1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang kaya akan sumberdaya alamnya. Selain tanahnya yang subur, berbagai jenis tanaman dan tumbuh – tumbuhan dapat tumbuh dan berkembangbiak ditanah khatulistiwa ini. Salah satunya adalah jenis tanaman perkebunan tebu. Tebu merupakan tanaman perkebunan semusim yang mempunyai sifat tersendiri, sebab di dalam batangnya terdapat zat gula.
Awalnya masyarakat Indonesia tidak mengenal pengolahan tebu untuk dijadikan gula, namun kedatangan imigran Tionghoa pada abad ke 15 yang tinggal dan mulai mencari mata pencaharian di Indonesia mengubah keadaan. Beberapa diantara mereka memilih untuk memperdagangkan gula, maka dari itu sebagian dari mereka mulai mengajari masyarakat Indonesia terutama yang berada di Pulau Jawa untuk mengelolah tebu menjadi gula secara tradisional. Pembuatan gula dari tebu tradisional ini menggunakan alat penggiling yang terdiri atas dua buah silinder batu dan kayu yang diletakan secara berhimpitan. Selang beberapa lama, pedangang gula oleh warga Tiongkok ini menarik perhatian persekutuan dagang dari Belanda, VOC, yang berlabuh di Banten pada tahun 1596.
Pada abad ke 18 hingga awal abad 19 perkembangan industri gula semakin menggeliat di Pulau Jawa. Hal ini dapat dilihat dari munculnya beberapa pabrik gula (PG) yang didirikan Belanda, seperti PG Pangkah di Tegal (1832), PG Gondang Baru di Klaten (1860), PG Kedawong di Pasuruan (898), PG Sumberharjo di Pemalang (1912), PG Sragi di Pekalongan (1828) dan masih banyak lagi.
Selain masih aktif hingga sekarang, beberapa pabrik gula diatas masih mempertahankan tradisi pesta giling “Manten Tebu” yang di selenggarakan sebelum memasuki masa panen atau masa produksi dengan adat kebiasaan yang
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tradisi merupakan suatu adat kebiasaan turun – temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat dan mereka beranggapan bahwa cara – cara yang telah ada merupakan yang paling baik dan benar. Sedangkan Manten Tebu sendiri adalah tradisi atau ritual pemetikan sepasang tebu terpilih, yang dianggap paling bagus untuk diolah dan diambil dari wilayah pabrik gula masing – masing dengan perwujudan tebu laki – laki dan tebu prempuan. Tradisi ini bertujuan sebagai wujud permohonan do’a kepada Sang Maha Kuasa agar produksi tebu melimpah dan berkualitas baik, serta sebagai bentuk upacara keselamatan bagi petani tebu dan pekerja pabrik gula. Namun pada perkembangannya, tradisi itu kini menjadi salah satu assset kebudayaan khususnya pariwisata di masing – masing pabrik gula, karena telah mengalami beberapa perubahan, dan disesuaikan dengan kondisi kekinian.
Sementara itu, untuk pertama kalinya di tahun 2016 ini dua pabrik gula di Jawa Tengah yaitu Pabrik Gula (PG) Sragi dan Pabrik Gula (PG) Sumberharjo mengadakan tradisi manten tebu secara besamaan hingga dapat dikatakan kedua pabrik ini melakukan besanan. Pabrik Gula Sragi terletak di kabupaten Pekalongan yang berbatasan langsung dengan kota Pekalongan dan Kabupaten Batang di wilayah timur, disebelah utara Laut Jawa dan Kota Pekalongan, disebelah barat kabupaten Pemalang dan Kabupaten Banjarnegara di wilayah Selatan. Sedangkan, pabrik gula Sumberharjo terletak di kabupaten Pemalang yang berbatasan langsung dengan Laut Jwa di sebelah Utara, berbatasan dengan kabupaten Purbalingga di bagian selatan, kabupaten Pekalongan di sebelah timur kabupaten Tegal di bagian barat.
Hal ini yang melatar belakangi penulis untuk melakukan produksi sebuah film dokumenter. Ditambah lagi masih banyak masyarakat yang belum mengetahui keberadaan tradisi atau budaya ini. Selain itu, penulis juga berkeinginan ikut melestarikan kebudayaan “Manten Tebu” ini melalui karya yang berformat dokumenter. Penulis membuat dokumenter ini guna memenuhi syarat Proyek Akhir dengan job description Sutradara. Dan untuk itu penulis memilih judul Penyutradaraan Dalam Produksi Film Dokumenter Besanan
“Besanan Tebu” merupakan sebuah film dokumenter budaya yang menginformasikan kepada masyarakat mengenai keberadaan budaya atau tradisi yang dimiliki oleh Pabrik Gula Sragi di kabupaten Pekalongan. Film dokumenter adalah film yang dibuat berdasarkan fakta buka fiksi dan bukan pula memfiksikan yang fakta. Pola penting dalam film ini adalah menggambarkan permasalahan kehidupan manusia meliputi bidang ekonomi, budaya, hubungan antar manusia, etika dan sebagainya. (Ronal H. Anderson, 2000)
Karya dokumenter ini diharapkan dapat memberi informasi kepada masyarakat, mengenai tradisi lain yang unik dari PG Sragi kabupaten Pekalongan dan PG Sumberharjo kabupaten Pemalang yang diselenggarakan setiap tahunya, serta dapat dikembangkan lebih lanjut karena didalamnya banyak terkandung pelajaran hidup yang dapat dijadikan manfaat bagi penontonnya.
1.2 Perumusan Masalah
Bedasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah antara lain :
1. Bagaimana merancang penyajian film dengan format dokumenter yang dapat mengedukasi dan menginformasikan penonton?
2. Bagaimana menghasilkan konsep sebagai sutradara agar film dokumenter
“Besanan Tebu” tidak berkesan menonton? 1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam pembuatan karya film dokumenter
“Besanan Tebu” ini adalah :
1. Menciptakan sebuah karya film dokumenter yang mengedukasi untuk melestarikan dan mengenal sebuah budaya yang ada di Indonesia.
2. Memberikan gambar yang menarik sehingga pemirsa dapat memahami isi dari dokumentar Besanan Tebu.
1.4 Batasan Masalah
Penulis memiliki batasan – batasan yang digunakan untuk memfokuskan arahan film dokumenter budaya ini, baik dari segi tema maupun job description yang akan ditekankan, yaitu sebagai berikut :
1. Tema yang mengangkat tentang tradisi “ Manten Tebu” ini diharapkan dapat membuat penonton yang menyaksikan film dokumenter ini mengetahui bahwa terdapat sebuah tradisi khas yang biasanya dilakukan pabrik gula dan masih dilestarikan hingga sekarang.
2. Penulis menitik beratkan job description sebagai sutradara dalam film dokumenter “Besanan Tebu” sebagai kompentensi pilihan yang dikuatkan dalam berkarya. Pemilihan kompetensi ini dirasa sesuai, karena untuk menghasilkan sebuah karya dokumenter yang baik dibutuhkan keterampilan, kejelian saat menentukan alur, anggle gambar, cara pengemasan.
1.5 Manfaat
1.5.1 Manfaat Akademis.
1. Sebagai referensi untuk pembelajaran mahasiswa di Universitas Dian Nuswantoro Semarang maupun kalangan akademis lain yang ingin mencari tentang film dokumenter budaya.
2. Dokumenter ini diharapkan memberikan manfaat dalam mengembangkan ilmu komunikasi yang sejalan dengan bidang dunia televisi.
3. Dapat menghasilkan lulusan ahli madya penyiaran yang kompeten dalam bidang dunia pertelevisian, salah satunya yaitu dokumenter.
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Memberikan inspirasi untuk para movie maker untuk menciptakan karya – karya lainnya, khususnya karya berformat dokumenter. 2. Menambahkan ilmu pengetahuan tentang budaya dan tradisi di
3. Menciptakan sebuah film dokumenter yang menarik dalam segi video dan audio.
1.5.3 Manfaat Sosial
1. Sebagai sarana media informasi dan pembelajaran bagi masyarakat yang menyaksikan program ini unutk melestarikan tradisi Indonesia terhadap orang yang melihatnya.
2. Masyarakat dapat mengambil pesan – pesan moral diimplementasikan dalam kehidupan sehari - hari .
1.6 Metode Pengumpulan Data
1.6.1 Metode Yang Digunakan Dalam Menyelsaikan Proyek Akhir a. Observasi
Mengumpulkan data dengan melakukan pengamatan langsung dilapangan dengan cara melihat dan mengamati langsung proses tradisi Manten Tebu di PG Sragi kabupaten Pekalongan dan PG Sumberharjo kabupaten Pemalang.
b. Wawancara
Mengumpulkan data dengan melakukan wawancara langsung dengan budayawan Bambang Udiyono, Dalari (pembuat manten glepung sragi), karyawan dan warga sekitar PG Sragi serta PG Sumberharjo.
c. Studi Pustaka
Mengumpulkan data dengan mencari referensi terkait dengan sejarah perkembangan pabrik gula baik di Indonesia khususnya di Pulau Jawa, tradisi pesta giling tebu, serta cara pembuatan film dokumenter yang baik dan benar.
1.6.2 Pemilihan Narasumber
Film dokumenter “Besanan Tebu”memilih narasumber, diantaranya , saksi sejarah sekaligus budayawan Bambang Udiyono, Dalari (pembuat manten glepung Sragi), karyawan dan warga sekitar PG Sragi dan PG Sumberharjo. Namun, dalam film dokumenter ini yang akan in frame, yaitu
Bambang Udiyono. Hal ini karena narasumber tersebut paling menguasai tema dan sesuai dengan sudut pandang yang ingin ditonjolkan penulis.
1.6.3 Pemilihan Lokasi
Dalam memproduksi dokumenter ini penulis memilih lokasi pengambilan gambar di kabupaten Pekalongan, seperti: Pabrik Gula Sragi, Kantor Tebang Angkut PG Sragi, Perkebunan tebu sekitar PG Sragi, serta di wilayah kabupaten Pemalang, seperti : Pabrik Gula Sumberharjo, Kantor Tebang Angkut PG Sumberharjo, perkebunan tebu disekitar PG Sumberharjo.