• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI SUNGAI PERCUT KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI SUNGAI PERCUT KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA UTARA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI SUNGAI PERCUT

KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI

SERDANG SUMATERA UTARA

Macrozoobentos Community in Percut River, Percut Sei Tuan District, Deli Serdang Regency, North Sumatera

David Putra P Situmorang(1), Hasan Sitorus(2), Desrita(2) 1

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara (Email: poetra270691@gmail.com) 2

Staf Pengajar Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

Percut river is one of the rivers that flow in Deli Serdang which release into Malaka Straits. The objective of the research were to determine the macrozoobentos community structure and relation of chemical and physical parameters of water to diversity index and family biotic index of macrozoobentos in Percut River, Deli Serdang Regency. The research was conducted by using purposive random sampling method in four stations and four times sampling period on July until August. Physical and chemical parameters observed were temperature, flow rate, turbidity, TSS, pH, DO, BOD5, TOM and substrat

structure. Based on the research was found 12 genera of macroozoobenthos as Branchiura, Tubifex, Penaeus, Scylla, Anadara, Melanoides Thiara, Elimia, Pleurocera, Filopaludina, Nerita dan Pila. The highest density was obtained at around of domestic area of 88.1 ind/m2 and the lowest density at around of agricultural area of 51 ind/m2. The highest diversity index of 1.683 (moderate) was obtained at around of fish landing area, and the lowest diversity index of 1,263 (moderate) was obtained at around of domestic area. Based on the family biotic index indicate that the Percut River not suitable for freshwater aquaculture. Keywords : Makrzoobentos, Community Structure, Percut River

PENDAHULUAN

Sungai Percut merupakan salah satu sungai yang mengalir di Kabupaten Deli Serdang yang bermuara ke Selat Malaka. Air sungai Percut digunakan untuk

memenuhi kebutuhan irigasi

pertanian (bendungan), bahan baku air instalasi pengolahan air (WTP Mini) PDAM Tirtanadi, keperluan mandi cuci kakus (MCK) serta sebagai daerah pendaratan kapal nelayan Percut Sei Tuan.

Adapun limbah yang masuk ke sungai Percut seperti limbah industri, limbah domestik, limbah pertanian, serta limbah perikanan menambah jumlah limbah yang masuk ke dalam badan perairan tersebut. Terdegradasinya kualitas air sungai tersebut perlu dikaji guna mengetahui seberapa jauh dampak peningkatan dan aktivitas penduduk terhadap kualitas air sungai. Salah satu biota yang sering dijadikan

(2)

indikator adalah makrozoobenthos. Karena makrozoobenthos mampu menggambarkan tingkat gangguan dalam jangka panjang. Odum (1971)

menyatakan bahwa perubahan

kualitas air merubah komposisi dan besarnya populasi makrozoobentos.

Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian mengenai

komunitas Makrozoobentos di

Sungai Percut Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara yang dihubungkan dengan faktor fisika-kimia perairan tersebut untuk melihat perubahan komunitas yang terjadi di Sungai Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui komunitas makrozoobentos dan kualitas air Sungai Percut Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara berdasarkan

komunitas makrozoobentos di

Sungai Percut.

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi

mengenai komunitas makrozoo-

bentos di Sungai Percut Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara dan memberikan informasi yang berguna bagi pihak yang membutuhkan tentang kondisi lingkungan Sungai Percut berkaitan dalam pelestarian nya.

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2014. Bertempat di sepanjang Sungai Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Sampel makrozoobentos diidentifikasi di Laboratorium Terpadu Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, sedangkan sampel air

dianalisa di Balai Teknik Kesehatan

Lingkungan dan Pengendalian

Penyakit (BTKLPP) Kelas I Medan.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah thermometer, pH meter, botol winkler, gabus, tali, stopwatch, GPS (Global Positioning System), surber net, ayakan, tool box, kantong plastik, toples, kertas label, kertas grafik, botol sampel, buku identifikasi jenis makrozoobentos acuan Pennak (1953), kalkulator, alat tulis dan kamera digital.

Sedangkan bahan yang

digunakan pada penelitian ini adalah MnSO4, KOH-KI, H2SO4, Amilum, Na2S2O3, es, sampel air yang diukur parameter fisika kimia, makrozoo bentos dan alkohol 70%.

Prosedur Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah Purposive Random Sampling. Waktu pengambilan dimulai pagi hari pukul 08.00 – 11.00 WIB. Pengambilan sampel dilakukan pada 4 stasiun dengan 3

titik pengambilan sampel

berdasarkan aktivitas pemanfaatan di sekitar sungai. Pengambilan sampel masing-masing stasiun dilakukan 3 (tiga) kali ulangan.

Deskripsi Area

Stasiun I terletak di Desa Bandar Klippa yang merupakan daerah industri besi dan pencucian jeans dimana diperkirakan terdapat buangan limbah yang berasal dari industri besi dan pencucian jeans dengan koordinat 3°36'2.54"LU 98°44'42.86"BT.

Stasiun II terletak di Desa Bandar Klippa merupakan daerah

(3)

masyarakat dengan koordinat 3°36'55.37"LU 98°44'43.43"BT.

Stasiun III terletak di Desa Saentis merupakan daerah pertanian (bendungan) dengan koordinat 3°40'22.33"LU 98°45'36.37"BT.

Stasiun IV terletak di Desa Pematang Lalang merupakan aliran limbah mandi, cuci, kakus (MCK) dan tempat pendaratan ikan (TPI) dengan koordinat 3°40'22.33"LU 98°45'36.37"BT.

Analisis Data

Parameter Fisika dan Kimia

Data parameter fisika-kimia air yang telah diukur dan dianalisis, dibandingkan dengan baku mutu air yang merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, apakah masih sesuai dengan batas baku mutu air sedangkan parameter kecepatan arus, kekeruhan, substrat dan bahan organik total dibahas secara deskriptif. Adapun Kriteria Mutu Air dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kriteria Mutu Air

Berdasarkan PP 82 Tahun 2001

Parameter Satuan Kelas II

Fisika Suhu °C Deviasi 3 TSS mg/l 50 Kimia pH 6-9 BOD mg/l 3 DO mg/l 4 Parameter Biologi

Data makrozoobentos yang diperoleh dihitung nilai kepadatan makrozoobentos, indeks keanekaragaman Shannon-Wienner,

indeks keseragaman, indeks

dominansi dan Family Biotic Indeks sebagai berikut: a. Kepadatan (Odum, 1993) Dimana : K = kepadatan makrozobentos (ind/m2) a = jumlah makrozoobentos

b = luas bukaan mulut

surber net 10.000 = konversi dari cm2 ke m2 b. Kepadatan Relatif (KR) (Barus, 2004)

Suatu habitat dikatakan cocok dan sesuai bagi perkembangan suatu organisme, apabila nilai KR > 10%.

c. Indeks Keanekaragaman Shannon – Wienner (H’)

(Odum, 1993)

Untuk melihat keanekaragaman jenis makrozoobenthos, maka dapat ditentukan dengan indeks Shanon-Wiener sebagai berikut

dimana : = indeks

keanekaragaman Shannon-Wienner pi = nilai penting dari

spesies ke-i In = logaritma nature pi = Σ /N

(Perbandingan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis)

Menurut Krebs (1978)

(4)

keanekaragaman ke dalam tiga tingkat yaitu: H < 1,0 : Keanekaragaman Rendah < 1,0 – 3,0 : Keanekaragaman Sedang > 3,0 : Keanekaragaman Tinggi

d. Indeks Keseragaman (E)

menurut rumus Pielou diacu oleh Krebs, 1989 dimana : = indeks keanekaragaman Shannon-Wienner

Hmaks = keanekaragaman spesies Maksimum

= In S (dimana S banyaknya

spesies) dengan nilai E berkisar antara 0-1

e. Indeks Dominansi (Odum,

1993)

Untuk melihat dominansi makrozoobentos pada setiap stasiun yang berbeda, maka dapat ditentukan dengan indeks dominansi Simpson sebagai berikut :

∑ ( N)

dimana :

C = indeks Dominansi Simpson ni = jumlah individu tiap spesies N = jumlah total individu

Odum (1993) menyatakan bahwa kriteria dominansi sebagai berikut:

nilai C ~ 0 (<0,5), maka tidak ada spesies yang mendominasi

~ ≥ ,5 , yang mendominasi

f. Family Biotic Index (FBI)

Untuk mengetahui kualitas perairan Sungai Percut diketahui berdasarkan Familly Biotic Index (FBI) menurut Hilsenhoff (1988) dengan rumus sebagai berikut:

N Keterangan :

N = Jumlah total family ke-i ti = Nilai toleransi family ke-i ni = Jumlah individu family ke-i

Nilai toleransi untuk setiap famili berdasarkan Hilsenhoff (1988); Lenat (1933); Bode (1988). Adapun kriteria kualitas perairan berdasarkan family biotik indeks mengacu pada Hilsenhoff (1988). Kriteria kualitas perairan ditunjukan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria Kualitas Perairan berdasarkan Family Biotik Indeks (FBI)

Indeks Biotik Famili

Kualitas

Perairan Tingkat Polusi Bahan Organik

0,00 - 3,75 Sangat bagus

sekali Tidak ada pencemaran bahan organik

3,76 - 4,25 Bagus sekali Kemungkinan bahan organik sedikit

4,26 – 5,00 Bagus Kemungkinan tercemar beberapa bahan organik

5,01 – 5,75 Sedang Kemungkinan cukup banyak bahan organik

5,76 – 6,50 Agak buruk Kemungkinan pencemaran bahan organik susbtansial

6,51 – 7,25 Buruk Kemungkinan tercemar sangat banyak bahan organik

(5)

46% 2% 2% 50% Oligochaeta Malacostraca Bivalvia Gastropoda

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Parameter Fisika dan Kimia Perairan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh nilai kisaran dan rata rata parameter fisika kima perairan pada Tabel 3.

Hasil penelitian yang

dilakukan ditemukan 12 genus makrozoobenthos yang tersebar pada 4 stasiun pengambilan sampel. Jumlah makrozoobentos pada lokasi penelitian yaitu Filum Annellida yang terdiri atas 2 genus yakni Branchiura dan Tubifex, Filum Arthropoda terdiri atas 2 genus yakni

Parameter Biologi

Adapun persentase komposisi kelas pada bulan Juli hingga Agustus 2014 ditunjukan pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram perbandingan persentase komposisi makrozoobentos

Penaeus dan Scylla, Filum Moluska terdiri atas 8 genus yakni Anadara,

Melanoides, Thiara, Elimia,

Pleurocera, Filopaludina, Nerita, Pila.

Adapun nilai kepadatan jenis dan kepadatan relatif terdapat pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai Kepadatan Jenis (K) dan Kepadatan Relatif (KR) pada Setiap Stasiun

Stasiun Kepadatan Jenis (ind/m2) Kepadatan Relatif (%) I 57,4 99,98 II 88,1 99,98 III 51 99,98 IV 53,7 99.95

Tabel 3. Nilai Rata-rata Hasil Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia di Sungai Percut

No. Parameter Satuan

Stasiun I (Industri) II (Domestik) III

(Pertanian) IV (TPI) 1 Suhu Air oC 28,25 28,75 29,25 29,75 2 Kecepatan Arus m/dtk 0,47 0,86 0,49 0,28 3 Kekeruhan NTU 12,18 7,55 5,26 11,46 4 TSS mg/l 29,25 20 17,25 21,75 5 Substrat % Lempung berpasir Pasir Berlempung Pasir Berlempung Pasir Berlempung 6 Derajat Keasaman (pH) - 7,475 7.475 7.6 7,55 7 Oksigen Terlarut (DO) mg/l 2,175 2,05 3,225 3,425 8 BOD5 mg/l 5,775 6.225 5.125 8.075 9 Bahan Organik Total (TOM) mg/l 7,347 7,663 6,004 16,353

(6)

Berdasarkan analisis data diperoleh nilai indeks keaneka ragaman, indeks keseragaman dan indeks dominansi pada masing-masing stasiun seperti terlihat pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Indeks Keanekaragaman

,

Keseragaman (E) dan

Indeks Dominansi (C). Stasiun H’ E C I 1,263 (sedang) 0,911 0,318 II 1,297 (sedang) 0,935 0,293 III 1,282 (sedang) 0,925 0,303 IV 1,683 (sedang) 0,865 0,222

Adapun kategori kualitas air berdasarkan Family Biotic Indeks (FBI) ditampilkan pada Tabel 6 sebagai berikut.

Tabel 6. Kategori Kualitas Air Berdasarkan Family Biotic Indeks (FBI)

Stasiun FBI Kualitas Perairan

I 8,090 Sangat Buruk

II 8,121 Sangat Buruk

III 7,411 Sangat Buruk

IV 6,180 Agak Buruk

[

Pembahasan

Parameter Fisika dan Kimia Perairan

Nilai rata-rata tertinggi suhu di perairan Sungai Percut berada di stasiun IV berkisar 29,750C sedangkan nilai terendah berada di stasiun I rata-rata sebesar 28,250C. Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 suhu air Sungai Percut masih berada dalam ambang batas kualitas air kelas 2. Suhu rata-rata tersebut cocok bagi pertumbuhan makrozoobentos seperti dari kelas gastropoda yang tersebar pada setiap stasiun. Menurut Edward (1988) diacu oleh Fadhilah

dkk., (2013) bahwa gastropoda dapat melakukan proses metabolisme secara optimal pada kisaran suhu antara 25-320C.

Kecepatan arus tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar 0,86 m/dtk dan kecepatan arus terendah berada pada stasiun IV 0,28 m/dtk. Mason (1981) dalam Pelupessy

(2004) menyatakan bahwa

berdasarkan kecepatannya stasiun II dikategorikan sebagai arus cepat (0,5 - 1 m/s) dan stasiun IV dikategorikan sebagai arus sedang (0,25 – 0,50 m/s). Berdasarkan kategori tersebut arus sungai Percut termasuk dalam arus sedang hingga cepat.

Kekeruhan yang tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar12,187

NTU dan terendah sebesar 5,26 NTU pada stasiun III. Kekeruhan yang ditemukan pada setiap stasiun masih sesuai bagi kehidupan makrozoo bentos. Menurut Alearts dan Santika (1984) diacu oleh Manalu dkk., (2014) mengatakan bahwa nilai kekeruhan yang diperbolehkan adalah 5 NTU dan maksimum 25 NTU.

Kandungan rata-rata TSS tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 29,25 mg/l dan kandungan TSS terendah terdapat pada stasiun III sebesar 17,25 mg/l. Kandungan TSS yang berada pada Sungai Percut bila dibandingkan dengan PP No.82 Tahun 2001 masih berada dibawah ambang batas kualitas air kelas 2.

Substrat dasar perairan yang ditemukan pada stasiun I merupakan jenis lempung berpasir sedangkan pada stasiun II hingga IV adalah substrat pasir berlempung. Jenis substrat ini cocok untuk habitat

makrozoobentos seperti dari

beberapa genus dari moluska yang ditemukan selama penelitian. Menurut Suartini (2010) bahwa

(7)

kelompok moluska dari kelas

gastropoda yang merupakan

organisme yang mempunyai kisaran penyebaran yang luas yaitu pada substrat berbatu, berpasir maupun berlumpur.

Nilai pengukuran pH

tertinggi terdapat pada stasiun III sebesar 7,6 sedangkan terendah terdapat pada stasiun I dan II sebesar 7,475. Berdasarkan PP No.82 Tahun 2001 nilai pengukuran pH yang terdapat sungai Percut masih berada dalam kisaran untuk baku mutu air kelas II yaitu 6 - 9. Hal ini sesuai dengan literatur Junaidi dkk., (2010) bahwa nilai pH < 5 atau > 9 sangat

tidak sesuai bagi kehidupan

makrozoobentos.

Kandungan oksigen terlarut rata-rata tertinggi terdapat pada stasiun IV sebesar 3,425 mg/l

sedangkan kandungan oksigen

terendah terdapat pada stasiun II sebesar 2,05 mg/l. Menurut PP No. 82 tahun 2001 kandungan oksigen yang berada pada setiap stasiun pengamatan telah berada dibawah batas baku mutu kelas II. Rata rata nilai DO yang ditemukan pada stasiun I dan II hanya mampu diadaptasi oleh Oligochaeta dan gastropoda. Menurut Sastrawijaya (2000) diacu oleh Rosyadi dkk., (2009) hewan makrozoobentos dari spesies Tubifex sp dan Melanoides merupakan spesies indikator adanya oksigen terlarut (DO) rendah dan partikel tersuspensi tinggi pada ekosistem perairan sungai.

Nilai BOD tertinggi terdapat pada stasiun IV sebesar 8,075 mg/l dan terendah terdapat pada stasiun III sebesar 5,125 mg/l. Berdasarkan PP No.82 Tahun 2001 bahwa BOD5 telah melewati ambang batas dari perairan tersebut. Tingginya nilai

BOD5 pada setiap stasiun

diperkirakan dari masuknya bahan organik yang berasal dari masing-masing stasiun yang berbeda aktivitasnya. Menurut APHA (1989) bahwa nilai BOD yang besar menunjukkan aktivitas organisme

yang semakin tinggi dalam

menguraikan bahan organik.

Nilai TOM tertinggi terdapat pada stasiun IV sebesar 16,252 mg/l sedangkan terendah terdapat pada stasiun III sebesar 6,004 mg/l. Tingginya nilai TOM pada stasiun IV diindikasikan oleh masuknya limbah yang berasal dari kegiatan TPI yang membuang limbahnya ke sungai. Bahan organik yang tinggi dalam air bisa mempengaruhi bahan organik dalam substrat. Menurut Abel (1989) diacu oleh Setiawan (2008) adanya peningkatan bahan-bahan organik yang sangat tinggi akan berbahaya bagi biota perairan khususnya keberadaan makrozoo bentos.

Parameter Biologi

Komunitas Makrozoobentos

Berdasarkan komposisi

komunitas makrozoobentos

Gastropoda memiliki persentase tertinggi sebesar 50% dan terendah dimiliki oleh kelas Bivalvia dan Malacostraca masing - masing sebesar 2%. Tingginya komposisi Gastropoda ini disebabkan oleh kondisi habitat yang cocok bagi Gastropoda dapat dilihat dari bahan organik dan BOD5 yang tinggi.

Nilai kepadatan jenis stasiun II memiliki nilai kepadatan tertinggi sebesar 88,1 ind/m2 dan kepadatan relatif sebesar 99,98 %. Kepadatan tertinggi pada stasiun II tetap dihuni oleh kelas Oligochaeta. Kepadatan terendah berasal dari filum moluska. Terdapatnya moluska diyakini karena keberadaan substrat yang

(8)

masih cocok untuk kehidupan makrozoobentos. Menurut Middleton (1993) diacu oleh Hidayat (2004) bahwa Moluska disamping kelompok cacing banyak ditemukan hidup di perairan bersubstrat lumpur yang mengandung bahan organik tinggi, baik terlarut maupun terendapkan.

Nilai kepadatan jenis Stasiun III memiliki nilai kepadatan jenis terendah 51 ind/m2. Kepadatan tertinggi pada stasiun ini juga berasal dari kelas Oligochaeta. Kepadatan terendah berasal dari Gastropoda. Rendahnya kepadatan gastropoda pada stasiun III ini diindikasikan karena terbatasnya kemampuan gastropoda untuk mampu beradaptasi dengan faktor lingkungan tersebut.

Keanekaragaman Makrozoobentos

Nilai indeks keanekaragaman dalam kategori sedang terdapat pada

stasiun IV (daerah Tempat

Pelelangan Ikan atau TPI) sebesar 1,683. Nilai keanekaragaman pada stasiun IV lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun - stasiun lainnya meskipun termasuk dalam kategori sedang. Nilai keanekaragaman yang lebih baik pada stasiun IV ini diperkirakan karena tingginya bahan organik yang masuk pada daerah stasiun IV diantara stasiun lainnya.

Adapun nilai indeks

keanekaragaman yang terendah dalam kategori sedang terdapat pada stasiun I (daerah industri besi)

sebesar 1,263. Rendahnya

keanekaragaman pada stasiun ini diindikasikan oleh sedikitnya spesies yang ditemukan pada stasiun ini. Menurut Anjani dkk., (2012) bahwa nilai indeks keanekaragaman rendah menunjukan penyebaran tiap jenis

yang rendah dan kestabilan

komunitas juga rendah.

Indeks Keseragaman (E)

Nilai indeks keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar 0,935. Tingginya nilai indeks keseragaman pada stasiun II memperkirakan bahwa penyebaran jumlah individu spesies cukup merata. Nilai indeks keseragaman terendah terdapat pada stasiun IV sebesar 0,865. Indeks keseragaman pada stasiun I diperkirakan masih mendekati angka I memungkinkan belum terjadinya dominasi yang begitu besar dari spesies yang berbeda serta penyebaran yang tidak merata. Menurut Brower dkk., (1971) bila indeks keseragaman

mendekati 1, maka hal ini

menunjukkan bahwa ekosistem

tersebut dalam kondisi yang relatif mantap/stabil yaitu jumlah individu tiap spesies relatif sama.

Indeks Dominansi (C)

Nilai indeks dominansi tertinggi berada pada stasiun I sebesar 0,318 dan terendah berada pada stasiun IV sebesar 0,222. Indeks dominansi pada stasiun I dan II masih berada dibawa 0,5 dengan demikian bahwa pada tiap tiap stasiun belum ada spesies yang mendominasi sungai terlihat dengan keanekaragaman yang rendah serta nilai kepadatannya sehingga nilai indeks dominansi belum mencapai 0,5. Menurut Fitriana (2005) adanya

dominasi suatu organisme

menandakan bahwa tidak semua makrozoobenthos memiliki daya adaptasi dan kemampuan bertahan hidup yang sama di suatu tempat.

Family Biotic Index

Berdasarkan perhitungan rata-rata family biotic indeks, kategori kualitas air lebih baik terdapat pada stasiun IV (limbah

(9)

TPI) sebesar 6,180 dengan kualitas perairan agak buruk atau berdasarkan tingkat polusinya kemungkinan terjadi pencemaran bahan organik substansial dan kualitas air lebih buruk terdapat pada stasiun II (limbah domestik) sebesar 8,121 dengan kualitas perairan sangat buruk atau berdasarkan tingkat polusinya kemungkinan pencemaran organik yang parah.

Nilai pada stasiun II tersebut

didapat karena melimpahnya

makrozobentos dari kelas

Oligochaeta seperti Tubifex yang bersifat toleran terhadap bahan organik yang tinggi pada stasiun tersebut. Menurut Ingram dkk., (1977) diacu oleh Simamora (2013)

Tubificidae merupakan makro

invertebrata yang sangat toleran terhadap bahan organik yang tinggi.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Komposisi makrozoobentos yang ditemukan di Sungai Percut terdiri atas 12 genus yang termasuk ke dalam 4 kelas yaitu kelas Oligochaeta, Malacostraca, Bivalvia, Gastopoda dengan nilai kepadatan jenis (K) tertinggi yaitu 88,1 ind/m2 di daerah domestic sedangkan daerah pertanian memiliki nilai kepadatan jenis terendah 51 ind/m2.

2. Keanekaragaman stasiun I hingga IV termasuk dalam kategori keanekaragaman sedang, Indeks Keseragaman pada stasiun I hingga IV cenderung merata (mendekati angka 1), Indeks dominansi (C) pada masing – masing stasiun

tidak terdapat spesies

mendominasi.

3. Berdasarkan Family Biotic Indeks (FBI) kategori kualitas air Sungai Percut sangat buruk pada stasiun I (daerah industri besi dan pencucian jeans), stasiun II (daerah industri besi dan pencucian jeans) dan stasiun III (daerah pertanian) serta agak buruk pada stasiun IV (TPI).

Saran

1. Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai struktur komunitas plankton dengan keterkaitan beban pencemaran yang masuk ke dalam sungai.

2. Perlu adanya pengawasan yang lebih ketat terhadap limbah-limbah yang masuk ke Sungai

Percut untuk memperbaiki

kondisi Sungai Percut.

DAFTAR PUSTAKA

Anjani, A., Hasan, Z., Rosidah., 2012. Kajian Penyuburan dengan Bioindikator Makro zoobentos dan Substrat di Situ Bagendit Kabupaten Garut Jawa Barat. Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3 (3): 253-262

APHA. 1989. Standart Methods for the Examination of Water and Waste Water. United Book Press Inc. Maryland. Brower, J.E., J.H. Zar., C.N. Ende,

1998. Field and Laboratory

Methods for General

Ecology, Ed. Ke-4, Mc. Graw Hill, Boston.

Fadhilah, N., Masrianih,

Sutrisnawati., 2013.

Keanekaragaman Gastropoda Air Tawar di Berbagai

(10)

Macam Habitat di Kecamatan

Tanambulava Kabupaten

Sigi. e-Jipbiol Vol. 2 : 13-19

Fitriana, Y. R., 2005.

Keanekaragaman dan

Kelimpahan

Makrozoo-benthos di Hutan Mangrove Hasil Rehabilitasi Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali. Skripsi. Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Hidayat, J. F., K. Baskoro., R. Sopiany, 2004. Struktur Komunitas Moluska Bentik

Berbasis Kekeruhan Di

Perairan Pelabuhan Tanjung

Emas Semarang. Jurnal

Bioma. Vol 6 (2): 53-56 Junaidi, E. Effendi, P. Joko. 2010.

Kelimpahan Populasi dan

Pola Distribusi Remis

(Corbicula sp) di Sungai

Borang Kabupaten

Banyuasin. Jurnal Penelitian Sains 13 (3): 50-54.

Manalu, I., E. F. Fajri., Adriman. 2014. Determination of Water Pollution Levels Sibam River Pekanbaru Based

Biotic Index

Makrozoobenthos.

JOMFAPERIKA. 1 (2): 1-9 Odum EP. 1971. Fundamental of

Ecology. Edisi ke-3. Philadelphia: W.B Saunders Co.

Pelupessy, 2004. Struktur Komunitas Moluska (Gastropoda Dan Bivalvia) di Muara Sungai Cimandiri Pelabuhan Ratu

Jawa Barat. Skripsi.

Departemen Manajemen

Sumberdaya Perairan.

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Rosyadi, Nasution. S., Thamrin., 2009. Distribusi Kelimpahan Makrozoobentos Di Sungai Singingi Riau. Jurnal Ilmu Lingkungan 3 (1): 58-74 Setiawan, D. 2008. Struktur

Komunitas Makrozoobentos

Sebagai Bioindikator

Kualitas Lingkungan Perairan Hilir Sungai Musi. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Simamora, R. L., Achmad. A., Yasir., 2013. Kualitas Air Sungai Bone (Gorontalo) Berdasarkan

Makroivertebrata. Pusat

Pengelolaan Ekoregion

Sulawesi dan Maluku – KLH. Suartini, N. M., Sudatri, N. W.,

Pharmawati, M., Dalem, A. A. G. R., 2010. Identifikasi Makrozoobenthos Di Tukad

Bausan Desa Pererenan

Kabupaten Bandung Bali. Jurnal Echotropic 5 (1) : 41-44

Gambar

Gambar 1.  Diagram  perbandingan  persentase  komposisi  makrozoobentos

Referensi

Dokumen terkait

konsultansi IAIN Palangka Raya mengundang Bapak/Ibu Direktur sebagaimana tersebut di atas untuk melakukan pembuktian kualifikasi dengan melihat keaslian dokumen dan

[r]

[r]

[r]

[r]

Pada hari ini Selasa tanggal tiga belas Bulan November Tahun DUA RIBU DUA BELAS, Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama Tahun

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode pembelajaran tipe NHT (Numbered Head Together) dapat meningkatkan hasil belajar

Fakultas Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Sumatera Utara,Medan. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian