• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha ternak Domba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha ternak Domba"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

11

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha ternak Domba

Peternakan merupakan salah satu bagian dari sektor pertanian. Umumnya peternakan domba di Indonesia berbentuk peternakan rakyat (small holders) dimana usaha ternak hanya merupakan usaha sambilan di samping usaha pertanian. Ternak domba merupakan salah satu ternak potensial untuk dikembangkan karena relatif tidak memerlukan banyak lahan maupun modal serta mudah ditangani. Menurut Sugeng (2000), domba merupakan salah satu jenis ternak potong kecil yang memberikan beberapa keuntungan, antara lain : (a) mudah beradaptasi dengan lingkungan, (b) domba memiliki sifat hidup berkelompok, (c) cepat berkembang biak, dan (d) modal yang dibutuhkan untuk usaha ternak relatif kecil.

Usaha ternak domba yang akan dijalankan pada umumnya dapat dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu usaha pembibitan dan usaha penggemukan. Tiap jenis usaha memiliki tujuan masing-masing yang berbeda. Pembibitan didefinisikan sebagai upaya peningkatan produktivitas melalui seleksi, persilangan atau kombinasinya. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pembibitan adalah adanya pencatatan, baik catatan tertua (induk dan pejantan) maupun catatan anak. Sementara istilah penggemukan berasal dari kata fattening yang berarti pembentukan lemak (Parakkasi, 1999). Penggemukan saat ini telah banyak dilakukan oleh peternak maupun pedagang dengan prinsip memberikan perlakuan selama pertumbuhan untuk memperoleh nilai tambah yang lebih besar dalam bentuk pertambahan bobot. Tujuan penggemukan adalah untuk memperbaiki kualitas karkas dengan cara mendeposit lemak seperlunya saja.

Pemeliharaan ternak domba secara intensif dapat memberikan berat rataan 50-150 gram per hari (Sudarmono dan Sugeng, 2005). Bila ternak belum dewasa, maka program tersebut sifatnya adalah membesarkan sambil menggemukkan atau memperbaiki kualitas karkas. Soeparno (2005) menjelaskan bahwa karkas adalah berat semua bagian tubuh dari ternak setelah pemotongan dikurangi dari carpus dan tartus sampai ke bawah kulit. karkas domba dapat dibedakan berdasarkan berat, umur domba, jenis kelamin, dan tingkat perlemakan. Bobot karkas berbeda-beda tergantung dari umur dan jenis kelamin ternak. Pada umur sembilan bulan,

(2)

12 bobot karkas domba ekor tipis jantan seberat 11,03 kilogram dan presentase karkasnya 43,63 persen. Untuk domba ekor tipis jantan pada umur dua tahun, bobot karkasnya 12,53 kilogram dan presentase karkasnya 44,18 persen, dan ternak betina memiliki bobot karkas 11,7 kilogram dimana presentase karkasnya sebesar 43,01 persen.

2.1.1 Sejarah dan Jenis Ternak Domba

Menurut Williamson dan Payne (1993) domba merupakan hewan ruminansia kecil yang masih tergolong kerabat kambing, sapi, dan kerbau. Berdasarkan sejarah perkembangannya, domba berasal dari Asia. Dikenal sebanyak tujuh jenis domba liar yang dibagi menjadi 40 varietas (jenis). Diantara jenis yang masih liar, diperkirakan yang mempunyai andil pada ternak domba dewasa ini adalah Argali (Ovis ammon) dari Asia Tengah, Urial (Ovis vignei) juga dari Asia dan Mouflon (Ovis muimon) yang berasal dari Eropa Selatan dan Asia Kecil. Pusat asal terjadinya domestikasi tampaknya di padang rumput Arlo-Caspian, termasuk wilayah yang diduduki oleh Iran dan Irak dewasa ini. Dari Asia, domba menyebar ke arah barat menuju Eropa dan Afrika dan ke arah timur ke daerah Sub-continent India, Asia Tenggara, dan Oceania.

Menurut Mulyono (2003) terdapat berbagai macam jenis domba yang diternakan di Indonesia, diantaranya:

1) Domba ekor tipis (domba lokal), merupakan domba asli Indonesia. Sekitar 80 persen populasinya berada di Jawa Barat dan Jawa Tengah (Mulyono, 2003). Domba ini mampu hidup di daerah gersang dan bertubuh kecil sehingga disebut domba kacang atau domba jawa. Ciri lain dari domba ini antara lain: ekor relatif kecil dan tipis, bulu badan berwarna putih (terkadang ada warna lain seperti belang-belang hitam di sekitar mata, hidung, atau bagian lainnya), domba jantan bertanduk kecil dan melingkar sementara domba betina umumnya tidak bertanduk, berat badan domba jantan dewasa berkisar 30-40 kg, dan berat badan domba betina dewasa sekitar 15-20 kg. Tubuh domba ini tidak berlemak sehingga daging yang dihasilkan pun sedikit.

2) Domba priangan (domba garut), merupakan hasil perkawinan silang antara domba jawa asli Indonesia, domba merino dari Australia, dan domba kaapstad dari Afrika. Domba ini lebih populer dengan nama domba garut (Natasasmita et

(3)

13 al., 1986). Domba garut merupakan rumpun domba tersendiri yang pada mulanya hanya terdapat di Jawa Barat, namun sekarang telah menyebar ke propinsi lain. Domba ini banyak digunakan sebagai domba adu. Dalam perkembangannya, domba priangan terbagi dalam dua tipe, yaitu tipe adu (tangkas) dan tipe pedaging. Ciri dari domba priangan ini antara lain: berat domba jantan hidup dapat mencapai 60-80 kg dan berat domba betina sekitar 30-40 kg, domba betina tidak bertanduk sementara domba jantan memiliki tanduk yang cukup besar melengkung kearah belakang dan ujungnya mengarah kedepan sehingga berbentuk seperti spiral, pangkal tanduk kanan dan kiri hampir bersatu, ekornya pendek dan pangkalnya agak besar (gemuk), bentuk telinganya ada yang panjang, pendek dan sedang yang terletak dibelakang pangkal tanduk, serta bulunya lebih panjang dan halus jika dibandingkan dengan domba asli, berwarna putih, hitam, cokelat, atau kombinasi dari ketiga warna tersebut. Domba ini baik untuk penghasil daging.

3) Domba ekor gemuk (DEG), domba ini banyak ditemui di daerah Jawa Timur, Madura, Sulawesi dan Lombok. Ciri khas dari domba ini adalah bentuk ekor yang panjang, lebar, besar dan semakin ke ujung semakin kecil. Ciri lain dari DEG adalah: domba jantan dan betina tidak mempunyai tanduk, sebagian besar domba berwarna putih, tetapi ada beberapa pada anaknya yang berwarna hitam atau kecoklatan, domba jantan mampu mencapai berat sekitar 50 -70 kg, sedangkan berat domba betina sekitar 25-40 kg.

4) Domba Suffolk, domba ini berasal dari Inggris dan terkenal dengan bobot badan yang tinggi. Di Inggris, berat domba jantan dapat mencapai 135-200 kg dan domba betina 100-150 kg, tetapi di Indonesia beratnya hanya 60-80 kg. Domba ini memiliki keunggulan karena presentase dagingnya yang tinggi yaitu 55-65% dari bobot badan.

5) Domba merino, berasal dari daerah Asia kecil. Domba ini berkembang baik di Spanyol, Inggris, dan Australia. Domba merino terkenal sebagai penghasil wol terbaik dengan panjang bulu mancapai sepuluh sentimeter. Pada saat itu, produksi wol dapat mencapai 10 kilogram wol/ekor.

6) Domba dorset, domba ini merupakan tipe pedaging yang bagus dan tipe wol yang sedang. Di negara asalnya Inggris, bobot domba jantan 100-125 kg dan

(4)

14 betina sekitar 70-90 kg. Persentase dagingnya 50-65% dari berat badan hidup. Secara umum, domba dorset jantan dan betina mempunyai tanduk yang melingkar. Persilangan antara domba dorset dan merino disebut domba dormer.

2.1.2 Pemeliharaan Ternak Domba

Dalam melakukan pemeliharaan ternak domba, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan seperti pemilihan bibit, pemberian pakan, pengaturan kandang, dan pengendalian terhadap penyakit ternak. Hal-hal tersebut dapat dijelaskan secara rinci sebagai berikut :

1) Pemilihan Bibit Unggul

Bibit merupakan faktor penting dalam mendukung keberhasilan usaha pengembangbiakan ternak domba secara komersial. Pemilihan bibit ternak merupakan langkah penting setelah penentuan lokasi yang bertujuan untuk memperoleh bibit yang akan memberikan Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) tinggi pada rentang waktu pemeliharaan, sehingga keuntungan yang diperoleh maksimal. Dalam usaha penggemukan domba, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bibit adalah jenis domba, jenis kelamin, dan penampilan fisik. Selain itu, pemilihan bibit harus memperhatikan usia ternak yang masih muda dan tidak pernah terserang penyakit yang membahayakan (Duldjaman dan Rahayu, 1996).

2) Pemberian Pakan Ternak

Pemberian pakan ternak domba tergantung pada tujuan pemeliharaannya. Menurut Mulyono (2003). Pakan sangat diperlukan untuk pertumbuhan ternak karena mengandung zat gizi sehingga pakan harus tersedia secara kontinu. Terdapat dua cara pemberian pakan pada ternak, yaitu dengan digembalakan dan dijatah dalam kandang. Ternak yang diberi pakan dengan cara dijatah diberikan 2-3 kali sehari. Suharno dan Nazaruddin (1994) menambahkan, pakan domba dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu pakan hijauan sebagai makanan utama dan konsentrat sebagai makanan tambahan.

3) Pengaturan Kandang Ternak

Menurut Mulyono (2003) dalam hal pemeliharaan domba, perkandangan perlu diperhatikan juga selain bibit genetiknya. Perkandangan ini penting karena tidak sekedar membangun kandang yang memenuhi syarat teknis, tetapi juga

(5)

15 terkait dengan aspek lainnya seperti sumber air, peralatan pemeliharaan, letak lokasi terhadap perumahan dan jalan, serta ketersediaan kendaraan, tempat sampah dan penanganannya.

Mulyono (2003) membagi kandang domba menjadi tiga jenis yang disesuaikan dengan tujuan pemeliharaan domba. Jenis-jenis kandang tersebut antara lain (1) Kandang koloni yang tidak ada penyekat atau bila disekat ukuran kandang relatif luas karena untuk memelihara beberapa ekor domba sekaligus, (2) Kandang individual (battery) yang disekat-sekat sehingga hanya cukup untuk satu ekor domba, dan (3) Kandang beranak dan menyusui yang dikhususkan untuk induk yang baru melahirkan dan kemudian menyusui anaknya.

Menurut Sudarmono dan Sugeng (2005), ukuran kandang disesuaikan dengan keadaan atau kebutuhan ternak (Tabel 7).

Tabel 7. Luas Kandang Minimum untuk Ternak Domba Jantan dan Betina

Umur Ukuran Kandang (M²)

> 12 bulan 1 – 1,5

7 – 12 bulan 0,75

< 7 bulan 0,5

Induk menyusui dan anaknya 1 + 0,5

Sumber : Sudarmono dan Sugeng (2005) 4) Pemeliharaan dan Perawatan Ternak

Mulyono (2003) menjelaskan bahwa ternak juga membutuhkan perawatan agar dapat tumbuh dengan baik sehingga dapat berproduksi dengan maksimal. Selain pemberian pakan, perawatan lain yang juga diperlukan antara lain:

a) Memandikan ternak. Tujuan memandikan domba untuk menciptakan suasana segar, menjaga kesehatan, memelihara kebersihan bulu, dan meningkatkan daya tarik pembeli pada saat domba akan dijual. Khusus untuk pejantan, dalam memandikan dan memberi kesempatan bergerak setelah dimandikan dapat meningkatkan kekuatan dan produktivitas sperma yang dihasilkan.

b) Mencukur bulu domba. Hal ini diperlukan karena bulu domba tumbuh lebih lebat dibanding ternak kecil lain. Dari segi ekonomis, bulu domba yang pendek dan bersih akan menunjukkan gemuk tidaknya domba sehingga mempengaruhi harga jualnya. Pencukuran bulu sebaiknya dilakukan setelah domba berumur

(6)

16 lebih dari enam bulan. Umumnya pencukuran dilakukan dua kali dalam setahun.

c) Memotong kuku. Kuku akan memanjang dan dapat berakibat kurang baik seperti mengganggu saat berjalan, mengganggu saat mengawini betina (untuk pejantan), kuku yang patah dapat mengakibatkan luka dan mudah terinfeksi karena selalu menginjak kotoran, dan mudah terjangkit penyakit. Oleh karena itu, pemotongan kuku ini dilakukan setiap 3-6 bulan sekali.

5) Pengendalian Penyakit Ternak

Dalam usaha peternakan domba, kesehatan merupakan hal yang sangat penting karena berhubungan dengan produksi (Mulyono, 2003). Tindakan pertama yang dianjurkan pada usaha pemeliharaan domba adalah melakukan pencegahan terjadinya penyakit. Adapun penyakit yang menyerang domba dapat disebabkan beberapa faktor seperti penyakit parasit, penyakit bakterial, dan faktor penyebab lainnya.

2.2 Manajemen Peternakan

Istilah “peternakan”dan “ternak” mengandung makna tertentu yang bersifat timbal balik antara dua sistem (Rasyaf, 1999). Kegiatan mengelola ternak disebut peternakan. Peternakan merupakan suatu kegiatan usaha yang menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada aspek teknis beternak yang selaras berlandaskan ilmu peternakan yang benar agar tujuan usaha dapat tercapai. Manajemen peternakan tidak dapat dipisahkan dengan peternakan. Sehingga bila prinsip-prinsip peternakan tidak diterapkan, kegiatan itu bukanlah peternakan yang komersial. Rasyaf (1999) membagi kegiatan peternakan menjadi tiga proses yaitu kegiatan awal produksi, kegiatan produksi, dan kegiatan pascaproduksi.

1) Kegiatan awal produksi

Dalam kegiatan awal produksi, setiap peternakan membutuhkan tanah sebagai lokasi bernaungnya ternak. Menurut Gumbira dan Intan (2001), perusahaan peternakan yang dikelola dengan modal investasi yang cukup besar, maka pemilihan lokasi akan berpengaruh besar terhadap keberhasilan dan kesinambungan usaha. Hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan lokasi adalah ketersediaan tenaga kerja, sarana dan prasarana fisik penunjang, lokasi pemasaran, serta insentif wilayah. Bila ditinjau dari pengelolaan hasil

(7)

17 peternakan, maka yang sangat menentukan adalah lokasi. Walaupun demikian, faktor bibit, pemeliharaan, dan makanan tidak dapat dikesampingkan.

2) Kegiatan Produksi

Gumbira dan Intan (2001) menyatakan bahwa kegiatan produksi merupakan proses transformasi masukan menjadi suatu keluaran. Proses produksi dalam usaha peternakan menjadi suatu kegiatan yang sangat menentukan keberhasilan usaha dengan penyerapan biaya yang paling besar. Untuk itu, kegiatan produksi harus dilakukan secara efektif dan efisien untuk mencapai produktivitas yang tinggi. Untuk memberikan hasil yang baik sesuai selera konsumen, semua aspek teknis produksi harus dipadukan dengan sumberdaya produksi agar target dapat tercapai. Dalam hal ini, peternak perlu mengatur segala sumber daya yang digunakan agar aktivitas internal sesuai rencana semula sehingga aktivitas eksternal dapat dilakukan (Rasyaf, 1999).

3) Kegiatan Pascaproduksi

Kegiatan pascaproduksi dimulai sejak hasil produksi dikeluarkan dari tubuh ternak atau sejak ternak siap dijual. Tujuan pascaproduksi adalah mengelola hasil produksi agar diperoleh kualitas terbaik. Aktivitas pascaproduksi melibatkan manusia dan sasaran usaha. Oleh karena itu, dalam kegiatan ini terlibat manajemen dan pengetahuan tentang pemasaran hasil produksi ternak (Rasyaf, 1999).

2.3 Penelitian Terdahulu

2.3.1 Penelitian Tentang Domba

Dari hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa penelitian yang berkaitan dengan komoditi ternak domba telah banyak dilakukan. Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini dalam ruang lingkup sosial ekonomi ditunjukkan oleh Tabel 8.

(8)

18

Tabel 8. Hasil Penelitian Terdahulu tentang Ternak Kambing dan Domba Tahun

2004 - 2009

No. Penulis Judul Tahun

1. 2. 3. 4. Ria Ulfa Maria Triaji Heri Sasongko Muhammad Ihsan Fitrial

Analisis Harga Jual Ternak Domba di Pasar Hewan Kabupaten Bogor

Analisis Strategi Pengembangan Usaha Peternakan Kambing dan Domba pada MT Farm, Ciampea, Bogor Strategi Pengembangan Usaha Peternakan Domba Agrifarm Desa Cihideung Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor

Analisis Tingkat Kelayakan Finansial Penggemukan Kambing dan Domba pada Mitra Tani (MT) Farm, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor Jawa Barat.

2004

2006

2009

2009

Sumber : Beberapa Skripsi dari Program Studi Agribisnis, Manajemen Agribisnis, dan Sosial Ekonomi Peternakan (2004-2009)

Berdasarkan hasil penelitian Maria (2004), disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi harga jual domba di pasar hewan Kabupaten Bogor adalah besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh penjual dan karakteristik domba itu sendiri seperti besarnya lingkar dada dan jenis kelamin. Dari hasil analisis regresi didapatkan bahwa peubah yang berpengaruh nyata terhadap harga jual domba adalah biaya pemeliharaan, lingkar dada, dan jenis kelamin ternak domba.

Sasongko (2006) meneliti tentang analisis strategi pengembangan usaha peternakan kambing dan domba pada MT Farm, Ciampea, Bogor. Dari hasil analisis dengan menggunakan matriks IFE dan EFE yang selanjutnya dipetakan ke dalam matriks IE, diperoleh kesimpulan bahwa saat ini perusahaan berada pada sel IV yaitu pada kondisi grow and build. Strategi yang paling tepat dilakukan adalah strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar, atau pengembangan produk) dan strategi integratif (integrasi ke belakang, ke depan, atau horizontal). Selanjutnya ditentukan prioritas strategi yang diperoleh dari tujuh alternatif strategi pada matriks SWOT, yang akan diterapkan oleh MT Farm melalui AHP.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Ihsan (2009) mengenai strategi pengembangan usaha peternakan domba Agrifarm di Desa Cihideung Ciampea Bogor. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor eksternal dan internal yang menjadi peluang dan ancaman serta kekuatan dan kelemahan yang

(9)

19 dimiliki perusahaan. Penelitian menggunakan analisis IFE, EFE, dan matrik IE dan SWOT serta menggunakan matrik QSP dalam menentukan keputusan alternatif strategi. Dari hasil penggabungan matriks IFE EFE pada matriks IE menempatkan Agrifarm pada posisi sel V (hold and maintain) dengan strategi yang cocok digunakan adalah pengembangan produk dan penetrasi pasar. Sementara berdasarkan hasil analisis matriks QSP, strategi utama yang harus dilakukan adalah menjalin kontrak kerjasama dengan pengusaha jasa aqiqah, restoran, maupun penjual sate dengan skor daya tarik (TAS) 7,2965.

Fitrial (2009) melakukan penelitian yang berjudul Analisis Tingkat Kelayakan Finansial Penggemukan Kambing dan Domba pada Mitra Tani (MT) Farm, Ciampea, Bogor. Dari penelitian ini dihasilkan bahwa NPV pada peternakan MT Farm adalah sebesar Rp 359.346.744, IRR 11,7 persen dengan discount rate sebesar 8,5 persen, perolehan nilai Net B/C dan Gross B/C masing-masing sebesar 2,53 serta PP diperoleh selama 1,5 tahun. Dari hasil analisis sensitivitas, variabel-variabel yang diubah dalam analisis sensitivitas adalah kenaikan harga input yang dapat ditolerir sampai 5,34 persen dan penurunan kuantitas penjualan output yang masih dapat ditolerir hingga sebesar 4,79 persen. Dapat disimpulkan bahwa secara finansial peternakan ini layak untuk dijalankan.

2.3.2 Penelitian Tentang Strategi Pemasaran dan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE)

Manalu (2004) melakukan penelitian yang menganalisis tentang strategi pemasaran produk susu segar kambing farm P4S Citarasa di Desa Ciherang Pondok Bogor. Analisis faktor internal-eksternal menggunakan matriks IFE EFE mengidentifikasikan bahwa pada matriks IE, farm P4S Citarasa berada pada kuadran V (posisi sedang) yaitu hold and maintain, berupa strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. Dari analisis SWOT dihasilkan lima pilihan strategi, yaitu : 1) Strategi mempertahankan dan meningkatkan kualitas produk, 2) Strategi diversifikasi produk, 3) Strategi mempertahankan harga jual susu, 4) Strategi peningkatan penjualan atau pemasaran, 5) Strategi peningkatan kualitas manajemen. Analisis QSPM lalu menghasilkan prioritas strategi yang akan dijalankan dengan prioritas utama yaitu diversifikasi produk untuk memenuhi keinginan konsumen sesuai dengan modal yang ada.

(10)

20 Yuliawati (2008) menganalisis Strategi Pemasaran Obat Herbal Biomunos Pada PT Biofarmaka Indonesia. Dari hasil identifikasi dan analisis terhadap lingkungan eksternal-internal, dapat diketahui bahwa peluang utama perusahaan adalah jumlah penduduk usia dewasa yang besar, ancaman utama bagi perusahaan adalah pesaing mempunyai jalur distribusi luas, kekuatan utama perusahaan yaitu memiliki tenaga ahli dengan tingkat pendidikan yang tinggi, dan kelemahan utama yaitu kurang memanfaatkan sarana promosi dan belum mempunyai distributor khusus. Analisis matriks IE menempatkan PT Biofarindo dalam kuadran II (tumbuh dan kembangkan). Berdasarkan analisis SWOT, terdapat tujuh alternatif strategi yang dapat dijalankan perusahaan, dengan prioritas strategi yang direkomendasikan yaitu strategi harga dengan mempertahankan harga jual produk yang lebih murah dari pesaing dan membuat variasi kemasan produk.

Penelitian tesis yang dilakukan oleh Nopiyeni (2002) mengenai strategi pengembangan agribisnis komoditas unggulan peternakan di Kota Bengkulu. Tujuan dari penelitian ini antara lain menentukan komoditas unggulan agribisnis subsektor peternakan di Kota Bengkulu, mengidentifikasi dan mengevalusi faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan agribisnis komoditas unggulan peternakan di Kota Bengkulu, serta menentukan alternatif strategi dan prioritas strategi pengembangannya. Dari MPE dihasilkan bahwa komoditas unggulan yang utama untuk dikembangkan di Kota Bengkulu adalah ayam ras pedaging dengan nilai rating 11,39 kemudian disusul ayam ras petelur, ayam buras, sapi potong, dan kambing. Dari hasil matriks SWOT yang menghasilkan sembilan alternatif strategi, didapat bahwa pengembangan pola kemitraan antara peternak dan pemilik modal dan menciptakan kondisi yang mendukung untuk menarik investor dari luar daerah menempati prioritas pertama untuk diimplementasikan dengan Total Attractiveness Score (TAS) sebesar 6,439.

Pinem (2009) melakukan penelitian tesisnya mengenai formulasi strategi pemasaran produk sayuran organik Permata Hati Organic Farm (PHOF) Cisarua. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sayuran yang memiliki prospek untuk dikembangkan dan segmen pasar potensial yang akan dipilih oleh (PHOF) serta merumuskan alternatif strategi pemasarannya. Dari 51 produk yang dihasilkan, brokoli merupakan produk yang paling prospektif untuk dikembangkan dengan

(11)

21 rating nilai 7.583 dan bermitra dengan pengumpul merupakan segmen pasar potensial bagi perusahaan dengan bobot akhir sebesar 5.728. Analisis strategi pemasaran yang dilakukan pada matriks IE menempatkan (PHOF) pada kuadran II yaitu build and growth. Analisis matriks SWOT menghasilkan sepuluh alternatif strategi dengan prioritas strategi utama yang disarankan untuk diimplementasikan melalui QSPM adalah memanfaatkan pinjaman melalui pemerintah dan lembaga-lembaga keuangan.

Tabel 9. Hasil Penelitian Terdahulu tentang Strategi Pemasaran dan Metode

Perbandingan Eksponensial Tahun 2002 - 2009

No. Penulis Judul Tahun

1. 2. 3. 4. Manalu Yuliawati Nopiyeni Laura Pinem

Strategi Pemasaran Produk Susu Segar Kambing Farm P4S Citarasa di Desa Ciherang Pondok Kecamatan Caringin Bogor

Analisis Strategi Pemasaran Obat Herbal Biomunos Pada PT Biofarmaka Indonesia

Strategi Pengembangan Agribisnis Komoditas Unggulan Peternakan di Kota Bengkulu

Formulasi Strategi Pemasaran Produk Sayuran Organik Permata Hati Organic Farm Cisarua

2004

2008

2002

2009

Sumber : Beberapa Skripsi dan Tesis dari Program Studi Manajemen Agribisnis, dan Sosial Ekonomi Peternakan (2002-2009)

2.3.3 Perbandingan dengan Penelitian Terdahulu

Dari hasil penelitian-penelitian terdahulu dapat disimpulkan bahwa penelitian yang berkaitan dengan komoditi ternak domba serta strategi pemasaran dan metode perbandingan eksponensial (MPE) telah banyak dilakukan. Namun, penggunaan MPE tersebut masih belum diterapkan dalam menentukan produk prospektif dan segmen pasar potensial dalam strategi pemasaran usaha peternakan terutama ternak domba. Oleh karena itu, penelitian ini difokuskan pada penetapan produk prospektif dan segmen pasar potensial usaha peternakan domba dengan menggunakan metode perbandingan eksponensial. Kemudian prioritas alternatif strategi pemasaran yang disarankan untuk diimplementasikan oleh perusahaan ditentukan dengan menggunakan analisis IFE, EFE, IE, SWOT, serta QSPM.

Gambar

Tabel 7.  Luas Kandang Minimum untuk Ternak Domba Jantan dan Betina
Tabel  9.  Hasil  Penelitian  Terdahulu  tentang  Strategi  Pemasaran  dan  Metode  Perbandingan Eksponensial Tahun 2002 - 2009

Referensi

Dokumen terkait

Variabel yang paling dominan anatara Jenis Kelamin, Pendidikan Orang Tua dan Pendapatan orang Tua Terhadap Literasi keuangan adalah variabel Pengujian variabel

Berbicara tentang suasana akademik akan membawa kita pada sebuah kata kunci yang menjadi pijakan untuk pembahasan selanjutnya, yaitu kebebasan mimbar akademik. Pengertian

Nyala pada 7-segment dapat diatur sedemikian rupa sesuai yang diinginkan, pada percobaan ini penyalaan yang terjadi ialah hitung mundur angka dari 9 ke 0

Hanya saja solat Jumat ini kebanyakan diikuti oleh para pria warga golongan muslim pribumi yang tinggal di sekitar wilayah yayasan, sedangkan para muslim keturunan Cina

Gambar 6 menggambarkan rasio BOD/COD yang terjadi pada 40 hari running.Rasio ini didapatkan dengan membagi antara konsentrasi BOD hasil dan COD hasil selama pengukuran

Setelah melakukan tahap uji coba pada website ini, maka dapat diambil kesimpulan bahwa website ini dapat membantu pengguna memperoleh informasi mengenai hewan punah dan terancam

Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai K pada wilayah ini bervariasi dengan nilai rerata sebesar 10.2 m/hari atau tergolong tinggi (&gt;10 m/hari). Nilai K tertinggi dan

GAME.asm lcall clr lcall line3 lcall clr lcall line4 lcall clr lcall dly_1s lcall curoff lcall line1 mov dptr,#menu7 mov r2,#20 lcall wrdata2 lcall curoff lcall line2 mov