• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Penelitian

Saat ini, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang

berpengaruh langsung pada diversifikasi produk pangan menyebabkan

beranekaragamnya makanan yang beredar di masyarakat (Jayamaharosni, 2011). Namun demikian, mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah kaum muslim, karenanya makanan tersebut harus memenuhi persyaratan halal untuk dapat dikonsumsi. Makanan halal adalah makanan yang diijinkan dalam hukum Islam dan memenuhi persyaratan; tidak mengandung material apapun yang tidak diperbolehkan dalam hukum Islam; pada penyiapan, pemrosesan, pendistribusian dan penyimpanan tidak menggunakan fasilitas yang tidak bebas dari material non-halal sesuai hukum Islam; serta tidak bersentuhan dengan makanan lain yang non-halal (Codex Alimentarius Comission, 1997).

Sesuai UU Pangan No. 18/2012 bagian delapan tentang jaminan produk halal, dinyatakan bahwa, “Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap penerapan sistem jaminan produk halal bagi yang dipersyaratkan terhadap pangan, dan Pemerintah Indonesia berkewajiban melakukan pengawasan terhadap jaminan produk halal ini”. Penerapan sistem jaminan produk halal bagi yang

(2)

2 dipersyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dengan demikian negara-negara muslim harus memiliki peraturan mengenai makanan halal, serta harus menyertakan sebuah sistem penjaminan halal yang dilaksanakan oleh produsen makanan, yang meyakinkan bahwa produsen menghasilkan produk halal secara konsisten. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya pemalsuan produk makanan yang merugikan konsumen karena makanan yang tidak halal yang dilarang agama. Oleh karena itu perlu adanya penjaminan kehalalan suatu produk makanan (Codex Alimentarius Comission, 1997).

Pemalsuan produk makanan merupakan permasalahan yang besar dalam industri makanan, karena menyebabkan kebingungan dan kerugian bagi konsumen dan produsen makanan. Kerugian yang ditimbulkan berupa kerugian material maupun spiritual dimana kaum muslim dilarang memakan produk apapun yang mengandung babi. Deteksi dan kuantifikasi pemalsuan sangat penting untuk melindungi kesejahteraan dan kesehatan konsumen (Rohman dkk., 2011).

Hal-hal di masyarakat terkait dengan jaminan kehalalan adalah dengan ditemukannya cemaran daging babi pada produk makanan olahan, seperti dendeng, abon, sosis, dan bakso (berdasarkan hasil pengujian dari Badan POM RI tahun 2009 maupun Balai Besar Veteriner Wates Yogyakarta tahun 2014) dengan tujuan untuk menghasilkan produk akhir dengan harga yang relatif murah dibandingkan jika menggunakan bahan aslinya. Banyak orang juga membatasi daging babi ataupun derivatnya pada diet mereka karena alergi, alasan agama atau manusiawi, atau karena

(3)

3 masalah kesehatan dan keamanan pangan karena daging babi diduga bisa mencemari daging lainnya dengan patogen dari babi tersebut (Liu dkk., 2006).

Gelatin adalah suatu jenis protein yang dihasilkan dari hidrolisis kolagen yang diekstraksi dari jaringan kulit, tulang atau ligamen (jaringan ikat) hewan yang secara luas digunakan sebagai pembentuk gel dan agen penebal pada berbagai bahan makanan seperti produk kembang gula/permen, makanan penutup berbasis air dan sediaan farmasi seperti kapsul (Karim dan Bhat, 2009). Produksi gelatin meliputi proses pengasaman atau pembasaan, ekstraksi dengan air pada suhu tinggi, sterilisasi dan pengeringan. Keseluruhan proses tersebut menyebabkan protein dan asam nukleatnya mengalami degradasi (Yang dkk., 2008), sehingga menjadi sangat sedikit dan fragmentasinya berbeda pada tiap matrik gelatin. Pada prinsipnya gelatin dapat dibuat dari babi maupun sapi atau hewan mamalia lainnya. Akan tetapi, apabila dibuat dari kulit dan tulang sapi atau hewan besar lainnya, prosesnya lebih lama dan memerlukan air pencuci/penetral (bahan kimia) yang lebih banyak, sehingga kurang berkembang dan perlu investasi besar yang menyebabkan harga gelatinnya menjadi lebih mahal. Dengan pertimbangan inilah maka pemalsuan produk makanan menggunakan gelatin babi kemungkinan dapat terjadi (Fer, 2008).

Untuk mengatasi permasalahan pemalsuan produk makanan halal tersebut perlu tersedianya metode uji yang valid dan reliable untuk mengetahui ada atau tidaknya komponen non-halal dalam produk tersebut. Analisis komponen non-halal dalam produk menghadirkan kompleksitas tertentu untuk dilaksanakan karena biasanya komponen-komponen non-halal ini ditambahkan/dicampurkan dalam matriks yang

(4)

4 sama dengan komponen yang halal. Beberapa metode analisis yang telah dikembangkan untuk analisis komponen non-halal antara lain penentuan keaslian beberapa produk (daging, ikan, dan makanan olahan) dengan ELISA (Asensio dkk., 2008); berdasarkan komponan volatil, yaitu mengkombinasikan electronic nose dan gas chromatography

mass spectrometer dengan headspace analyzer (Nurjuliana dkk., 2011); deteksi dan

kuantifikasi adanya lemak babi dalam bakso sapi menggunakan teknik Fourier

Transform Infrared (FTIR) spectroscopy spektrofotometri FTIR (Rohman dkk., 2011).

Adapun beberapa teknik PCR yang telah dikembangkan antara lain PCR-elektroforesis pada berbagai produk makanan (sosis, roti, dan biskuit) dengan mengidentifikasi pita (band) hasil amplifikasi fragmen DNA mitokondria (Che Man dkk., 2007), Real Time PCR (RT-PCR) (Demirhan dkk., 2012; Hui dkk., 2012; Karabasanavar dkk., 2014; Koppel dkk., 2011; Ulca dkk., 2013), deteksi DNA babi pada daging segar, baik dalam bentuk tunggal maupun dalam bentuk campuran dengan jenis daging lainnya (sapi, ayam, kambing, rusa dan domba) (Che Man dkk., 2012), molecular beacon RT-PCR (Yusop dkk., 2012), deteksi DNA babi dengan SYBR green RT-PCR menggunakan primer dari DNA mitokondria (Farrokhi dan Joozani, 2011), dan gold nanoparticle sensor (Ali dkk., 2012).

Metode PCR dan RT-PCR memiliki beberapa keunggulan dibanding metode lainnya, yaitu sensitif, sederhana, cepat dan hanya membutuhkan sampel DNA dalam jumlah yang sangat kecil (Che Man, dkk., 2007). Metode RT-PCR lebih unggul dan peka dari PCR konvensional karena pengukurannya bersifat kuantitatif; dapat mengidentifikasi DNA dalam waktu dan tahapan proses yang singkat, produk

(5)

5 amplifikasi dapat secara langsung dipantau pada tiap siklus amplifikasi, data fluoresensi dapat diperoleh langsung dari alat tanpa perlu elektroforesis, dapat digunakan untuk analisis rutin dengan banyak sampel, serta meminimalkan kontaminasi selama proses amplifikasi (Fraga dkk., 2008)

Proses pengolahan makanan dapat menyebabkan terjadinya fragmentasi DNA sehingga sulit diperoleh DNA atau jumlah DNA yang diperoleh relatif kecil untuk dapat diamplifikasi pada PCR. DNA hasil isolasi inilah yang selanjutnya jadi target penempelan primer. Dalam studi ini, dilakukan isolasi dengan kit untuk mendapatkan DNA mitokondria (MtDNA). Hal ini disebabkan karena MtDNA mempunyai jumlah cetak yang tinggi yaitu sekitar 100-10000 cetakan per sel, sehingga dapat digunakan untuk analisis sampel dengan jumlah DNA yang sangat terbatas (Lelana dkk., 2003).

Identifikasi DNA babi menggunakan RT-PCR membutuhkan suatu primer yang spesifik yang hanya dapat menempel pada target fragmen DNA babi pada urutan basa tertentu dan selanjutnya mengamplifikasi fragmen tersebut. Pengembangan primer baru dari mitokondria D-loop menjadi salah satu tujuan dalam penelitian ini, walaupun sebelumnya telah ada beberapa primer yang dipublikasikan yang dapat diaplikasikan dalam penggunaan RT-PCR untuk produk berbahan gelatin. Metode yang telah dikembangkan untuk analisis gelatin antara lain deteksi gelatin dalam produk makanan berupa permen marshmallow, gum-drops, dan permen jelly (Demirhan dkk., 2012) dan gelatin campuran sapi dan babi juga dalam kapsul dengan TaqMan probe (Hui dkk., 2012). Untuk menjamin validitas suatu primer baru, maka primer mitokondria D-Loop perlu divalidasi dengan melakukan uji spesifitas menggunakan jaringan segar beberapa

(6)

6 hewan uji, gelatin maupun permen referensi, uji batas deteksi menggunakan seri pengenceran permen referensi dan uji keterulangan.

B.

Perumusan Masalah

1. Apakah primer dari daerah mitokondria D-Loop yang telah dirancang dapat secara spesifik mengidentifikasi adanya DNA babi dan DNA gelatin babi pada permen lunak dengan metode RT-PCR ?

2. Berapakah batas deteksi yang diperoleh dari uji identifikasi DNA gelatin babi pada permen lunak dengan metode RT-PCR ?

C.

Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai analisis komponen babi dalam berbagai produk baik yang mengandung gelatin ataupun tidak pada target DNA mitokondria dengan metode PCR telah banyak dilaporkan diantaranya adalah pengembangan metode deteksi kontaminasi daging babi dengan cepat, sensitif dan spesifik pada berbagai produk makanan (sosis, roti, dan biskuit) dengan mengidentifikasi pita (band) hasil amplifikasi fragmen DNA mitokondria (Che Man dkk., 2007), deteksi campuran yang mengandung daging babi, kuda, dan keledai pada sosis menggunakan primer DNA mitokondria dari gen ATPase untuk kuda, ND2 untuk keledai dan ND5 untuk babi (Kesmen dkk., 2007), identifikasi komponen babi pada produk makanan tunggal maupun campuran dengan daging sapi dan ayam baik yang masih mentah maupun yang telah mengalami pengolahan (Ulca dkk., 2013), deteksi dan kuantifikasi DNA babi dan sapi dalam campuran gelatin dan kapsul gelatin dengan metode real time PCR menggunakan primer forward: ATT TCC ATC CCA CGA CCC dan CTA AGA TCA TGG CAT CAG GTC C ; reverse: AAC

(7)

7 AGA TGC TGA CTC ACA GAC dan CCC CAA AAT AAA GTC AGC CAC dengan panjang amplikon masing-masing 95 dan 83bp masng-masing untuk babi dan sapi (Hui dkk., 2012). Terdapat pula deteksi DNA babi dalam gelatin dan gelatin dalam produk makanan (Demirhan dkk., 2012) menggunakan primer dengan target spesifik gen sitokrom B babi.

Fajardo, dkk., (2008) melaporkan diferensiasi spesies babi European wild boar dan domestic swine dengan primer spesies spesifik mitokondria D-Loop (MITDLOOP - FW : 5’-TACCATGCCGCGTGAAACCA-3’ dan MIT DLOOP - REV : 5’- TGACGGCCATNGCTGAGTC-3’) dengan amplikon 270 pb. Karabasanavar, dkk., (2014) telah mengidentifikasi babi di antara 24 spesies hewan lain (mamalia, burung, tikus dan ikan) dengan target primer fragmen mitokondria D-Loop pada sekuen

berbeda, menggunakan primer forward VPHPF

5’-AATTTTTGGGGATGCTTAGACT-3’ dan reverse VPHPR

5’-TATTTTGGGAGGTTATTGTGTTGTA-3’ dengan amplikon 712 pb (GenBank, Megalign-Lasergene). Che Man, dkk., (2012) telah melakukan identifikasi daging segar dari beberapa spesies hewan (babi, sapi, ayam, kambing, rusa dan domba) dengan target primer fragmen mitokondria D-Loop pada urutan basa 910 – 1083, menggunakan primer Sus-loopFWD ; CACACCCTATAACGCCTTGC-3’ dan Sus-loopRVS ; 5’-GATTGGCGTAAAAATCTAGGG-3’, dengan ukuran amplikon 174 pb (GenBank, ClustalW).

Dalam penelitian ini akan dikembangkan primer baru dari gen mitokondria D-Loop yang selektif hanya untuk babi saja yang nantinya bisa digunakan untuk

(8)

8 membedakan gelatin babi dengan gelatin sapi maupun gelatin ikan dalam produk makanan terutama dalam permen dengan metode RT-PCR.

D.

Urgensi Penelitian

Penelitian ini sangat penting untuk dilakukan mengingat dibutuhkannya suatu metode analisis yang mampu mendeteksi dan mengkuantifikasi adanya DNA babi dalam produk makanan, terutama permen untuk menjamin keamanan dan kehalalannya, sehingga tidak merugikan konsumen terutama umat muslim. Bagi pemerintah dalam hal ini pihak-pihak yang berwenang dalam pengawasan produk makanan diharapkan dapat lebih meningkatkan cakupan pengawasan mengingat masih terbatasnya metode analisis produk makanan halal, sehingga para produsen makanan semakin bertanggungjawab untuk memproduksi makanan yang terjamin kehalalannya.

E.

Tujuan Penelitian

1. Untuk merancang primer dari daerah mitokondria D-Loop yang secara spesifik dapat mengidentifikasi adanya DNA babi dan DNA gelatin babi pada permen lunak dengan metode RT-PCR

2. Mengetahui batas deteksi yang diperoleh dari uji identifikasi DNA gelatin babi pada permen lunak dengan metode RT-PCR

Referensi

Dokumen terkait

Sistem tanam legowo merupakan salah satu bentuk rekayasa teknologi untuk mengoptimalkan produktivitas tanaman padi dengan pengaturan populasi sehingga

Malah, menjadi penempatan transit bagi pelatih sebelum ditetapkan balai berkhidmat, kawasan yang berkeluasan 76 hektar itu turut ditempatkan sebagai depoh

memberikan tugas berupa kertas LKA sehingga penilaian yang dilakukan adalah hasil karya, bentuk penilaian diberikan pada anak berupa bintang yang terdiri dari bintang

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel Media Teknologi (X1) dan Pendidikan Kewirausahaan (X2) berpengaruh secara bersama-sama terhadap variabel Minat

Tabel 8 menunjukkan bahwa lahan kelapa sawit yang ditumbuhi LCC MB memiliki kapasitas tukar kation lebih tinggi dibandingkan dengan lahan yang dibersihkan LCC MB.)

Kerangka kerja OBRiM akan memberikan panduan dalam menentukan pilihan mana yang sesuai dengan risiko yang muncul sehingga pembuat keputusan akan sangat terbantu dalam

Seorang guru harus menyampaikan sesuatu (sesuai keahliannya) kepada peserta didik dalam rangka menjalankan tugas dan profesinya. Kanfel mengemukakan bahwa.. kompetensi di

Pusat Pabrik Pewangi Laundry Siap Jual maupun Konsentrat seperti Produk: Bibit Parfum Laundry ﴾Waterbase maupun Alkohol/ Metanol Base.. Bahan Baku Pewangi Laundry Metanol dan