• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. LANDASAN TEORI A. Hasil Penelitian Terdahulu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. LANDASAN TEORI A. Hasil Penelitian Terdahulu"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

II. LANDASAN TEORI

A. Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian – penelitian sebelumnya telah mengkaji masalah tentang pendapatan dan perpindahan angkatan kerja pedesaan bekerja di sektor non pertanian. Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini akan dicantumkan beberapa hasil penelitian terdahulu beberapa peneliti yang pernah penulis baca.

Hasil penelitian Sri Eni Budiyanti (2004), yang berjudul Karakteristik Sosial Ekonomi dan Demografi Migran Dalam Memasuki Sektor Informal (Studi Deskriptif Pada Kehidupan Wanita Buruh “Gendhong” di Pasar Legi Surakarta) menyebutkan bahwa daya serap yang semakin lemah dan menyempitnya lapangan kerja di sektor pertanian, mengakibatkan banyak penduduk Gondangrejo yang bermigran ke kota untuk mencari pekerjaan. Karena beberapa faktor sosial ekonomi antara lain usia, dan status perkawinan, banyaknya anggota keluarga yang menjadi tanggungan, rendahnya tingkat pendapatan suami, rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki, tidak memadainya pendapatan dari pekerjaan sampingan menyebabkan para wanita dari Gondangrejo memilih untuk bekerja di sektor informal yaitu sebagai buruh “gendhong”.

Hasil penelitian Nuning Setyowati (2009), yang berjudul Dampak Mobilitas Ulang Alik Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani di Kabupaten Karanganyar, menyebutkan bahwa rata – rata luas lahan yang dikuasai petani di Kabupaten Karanganyar kurang dari 0,3 hektar. Hal ini memungkinkan pendapatan yang diperoleh tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Adanya kemajuan teknologi serta dampak positif dari pembangunan memungkinkan seseorang dapat melakukan mobilitas secara cepat dan aman. Seseorang yang melakukan mobilitas ulang alik berarti akan memperoleh pendapatan dari hasil bekerja di kota, yang berarti dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga. Di sisi lain, banyaknya rumah tangga petani yang tertarik bekerja di kota, mengakibatkan penawaran tenaga

(2)

commit to user

kerja bidang pertanian desa berkurang yang memungkinkan produksi pertanian menurun dan akhirnya juga mengurangi pendapatan usahatani.

Hasil penelitian Suprapti Supardi (2006), yang berjudul Dinamika Ragam Sumber Pendapatan Rumah Tangga Pedesaan Miskin Di Jawa Tengah, menyebutkan bahwa sebagian besar rumah tangga pedesaan memperoleh pendapatan terbesar dari luar pertanian dengan sumbangan dan ragam pendapatan luar pertanian yang berbeda antar wilayah dengan potensi sumber daya alamnya. Terjadi dinamika ragam sumber pendapatan suami dan istri pada rumah tangga pedesaan miskin, di daerah lahan kering pnggiran hutan memiliki indeks ragam pekerjaan terbesar dengan peluang kerja di kawasan hutan sebagai buruh tani atau buruh industry pengolahan hasil hutan, dan yang terkecil pada rumah tangga pedesaan miskin di daerah dataran rendah pantai dengan peluang uaha pengolahan hasil pertanian.

Dari beberapa penelitian terdahulu, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar orang yang melakukan beragam pekerjaan diluar pertanian untuk memperoleh sumber pendapatan lain (diversifikasi pendapatan) untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga. Hal ini didukung dengan keinginan untuk mendapatkan sumber pendapatan yang lebih besar daripada sebelumnya, karena pendapatan dari pekerjaan sebelumnya yaitu di sektor pertanian dianggap tidak mencukupi kebutuhan hidup mereka. Oleh karena itu para anggota keluarga melakukan berbagai cara untuk menutupi kekurangan pendapatan tersebut, seperti dengan melakukan migrasi, baik itu migrasi serkuler, permanen, maupun ulang alik.

B. Tinjauan Pustaka

1. Kondisi Masyarakat Peri Urban

Interaksi antara desa-kota dapat terjadi karena berbagai faktor atau unsur yang ada dalam desa, dalam kota dan di antara desa dan kota. Kemajuan masyarakat desa, perluasan jaringan desa-kota. Integrasi atau pengaruh kota terhadap desa, kebutuhan timbal-balik desa-kota telah memacu interaksi desa-kota secara bertahap dan efektif. Dengan adanya kemajuan-kemajuan di bidang perhubungan dan lalu-lintas antar daerah,

(3)

commit to user

maka sifat isolasi desa berangsur-angsur berkurang dan menceburkan diri dengan pekerjaan non-agraris. Daerah-daerah pedesaan di perbatasan kota yang dipengaruhi oleh tata kehidupan kota disebut dengan “rur-ban areas”, singkatan dari rural urbanareas (Bintarto, 1989).

Menurut Aji (2009), berkembangnya desa menjadi suatu kawasan desa - kota secara alamiah (cenderung mengabaikan perencanaan yang ada) telah menimbulkan berbagai persoalan di kawasan itu. Berbagai persoalan yang muncul antara lain, tata ruang desa kota yang tidak beraturan, kondisi lingkungan yang merosot, ketahanan pangan yang terancam, konflik sosial cenderung meluas dan dipertahankan oleh eksklusifitas kelompok di dalam komunitas itu dan ancaman tidak adanya mekanisme penyelesaian konflik. Berbagai persoalan muncul dan cenderung tidak terkendali atas terbentuknya suatu kawasan desa-kota yang tidak terencana dengan baik. Sebagai konsekwensi dari meluasnya wilayah – wilayah perkotaan adalah berkembangnya desa – desa di daerah pinggiran kota menjadi kawasan desa-kota. Fenomena ini hampir terjadi di berbagai kota di Indonesia dan hingga saat ini tidak ada suatu system perencanaan yang terpadu untuk mengatasi berbagai persoalan itu.

Penyerapan tenaga kerja di pedesaan Indonesia masih didominasi oleh sektor primer (pertanian). Sebanyak 66,2 persen seluruh pekerja di pedesaan bekerja dalam sektor tersebut, kemudian diikuti sektor tersier (23,1 persen). Berlawanan dengan keadaan di kota, tenaga kerja sector tersier di pulau Jawa menunjukkan persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan di luar Jawa; hasil yahng sama juga Nampak bagi sector sekunder. Hal ini mungkin disebabkan (selain perkembangan kota kecil di Jawa yang tidak termasuk dalam kategori daerah kota) juga oleh perkembangan daerah pinggiran kota yang terdaftar sebagai daerah pedesaan; diduga dalam wilayah tersebut banyak muncul usaha – usaha perdagangan, angkutan, dan jasa - jasa lainnya. Selain itu diperkirakan banyak penduduk pinggiran kota dicacah di desa tetapi bekerja di kota dalam sektor – sektor tersebut (Bakir, 1984).

(4)

commit to user 2. Rumahtangga Petani

Rumahtangga adalah sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik dan biasanya tinggal bersama serta makan dari satu dapur atau seseorang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan serta mengurus keperluannya sendiri. Orang yang tinggal di rumahtangga ini disebut anggota rumahtangga, sedangkan yang bertanggung jawab atau dianggap bertanggung jawab terhadap rumahtangga adalah kepala rumah tangga (BPS, 2004).

Rumahtangga merupakan sebuah keluarga yang merupakan satu unit pengambil keputusan kerja menyusun strategi untuk dapat memaksimumkan tingkat kepuasan keluarga secara keseluruhan kesempatan yang terbuka tercermin dalam bentuk tersedianya lowongan kerja, kesempatan pendidikan, dan latihan. Keterbatasan dalam kesempatan kerja dapat berbentuk penghasilan keluarga yang kecil sehingga makin banyak anggota keluarga yang harus ikut bekerja agar dapat meningkatkan pendapatan keluarganya. Rumahtangga sebagai unit pengambil keputusan mempunyai peranan penting dalam mengalokasikan waktu untuk kegiatan ekonomi dan non ekonomi. Alokasi waktu rumahtangga terhadap suatu pekerjaan akan berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

Becker (1976) mengungkapkan rumahtangga dapat dianggap sebagai produsen sekaligus sebagai konsumen. Sebagai produsen, sumberdaya yang dimiliki oleh rumahtangga adalah waktu untuk bekerja, sedangkan sebagai konsumen, dalam mengkonsumsi memperoleh kepuasan bukan hanya dari barang dan jasa yang diperoleh tetapi juga dari komoditi yang dihasilkan rumahtangga.

3. Pendapatan

Hernanto (1991) mengemukakan bahwa salah satu cara dalam menentukan ukuran pendapatan petani adalah jumlah penerimaan penjualan hasil ditambah penerimaan yang diperhitungkan dengan kenaikan nilai inventaris dikurangi dengan pengeluaran tunai dan

(5)

commit to user

pengeluaran yang diperhitungkan termasuk bunga modal. Pendapatan rumahtangga petani dapat berasal dari pendapatan usaha tani dan non-usaha tani. Hernanto menerangkan ukuran pendapatan, yaitu:

a. Pendapatan kerja petani. Pendapatan ini diperhitungkan dari penerimaan hasil penjualan, penerimaan yang diperhitungkan dari yang dipergunakan untuk keluarga ditambah kenaikan nilai inventaris dikurangi dengan pengeluaran tunai, dikurangi dengan pengeluaran yang diperhitungkan termasuk bagi modal.

b. Penghasilan kerja petani, diperoleh dari pendapatan kerja petani ditambah penerimaan yang diperhitungkan dari yang dipergunakan untuk keluarga, misalnya tanaman dan hasilnya dikonsumsi keluarga. c. Penghasilan kerja keluarga, diperoleh dari penghasilan kerja petani

ditambah dengan nilai tenaga keluarga. Ukuran terbaik jika usaha tani dikerjakan oleh petani dan keluarganya.

d. Penghasilan keluarga yaitu penjumlahan total pendapatan keluarga dari berbagai sumber.

Setyowati, Nuning (2009) menjelaskan bahwa lahan pertanian tidak dapat dijadikan sebagai satu – satunya sumber pendapatan. Rumah tangga petani dihadapkan pada dua hal yang sulit dipisahkan apakah tetap tinggal di pedesaan dengan keadaan ekonomi dan fasilitas yang terbatas atau pindah ke daerah lain dengan meninggalkan sawah dan ladang yang telah dimiliki. Untuk itu, diambil suatu kompromi untuk mengadakan mobilitas ulang alik. Pada pagi hari, para pekerja dari Kabupaten Karanganyar melakukan kegiatan rutinnya di kota Surakarta. Sebaliknya pada sore hari para pekerja tersebut melakukan arus balik dari tempat kerja menuju daerah asal. Dengan mobilitas ulang alik berarti ada aliran pendapatan (uang) dari kota ke desa.

(6)

commit to user 4. Diversifikasi Pendapatan

Pola mata pencaharian penduduk mengalami perubahan yang drastis. Perpindahan mata pencaharian antar generasi muda cenderung meninggalkan kegiatan pertanian. Selain hilangnya kesempatan untuk bekerja sebagai petani karena tanah garapan sudah tidak ada, juga adanya peluang untuk bekerja di luar sektor pertanian. Ini berarti peluang kerja pada ekonomi bebas meningkat sejalan dengan adanya industri. Jadi, dapat dikatakan bahwa kawasan industri telah membuka peluang kesempatan berusaha bagi penduduk setempat meskipun usaha tergolong kecil (informal) (Effendi,1993).

Diversifikasi pendapatan dapat diartikan sebagai suatu pola pengalokasian sumberdaya tertentu pada berbagai aktivitas untuk mendapatkan sumber – sumber pendapatan baru. Diversifikasi pendapatan sering dikaitkan dengan upaya penanggulangan resiko (coping strategy), kesempatan atau ketidakpastian pendapatan atas tenaga kerja dan lahan. Ditingkat rumah tangga, diversifikasi melalui penganekaragaman usaha dan pemanfaatan asset, selain dimaksudkan untuk mencari nilai tambah capital juga untuk mengurangi instabilitas pendapatan rumah tangga. Diversifikasi pendapatan rumah tangga tersebut dapat dilakukan di sektor pertanian saja, non pertanian atau kombinasi dari keduanya. Keragaman lingkungan strategis sebagai faktor pendorong dan penarik di tingkat rumah tangga membuat motivasi melakukan diversifikasi yang berbeda beda. Kondisi perekonomian yang semakin sulit seperti sekarang ini dapat menjadikan diversifikasi pendapatan sebagai suatu pilihan strategi kehidupan (livelihold strategy) bagi banyak rumah tangga, khususnya untuk rumah tangga petani (Hardono dan Saliem, 2004).

Ellis (1998) dalam Widiyanto (2010), menjelaskan bahwa terdapat beberapa hal penting yang mendorong terjadinya diversifikasi sumber nafkah pada masyarakat pedesaan adalah:

(7)

commit to user

a. Karena sistem produksi bersifat musiman maka untuk mengisi waktu tunggu panen atau musim panen berikutnya, maka hal ini mendorong petani untuk mencari pekerjaan di luar sector pertanian.

b. Perbedaan pasar tenaga kerja, hal ini mendorong pemanfaatan berbagai peluang kerja tersebut untuk memenuhi kebutuhan substensinya atau memperbaiki standar hidupnya

c. Strategi mengurangi resiko, melalui berbagi upaya yang dilakukan diharapkan petani mampu menghindari resiko kelaparan, kebutuhan substensinya tidak terpenuhi, dan resiko lainnya

d. Sebagai perilaku penyesuaian, maksud penyesuaian disini adalah untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan dan upaya yang dilakukan sehingga tidak akan terjadi kekurangan

e. Strategi menabung dan investasi sementara, berbagai strategi nafkah yang dilakukan dalam upaya memberikan kenyamanan dan keamanan dalam bentuk tabungan atau investasi walaupun bersifat sementara, misalnya beternak sapi, dianggap sebaga tabungan yang apabila sewaktu-waktu dibutuhkan dapat dijual.

5. Tingkat Konsumsi Rumahtangga

Tingkat pendapatan menentukan jenis dan jumlah pangan yang akan dibeli serta seberapa besar proporsi dari pendapatan yang akan dikeluarkan untuk membeli pangan. Daya beli atau kemampuan keluarga untuk membeli pangan dipengaruhi oleh pendapatan keluarga dan harga pangan itu sendiri. Perubahan pendapatan secara langsung dapat mempengaruhi perubahan konsumsi pangan keluarga. Meningkatnya pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Sebaliknya, penurunan dalam hal kualitas dan kuantitas pangan yang hendak dibeli.

Hasil SUSENAS (1996-1998) menunjukkan pengeluaran bagi keluarga miskin berkisar 60-80% dari pendapatan dan bagi keluarga mampu berkisar antara 20 -59%. Hal ini sesuai dengan hukum Engel, pada saat terjadinya peningkatan pendapatan, konsumen/ keluarga akan

(8)

commit to user

membelanjakan pendapatannya untuk pangan dengan proporsi yang semakin kecil. Sebaliknya bila pendapatan menurun, porsi yang dibelanjakan untuk pangan makin meningkat. Persentasi pengeluaran pangan keluarga dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu : pengeluaran pangan <45% dikatergorikan sebagai keluarga kaya, pengeluaran pangan 46-79% dikategorikan sebagai keluaraga menengah, dan pengeluaran pangan > 80% termasuk kategori keluarga miskin. (Soekirman, 2000). 6. Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan pada tataran nasional merupakan kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak, aman, dan juga halal, yang didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumber daya domestik. Salah satu indikator untuk mengukur ketahanan pangan adalah ketergantungan ketersediaan pangan nasional terhadap impor (Litbang Deptan, 2005).

Tidak cukupnya persediaan pangan keluarga menunjukkkan adanya kerawanan pangan keluarga (Household Food Insecurity), artinya kemampuan keluarga untuk membeli pangan keluarga untuk memenuhi pangan, baik jumlah maupun mutu gizinya bagi seluruh keluarga belum terpenuhi (Soekirman, 2000).

Ketahanan pangan merupakan konsep yang multidimensional, yaitu adanya hubungan keterkaitan antara mata rantai sistem pangan dan gizi mulai dari produksi, distribusi, konsumsi dan status gizi. Ketahanan pangan rumahtangga dapat dicerminkan oleh beberapa indikator antara lain: 1) tingkat kerusakan tanaman, ternak dan perikanan; 2) penurunan produksi pangan; 3) tingkat ketersediaan pangan di rumahtangga; 4) proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total; 5) fluktuasi harga pangan utama yang umum dikonsumsi rumahtangga; 6) perubahan kehidupan sosial (migrasi, menjual/menggadaikan miliknya, peminjaman); 7) keadaan konsumsi pangan (kebiasaan makan, kuantitas dan kualitas pangan) dan 8) status gizi (Suhardjo 1996 dalam Purlika 2004).

(9)

commit to user 7. Coping Strategy

Davies (1993) dalam Widiyanto (2010), menjelaskan bahwa shock dan stress akibat perubahan iklim yang pada gilirannya menyebabkan gagal panen atau harga yang turun atau sumberdaya lahan yang tidak memadai akan mempengaruhi dasar dari sumber nafkah rumahtangga. Kondisi ini akan menyebabkan munculnya respon dan upaya untuk mengadaptasikan diri terhadap krisis. Ada dua proses penting yang menyangkut respon individu atau rumahtangga dalam memberikan respon terhadap setiap krisis,yaitu coping dan adaptasi. Coping mengacu pada strategi nafkah untuk mengatasi krisis yang sedang hadir. Adaptasi merupakan adjustment pada sistem nafkah di dalam merespon perubahan yang merespon perubahan yang bersifat jangka panjang yang berkaitan dengan sumberdaya dan kesempatan (faktor struktur).

Devereux (2001) dalam Widiyanto (2010) juga menambahkan bahwa kondisi krisis pendapatan dan makanan untuk konsumsi, mengakibatkan rumah tangga akan melakukan tindakan coping melalui dua cara, yaitu: pertama: menjaga persediaan makanan yang akan dikonsumsi. Hal ini dilakukan dengan membeli makanan dan menerima makanan dari pihak lain tanpa membayar. Kedua, memodifikasi makanan yang dikonsumsi, yaitu dengan cara: (1) mengurangi kuantitas dan kualitas makanan, (2) diversifikasi sumber bahan pangan, dan (3) mengurangi jumlah anggota rumahtangga untuk mengurangi jumlah konsumsi yang harus disediakan. C. Kerangka Konseptual Pendekatan Masalah

Sebagian besar rumahtangga desa miskin memiliki rumah dan lahan usahatani (kuli kenceng). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar rumahtangga pedesaan miskin adalah rumahtangga pertanian. Usaha pertanian berbasis lahan sawah, tegal, dan pekarangan yang diusahakan untuk tanaman pangan, tanaman kera dan ternak. Pendapatan dari usaha pertanian (on-farm) saja tidak dapat memenuhi kebutuhan rumahtangga karena sempitnya penguasaan lahan sehingga diperlukan diversifikasi pekerjaan off-farm sebagai upaya meningkatkan pendapatan (Suprapti, 2006).

(10)

commit to user

Pendapatan rumahtangga merupakan faktor utama yang menentukan menentukan perilaku ragam pekerjaan anggota rumahtangga, bagi rumahtangga yang memiliki pendapatan rendah maka sebagian besar pendapatan yang didapat tersebut akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan pokok. Rumahtangga yang memiliki pendapatan yang rendah umumnya memiliki masalah dalam finansial. Oleh karena itu, untuk mengatasinya rumahtangga melakukan diversifikasi pendapatan yaitu dengan melakukan diversifikasi atau ragam pekerjaan, sehingga pendapatan yang diperoleh rumahtangga tidak hanya berasal dari satu sumber saja.

Pengeluaran konsumsi pangan rumah tangga merupakan komponen terbesar dari pengeluaran keseluruhan, tetapi ada yang menentukan jumlah yang ingin dibelanjakan oleh rumah tangga untuk membeli barang dan jasa untuk konsumsinya dan berapa banyak yang ingin mereka tabung, salah satu faktor yang paling menentukan adalah pendapatan sisa rumah tangga. Dengan meningkatnya pendapatan sisa, rumahtangga mempunyai lebih banyak uang untuk dibelanjakan sebagai konsumsi non pangan (Lipsey dan Steiner, 1991).

Strategi mengentaskan diri dari kemiskinan yang dilakukan masyarakat adalah dengan bekerja lebih giat dengan berbagai ragam jenis pekerjaan yang dapat menghasilkan pendapatan bagi rumahtangga. Ragam sumber pendapatan rumahtangga diperoleh atas partisipasi kerja anggota rumahtangga dalam kegiatan ekonomi produktif di berbagai sektor dan jenis pekerjaan tingkat rendah sehingga upah atau penghasilan yang diperoleh juga rendah, rendahnya upah dan pendapatan berhubungan dengan rendahnya pendidikan suami, pendidikan istri, dan jumlah anggota rumahtangga (Suprapti, 2006).

(11)

commit to user

Gambar 1. Skema Kerangka Konseptual D. Pembatasan Masalah

1. Pengeluaran untuk konsumsi pangan dihitung selama seminggu yang lalu, sedangkan untuk pengeluaran non pangan sebulan yang lalu, selanjutnya masing-masing dikonversikan kedalam pengeluaran rata-rata perbulan. 2. Konsumsi pangan yang dihitung adalah konsumsi yang dimakan anggota

keluarga baik didalam maupun diluar rumah selama sehari yang lalu. 3. Harga barang baik pangan dan bukan pangan berdasarkan harga saat

penelitian dilakukan yaitu pada bulan Mei 2013.

4. Penilaian konsumsi pangan dibatasi pada konsumsi energi dan protein. Jika energy dan protein terpenuhi maka zat gizi lain juga terpenuhi 5. Pekerjaan sektor non pertanian merupakan semua pekerjaan di luar sektor

pertanian yang dilakukan petani baik itu di dalam desa tempat tinggalnya maupun bekerja di luar desa yang dilakukan dengan migrasi komutasi.

Usahatani Diversifikasi Pendapatan Luar Usahatani a. Tanaman Pangan b. Hortikultura c. Ternak a. Usaha sendiri b. Industri c. Buruh Strategi Coping

Tingkat Konsumsi Rumahtangga Non Pangan Pangan Kurang Pangan Tahan Pangan Rentan Pangan Rawan Pangan Status Ketahanan Pangan Rumahtangga

Karakteristik Rumahtangga Petani Peri Urban

Jumlah anggota keluarga yang bekerja Jumlah tanggungan keluarga

(12)

commit to user E. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara yang diambil untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam penelitian yang masih diuji secara empiris, merupakan dugaan yang mungkin benar atau salah, mengacu pada pemikiran yang bersifat teoritis, maka diajukan hipotesis sebagai berikut: 1. Diduga rumahtangga pertanian di daerah peri urban melakukan

diversifikasi pendapatan karena memenuhi kebutuhan konsumsi rumahtangga pertanian di daerah pinggiran Kota Surakarta (peri urban) di Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo.

2. Diduga tingkat ketahanan pangan mempengaruhi bentuk strategi bertahan hidup yang dilakukan rumahtangga pertanian di daerah pinggiran Kota Surakarta (peri urban) di Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo.

3. Diduga terdapat hubungan antara tingkat diversifikasi pendapatan, tingkat ketahanan pangan dan coping strategy rumah tangga petani di daerah pinggiran Kota Surakarta (peri urban) di Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo.

B. Asumsi – Asumsi

1. Rumahtangga bersifat rasional, yaitu menjadikan pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan dan memaksimalkan kepuasannya bagi seluruh anggota keluarga.

2. Standar upah minimum regional pada lokasi penelitian tidak berubah, yaitu upah minimum regional Kabupaten Sukoharjo tahun 2012.

3. Jika energi terpenuhi dari beragam pangan maka zat gizi lain juga terpenuhi.

4. Variabel – variabel yang tidak diteliti dalam penelitian dianggap tetap. C. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Agar lebih mudah dalam memahami beberapa variabel penting dalam

penelitian ini, maka perlu dijelaskan dalam bentuk definisi operasional sebagai berikut:

1. Bekerja adalah melakukan pekerjaan untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit 1 jam secara terus

(13)

commit to user

menerus dalam seminggu (termasuk pekerja keluarga tanpa upah yang membantu dalam suatu usaha atau kegiatan ekonomi) (BPS, 2012). 2. Pedesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian,

termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa, pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi (Bintarto, 1989).

3. Daerah pinggiran (Peri Urban) adalah zona transisi dimana karakteristik daerah urban dan perdesaan bertemu. Dalam penelitian ini Kota Surakarta sebagai Kota inti dan Kecamatan Baki sebagai daerah sekitarnya yang terpengaruh (Bintarto, 1989).

4. Petani pemilik penggarap adalah seseorang yang mengusahakan usaha pertanian dengan mempertimbangkan resiko sendiri, dimana hasilnya nanti akan diperjualbelikan atas pengusahaan asset pribadinya.

5. Rumah tangga petani adalah sekelompok orang yang menempati sebagian atau seluruh bangunan, dimana pada umumnya berada dalam satu dapur atau mengurus kebutuhan sehari- hari bersama menjadi satu. 6. Kegiatan usahatani adalah semua kegiatan dimana seseorang atau

sekumpulan orang berusaha mengelola unsur-unsur produksi seperti alam, tenaga kerja, modal dan ketrampilan dengan tujuan berproduksi untuk menghasilkan produk di lapangan pertanian.

7. Kegiatan luar usahatani adalah semua kegiatan dimana seseorang atau sekumpulan orang berusaha mengelola sesuatu sesuai dengan ketrampilannya untuk menghasilkan barang maupun jasa.

8. Pendapatan rumahtangga adalah sejumlah nilai dari seluruh uang, barang dan jasa yang diterima oleh rumahtangga, baik itu dari kepala keluarga maupun anggota rumahtangga lainnya yang dilakukan dalam satu periode yang dihitung dari hasil berusahatani dan luar usahatani yang diukur dalam satuan Rupiah (Rp) per bulan.

9. Pendapatan rumahtangga dari usaha pertanian adalah sejumlah nilai dari seluruh uang, barang dan jasa yang diterima oleh rumahtangga yang diterima dari usaha tani yang dilakukan baik itu dari kepala keluarga

(14)

commit to user

maupun pendapatan anggota rumahtangga lainnya yang dihitung dari hasil berusahatani dan luar usahatani yang diukur dalam satuan Rupiah (Rp) per bulan.

10. Pendapatan rumahtangga dari usaha non-pertanian adalah sejumlah nilai dari seluruh uang, barang dan jasa yang diterima oleh rumahtangga yang diterima dari usaha lain diluar kegiatan pertanian.

11. Luas lahan pertanian adalah luas lahan pertanian yang dimiliki oleh rumahtangga petani. Lahan yang dihitung adalah luas lahan yang dimiliki oleh responden sebagai satu rumahtangga, diukur dalam satuan hektar (ha).

12. Luas lahan non pertanian adalah luas lahan usaha non pertanian yang dimiliki oleh rumahtangga petani, yang dimiliki oleh responden sebagai satu rumahtangga.

13. Kontribusi Pendapatan adalah besar sumbangan pendapatan dari pekerjaan tertentu untuk menunjang kebutuhan hidup dibandingkan dengan total pendapatan yang didapatkan dalam rumahtangga.

14. Ketahanan pangan rumah tangga merupakan kemampuan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan pangan.

15. Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi (dimakan) atau diminum seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Jenis dan jumlah pangan merupakan informasi yang penting dalam menghitung jumlah zat gizi yang dikonsumsi.

16. Tingkat konsumsi energi / TKE yaitu perbandingan antar jumlah energi yang dikonsumsi anggota keluarga dengan kecukupan energi yang dibutuhkan oleh anggota keluarga tersebut per orang perhari yang disesuaikan dengan umur.

17. Tingkat konsumsi protein / TKP yaitu perbandingan antar jumlah protein yang dikonsumsi anggota keluarga dengan kecukupan protein yang dibutuhkan oleh anggota keluarga tersebut per orang perhari yang disesuaikan dengan umur.

(15)

commit to user

18. Strategi Coping adalah upaya memperjuangkan kehidupan ekonomi akibat berbagai risiko, rumahtangga petani biasanya akan melakukan berbagai aktivitas untuk bertahan hidup agar tidak terjadi kerawanan pangan.

19. Diversifikasi pendapatan rumahtangga adalah pola pengalokasian dari sumber daya tertentu yang dilakukan oleh rumahtangga pada berbagai aktivitas untuk mendapatkan sumber - sumber pendapatan baru.

20. Jumlah tanggungan rumahtangga adalah variabel yang mencerminkan banyaknya tanggungan yang harus ditanggung untuk anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah dan mempunyai hubungan keluarga dimana anggota tersebut makan dari dapur yang sama atau pengurusan tentang kebutuhan sehari – hari berada dalam satu pengelolaan, diukur dalam satu jiwa.

21. Jumlah anggota keluarga adalah variabel yang mencerminkan banyaknya jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah dan mempunyai hubungan keluarga dimana anggota tersebut makan dari dapur yang sama atau pengurusan tentang kebutuhan sehari – hari berada dalam satu pengelolaan, diukur dalam satu jiwa.

Gambar

Gambar 1. Skema Kerangka Konseptual  D.  Pembatasan Masalah

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, berdasarkan biplot AMMI2 dapat disimpulkan meskipun respon berat kering padi tertinggi pada pemupukan NPK, namun tidak semua lokasi membutuhkan pupuk

nilai agarna, sehingga bisa berperi laku yang sopan dan baik sesuai dengan. ajaran agama Program pengajian selama ini baru dipusatkan di

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi reaksi yang optimum pada reaksi konversi senyawa dalam tanaman selasih hijau dengan metode MAOS dengan pelarut etilen

Studi kasus Program Diploma III Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang,Pembimbing 1 : Rohmah Susanto,S.Kep,Ns.. Pembimbing II Siti:

Penelitian dilakukan dengan membuat 3 formula pasta gigi ekstrak maserasi daun mahkota dewa dengan etanol 70% dengan konsentrasi Tragakan yang berbeda yaitu 0,5% (F.. I), 1,0% (F

Adaptasi juga sudah terlaksana dengan baik pada Amanda Taylor dimana dengan adanya bantuan dana usaha dari pemeriantah melalui Disperindag Aceh berupa mesin

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut untuk mengetahui apakah perubahan Infrastruktur Jalan, listrik, dan air berpengaruh positif terhadap

pelaksanaan proyek ini 42 Komitmen semua pihak yang terlibat pada proyek ini **43 Manajemen yang baik di lokasi proyek ini *44 Faktor seperti kecurangan dan