• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

Masa remaja merupakan masa peralihan atau masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa yang disertai dengan perubahan (Gunarsa, 2003). Remaja akan mengalami berbagai perubahan dalam diri mereka antara lain, perubahan fisik, kepribadian, dan intelektual dan peranan dilingkungan keluarga maupun lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi remaja dan orang tua sebab selama masa perubahan tersebut remaja akan mengalami ketidak stabilan (Newman & newman, 1986). Perubahan- perubahan yang yang dialami remaja terjadi sangat pesat salah satunya adalah perubahan emosi (Gunarsa, 2003)

Menurut Hall (dalam Papalia, 2007) Masa remaja merupakan masa puncak emosionalitas yaitu terjadi peningkatan ketegangan emosional yang dihasilkan dari perubahan fisik dan hormonal. Pada masa ini, remaja akan menunjukan sifat sensitif, reaktif yang sangat kuat terhadap suatu peristiwa atau situasi sosial, remaja juga bersifat negatif dan memiliki temperamen tinggi seperti, mudah tersinggung, sedih dan kecewa. Suatu perasaaan dan fikiran khas dari individu, suatu keadaan biologis dan psikologis serta serangkaian perasaaan untuk bertindak disebut dengan emosi (goleman,2001).

Menurut Goleman (1995) emosi memainkan peranan penting dalam perilaku individu. Oleh sebab itu apabila remaja tidak mampu mengendalikan emosi mereka akan melakukan perilaku-perilaku negatif. Goldberg menyatakan

(2)

bahwa perempuan lebih dapat merasakan dan mengutarakan perasaan dan permasalahannya dan lebih dapat mengenali emosi orang lain daripada laki-laki. Hal ini dikarenakan laki-laki memiliki pendapat tentang kemaskulinan terhadap dirinya sehingga kurang mampu mengekspresikan emosi seperti yang dilakukan oleh perempuan (dalam Santrock, 2003). Ketika remaja laki-laki tidak mampu mengekspresikan emosi terhadap suatu masalah, maka laki-laki lebih cenderung menghadapi masalah dengan melakukan perilaku agresi dan cenderung merespon masalah dengan menggunakan kemarahan (Broidy dalam Sigfusdottir, et.al, 2008).

Perilaku melanggar norma sosial, norma hukum, dan norma agama seperti perkelahian, pencurian, mabuk-mabukan, perampokan, penganiayaan, hubungan seks pra-nikah, dan penyalah gunaan obat-obat terlarang yang dilakukan oleh para remaja merupakan gambaran adanya emosi yang tidak terkendali dan menunjukan tingginya dan ketidakseimbangan emosi remaja (Goleman, 2001). Pada remaja laki-laki mereka mengalami kesulitan dalam mengekspresikan emosi seperti rasa malu, kesal, sedih sehingga emosi yang ditunjukan berupa rasa marah. Pada masa remaja sebagian remaja laki-laki akan mengalami kesulitan dalam menangani berbagai perubahan yang terjadi. Apabila ada kegiatan di sekolah yang tidak dapat memenuhi kebutuhan emosional remaja laki-laki, maka mereka akan meluapkan kelebihan emosi negatifnya kepada hal-hal yang negatif seperti tawuran, mencoret dinding-dinding sekolah. Hal ini menunjukan bahwa pada usia remaja mereka memiliki gejolak emosi yang meningkat (Yusuf, 2000).

(3)

Pada usia remaja tengah (15-18 tahun) remaja telah mampu mengevaluasi apa yang baik dan buruk serta dapat menjalin hubungan yang menyenangkan dan penuh kasih sayang (Stein & Book,2004) Tetapi kenyataannya berbeda, fakta kenakalan remaja di Indonesia justru semakin meningkat di usia remaja akhir yaitu 15-19 tahun (Kartono, 2002). Selain itu, ada kasus bunuh diri umumnya terjadi antara umur 15-24 tahun (McIntosh dalam McWhirter, 2000) dan kasus tawuran rata-rata dilakukan saat usia 15-18 tahun (Goleman, 2002). Secara umum kenakalan remaja di Amerika pada usia 16-19 tahun. (World Youth Report, 2003). Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku-perilaku yang menunjukan tidak adanya kecerdasan emosi berada pada usia remaja akhir.Oleh sebab itu, remaja sebaiknya memiliki kemampuan mengendalikan emosi yang disebut dengan kecerdasan emosi.

Menurut Goleman (2003) kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, dan mengendalikan emosi dalam menunda kepuasan. Kecerdasan emosional membuat seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana emosi. Kecerdasan emosi adalah kecakapan emosional yang meliputi a) kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri dan memiliki daya tahan ketika menghadapi rintangan, b) mampu mengendalikan impuls dan tidak cepat merasa puas, c) mampu mengatur suasana hati dan mampu mengelola kecemasan agar tidak mengganggu kemampuan berfikir, d) mampu berempati (Goleman, 2001).

(4)

Keluarga merupakan sekolah pertama bagi anak dalam mempelajari emosi (Goleman 1997). Orang tua atau lingkungan keluarga dapat mengajarkan kecerdasan emosi kepada anak sejak masih bayi meskipun masih melalui ekspresi wajah. Oleh sebab itu, pengalaman emosional yang terjadi pada masa anak-anak akan melekat dan menetap secara permanen hingga dewasa. Orang tua merupakan bagian dari keluarga yang memiliki peranan yang sangat penting dan dibutuhkan anak. Orang tua juga merupakan sistem dukungan dan tokoh attachment yang penting dalam keluarga (Santrock, 2003).

Ainsworth (1969) mengatakan bahwa attachment adalah ikatan emosional yang dibentuk seorang individu dengan orang lain yang bersifat spesifik, mengikat mereka dalan suatu attachment yang bersifat kekal sepanjang waktu. Attachment yang diperolah anak saat kecil akan berdampak terhadap perkembangan anak diusia remaja. Bowlby mengatakan bahwa anak masih membutuhkan orangtua sebagai figur attachment selama masa kanak-kanak dan remaja. Attachment dengan orang tua pada masa remaja dapat membentuk kompetensi sosial, kesejahteraan social remaja seperti ciri-ciri harga diri, penyesuaian emosional dan kesejahteraan fisik (Allen, dkk 1994; Kobak & Cole dalam Santrock, 2003).

Armsden (1987) juga mengatakan bahwa remaja yang memiliki hubungan yang nyaman dengan orang tua dan orang tua akan memiliki harga diri dan kesejahteraan emosional yang baik pada remaja. Adapun ciri efektif yang menunjukkan attachment adalah: hubungan bertahan cukup lama, ikatan tetap ada

(5)

digantikan oleh orang lain dan attachment dengan figur lekat akan menimbulkan rasa aman (Ainsworth dalam Adiyanti, 1985). Hubungan attachment antara anak dengan orang tua akan bertahan cukup lama dalam rentang kehidupan manusia yang diawali dengan attachment anak pada ibu atau figur lain pengganti ibu. Dengan kata lain, attachment tidak hanya dapat diperoleh ibu namun dari pengganti ibu yaitu, ayah (Bowlby dalam Haditono dkk,1994).

Attachment yang terbentuk antara bayi dan orangtua (hubungan sosial pertama dalam hidup manusia) merupakan landasan dasar bagi hubungan manusia pada masa selanjutnya (Erickson, Sroufe & fleeson dalam Kail & Cavanaugh, 2000). Bowlby mengatakan bahwa anak masih membutuhkan orangtua sebagai figur attachment selama masa kanak-kanak dan remaja. Hubungan yang dibina akan bertahan cukup lama dan memberikan rasa aman walaupun figur lekat tidak tampak dalam pandangan anak. Sebagian besar anak telah membentuk kelekatan dengan pengasuh utama (primary care giver) pada usia sekitar delapan bulan dengan proporsi 50% pada ibu, 33% pada ayah dan sisanya pada orang lain (Sutcliffe,2002). Memasuki usia remaja, attachment yang terbentuk tidak lagi berwujud kelekatan (fisik) melainkan lebih kepada ikatan emosional (Greenberg et, al dalam O’koon, 1997).Menurut penelitian yang lakukan oleh Fox, Kimmely dan Schafer, 1991) secure attachment dan insecure attachment yang dibutuhkan anak dari ibu dan ayah memilki persentase yang seimbang yaitu, 65 % secure attachment dan 35% insecure attachmen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ayah juga memberikan attachment yang sama penting dibandingkan ibu.

(6)

Attachment yang diberikan ayah kepada anak laki-laki sejak ia bayi akan memberikan perasaan nyaman dan dicintai hingga ia dewasa (Sulliver 1999). Ayah merupakan aset terbesar dalam mendidik emosi remaja laki-laki yaitu, memberikan perhatian penuh pada remaja laki-laki. Ayah juga memberikan manfaat yang positif bagi remaja laki-laki antara lain, dalam pengembangan pengendalian diri, kemampuan untuk menunda keinginan serta membantu remaja dalam penyesuaian sosialnya (Gotman & Declaire dalam Andayani & Koentjoro, 2004). Ayah akan mempengaruhi remaja secara berbeda dengan para ibu, terutama di bidang-bidang seperti hubungan remaja dengan teman sebaya dan prestasi akademis (Gottman & DeClaire, dalam Maharani & Andayani, 2003). Gottman dan Declaire (dalam Andayani & Koentjoro, 2004) menyebutkan bahwa ayah memanfaatkan maskulinitasnya dalam permainan yang cenderung lebih bersifat fisik dan melibatkan gerak motorik kasar. Hal ini akan memberikan pengalaman emosional yang berbeda pada remaja dibandingkan ketika berinteraksi dengan ibunya yang cenderung lebih bersifat lembut dan mengeksplorasi kegiatan yang cenderung lebih intelektual. Ini membuat peran ayah tidak kalah pentingnya dengan peran ibu.

Levant mengemukakan bahwa ayah memiliki kemampuan untuk mengenali dan menanggapi emosi anak secara konstruktif terhadap anak laki-laki dibandingkan pada anak perempuan. Remaja laki-laki yang sering ditinggal dan tidak memperoleh atttachment dari ayah tidak menunjukan perilaku maskulin (Watson &Lindgren dalam Dagun, 2002). Penelitian yang dilakukan Krampe dan

(7)

kuat dan konsisten dari ayah akan mengahasilkan harga diri yang lebih baik, meningkatnya kemauan untuk berkompetisi, meningkatkan intelektual dan keberhasilan dalam bidang akademik. Attachment yang diberikan ayah kepada anak laki-laki juga memiliki hubungan yang positif dengan kemampuan sosial anak laki-laki. Menurut Ainsworth, pola attachment yang terjadi antara orangtua (ayah) dan remaja terbagi atas tiga pola yaitu, secure attachment (aman), pola anxious attachment, pola avoidant attachment.

Berdasarkan fenomena yang telah dipaparkan menunjukan bahwa Attachment ayah memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan remaja laki-laki terutama dalam perkembangan kecerdasan emosi pada remaja laki-laki. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin melihat hubungan antara setiap pola attachment (secure attachment, pola anxious attachment, pola avoidant attachment) terhadap ayah dengan kecerdasan emosional pada remaja laki-laki.

B. Perumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara attachment terhadap ayah dengan kecerdasan emosional pada remaja laki-laki? Adapun pertanyaan yang lebih mendetail adalah

1. apakah ada hubungan positif secure attachment terhadap ayah dengan kecerdasan emosi pada remaja laki-laki ?

2. apakah ada hubungan negatif anxious attachment terhadap ayah dengan kecerdasan emosi pada remaja laki-laki ?

(8)

3. apakah ada hubungan negatif avoidant attachment terhadap ayah dengan kecerdasan emosi pada remaja laki-laki ?

C. Tujuan penelitian

Berdasarkan uraian di atas adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui tingkat kecerdasan emosional pada remaja laki-laki 2. Untuk mengetahui tingkat attachment terhadap ayah pada remaja laki-laki 3. Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan attachment terhadap ayah

dengan kecerdasan emosional pada remaja laki-laki

4. Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan positif secure attachment terhadap ayah dengan kecerdasan emosional pada remaja laki-laki

5. Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan negatif anxious attachment terhadap ayah dengan kecerdasan emosional pada remaja laki-laki

6. Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan negatif avoidant attachment terhadap ayah dengan kecerdasan emosional pada remaja laki-laki

D. Manfaat penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh bukti-bukt i empiris mengenai hubungan antara kelekatan padap ayah dengan kecerdasan emosional pada remaja, sehingga penelitian ini dapat bermanfaat bagi :Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dua manfaat, yaitu:

(9)

pengembangan ilmu psikologi, khususnya dibidang Psikologi Perkembangan. 2. Manfaat praktis

a. Memberikan kontribusi kepada orang tua mengenai peranan ayah dalam kecerdasan emosi remaja

b. Bagi orang tua, penelitian ini memberi gambaran dan informasi mengenai hubungan attachment terhadap ayah dengan kecerdasan emosi sehingga diharapkan orang tua, dalam hal ini adalah ayah, dapat memberi perhatian yang lebih intensif kepada anak-anaknya.

c. Bagi ilmuwan atau peneliti yang melakukan penelitian sejenis ini, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk mengembangkan penelitian dan bisa mengungkap aspek-aspek atau hal-hal yang belum terungkap dalam penelitian

F. Sistematika penelitian

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I : Latar Belakang

Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Bab ini berisi teori-teori kepustakaan yang digunakan sebagai landasan dalam penelitian, antara lain mengenai Pengertian Attachment, pengertian attachment terhadap ayah, peran ayah,

(10)

pola-pola attachment, figur attachment pada remaja, pengertian kecerdasan emosi, aspek-aspek kecerdasan emosi dan faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi, ciri-ciri anak yang memiliki kecerdasan emosi tinggi dan rendah, pengertian remaja, tugas perkembangan remaja, ciri-ciri masa remaja, perubahan masa remaja, hubungan attachment terhadap ayah dengan kecerdasan emosi pada remaja laki-laki dan hipotesa Penelitian

Bab III : Metode Penelitian

Bab ini berisi penjelasan mengenai metode penelitian yang berisi tentang pendekatan kuatitatif identifikasi variabel penelitian, DO, sampel dan populasi, metode pengumpulan data, dan metode analisis data.

Bab IV : Analisa Data dan Interpretasi

Bab ini berisi penjelasan mengenai gambaran subjek penelitian, hasil analisa data penelitian dan pembahasan

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi penjelasan mengenai kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran untuk pihak terkait dan penelitian selanjutnya

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

PADA DINAS BINA MARGA SUMBER DAYA AIR ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL KABUPATEN CILACAP.. KEGIATAN SUMBER DANA APBD PERUBAHAN KABUPATEN CILACAP TAHUN

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) pengaruh brand awareness terhadap brand attitude pada mobil merek Honda di Yogyakarta, dan (2) pengaruh

Dari berbagai pendapat diatas maka penulis berpendapat latihan atau training bukanlah suatu tujuan,akan tetapi merupakan suatu alat manajemen untuk mencapai tujuan perusahaan yang

myxoma or fibromyxoma. She was advised to attend regular follow-up after the surgery. Patient felt pain on her right eye. Her radiological screening showed

Warung Nasional dua dengan jam operasional jam 7.00 – 17.00 merupakan cabang dari Warung Nasional satu, dimana rumah makan ini menjual masakan khas Jawa seperti