• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker adalah penyakit yang timbul karena adanya pertumbuhan yang tidak normal pada sel jaringan tubuh. Disebut tidak normal, karena sel-sel tumbuh dengan cepat dan tidak terkendali. Pertumbuhan sel-sel kanker akan menginvasi jaringan sekitar dan selanjutnya menyebar ke sisi yang lebih jauh (metastasis). Hal ini menyebabkan sel-sel normal tidak berfungsi sebagaimana mestinya sehingga dapat mengakibatkan kematian.

Kanker merupakan penyebab kematian kedua (21%) di dunia setelah

cardiovascular atau jantung (48%). Berdasarkan data International Agency for Research on Cancer (IARC) kasus kanker dan jumlah kematian akibat

penyakit kanker secara signifikan selalu menunjukkan adanya peningkatan. Pada tahun 2008 terjadi 12,7 juta kasus dan 7,6 juta kematian yang disebabkan oleh kanker. Jumlah tersebut meningkat menjadi sekitar 14 juta kasus baru dan 8,2 juta kematian yang disebabkan oleh kanker pada tahun 2012. Diperkirakan pada dua dekade berikutnya jumlah ini akan terus meningkat hingga mencapai 70%. Di Afrika, Asia dan Amerika Tengah dan Selatan setiap tahun terjadi lebih dari 60% kasus baru dan sekitar 70% kematian akibat kanker (Anonim A, 2012). Sementara di Indonesia, kasus kanker terbesar terjadi di Yogyakarta 9,66%, Jawa Tengah 8,06%, dan Jakarta 7,44% (Oemiati et al., 2011).

Berdasarkan fakta-fakta mengenai kanker tersebut maka pengobatan terhadap kanker sangat diperlukan. Diagnosis kanker yang tepat merupakan hal penting dalam pengobatan kanker, sebab untuk setiap jenis kanker diperlukan teknik pengobatan khusus. Pada umumnya pengobatan tersebut dibagi menjadi tiga bagian yaitu pembedahan (operasi), radioterapi, dan kemoterapi (Anonim A, 2013).

Menurut American College of Radiology (ACR) dan Radiological Society

of North America (RSNA), pembedahan atau operasi adalah salah satu

pengobatan kanker yang direkomendasikan untuk kanker stadium awal. Namun tentunya hal ini bukan tanpa resiko, dengan dilakukan pembedahan akan

(2)

timbul luka bedah dan bahkan memungkinkan adanya kerusakan fungsi jaringan yang lebih parah. Radioterapi merupakan pengobatan kanker dengan metode penyinaran menggunakan radiasi dosis tinggi untuk menghancurkan sel-sel kanker. Jenis radiasi yang digunakan dalam pengobatan kanker melalui metode ini antara lain radiasi sinar-x, sinar-γ, dan partikel bermuatan. Radiasi dilakukan dalam tingkat energi yang tinggi, radioterapi memiliki resiko merusak sel sehat di sekitar sel kanker (Irwin et al., 2011). Hal ini disebabkan partikel-partikel radiasi juga terionisasi dalam sel-sel sehat di sekitar sel kanker. Kemoterapi adalah pengobatan kanker dengan cara menyuntikkan obat kemoterapi ke arteri terdekat yang menyuplai darah ke kanker. Kateter digunakan dalam terapi ini sehingga kandungan obat pada daerah kanker lebih besar jika dibandingkan dengan daerah yang sehat. Efek samping yang timbul dari pengobatan kanker dengan kemoterapi antara lain mual, muntah, rambut rontok, dan kemungkinan kambuh, karena obat ikut mengalir ke seluruh tubuh.

Selain ketiga metode pengobatan di atas, terdapat beberapa metode pengobatan lain yang baru dikembangkan seperti terapi hormon, targeted

therapy, immunoterapi, Biological Response Modifiers (BRM), dan vaksin.

Tetapi pengobatan tersebut hanya bersifat preventif dan tidak mampu mencegah penyebaran sel kanker dalam jaringan dan biasanya dilakukan untuk kanker stadium awal (Edmund et al., 2007). Untuk itu diperlukan metode pengobatan kanker yang dapat membunuh sel kanker tanpa resiko rusaknya sel-sel sehat di sekitar sel kanker. Metode yang baru dikembangkan saat ini adalah Boron Neutron Capture Therapy (BNCT) yang berbasis cell targeting sehingga tidak merusak sel yang sehat.

BNCT merupakan bentuk biner dari terapi radiasi dengan memanfaatkan kecenderungan nuklida non radioaktif Boron-10 untuk menangkap neutron termal sebagai hasil reaksi nuklir 10B(n,α)7Li. Terapi ini bersifat cell targeting karena perbandingan konsentrasi 10B adalah 10:1 pada sel kanker dan sel sehat, sehingga peluang timbul reaksi antara neutron dan 10B yang terkonsentrasi akan lebih besar terjadi pada sel kanker (Sauerwein, 2012). BNCT didasarkan pada penembakan atom 10B dengan partikel neutron yang berlangsung di reaktor, sehingga akan terjadi reaksi nuklir menjadi Litium 7Li dengan

(3)

memancarkan partikel α (Helium ) dan energi 2,31 MeV. Reaksi inti

10

B(n,α)7Li menghasilkan partikel α dengan energi 150 keVμm-1 dan 7Li 175keVμm-1 (Chadwick et al., 2006). Jangkauan partikel α adalah 9 μm, jangkauan ini sama dengan diameter sel tubuh manusia, oleh sebab itu partikel tersebut tidak akan merusak sel yang bukan merupakan target sasaran (Maucec, 2000). 10B akan berubah menjadi 11B yang bersifat metastabil setelah bereaksi dengan neutron. Nilai waktu paruh yang dimiliki 11B sangat singkat yaitu 10-12 s sementara 7Li 10-5 s sehingga tidak ada pengaruh radiasi yang terjadi dalam sel sehat (Barth et al., 2005). Berdasarkan keunggulan-keunggulan tersebut maka BNCT dirasa tepat untuk digunakan sebagai terapi kanker.

Sumber neutron yang sesuai dengan standar International Atomic Energy

Agency (IAEA) diperlukan agar terjadi reaksi tangkapan neutron dengan inti 10

B. Nilai-nilai parameter berkas neutron yang disarankan oleh IAEA disajikan pada tabel 1.1.

Tabel 1.1 Parameter berkas neutron yang disarankan IAEA (Sauerwein, 2009)

Parameter Notasi (satuan) Rekomendasi IAEA

Fluks neutron epitermal (n/ s) > 1 109

Laju dosis neutron cepat/

fluks neutron epitermal (Gy /n) < 2 10

-13

Laju dosis gamma/ fluks

neutron epitermal (Gy /n) < 2 10

-13

Rasio antara fluks termal

dan epitermal < 0,05

Rasio antara arus neutron

dan fluks neutron total > 0,7

Terdapat dua jenis neutron yang dapat digunakan sebagai sumber neutron dalam BNCT yaitu neutron termal dan neutron epitermal. Neutron termal dengan energi 1 meV – 1 eV biasanya digunakan untuk sel kanker yang terletak di permukaan kulit (superficial). Neutron epitermal yang memiliki energi 1 keV – 10 keV digunakan untuk sel kanker yang letaknya lebih dalam yaitu antara 8 – 10 cm dari permukaan kulit. Neutron epitermal memiliki daya tembus yang lebih tinggi dibandingkan dengan neutron termal (Sauerwein dan

(4)

Moss, 2009). Saat mencapai sel kanker, neutron epitermal akan menjadi neutron termal karena termoderasi oleh jaringan tubuh. Oleh sebab itu, pemilihan sumber neutron dalam pengobatan menggunakan BNCT harus disesuaikan dengan letak sel kanker dalam tubuh pasien.

Akselerator, Californium-252, Compact Neutron Generator (CNG), dan Reaktor Nuklir berperan sebagai sumber neutron untuk BNCT (Sauerwein et

al., 2012). Selama ini pengobatan kanker dengan BNCT menggunakan reaktor

nuklir sebagai sumber neutron. Namun, karena pemasangan reaktor nuklir di rumah sakit dianggap kurang aman, maka akselerator dipertimbangkan sebagai sumber neutron untuk BNCT (Anderson et al., 1994). Akselerator memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan sumber neutron berbasis reaktor, diantaranya: akselerator lebih mudah dimatikan ketika neutron tidak lagi diperlukan, biaya instalasi akselerator yang lebih rendah dari reaktor, dan pengalaman penggunaan akselerator dalam bidang radioterapi selama bertahun-tahun menyebabkan dokter juga memiliki pengalaman serupa mengenai perangkat untuk irradiasi pasien. Selain itu, keunggulan lain yang lebih penting adalah spektrum energi neutron dari reaksi nuklir tertentu lebih “lunak” dibandingkan hasil fisi, sehingga lebih mudah membentuk spektrum neutron epitermal “ideal” yang diperlukan dalam pengobatan tumor (Kreiner, 2012). Akselerator terdiri dari beberapa jenis, yaitu Cyclotrons, Electrostatic

Accelerator, Linear Accelerator (LINAC), dan Sealed Tubes.

Siklotron yang merupakan akselerator melingkar dianggap lebih efisien dan efektif dari segi biaya. Hal tersebut disebabkan partikel dipercepat melalui struktur pemercepat dengan frekuensi konstan yang sama berkali-kali, menghasilkan energi secara bertahap pada setiap struktur yang dilewati hingga mencapai energi yang diinginkan (Blue dan Yanch, 2003). Siklotron terdiri dari beberapa jenis yaitu, Siklotron Konvensional (CC = Conventional Cyclotron), Sinkrosiklotron (SC = Synchro Cyclotron), dan Siklotron AVF (AVFC =

Azimuthally Varying magnetic Field Cyclotron). Siklotron AVF merupakan

gabungan antara kelebihan siklotron konvensional dalam kuantitas arus berkas partikel dan kemampuan meningkatkan energi berkas partikel pada sinkrosiklotron (Sunarhadijoso, 2000). Di Jepang, siklotron AVF 30 MeV H

(5)

-telah dibangun dan dioperasikan sebagai sumber neutron untuk BNCT. Dengan menggunakan berillium sebagai target, rangkaian siklotron AVF pada BNCT tersebut mampu menghasilkan fluks neutron termal sebesar neutron/cm2/s.

Penelitian ini adalah upaya mendesain BSA (Beam Shaping Assembly) untuk BNCT agar fluks neutron yang dihasilkan sesuai dengan kriteria IAEA. Penelitian dilakukan dengan simulasi menggunakan program MCNPX, yaitu suatu metode komputasi numerik Monte Carlo yang mampu menghitung interaksi partikel dengan materi. Pengukuran tidak dilakukan secara langsung sebab resiko terkena radiasi lebih besar dan tidak efisien dalam pembiayaan. Hasil desain BSA yang diperoleh diharapkan dapat menjadi solusi BNCT berbasis akselerator dalam menghasilkan fluks neutron yang sesuai kriteria IAEA.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang ingin diselesaikan melalui penelitian ini adalah bagaimana desain BSA pada Siklotron 30 MeV sebagai sumber neutron untuk BNCT dengan menggunakan simulasi MCNPX agar fluks neutron yang dihasilkan sesuai dengan ketentuan IAEA.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Merancang desain BSA agar diperoleh fluks neutron yang sesuai dengan standar IAEA untuk terapi kanker menggunakan metode BNCT.

2. Menggunakan siklotron 30 MeV sebagai sumber proton pada simulasi desain BSA dengan program MCNPX.

3. Menganalisis pengaruh ketebalan dan jenis material yang digunakan terhadap fluks neutron yang dihasilkan.

(6)

1.4 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi oleh :

1. Siklotron 30 MeV sebagai sumber proton yang akan ditembakkan ke target Berilium

2. Berillium digunakan sebagai target untuk menghasilkan neutron

3. Energi proton yang digunakan adalah 30 MeV dengan arus proton 1,3 mA

4. Desain dibuat dengan variasi bahan material dan ukuran ketebalan pada bagian-bagian BSA

5. Penyelesaian permasalahan dilakukan dengan simulasi menggunakan program MCNPX.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Mengetahui material dan dimensi bagian penyusun BSA sumber neutron berbasis akselerator Siklotron 30 MeV untuk menghasilkan neutron yang optimal sehingga dapat dimanfaatkan dalam pengobatan kanker dengan BNCT

2. Melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan BNCT

3. Dapat dijadikan referensi untuk penelitian dan pengembangan lebih lanjut mengenai BNCT.

Gambar

Tabel 1.1 Parameter berkas neutron yang disarankan IAEA  (Sauerwein, 2009)

Referensi

Dokumen terkait

Dari area bisnis yang ada, ditemukan beberapa hal menyangkut permasalahan yang ada, yaitu: (1) Pihak manajemen dalam melakukan perencanaan penjualan dan produksi memperoleh data dari

o Anara 2011: harus dikasih deadline untuk pemikiran metode tersebut o Andika 2010: bagaimana metodenya dengan acara yang bisa meliatkan. reguler

Dalam upaya mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila, terdapat asas Pelindungan Pekerja Migran Indonesia yang meliputi: a. pengakuan atas martabat dan hak asasi

(3) kedisiplinan belajar santri berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan menghafal al- Qur’an santri pondok pesantren Al-Aziz Lasem Rembang, hal ini terbukti

manual, namun salah. Pilih ulang jenis jaringan berdasarkan jenis SIM/USIM card yang digunakan. Terkoneksi ke Internet, namun tidak bias membuka halaman website apa pun.

Dengan hasil penelitian ini dapat dilihat keakuratan diagnostik potong beku, sitologi imprint intraoperasi, dan gambaran USG pada pasien dengan diagnosa tumor ovarium untuk

Dari hasil perhitungan back testing pada tabel tersebut tampak bahwa nilai LR lebih kecil dari critical value sehingga dapat disimpulkan bahwa model perhitungan OpVaR

[r]