi Pondasi Strap Footing Untuk Tower Listrik Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT)

Nama : Adhi Kusnadi

NRP : G651050134

Disetujui, Komisi Pembimbing

( Prof. Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, MSc ) (Aziz Kustiyo, S.Si, M.Kom )

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pascasarjana Ilmu Komputer

( Dr. Sugi Guritman ) ( Prof. Dr.Ir.Khairil Anwar Notodiputro, MS)

(11)

PRAKATA

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T, karena atas segala karunia-Nya penulisan tesis dengan judul Sistem Pakar Perencanaan Jalur Saluran Transmisi dan Disain Pondasi Strap Footing Untuk Tower Listrik Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dapat diselesaikan.

Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Komputer, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan perhargaan dan ucapan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, M.Sc. selaku ketua komisi pembimbing, Aziz Kustiyo, S.Si, M.Kom selaku anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran sehingga tesis ini dapat diselesaikan, Bapak Dr. Sugi Guritman selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan masukkan untuk perbaikan tesis ini dan selaku Ketua Program Studi Ilmu Komputer atas kerjasamanya selama studi dan penelitian, staf Pengajar Program Studi Ilmu Komputer yang telah memberi bekal pengetahuan, staf Departemen Ilmu Komputer atas kerjasamanya selama studi dan penelitian, rekan mahasiswa Program Studi Ilmu Komputer.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua yang mendukung secara tulus dan kakak-kakakku atas bantuannya. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyajian tesis ini, Meskipun demikian penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi bidang ilmu komputer dan dunia pendidikan.

Bogor, Juni 2008

Adhi Kusnadi NRP. G651050134

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 3 Maret 1973 dari ayah Sunaryo Prasetio dan ibu Sudarmi, merupakan putra ke-lima dari lima bersaudara.

Pada tahun 1991 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Bogor, dan pada tahun 1996 berhasil menyelesaikan pendidikan S-1 Jurusan Teknik Sipil Universitas Sriwijaya Palembang.

Kemudian bekerja pada beberapa perusahaan jasa konstruksi dan menjadi staf pengajar pada beberapa perguruan tinggi, dan berwirausaha hingga saat ini.

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ..…... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN... vii

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 2 1.3 RuangLingkup... 2 1.4 Manfaat Penelitian ... 3 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terkait Terdahulu ... 4

2.2 Saluran Transmisi... 4

2.3 Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT)... 5

2.3.1 Beban Yang Bekerja Pada SUTT Kondisi Normal ... 8

2.3.2 Beban Yang Bekerja Pada SUTT Kondisi Abnormal ... 10

2.4 Daya Dukung Tanah Dasar... 10

2.5 Tekanan Angin... 11

2.6 Pengertian Pondasi ... 12

2.7 Pondasi Strap Footing... 13

2.7.1 Dimensi Pondasi Footing ... 13

2.7.2 Pembesian Pondasi Strap Footing ... 14

2.8 Pondasi Sumuran ... 16

2.8.1 Dimensi Pondasi Sumuran ... 17

2.8.2 Pembesian Pondasi Sumuran ... 19

2.9 Sistem Pakar (Expert Systems) ... 19

2.10 Struktur Sistem Pakar... 20

2.11 Representasi Pengetahuan ... 22

2.12 Inferensi Pengetahuan... 23

2.13 Pengembangan Sistem ... 24

2.14 Model System Development Life Cycle (SDLC)... 25

III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran ... 27

3.2 Alat Bantu Riset... 29

(14)

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Sistem ... 30

4.2 Disain dan Implementasi ... 35

4.2.1 Modul Inferensi... 35

4.2.1.1 Antar Muka Pengguna (User Interface)... 35

4.2.1.1.1 Titik Rencana Tower ... 36

4.2.1.1.1.1 Penentuan Jumlah Tower Ideal ... 37

4.2.1.1.1.2 Penentuan Lokasi Tower ... 42

4.2.1.1.2 Dimensi Pondasi ... 47

4.2.1.2 Basis Kaedah (Rule Base) ... 52 4.2.1.3 Mesin Inferensi (Inference Engine) ... 54

4.2.1.4 Basis Data (Data Base) ... 54

4.2.1.5 Output ... 55

4.2.2 Modul Struktur Analisis ... 55

4.2.2.1 Proses Disain ... 55

4.2.2.1.1 Perhitungan Dimensi ... 55

4.2.2.1.2 Perhitungan Penulangan ... 59

4.4.2.1.3 Hasil Akhir... 62

4.3 Verifikasi dan Validasi ... 63

4.4 Implikasi Manajerial... 64

VII SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan... 66

7.2 Saran... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Tipe Tower ... 7

2. Ketentuan Kawat Penghantar dan Penangkal Petir ... 8

3. Klasifikasi Tanah Dasar ... 11

4. Kriteria qα ... 14

5. Tegangan Tanah Lateral Yang Diijinkan ... 18

6. Validasi Hasil Keluaran Sistem SPSUTT Dengan Perhitungan Manual ... 63

7. Panjang Batang ... 74

8. Total Gaya Reaksi ... 99

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Tekanan Angin Pada Menara ... 9

2. Kedalaman dan Lebar Pondasi ... 12

3. Sumuran Ujung Atas Tertahan ... 18

4. Struktur Sistem Pakar ... 21

5. Model Sekuensial Linier ... 26

6. Arsitektur SPSUTT... 35

7. Judul Sistem Pakar Disain Pondasi Tower ... 36

8. Titik Rencana Tower ... 37

9. Dimensi Pondasi Tower ... 47

10. Diagram Alir ... 53

11. Diagram Ketergantungan ... 54

12. Dimensi Pondasi Telapak ... 56

13. Dimensi Pondasi Sumuran ... 58

14. Dimensi Balok Strap... 59

15. Pembesian Pondasi Telapak ... 60

16. Pembesian Pondasi Sumuran Pada Balok Strap ... 61

17. Dimensi Pondasi Sumuran Pada Balok Strap ... 61

18. Pembesian Pondasi Sumuran Pada Pondasi Telapak ... 62

19. Tower Yang Dipakai ... 70

20. Penomoran Batang Tower ... 71

21. Penomoran Batang Transverse ... 72

22. Potongan Y – Y Pada Tower ... 73

23. Berat Sendiri Tower ... 83

24. Kawat ACSR Putus ... 89

25. Gaya Akibat Kawat Putus ... 90

26. Gaya Pada Batang Transerve Pada Ketinggian +29,5 m ... 92

27. Reaksi Pada Pondasi Akibat Gaya Pada Ketinggian +29,5m ... 93

(17)

29. Reaksi Pada Pondasi Akibat Gaya Pada Ketinggian +25 m ... 94 30. Kedalaman Pondasi Strap Footing ... 99 31. Kedalaman Pondasi Strap Footing (validasi) ... 108

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Perhitungan beban sendiri menara... 70

2. Kondisi tidak setimbang ... 89

3. Perhitungan beban yang bekerja pada pondasi ... 93

4. Proses disain ... 99

(19)

BAB I . PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dengan semakin besarnya kebutuhan listrik nasional, dimana daya listrik yang sanggup disediakan oleh PT.PLN masih kurang dari kebutuhan, maka banyak pula pusat-pusat pembangkit listrik dan sarana pendukungnya yang harus dibangun. Apalagi dengan adanya program pemerintah untuk percepatan pembangunan pembangkit listrik 10.000 Mwatt yang direncanakan selesai pada tahun 2010. Pusat-pusat pembangkit tenaga listrik terutama yang menggunakan tenaga air, biasanya terletak jauh dari pusat-pusat beban. Dengan demikian, tenaga listrik yang telah dibangkitkan harus disalurkan melalui saluran-saluran transmisi. Saluran-saluran ini membawa tenaga listrik dari pusat pembangkit ke pusat-pusat beban baik langsung maupun melalui gardu-gardu induk. Saluran transmisi yang dapat digunakan adalah saluran udara atau saluran bawah tanah (SPLN 121).

Pada penelitian ini, saluran transmisi yang diteliti adalah Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) berdaya 150 Kv. Secara ideal jalur saluran transmisi untuk SUTT yang terdiri dari beberapa tower adalah sebuah garis lurus. Akan tetapi dalam aplikasi lapangannya tidak demikian. Bisa saja berupa titik-titik dengan lokasi yang tidak beraturan, karena disesuaikan dengan kondisi lapangan.

Setelah titik-titik rencana jalur saluran transmisi lokasi tower dapat dibuat, hal lain yang perlu didisain adalah dimensi pondasi tower tersebut. Bangunan terdiri dari bangunan atas dan bangunan bawah, bangunan bawah lazimnya disebut pondasi bangunan. Pondasi bangunan bertugas memikul seluruh beban bangunan, untuk kemudian melimpahkan beban tersebut ke tanah sampai kedalaman tertentu. Jadi pondasi suatu bangunan merupakan salah satu bagian bangunan yang sangat penting. Apabila kita salah memilih atau merencanakan pondasi, maka kesalahan tersebut mengakibatkan terjadinya kerusakan pada struktur bangunan lainnya. Pondasi yang dipakai adalah pondasi telapak kombinasi (strap footing) dengan perbaikan tanah menggunakan pondasi sumuran (bore pile), karena menurut Mardiyanto (2000), dengan adanya standarisasi

(20)

(penggunaan pondasi telapak dan bore pile) penggunaan pondasi SUTT maka akan dapat dihemat biaya antara 30 % sampai dengan 60 %.

Pemilihan jalur line transmisi dan pondasi bangunan ditentukan oleh banyak faktor, pada penelitian ini hanya faktor teknis saja yang dibahas, yaitu daya dukung tanah, dalam hal ini ditentukan oleh jenis tanah, beban vertikal dan beban horizontal yang bekerja pada tower dan sudut belokan yang terbentuk oleh dua tower. Jenis tanah dapat diketahui berdasarkan hasil penyelidikan geoteknik yang dilakukan pada tanah setempat atau berdasarkan pengamatan butiran agregat tanah. Beban vertikal yaitu berat sendiri tower, berat kawat penghantar, berat kawat penangkal petir, berat isolator dan berat orang. Sedangkan beban horizontal adalah tekanan angin, yang diketahui dari pengukuran lapangan atau ditentukan berdasarkan Peraturan Muatan Indonesia 1970 N.I-18 (Kusnadi, 1996).

Banyaknya faktor yang mempengaruhi perencanaan pembangunan jalur saluran transmisi dan disain pondasi SUTT, memerlukan perhitungan-perhitungan yang rumit, sehingga mempersulit perencana dan memerlukan waktu yang relatif lama. Selain itu dijumpai banyak hal yang berhubungan dengan keahlian pakar kelistrikan khususnya pakar mengenai transmisi dan pakar masalah konstruksi. Untuk mempercepat dan mempermudah proses perencanaan jalur saluran transmisi dan disain pondasi SUTT, dibuat program aplikasi komputer sistem pakar untuk perencaan tersebut dengan menggunakan bahasa program komputer Matlab.

1.2. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah merancang bangun desain dan prototipe sistem pakar berbasis kaedah (ruled-base), untuk mempermudah dan mempercepat proses perencanaan jalur saluran transmisi dan dimensi pondasi

strap footing untuk Tower Listrik Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT).

1.3. Ruang Lingkup

Sistem pakar perencanaan jalur saluran transmisi dan dimensi pondasi strap

(21)

hanya diperhitungkan faktor teknis saja, yaitu tipe konstruksi tower yang digunakan adalah bentuk lattice tipe Aa dan Bb saluran udara tegangan tinggi (SUTT) 150 kV dengan maksud konstruksi tower adalah rangka baja dengan sudut maksimal yang diijinkan 200, jenis kawat yang dipakai pada saluran transmisi adalah Aluminium Cable Steel Reinforced (ACSR), jenis pondasi adalah pondasi strap footing dengan perbaikan tanah menggunakan pondasi sumuran.

Model pengembangan sistem menggunakan model System Development Life Cycle (SDLC), metode Inferensi yang dipakai adalah forward chaining, untuk

mempresentasikan pengetahuan yang didapat, digunakan dalam bentuk tipe basis kaedah (rule-based) IF...THEN (Jika...maka) dan software yang digunakan bahasa program Matlab dan untuk user interface digunakan juga bahasa program Matlab.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan solusi alternatif untuk merencanakan lokasi titik-titik jalur saluran transmisi tower dan dimensi pondasi tower listrik saluran udara tegangan tinggi (SUTT).

(22)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terkait Terdahulu

Penelitian ini, merupakan kelanjutan dari penelitian yang telah penulis lakukan pada pendidikan strata-1 di Univeritas Sriwijaya Jurusan Teknik Sipil, yaitu berupa skripsi yang berjudul Perencanaan Pondasi Untuk Tower Listrik Tegangan Tinggi Pada Line Plaju-Mariana-Borang (Kusnadi, 1996). Pada penelitian tersebut tidak direncanakan titik-titik lokasi tower dan dimensi pondasi dihitung secara manual. Penelitian ini selain digunakan sistem pakar, juga dibuat untuk merencanakan titik-titik lokasi dalam satu line transmisi dan dimensi pondasinya.

Selain penelitian tersebut, terdapat juga penelitian yang terkait dengan penelitian ini, yaitu penelitian yang telah dilakukan oleh Bagio (1996). Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada penelitian Bagio ruang lingkup penelitian adalah untuk mendisain satu buah struktur rangka tower untuk komunikasi, sehingga beban yang bekerja pun berbeda, seperti pada beban vertikal tidak adanya berat kawat penghantar dan berat isolator.

2.2 Saluran Transmisi

Jenis arus listrik yang dapat dibangkitkan oleh pembangkit listrik, yaitu sistem arus bolak balik AC (alternating current) dan sistem arus searah DC (direct current). Penyaluran tenaga listrik dengan sistem arus searah baru dianggap ekonomis bila panjang saluran udara lebih dari 640 km atau saluran bawah tanah lebih panjang dari 50 km (Elektro Indonesia, 2000). Komponen-komponen utama dari saluran transmisi terdiri dari :

- menara transmisi atau tiang transmisi beserta pondasinya; - isolator-isolator;

- kawat penghantar (conductor); - kawat tanah (ground wires).

(23)

Perencanaan saluran udara tegangan tinggi terdiri dari : - survey, pengukuran dan pemetaan rute dari saluran;. - pengujian tanah tempat menara-menara;

- perencanaan dari menara;

- penentuan dari jarak-jarak antara kawat-kawat; - pemilihan kawat (konduktor) yang ekonomis; - penentuan jumlah isolator;

- perhitungan tegangan tarik dan andongan.

Panjang saluran transmisi adalah jarak yang menghubungkan dari satu titik ke titik lainnya atau dari pusat pembangkit sampai pada pusat beban, untuk mentransmisikan listrik. Panjang gawang (jarak antar tower) adalah jarak rencana antar satu tower dengan tower berikutnya, dengan jarak gawang dasar 265 m (SPLN,1996). Untuk menghitung jumlah tower secara ideal, artinya berupa satu garis lurus dari pusat pembangkit ke pusat beban dalam satu saluran adalah sebagai berikut : 1 gawang panjang rencana saluran panjang rencana er Jumlah tow = + ... (1)

Koordinat titik yang didapat dalam koordinat cartesius, jika rencana panjang gawang di notasikan Y dan rencana panjang saluran dinotasikan L adalah (0,Y), (0,2Y), (0,3Y),..., (0,L), akan tetapi dalam aplikasi lapangannya tidak demikian, bisa saja berupa titik-titik dengan lokasi yang tidak beraturan, karena disesuaikan dengan kondisi lapangan.

2.3 Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT)

Pembangunan pusat pembangkit dengan kapasitas produksi energi listrik yang besar : PLTA, PLTU, PLTGU, PLTG, PLTP memerlukan banyak persyaratan, terutama masalah lokasi yang tidak selalu bisa dekat dengan pusat beban seperti kota, kawasan industri dan lainnya. Akibatnya tenaga listrik tersebut harus disalurkan melalui sistem transmisi yaitu :

(24)

- gardu Induk; - saluran Distribusi.

Saluran transmisi Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) adalah sarana di udara untuk menyalurkan tenaga listrik berskala besar dari pembangkit ke pusat-pusat beban dengan menggunakan tegangan tinggi maupun tegangan ekstra tinggi. Macam saluran udara yang ada di sistem ketenagalistrikan PLN P3B Jawa Bali antara lain :

- Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 70 kV; - Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV;

- Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 kV.

Tenaga listrik yang disalurkan lewat sistem transmisi umumnya menggunakan kawat telanjang sehingga mengandalkan udara sebagai media isolasi antara kawat penghantar tersebut dengan benda sekelilingnya. Tower adalah konstruksi bangunan yang kokoh, berfungsi untuk menyangga/merentang kawat penghantar dengan ketinggian dan jarak yang cukup agar aman bagi manusia dan lingkungan sekitarnya. Antara tower dan kawat penghantar disekat oleh isolator. Menurut bentuk konstruksi ada beberapa jenis tower, yaitu :

- lattice tower;

- tabular steel pole; - concrete pole; - wooden pole.

Lattice Tower merupakan jenis konstruksi SUTT yang paling banyak digunakan di jaringan PLN karena mudah dirakit terutama untuk pemasangan di daerah pegunungan dan jauh dari jalan raya. Namun demikian perlu pengawasan yang intensif karena besi-besinya rawan terhadap pencurian. Tower harus kuat terhadap beban yang bekerja padanya yaitu :

- gaya berat tower dan kawat penghantar (gaya tekan); - gaya tarik akibat rentangan kawat;

- gaya angin akibat terpaan angin pada kawat maupun badan tower. Menurut fungsinya, tower dibagi menjadi beberapa jenis :

(25)

- Dead end tower, yaitu tiang akhir yang berlokasi di dekat Gardu Induk, tower ini hampir sepenuhnya menanggung gaya tarik.

- Section tower, yaitu tiang penyekat antara sejumlah tower penyangga dengan sejumlah tower penyangga lainnya karena alasan kemudahan saat pembangunan (penarikan kawat), umumnya mempunyai sudut belokan yang kecil.

- Suspension tower, yaitu tower penyangga, tower ini hampir sepenuhnya menanggung gaya berat, umumnya tidak mempunyai sudut belokan.

- Tension tower, yaitu tower penegang, tower ini menanggung gaya tarik yang lebih besar daripada gaya berat, umumnya mempunyai sudut belokan.

- Transposision tower, yaitu tower tension yang digunakan sebagai tempat melakukan perubahan posisi kawat fasa guna memperbaiki impendansi transmisi.

- Gantry tower, yaitu tower berbentuk portal digunakan pada persilangan antara dua saluran transmisi. Tiang ini dibangun di bawah saluran transmisi existing. - Combined tower, yaitu tower yan digunakan oleh dua buah saluran transmisi

yang berbeda tegangan operasinya.

Tabel 1. Tipe Tower

TYPE TOWER FUNGSI SUDUT

Aa Bb Cc Dd Ee Ff Gg Suspension Tension/Section Tension Tension Tension Tension Transposisi 0o – 3 o 3 o – 20 o 20 o - 60 o 60 o - 90 o > 90 o > 90 o Sumber : PLN (2007)

Dengan adanya banyak beban yang bekerja pada tower, maka ada dua kombinasi pembebanan yaitu, kondisi normal dan kondisi abnormal.

(26)

2.3.1 Beban Yang Bekerja Pada SUTT Kondisi Normal

Kondisi normal adalah kondisi di mana tower tidak mengalami penambahan beban yang ekstrem, dalam hal ini beban itu adalah adanya kawat yang putus. 1. Beban Vertikal

a. Beban Sendiri Menara

Untuk menghitung berat sendiri menara perlu diketahui panjang masing-masing batang dan berat per meter dari profil tersebut. Berat sendiri batang itu diperoleh dengan cara mengalikan panjang batang dengan berat profil, kemudian seluruh berat tersebut dijumlahkan maka akan didapatkan berat sendiri menara.

b. Berat Kawat Penghantar per jarak menara :

Jenis kawat penghantar yang dipakai adalah jenis kawat ACSR, dengan data-data sebagai berikut :

Tabel 2. Ketentuan Kawat Penghantar dan Penangkal Petir

Fungsi Kawat Penghantar (Konduktor) Penangkal Petir (Ground Wire) • Jenis • Luas Penampang • Diameter Penampang • Berat Kawat/m’

• Tarikan Maksimum Kawat yang diijinkan

• Jumlah Kawat Yang Dipasang ACSR 153,79 mm2 16,1 mm 0,5357 kg/m’ 1300 kg 6 Buah Steel Wire 52,29 mm2 9,6 mm 0,444 kg/m’ 1000 kg 2 buah Sumber : Kusnadi (1996)

Berat kawat penghantar per jarak menara :

jarak menara x berat kawat penghantar (konduktor) ... (2)

(27)

jarak menara x berat kawat penangkal petir (ground wire) ... (3)

d. Berat isolator, alat-alat dan orang per kawat - berat isolator 100 kg;

- berat orang 70 kg.

2. Beban Horizontal

a. Tekanan Angin Pada Menara

Untuk konstruksi rangka ruang dengan penampang melintang berbentuk persegi dengan arah angin tegak lurus pada salah satu bidang rangka, koefisien angin untuk rangka pertama dipihak angin adalah + 1,6 dan untuk rangka kedua di belakang angin adalah + 1,2 (Gambar 1).

Gambar 1. Tekanan Angin Pada Menara (Cipta Karya, 1969)

maka : Wa = 1,6 x W = 1,6W kg/m2 Wa’ = 1,2 x W = 1,2W kg/m2

W = tekanan angin kg/m2

(28)

jarak menara x diameter kawat penghantar (konduktor) x W ... (4)

c. Tekanan angin pada ground wire.

jarak menara x diameter kawat penangkal petir x W ... (5)

2.3.2 Beban Yang Bekerja Pada SUTT Kondisi Abnormal

Kondisi abnormal adalah tower mengalami beban ekstrem, yaitu adanya kawat putus baik kawat penghantar ataupun kawat penangkal petir.

1. Beban Vertikal

Beban yang diperhitungkan sama dengan beban normal ditambah dengan beban kondisi tidak setimbang.

- berat sendiri menara;

- berat kawat ACSR per jarak menara; - berat kawat penangkal petir;

- berat isolator, alat-alat dan orang per kawat. 2. Beban Horizontal

Beban yang diperhitungkan sama dengan beban normal ditambah adanya beban akibat kawat putus.

a. Tekanan angin pada menara.

b. Tekanan angin pada kawat penghantar dan kawat penangkal petir.

c. Komponen horizontal akibat putusnya kawat penghantar dan kawat penangkal petir.

3. Perhitungan Beban Pada Batang Tranverse

Beban-beban yang bekerja pada tranverse adalah : a. Beban Vertikal

b. Beban horizontal

- tekanan angin pada kawat penghantar; - akibat kawat ACSR putus;

(29)

2.4 Daya Dukung Tanah Dasar

Kekuatan daya dukung tanah dasar adalah, kekuatan tanah dasar untuk menerima beban yang bekerja diatasnya. Tanah sebagai tempat tumpuan pondasi memiliki kekuatan yang besarnya berbeda-beda. Berdasarkan pengalaman lapangan, tanah dasar dapat diklasifikasikan :

Tabel 3. Klasifikasi Tanah Dasar

No Klasifikasi Tanah

Dasar Jenis Tanah Dasar σt kg/cm

2

(Kekuatan Tanah Dasar Yang DiperBolehkan) 1 2 3 4 5 Tanah bagus Tanah Baik Tanah Sedang Tanah Jelek Tanah Jelek Sekali

- Tanah pasir berbatu - Tanah pasir berkerikil - Tanah pasir

- Tanah liat atau silt - Tanah liat atau silt

mengandung tanah organik - Tanah rawa/veen - Tanah lumpur + 9 Kg/cm2 + 2,75 Kg/cm2 + 1,75 Kg/cm2 + 1,25 Kg/cm2 Sumber : Soedarsono (1985) 2.5 Tekanan Angin

Untuk mengetahui besarnya tekanan angin, harus dilakukan pengukuran di lokasi, atau jika tidak dilakukan pengukuran, dapat ditentukan dengan memakai Peraturan Muatan Indonesia 1970 N.1 -18 yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik Direktorat Jenderal Cipta Karya, yaitu : - Pasal 4.1 Mengenai Penentuan Muatan Angin

Muatan angin diperhitungan dengan menganggap adanya tekanan positif dan tekanan negatif (isapan), yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang yang ditinjau. Besarnya tekanan positif dan tekanan negatif ini dinyatakan dalam kg/m2, ditentukan dengan mengalikan tekanan tiup (velocity presssure) yang

ditentukan dalam pasal 4.2, dengan koefisien-koefisien angin yang ditentukan dalam pasal 4.3, kecuali mengenai yang ditentukan dalam pasal 4.6 (khusus mengenai jembatan).

(30)

- Pasal 4.2 Mengenai Tekanan Tiup

i. Tekanan tiup harus diambil minimum 25 kg/m2, kecuali yang ditentukan dalam ayat-ayat (2), (3) dan (4).

ii. Tekanan tiup di laut dan di tepi laut sampai sejauh 5 km dari pantai harus diambil minimum 40 kg/m2, kecuali ditentukan dalam ayat-ayat (3) dan (4).

2.6 Pengertian Pondasi

Pondasi bangunan biasanya dibedakan menjadi dua, tergantung dari perbandingan kedalaman pondasi dengan lebar pondasi, secara umum digunakan patokan (Gambar 2):

Gambar 2. Kedalaman dan Lebar Pondasi (Gunawan,1996)

- Jika kedalaman dasar pondasi dari muka tanah adalah kurang atau sama dengan lebar pondasi (D < B) maka disebut pondasi dangkal.

- Jika kedalaman pondasi dari muka tanah adalah lebih dari lima kali lebar pondasi (D > 5B) maka disebut pondasi dalam.

Untuk berat bangunan relatif tidak besar, maka biasanya cukup digunakan pondasi dangkal yang disebut pondasi langsung (spread footing), yaitu dengan memperlebar bagian bawah dari kolom atau dinding bangunan., sehingga beban bangunan disebarkan (spread) menjadi desakan yang lebih kecil dari pada daya dukung tanah yang diijinkan. Kedalaman pondasi langsung makin dangkal akan semakin murah dan semakin mudah pelaksanaannya, tetapi ada beberapa faktor yan harus diperhatikan :

(31)

- Dasar pondasi harus terletak di bawah lapisan tanah teratas (top soil) yang mengandung humus/bahan organik/sisa tumbuh-tumbuhan.

- Kedalaman tanah urug (sanitary land fill) atau tanah lunak lain (peat, muck). - Kedalaman tanah yang dipengaruhi sifat retak-retak atau kembang susut. - Kedalaman muka air tanah.

- Letak dan kedalaman pondasi bangunan lama yang berdekatan.

Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, maka kedalaman dasar pondasi langsung di Indonesia biasanya diletakkan antara kedalaman 0,60 m sampai 3,00 m di bawah muka tanah (Gunawan, 1990).

Pondasi langsung menurut bentuk konstruksinya biasanya dibagi menjadi empat macam :

1. Pondasi menerus (Continuous footing). 2. Pondasi telapak (Individual footing).

3. Pondasi kaki gabungan (Combined footing). 4. Pondasi plat (Mat footing/Raft footing).

Pondasi yang digunakan tower SUTT adalah pondasi telapak kombinasi dengan pondasi sumuran. Untuk dapat menghitung dimensi dan pembesian pondasi tower, segala kemungkinan beban yang bekerja pada pondasi harus diperhitungkan. Beban yang bekerja pada pondasi dipengaruhi beberapa faktor, yaitu :

- beban sebagai akibat gaya kawat ACSR dan ground wire;

- beban akibat ground wire putus dan satu kawat penghantar ACSR putus,; - beban akibat angin pada kawat;

- beban akibat angin pada menara dan beban akibat berat sendiri menara.

2.7 Pondasi Strap Footing

Pondasi Strap footing merupakan salah satu dari jenis pondasi telapak. Bentuk ini terbentuk pada dua kolom atau lebih bangunan dengan pondasi kaki tersendiri yang dihubungkan dengan balok penghubung (strap-beam), sehingga kedua pondasi bekerja bersama-sama sebagai suatu pondasi gabungan, untuk itu balok penghubung harus kuat memikul momen yang terjadi.

(32)

2.7.1 Dimensi Pondasi Footing

Untuk dapat menghitung dimensi pondasi dilakukan dengan melakukan beberapa kontrol, yaitu :

1. Kontrol Terhadap Gaya Tarik Rumus :

T = (Vf . Bj beton bertulang) + (Vt . Bjtanah ) > Rtarik ... (6)

dimana :

T = tegangan tarik yang terjadi akibat berat sendiri pondasi (kg).

Rtarik = tegangan tarik maksimum akibat beban-beban yang bekerja (kg).

Vf = volume pondasi blok (m3).

Bjbeton bertulang = 2400 kg/cm2 (yang digunakan dalam penelitian ini).

Vt = volume tanah diatas pondasi (m3).

Bjtanah kohesif = 2000 kg/m3 .

Bjtanah non kohesif = 2300 kg/m3.

2. Kontrol Terhadap Daya Dukung Pondasi Rumus yang dipakai (Kusnadi, 1996) :

α

q Nu

A = ... (7)

dimana :

A = luas pembebanan efektif (cm2).

Nu = beban aksial rencana pondasi. (kg).

qα = daya dukung tanah yang diijinkan (kg/cm2), berdasarkan tabel berikut:

Tabel 4. Kriteria qα

Harga Rata-Rata Jenis Tanah Pondasi

qα Bila Ada Gempa (kg/cm2) qα Biasa (kg/cm2) Nilai N qu Sangat Keras 2 3 15 – 30 2 - 4 Keras 1 1,5 8 -15 1 -2 Tanah Pondasi Kohesif Sedang 0,5 0,75 4 – 8 0,5 - 1 Sumber : Suyono (1994)

(33)

2.7.2 Pembesian Pondasi Strap Footing

Penulangan pondasi sesuai dengan syarat-syarat Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBBI) 1971 dan perhitungan dengan cara “n” (Wang, 1993).

1. Pembesian Pelat Pondasi

pondasi

q Nu

A = ... (8)

dimana :

A = luas telapak pondasi (cm2).

Nu = beban aksial rencana pondasi. (kg).

qpondasi = tegangan pada pondasi (kg/cm2).

Momen yang terjadi pada pondasi :

M = ½ q L2 ...(9)

dimana :

M = momen pada pondasi (kg.cm).

qpondasi = tegangan pada pondasi (kg/cm2).

L = panjang cabang penahan geser diukur dari pusat beban terpusat (cm). K = 2 h . b M ... (10) dimana :

K = perbandingan antara kekakuan cabang penahan geser dan kekakuan

penampang komposit sekitar penahan geser dengan lebar (kg/cm2). b = lebar pondasi (cm). h = tebal pondasi (cm). nω = n .K a σ ... (11) dimana : n = jumlah besi.

ω = koefisien tulangan tarik. σa = tegangan tarik baja.

(34)

Luas penampang pembesian :

A = nω/n . b .h ... (12) dimana :

A = luas penampang besi.

2. Pembesian Kolom

Dipakai pembesian minimum :

F besi minimum = 1% . F beton ... (13)

3. Pembesian Balok Strap ∅ = b a . n σ σ ... (14) dimana :

∅ = koefisien pada penentuan kekuatan beton.

σa = tegangan tarik baja.

σb = kekuatan tekan beton.

a a . b M . n h C σ = ... (15) dimana :

Ca = koefisien pada perhitungan penampang.

2.8 Pondasi Sumuran

Pondasi sumuran adalah sebuah poros yang diborkan kedalam tanah, kemudian diisi dengan beton. Poros tersebut dapat dilapisi (dibungkus) dengan sebuah kulit logam (metal shell) untuk menahan poros tersebut sebelum pembetonan terjadi serta dibiarkan sebagai bagian dari sumuran, atau lapisan (pembungkus) tersebut dapat ditarik kembali lambat laun sewaktu poros diisi dengan beton.

Jenis pondasi sumuran berdasarkan bentuk yang dipakai pada penelitian ini adalah sumuran ujung terbuka (Open-End Caisson). Sumuran ujung terbuka

(35)

biasanya dicor ditempat dimana sumuran akan diletakkan. Mula-mula bagian yang tajam dibuat di permukaan tanah. Ketika pengerjaan tubuh beton sudah mendekati penyelesaian, penggalian di dalam sumuran dimulai. Selama pengalian, sumur mulai terbenam. Kemudian ketika bagian atas dari tubuh sumuran terbenam dan mendekti dasar pondasi, unit sumuran yang lain mulai disambungkan. Kemudian penggalian di dalam sumuran dan penambahan tubuh sumuran diulangi, sampai sumuran berpijak pada kedalaman yang direncanakan. Akhirnya, lantai beton dasar dikerjakan, kemudian bahan-bahan (tanah dan pasir atau air) pada kaison diisikan, lalu lantai penutup diselesaikan.

2.8.1 Dimensi Pondasi Sumuran

1. Kontrol Terhadap Daya Dukung Pondasi

Menurut Meyerhof untuk sumuran dengan penampang bundar (Sarjono, 1991), digunakan rumus :

Qu = 40 N . Ab + 1/5 As N... (16)

dimana :

Qu = Nu. Sf

Nu = beban vertikal yang bekerja pada pondasi

Sf = faktor keamanan, diambil 2,8

2 b . . 4 1 A = π D D = diameter pondasi (m). As = π 1. L L = Panjang pondasi

Hubungan antara nilai qc dan nilai N menurut Miki, seperti yang terlihat

dibawah ini :

qc = 3N ... (17)

dimana :

qc = nilai konus jenis tanah setempat (kg/cm2).

(36)

2. Kontrol Terhadap Momen Guling

Berdasarkan perencanaannya sumuran yang dipakai adalah tiang pendek dengan ujung atas ditahan terhadap perputaran sudut (Gambar 3).

Gambar 3. Sumuran Ujung Atas Tertahan (Cipta Karya, 1983)

Langkah pertama dalam perencanaan adalah menetapkan tegangan lateral yang diijinkan. Apabila tidak ditentukan dari hasil penyelidikan tanah, tegangan lateral yang diijinkan (R) dapat diambil dari tabel 5.

Tabel 5. Tegangan Tanah Lateral Yang Diijinkan

Jenis Tanah (R) kg/cm2/m’ Kerikil bergradasi baik

Lempung keras padat Pasir kasar padat

Pasir kasar dan halus padat Lempung setengah keras Pasir halus padat

Lanau

Lempung pasiran

Campuran pasir dan lanau padat Lempung Lunak

Campuran pasir organik sangat lunak atau lepas dan lanau, atau lumpur 6500 6500 5500 5000 5000 4000 3500 3500 3500 1500 0 Sumber : Cipta Karya (1983)

(37)

Bila posisi tower tidak satu garis lurus dengan posisi tower berikutnya, atau dengan kata lain membentuk sudut (θ), maka pondasi tower mengalami aksi dan reaksi yang tidak sama, maka terjadi momen puntiran tambahan akibat tegangan tarik kabel transmisi 150 kv. Panjang pondasi sumuran (L) diperlukan oleh sumuran untuk menyalurkan momen luar (Mo) dan beban horizontal (Ho) akibat beban kerja dari ujung atas sumuran ke tanah sekelilingnya tanpa dilampaui tegangan lateral yang diijinkan (R). Momen puntir yang terjadi :

Mu = T . D ... (18)

dimana :

Mu = momen puntir (kg.m)

T = tegangan tarik yang terjadi akibat berat sendiri pondasi (kg). D = diamater pondasi (m).

2.8.2 Pembesian Pondasi Sumuran

Pembesian pondasi dipakai penulangan minimum (Kusnadi, 1996) dengan rumus sebagai berikut :

Bila D > 80 cm, maka : 2 g . . 4 1 A = π D ... (19) g A 2 1 Amin = ... (20) dengan syarat : Amin > 0,005.Ag

Amaks > 0,060.Ag

dimana : A = luas penampang besi (cm2)

2.9 Sistem Pakar (Expert System)

Sistem pakar adalah suatu program komputer yang dirancang untuk mengambil keputusan seperti keputusan yang diambil oleh seorang atau beberapa orang pakar. Menurut Feigenbaum di dalam Harmon dan King yang dikutip oleh

(38)

Marimin (2005), sistem pakar adalah perangkat lunak komputer cerdas yang menggunakan pengetahuan dan prosedur inferensi untuk memecahkan masalah yang cukup rumit atau memerlukan kemampuan seorang pakar untuk memecahkannya.

Dalam penyusunannya, sistem pakar mengkombinasikan kaidah-kaidah penarikan kesimpulan (inference rules) dengan basis pengetahuan tertentu yang diberikan oleh satu atau lebih pakar dalam bidang tertentu. Kombinasi dari kedua hal tersebut disimpan dalam komputer, yang selanjutnya digunakan dalam proses pengambilan keputusan untuk penyelesaian masalah tertentu.

1. Modul Penerimaan Pengetahuan (Knowledge Acquisition Mode)

Sistem berada pada modul ini, pada saat ia menerima pengetahuan dari pakar. Proses mengumpulkan pengetahuan-pengetahuan yang akan digunakan untuk pengembangan sistem, dilakukan dengan bantuan knowledge engineer. Peran

knowledge engineer adalah sebagai penghubung antara suatu sistem pakar

dengan pakarnya.

2. Modul Konsultasi (Consultation Mode)

Pada saat sistem berada pada posisi memberikan jawaban atas permasalahan yang diajukan oleh user, sistem pakar berada dalam modul konsultasi. Pada modul ini, user berinteraksi dengan sistem dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh sistem.

3. Modul Penjelasan(Explanation Mode)

Modul ini menjelaskan proses pengambilan keputusan oleh sistem (bagaimana suatu keputusan dapat diperoleh).

2.10 Struktur Sistem Pakar

Sistem pakar terdiri dari dua bagian utama yaitu lingkungan konsultasi dan lingkungan pengembangan, dapat dilihat pada Gambar 4. Berikut ini penjelasan sebagian komponen-komponen struktur sistem pakar pada Gambar 4.

1. Antarmuka Pemakai (User Interface). Sistem Pakar mengatur komunikasi antara pengguna dan komputer. Komunikasi ini paling baik berupa bahasa

(39)

alami, biasanya disajikan dalam bentuk tanya-jawab dan kadang ditampilkan dalam bentuk gambar/grafik.

2. Subsistem Penjelasan (Explanation Facility). Kemampuan untuk menjejak (tracing) bagaimana suatu kesimpulan dapat diambil merupakan hal yang sangat penting untuk transfer pengetahuan dan pemecahan masalah. Komponen subsistem penjelasan harus dapat menyediakannya yang secara interaktif menjawab pertanyaan pengguna.

3. Mesin Inferensi (Inference Engine), merupakan otak dari Sistem Pakar. Juga dikenal sebagai penerjemah aturan (rule interpreter). Komponen ini berupa program komputer yang menyediakan suatu metodologi untuk memikirkan (reasoning) dan memformulasi kesimpulan. Kerja mesin inferensi meliputi: 4. Papan Tulis (Blackboard/Workplace), adalah memori/lokasi untuk bekerja dan

menyimpan hasil sementara, biasanya berupa sebuah basis data.

(40)

5. Basis Pengetahuan, berisi pengetahuan yang dibutuhkan untuk memahami, memformulasi, dan memecahkan masalah. Basis pengetahuan tersusun atas dua elemen dasar:

- Fakta, misalnya: situasi, kondisi, dan kenyataan dari permasalahan yang ada, serta teori dalam bidang itu

- Aturan, yang mengarahkan penggunaan pengetahuan untuk memecahkan masalah yang spesifik dalam bidang yang khusus

6. Sistem Penghalusan Pengetahuan (Knowledge Refining System). Seorang pakar mempunyai sistem penghalusan pengetahuan, artinya, mereka bisa menganalisa sendiri performa mereka, belajar dari pengalaman, serta meningkatkan pengetahuannya untuk konsultasi berikutnya. Pada Sistem Pakar, swa-evaluasi ini penting sehingga dapat menganalisa alasan keberhasilan atau kegagalan pengambilan kesimpulan, serta memperbaiki basis pengetahuannya.

2.11 Representasi Pengetahuan

Representasi pengetahuan adalah suatu teknik untuk merepresentasikan basis pengetahuan yang diperoleh ke dalam suatu skema/diagram tertentu sehingga dapat diketahui relasi/keterhubungan antara suatu data dengan data yang lain. Teknik ini membantu knowledge engineer dalam memahami struktur pengetahuan yang akan dibuat sistem pakarnya.

Menurut Firebaugh (1989), terdapat empat metode untuk representasikan pengetahuan, yaitu :

- Jaringan semantik (sematic network)

Pengetahuan diorganisasikan dengan menggunakan jaringan yang disusun oleh dua komponen dasar, yaitu node dan arc. Node menyatakan objek, konsep, atau situasi yang ditunjukkan oleh kotak atau lingkaran, sedangkan

arc menyatakan hubungan antar node yang ditunjukkan oleh tanda panah yang

menghubungkan node-node dalam jaringan. - Frame dan script

(41)

Digunakan untuk mempresentasikan pengetahuan dalam konteks dimana urutan kejadian dan objek muncul. Sebuah frame digambarkan dengan menggunakan jaringan dari node-node dan hubungan-hubungan. Level teratas dari frame menyatakan atribut-atribut sedangkan level terendah memiliki terminal dan slot yang harus diisi oleh data. Script menyerupai frame dengan informasi tambahan tentang urutan kejadian yang diharapkan serta tujuan dan rencana dari aktor yang terlibat (Firebaugh, 1989).

- Aturan produksi

Representasi rule base diimplementasikan ke bentuk clauses :

1. Question Clause

Digunakan untuk mengidentifikasi fakta yang didapat dengan cara menanyakan kepada user secara langsung tentang nilai fakta yang ada. Fakta ini merupakan fakta yang bersifat dasar.

Struktur Question Clause :

ASK <variabel> : “<teks pertanyaan>”

CHOICE <variabel> : “<pilihan yang disediakan>”

2. Rule Clause

Digunakan untuk mengidentifikasikan pengetahuan berdasarkan metode yang dipilih. Clause ini digunakan untuk memulai menderivikasi fakta yang diperlukan yang secara garis besar digambarkan sebagai berikut : RULE <labeln> IF <variabel><operator><nilai> AND <variabel><operator><nilai> AND ... THEN <variabel><operator><nilai> 2.12 Inferensi Pengetahuan

Inferensi pengetahuan merupakan salah satu komponen yang terdapat dalam sistem pakar. Komponen ini berperan dalam penarikan kesimpulan untuk menyelesaikan masalah. Beberapa metode inferensi pengetahuan telah dikembangkan seperti:

(42)

- backward/forward chaining; - inheritance;

- probabilistik dan bayesian; - logika fuzzy dan inferensi fuzzy; - teori dempster-shafer;

- model logik.

Dalam melakukan proses pencarian untuk menemukan goal pada ruang permasalahan, sebuah sistem perlu menentukan strategi pencarian yang paling tepat untuk dapat menemukan goal secara eifisien. Strategi pencarian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Forward chaining (data driven), dimana pencarian dilakukan dari kondisi awal (start state), kemudian dengan menggunakan fakta-fakta yang ada dilakukan proses pencocokan (matching) dan inferensi sampai ditemukan goal state.

2.13 Model Pengembangan Sistem

Model pengembangan sistem (perangkat lunak) yang dikenal antara lain terdiri dari (Pressman, 1997) :

- Metode yang paling dikenal disebut juga sebagai System Development Life

Cycle (SDLC) atau sering juga disebut sebagai Water Fall Method, terdiri dari

tahapan perencanaan sistem (rekayasa sistem), analisa kebutuhan, desain, penulisan program, pengujian dan perawatan sistem.

- Model prototipe (prototyping model), dimulai dengan pengumpulan kebutuhan dan perbaikan, desain cepat, pembentukan prototipe, evaluasi pelanggan terhadap prototipe, perbaikan prototipe dan produk akhir.

- Rapid Application Development (RAD) model, dengan kegiatan dimulai pemodelan bisnis, pemodelan data, pemodelan proses, pembangkitan aplikasi dan pengujian.

- Model evolusioner yang dapat berupa model inkremental atau model spiral. Model inkremental merupakan gabungan model sekuensial linier dengan

prototyping (misalnya perangkat lunak pengolah kata dengan berbagai versi).

(43)

menunjukkan ada ketidakpastian terhadap kebutuhan, maka pengembangan sistem dapat dihentikan.

- Teknik generasi ke-empat (4GT), dimulai dengan pengumpulan kebutuhan, strategi perancangan, implementasi menggunakan 4GL dan pengujian.

2.14 Model System Development Life Cycle (SDLC)

Model sekuensial linier untuk software engineering, sering disebut juga System Development Life Cycle (SDLC) atau sering juga disebut sebagai Water Fall Method (Gambar 5). Model ini mengusulkan sebuah pendekatan kepada

perkembangan software yang sistematik dan sekuensial yang mulai pada tingkat dan kemajuan sistem pada seluruh analisis, desain, kode, pengujian, dan pemeliharaan. Dimodelkan setelah siklus rekayasa konvensional, model sekuensial linier melingkupi aktivitas – aktivitas sebagai berikut (Pressman, 1997) :

1. Rekayasa dan pemodelan sistem/informasi.

Karena sistem merupakan bagian dari sebuah sistem yang lebih besar, kerja dimulai dengan membangun syarat dari semua elemen sistem dan mengalokasikan beberapa subset dari kebutuhan ke software tersebut. Pandangan sistem ini penting ketika software harus berhubungan dengan elemen-elemen yang lain seperti software, manusia, dan database. Rekayasa dan anasisis system menyangkut pengumpulan kebutuhan pada tingkat sistem dengan sejumlah kecil analisis serta disain tingkat puncak. Rekayasa informasi mancakup juga pengumpulan kebutuhan pada tingkat bisnis strategis dan tingkat area bisnis.

2. Analisis kebutuhan Software

Proses pengumpulan kebutuhan diintensifkan dan difokuskan, khusunya pada software. Untuk memahami sifat program yang dibangun, analis harus memahami domain informasi, tingkah laku, unjuk kerja, dan interface yang diperlukan. Kebutuhan baik untuk sistem maupun software didokumentasikan dan dilihat lagi dengan pelanggan.

3. Desain

Desain software sebenarnya adalah proses multi langkah yang berfokus pada empat atribut sebuah program yang berbeda; struktur data, arsitektur software, representasi interface, dan detail (algoritma) prosedural. Proses desain

(44)

menterjemahkan syarat/kebutuhan ke dalam sebuah representasi software yang dapat diperkirakan demi kualitas sebelum dimulai pemunculan kode. Sebagaimana persyaratan, desain didokumentasikan dan menjadi bagian dari konfigurasi software.

4. Generasi Kode

Desain harus diterjemahkan kedalam bentuk mesin yang bias dibaca. Langkah pembuatan kode melakukan tugas ini. Jika desain dilakukan dengan cara yang lengkap, pembuatan kode dapat diselesaikan secara mekanis.

5. Pengujian

Sekali program dibuat, pengujian program dimulai. Proses pengujian berfokus pada logika internal software, memastikan bahwa semua pernyataan sudah diuji, dan pada eksternal fungsional, yaitu mengarahkan pengujian untuk menemukan kesalahan – kesalahan dan memastikan bahwa input yang dibatasi akan memberikan hasil aktual yang sesuai dengan hasil yang dibutuhkan.

6. Pemeliharaan

Software akan mengalami perubahan setelah disampaikan kepada pelanggan (perkecualian yang mungkin adalah software yang dilekatkan). Perubahan akan terjadi karena kesalahan – kesalahan ditentukan, karena software harus disesuaikan untuk mengakomodasi perubahan – perubahan di dalam lingkungan eksternalnya (contohnya perubahan yang dibutuhkan sebagai akibat dari perangkat peripheral atau sistem operasi yang baru), atau karena pelanggan membutuhkan perkembangan fungsional atau unjuk kerja. Pemeliharaan software mengaplikasikan lagi setiap fase program sebelumnya dan tidak membuat yang baru lagi.

(45)

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini dilakukan berdasarkan sebuah kerangka pemikiran mengikuti model pengembangan sistem model System Development Life Cycle (SDLC),

mengikuti tahapan-tahapan pada Gambar 5.

1. Tahapan Persiapan.

Kegiatan dalam melaksanakan tahapan ini adalah pengumpulan data-data yang berhubungan dengan penelitian, antara lain :

- pengumpulan data-data yang berhubungan dengan tower dan jalur transmisi tower;

- pengumpulan data-data yang berhubungan dengan pondasi.

Sumber pengetahuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara melakukan :

- studi pustaka, dilakukan di Perpustakaan Kampus IPB Darmaga dan Baranangsiang Bogor, Kantor Konsultan PT. Gubah Sarana Palembang, dan Perpustakaan STT PLN Tangerang; browsing dan mencari data melalui seacrh engine di Internet.

- wawancara dengan pakar, yaitu para pakar yang pernah bekerja di PT. PLN, yang sekarang bekerja sebagai dosen di STT PLN Tangerang;

- dan obrsevasi lapangan, lokasi-lokasi tower listrik SUTT yang berada di sekitar kota Bogor.

2. Tahapan Analisis Sistem

Dalam tahapan ini, peneliti melakukan pembuatan disain aksitektur sistem, investigasi kebutuhan-kebutuhan sistem guna menentukan solusi perangkat lunak (software) yang akan digunakan sebagai tulang punggung proses automatisasi /komputerisasi bagi sistem. Seluruh faktor yang menjadi penentu dalam perencanaan jalur line transmisi dan dimensi pondasi di indentifikasi, faktor tersebut antara lain :

(46)

- panjang jalur transmisi; - jarak antar tower (gawang); - beban yang bekerja pada tower; - beban yang bekerja pada pondasi; - daya dukung tanah;

- tekanan angin;

- sudut belokan yang terbentuk antar dua tower.

Sistem ini memerlukan software yang dapat melakukan banyak perhitungan-perhitungan matematika, sehingga digunakan perangkat lunak Matlab dan untuk user interface digunakan juga bahasa program Matlab.

3. Tahapan Desain

Metode Inferensi yang dipakai adalah dengan forward chaining. Untuk mempresentasikan pengetahuan yang didapat, digunakan dalam bentuk tipe basis kaedah (rule-based) IF...THEN (Jika...maka).

4. Tahapan Implementasi

Pada tahapan ini hasil dari tahapan-tahapan sebelumnya dituangkan kedalam penulisan kode-kode dengan menggunakan bahasa pemrograman komputer Matlab. Langkah berikutnya berupa proses pengujian terhadap hasil pemrograman tersebut. Pengujian mencakup verifikasi, validasi dan pengujian antar muka aplikasi (General User Interface/GUI). Hasil pengujian ini merupakan umpan balik perbaikan sistem dan performance yang akan digunakan dalam proses perbaikan sistem hingga mencapai hasil yang diharapkan dan telah ditentukan sebelumnya.

Verifikasi dan validasi dilakukan dengan cara melakukan demo di depan beberapa orang pakar mengenai listrik dan konstruksi berlokasi di STT PLN Tangerang dan beberapa pakar mengenai konstruksi sipil. Pengujian antar muka dilakukan dengan cara memberikan sistem pakar yang dibuat ini kepada beberapa orang sebagai user tanpa didampingi oleh peneliti, apakah antar muka yang dibuat dapat dimengerti dengan mudah atau tidak.

(47)

3.2 Alat Bantu Riset

1. Perangkat Keras

Alat yang digunakan adalah seperangkat komputer Intel Pentium 4,17 GHz, dengan memori 256 MB, HDD 30GB.

2. Perangkat Lunak

Software aplikasi dibuat dengan bahasa program Matlab 7.01 dan untuk mencari sumber pengetahuan di internet dibantu dengan mesin pencari (search

engine) yahoo dan google.

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2007 hingga bulan November 2007. Data diolah di Laboratorium Pascasarjana Departemen Ilmu Komputer, FMIPA-IPB dan tempat tinggal peneliti. Verifikasi mengenai hal yang berhubungan dengan kelistrikan di Sekolah Tinggi Teknik PLN (STT PLN) Tangerang dan verifikasi mengenai hal yang berhubungan dengan teknik sipil dilakukan di Kantor Konsultan PT.Gubah Sarana Palembang.

(48)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Sistem

Dalam tahapan ini, seluruh faktor yang menjadi penentu dalam perencanaan jalur line transmisi dan dimensi pondasi di indentifikasi, faktor-faktor tersebut yaitu :

1. Rencana Panjang Jalur Saluran Transmisi.

Rencana panjang Saluran Transmisi adalah jarak yang menghubungkan dari satu titik ke titik lainnya atau dari pusat pembangkit sampai pada pusat beban, untuk mentransmisikan listrik berupa saluran udara tegangan tinggi (SUTT) 150 kV. Memiliki syarat rencana panjang saluran transmisi tidak boleh lebih pendek dari rencana panjang gawang.

2. Jarak Antar Tower (Gawang).

Rencana panjang gawang (jarak antar tower) adalah jarak rencana antar satu tower dengan tower berikutnya. Dengan syarat panjang saluran jalur transmisi harus lebih besar dari rencana panjang gawang.

3. Beban Yang Bekerja Pada Tower.

Dengan adanya banyak beban yang bekerja pada tower, maka ada dua kombinasi pembebanan yaitu, kondisi normal dan kondisi abnormal. Berikut ini perhitungannya :

3.1 Kondisi Normal

Kondisi normal adalah kondisi di mana tower tidak mengalami penambahan beban yang ekstrem, dalam hal ini beban itu adalah adanya kawat yang putus. 3.1.1 Beban Vertikal

Untuk beban vertikal, diperhitungkan beban-beban yang terdiri dari sebagai berikut :

(49)

a. Beban Sendiri Menara

Untuk perhitungan lebih detail dapat dilihat pada Lampiran 1, didapat besarnya

Gtotal = 10239,2652 kg

b. Berat Kawat Penghantar per jarak menara, digunakan Rumus 2 :

= jarak menara (SPLN, 1996) x berat kawat penghantar (konduktor) = 265 x 0,5737 = 152,0305 kg

c. Berat kawat penangkal petir, digunakan Rumus 3 :

= jarak menara (SPLN, 1996) x berat kawat penangkal petir (ground wire) = 265 x 0,444 = 117,66 kg

d. Berat isolator, alat-alat dan orang per kawat 100 + 70 = 170 kg

3.1.2 Beban Horizontal

Untuk beban horizontal, diperhitungkan beban-beban yang terdiri dari sebagai berikut :

a. Tekanan Angin Pada Menara

Beban-beban angin yang bekerja pada menara untuk lebih detail lihat pada Lampiran 2.

b. Tekanan angin pada konduktor dan ground wire, digunakan Rumus 4 : = jarak menara x diameter kawat penghantar (konduktor) x W

= 265 x 0,0161 x W = 4,267W kg

Untuk 1 bidang menara = 4,267W/2 = 2,133W kg c. Tekanan angin pada ground wire, digunakan Rumus 5 :

= jarak menara x diameter kawat penangkal petir x W = 265 x 0,0096 x W = 2,544W kg

Untuk satu bidang menara = 2,544W/2 = 1.272W kg 3.2 Kondisi Abnormal

Kondisi abnormal adalah tower mengalami beban ekstrem, yaitu adanya kawat putus baik kawat penghantar ataupun kawat penangkal petir.

(50)

Untuk beban vertikal, diperhitungkan beban-beban yang terdiri dari sebagai berikut :

a. Berat sendiri menara (Lampiran 1).

Sama dengan kondisi normal = 10239,2652 kg

b. Berat Kawat ACSR per jarak menara, digunakan Rumus 2 : = jarak menara x berat kawat penghantar (konduktor) = 265 x 0,5737 = 152,0305 kg

c. Berat kawat penangkal petir, digunakan Rumus 3 :

= jarak menara x berat kawat penangkal petir (ground wire) = 265 x 0,444 = 117,66 kg

d. Berat isolator, alat-alat dan orang per kawat 100 + 70 = 170 kg

e. Kondisi Tidak Setimbang, untuk perhitungan lebih detail lihat Lampiran 3 : Diperhitungkan 1 (satu) buah konduktor putus

Resultan gaya-gaya pada bidang tranverse adalah : Q = 477,2 kg

Kawat penangkal petir putus P = 500 kg

3.2.2 Beban Horizontal

Tekanan angin pada menara, tekanan angin pada kawat penghantar dan kawat penangkal petir, dan komponen horizontal akibat putusnya kawat penghantar dan kawat penangkal petir telah ikut diperhitungkan dalam perhitungan beban vertikal kondisi abnormal.

3.2.3 Perhitungan Beban Pada Batang Tranverse Beban-beban yang bekerja pada tranverse adalah : c. Beban Vertikal

Beban vertikal telah diperhitungkan pada perhitungan berat sendiri menara. d. Beban horizontal

- Tekanan angin pada kawat penghantar (Wa), digunakan Rumus 4 : Wa = jarak menara x diameter kawat penghantar (konduktor) x W

(51)

Wa = 265 x 0,061 x W = 4.267W kg

- Akibat kawat ACSR putus (Pb) (Tabel 3) : Pb = 1300 kg

- Tekanan angin pada isolator :

Setiap 1 potong porcelain, angin yang bekerja sebesar 3 kg. Untuk isolator menara penegang dipakai rangkaian porcelain 12 potong (1 set). Untuk menara penegang dipakai sebanyak 2 set, maka besarnya :

Wc = 2 x 12 x 3 kg = 72 kg

4. Beban Yang Bekerja Pada Pondasi

Untuk lebih detail mengenai perhitungan beban yang bekerja pada pondasi dapat dilihat pada Lampiran 4, ringkasannya dapat dilihat sebagai berikut :

4.1 Akibat Gaya Kawat ACSR dan Ground Wire

Gaya kawat ACSR dan ground wire berpengaruh pada pondasi, terdiri dari pada beberapa ketinggian sesuai dengan ketinggian kawat, yaitu :

- Pada ketinggian + 29, 5 m

Reaksi tekan maksimum pada pondasi adalah di pondasi (RB ) :

ton 39 , 2 RRB =

Reaksi tarik maksimum pada pondasi adalah di pondasi (LA) :

ton 39 , 2 RLB =− - Pada ketinggian + 25 m

Reaksi tekan maksimum pada pondasi adalah di pondasi (RB) :

RRB =2,03125 ton

Reaksi tarik maksimum pada pondasi adalah di pondasi (LA) :

RLB =−2,03125 ton

4.2 Akibat Ground Wire putus dan satu kawat penghantar ACSR putus

Reaksi dipondasi RB adalah RRB =4,5 ton (↑), arti tanda (↑) adalah gaya

(52)

yang terjadi memiliki arah kebawah. Reaksi dipondasi RA adalah ) ( ton -4,5 RLA = ↓

4.3 Akibat Angin Pada Kawat

Reaksi pada pondasi RB adalah RRB =1,711 ton (↑) dan reaksi pondasi

pada LA adalah RLA = -RRB =−1,711 ton (↓) dan RH = 0,1328 ton

4.4 Akibat Angin Pada Menara

Reaksi pada pondasi RB adalah RRB =89,425W ton (↑) dan Reaksi pada

pondasi LA adalah RLA = -RRB =−89,425W ton (↓)

4.5 Akibat Berat Sendiri Menara

Berat sendiri menara = 10239,2652 kg = 10,240 ton

5. Daya Dukung Tanah

Untuk menentukan daya dukung tanah pada lokasi rencana pembangunan tower SUTT, cukup diketahui jenis tanah pada lokasi tersebut (lihat Tabel 2). Hal ini sangat membantu mempercepat perencanaan, karena untuk mengetahui jenis tanah relatif lebih cepat dibandingkan dengan menentukan daya dukung tanah.

6. Tekanan Angin

Untuk mengetahui besarnya tekanan angin, harus dilakukan pengukuran di lokasi, atau jika tidak dilakukan pengukuran, dapat ditentukan dengan memakai Peraturan Muatan Indonesia 1970 N.1 -18 (Kusnadi, 1996).

7. Sudut Belokan Yang Terbentuk Antar Dua Tower.

Sudut belokan adalah sudut yang terbentuk dengan tower berikutnya, sesuai dengan Tabel 1 mengenai tipe tower. Bila posisi tower tidak satu garis lurus dengan posisi tower berikutnya, atau dengan kata lain membentuk sudut (θ), maka pondasi tower mengalami aksi dan reaksi yang tidak sama, maka terjadi momen puntiran tambahan akibat tegangan tarik kabel transmisi 150 kv.

(53)

4.2 Disain dan Implementasi

Sistem ini diberi nama SPSUTT singkatan dari Sistem Perencanaan SUTT, disain arsitektur SPSUTT diperlihatkan pada Gambar 6 berikut ini, yang mendefinisikan hubungan-hubungan antara komponen-komponen utama.

Gambar 6. Arsitektur SPSUTT

Pada Gambar 6 diatas, mekanisme inference dilakukan pertama kali untuk menentukan titik-titik lokasi jalur saluran transmisi tower dan kemudian untuk menentukan dimensi pondasi modul struktur analisis digunakan. Dimana user dengan menggunakan user interface memasukkan data yang terdiri dari :

4.2.1 Modul Inferensi

Sistem SPSUTT ditujukan untuk beberapa pemakai, yaitu : pemakai profesional yang membutuhkan cepat dan efesien dalam perencanaan jalur saluran dan pondasi SUTT, pelajar dan pembangun sistem pakar yang ingin meningkatkan dan menambah basis pengetahuan. Sistem belum dapat digunakan oleh pemakai yang expert, karena SPSUTT merupakan sistem yang sederhana, merupakan bagian dari sistem perencanaan secara keseluruhan. Ada faktor-faktor yang belum diperhitungkan, karena keterbatasan waktu dan tempat, seperti : - Penetuan jarak antara kawat-kawat;

(54)

- Perhitungan tegangan tarik dan andongan;

- Kawat dibentang pada titik sumbu yang tidak sama tinggi.

4.2.1.1 Antar Muka Pengguna (User Interface)

Memungkinkan SPSUTT menerima instruksi, informasi (input) dari pemakai, proses konsultasi dan juga memberi informasi (output) kepada pemakai. Sebelum masuk ke dalam sistem, terlebih dahulu terdapat layar informasi judul sistem, dapat dilihat pada Gambar 7 berikut :

Gambar 7. Judul Sistem Pakar Disain Pondasi Tower

Setelah pengguna menekan tombol “Masuk”, maka akan keluar menu program sistem pakar untuk menentukan titik rencana tower.

4.2.1.1.1 Titik Rencana Tower

Terdapat dua langkah dalam penentuan titik rencana tower (lihat Gambar 8). Langkah pertama adalah penentuan jumlah tower ideal, terlihat dibawah grafik

(55)

koordinat pada Gambar 8. Dua data utama yang diperlukan dalam penentuan jumlah tower secara ideal, yaitu sebagai berikut :

1. Rencana panjang Saluran Transmisi (meter).

2. Rencana panjang gawang (jarak antar tower) (meter).

Setelah proses input selesai, user menekan tombol “Proses”, menghasilkan tiga jenis output yaitu jumlah titik rencana (buah), titik koordinat rencana (sumbu x), gambar koordinat. Pada langkah ini dilakukan mekanisme inferensi, pengguna diminta untuk memilih jenis tanah berdasarkan jenis tanah yang ada dilokasi rencana. Titik koordinat kartesius yang dihasilkan langkah pertama dikoreksi berdasarkan jenis tanah jarak gawang. Bila jenis tanah di lokasi rencana memiliki daya dukung yang cukup, maka lokasi dapat digunakan, begitu juga sebaliknya. Jarak gawang tidak boleh melebihi bentang maksimum yaitu 265 m (SPLN, 1996).

Gambar 8. Titik Rencana Tower

Data utama

Gambar

Tabel 1. Tipe Tower
Tabel 3. Klasifikasi Tanah Dasar  No  Klasifikasi Tanah
Gambar 6. Arsitektur SPSUTT
Gambar 7. Judul Sistem Pakar Disain Pondasi Tower
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Pengaruh Sistem Pentanahan Terhadap Backflashover Pada Menara Saluran Transmisi Tegangan Tinggi 150 Kv Gi Duri Kosambi-Gi Muara Karang Baru.. Jakarta: Sekolah Tinggi Teknik

Rangkaian Pemodelan Feroresonansi pada Saluran Transmisi 150 kV GI Dago .... Respon Tegangan pada saat Kondisi Normal