• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mata Kuliah Perencanaan Kota [Review Materi]

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Mata Kuliah Perencanaan Kota [Review Materi]"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

2015

Dea Siti Nurpiena

[3613100055]

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Mata Kuliah Perencanaan Kota

[Review Materi]

(2)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota | Institut Teknologi Sepuluh Nopember | 28 Maret 2015 Page 2 1. Pemahaman Dasar Tentang Kota, Perkotaan, Dan Kawasan-Kawasan Fungsional Di

Perkotaan

1.1 Pengertian Kota, Perkotaan, Bagian Wilayah Kota, Kawasan Fungsional Perkotaan

a. Kota

Kota adalah pusat permukiman dan kegiatan penduduk yang mempunyai batasan wilayah administrasi yang diatur dalam peraturan perundangan serta pemukiman yang telah memperlihatkan watak dan ciri kehidupan perkotaan. (Permen Dagri No. 2 Tahun 1987 tentang Penyusunan Rencana Kota)

Sementara menurut Max Weber, kota adalah suatu tempat yang penghuninya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal. Ciri kota adalah adanya pasar sebagai benteng serta mempunyai sistem hukum tersendiri dan bersifat kosmopolitan.

b. Perkotaan

Definisi perkotaan tercantum pada Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang mana kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

c. Bagian Wilayah Kota

Definisi Bagian Wilayah Kota (BWK) yang ada dalam website pustaka PU (http://pustaka.pu.go.id) yakni, satuan zonasi pada kawasan perkotaan yang dikelompokkan sesuai dengan kesamaan fungsi adanya sesuai dengan kesamaan fungsi, adanya pusat tersendiri, kemudahan aksesibilitas, dan batasan-batasan, baik fisik maupun administrasi.

d. Kawasan Fungsional Perkotaan

1) Kota Pusat Produksi, mengubah bahan mentah menjadi barang setengah jadi.

2) Kota Pusat Perdagangan, sebagai pusat yang memiliki sarana penyalur bahan kebutuhan pokok penduduk kota dan hiterland-nya.

3) Kota Pusat Pemerintahan, kota yang banyak terdapat kantor pemerintahan.

4) Kota Pusat Kebudayaan, berhubugan erat dengan adat istiadat yang berlaku pada masyarakat setempat.

5) Kota Pusat Kesehatan, menonjolkan pusat-pusat pelayanan kesehatan khusus bagi masyarakat.

6) Kota Penopang Kota Pusat, kota satelit. Contoh: Jakarta; Depok, Tangerang, Bekasi, dll. 1.2 Klasifikasi Kota dan Rank Size Rule

a. Klasifikasi Kota

1) Kota Kecil, berpenduduk 10.000-100.000 jiwa. (Cth: Majalengka, Jabar)

2) Kota Menengah, berpenduduk 100.001-500.000 jiwa. (Cth: Purwokerto, Jateng) 3) Kota Besar, berpenduduk lebih dari 500.000 jiwa. (Cth: Balikpapan, Kaltim) 4) Kota Metropolitan, berpenduduk lebih dari 1.000.000 jiwa. (Cth: Surabaya, Jatim)

(3)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota | Institut Teknologi Sepuluh Nopember | 28 Maret 2015 Page 3

b. Rank Size Rule

Rank Size Rule adalah formula untuk mengamati hierarki kota-kota, yang bertujuan untuk

mengetahui hubungan antara kedudukan (rank) suatu kota dengan jumlah penduduknya, bukan hubungan antar kota. Merupakan alat yang sifaktnya induktif, yang dikembangkan oleh

Zipf pada tahun 1941.

𝑃𝑛 = 𝑃1 𝑛 , dimana Pn adalah jumlah penduduk pada kota dengan ranking ke-n, P1 merupakan jumlah penduduk pada kota terbedar, dan n yakni ranking kota.

1.3 Kota Metropolitan dan Megapolitan

Perkotaan metropolitan dapat didefinisikan sebagai suatu kawasan yang merupakan aglomerasi dari beberapa kota yang berdekatan dan terkait dalam satu sistem kegiatan sosial ekonomi, termasuk prasarana dan sarana perniagaannya, dengan satu kota utama berperan sebagai inti dan kota-kota lainnya sebagai satelit. Sementara kota megapolitan adalah wilayah perkotaan berskala besar yang terkait dengan perkotaan sekitarnya sebagai satu kesatuan sosial, ekonomi, geografi dan ekologi yang saling terhubung dalam satu kesatuan jaringan prasarana.

1.4 Perkembangan Kota-kota di Indonesia dan di Dunia

Menurut Ilhami (1988), perkembangan kota yang terjadi adalah berawal dari desa yang mengalami perkembangan yang pasti, yang mana dipengaruhi banyak faktor antara lain keadaan geografis, tapak (site), fungsi kota, sejarah dan kebudayaan, serta unsur-unsur umum. Adapun teori-teori dalam perkembangan kota-kota, antara lain:

a. Teori Konsentris, kecenderungan berkembang ke arah luar di semua bagiannya. (E.W. Burgess (Yunus, 1999))

b. Teori Sektor, berangsur-angsur menghasilkan kembali karakter yang dipunyai oleh sektor-sektor yang sama terlebih dahulu. (Homer Hoyt (Yunus, 1991 & 1999)

c. Teori Inti Ganda, pertumbuhan kota yang berawal dari suatu pusat yang menjadi kompkes yang memuncuklan nukleus-nukleus baru yang berfungsi sebagai kutub pertumbuhan. (Harris dan Ullman, 1945)

d. Teori Konsektoral, teori yang menggabungkan konsentris dan sektoral, namun penekanan konsentril lebih ditonjolkaN. (Peter Mann, 1965)

e. Teori Poros, menekankan pada peranan transportasi dalam mempengaruhi struktur keruangan kota. (Babcock, 1932)

f. Teori Historis, mendasarkan analisisnya pada kenyataan historis yang berkaitan dengan perubahan tempat tinggal penduduk di dalam kota. (Alonso, )

2. Permasalahan Dan Konsep-Konsep Pembangunan Kota 2.1 Permasalahan Kota-kota di Indonesia

Adapun permasalahn kota-kota di Indonesia pada era ini adalah tingkat urbanisasi yang tinggi, yang menyebabkan jumlah penduduk di kota lebih banyak dari desa. Akibat dari perpindahan besar-besaran, angka kemiskinan di perkotaan pun menjadi lebih tinggi, serta

(4)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota | Institut Teknologi Sepuluh Nopember | 28 Maret 2015 Page 4 kualitas lingkungan hidup perkotaan yang menurun, karena banyak muncul permukiman kumuh di sudut-sudut kota. Permasalah transportasi pun menjadi bagian dari kota, banyaknya jumlah pengguna kendaraan pribadi seperti motor menyebabkan kemacetan parah pada kota padat. Karena kebutuhan akan rumah di kota-kota, hal ini menyebabkan berkurangnya area untuk ruang terbuka hijau. Adapun solusi yang dapat dilakukan antara lain dengan melakukan pendekatan-pendekatan seperti Bottom Up, Top Down, Interactive, Dual Level.

2.2 Kebijakan dan Strategi Pengembangan Perkotaan di Indonesia

Isi dari kebijakan dan strategi perkotaan di Indonesia yang disusun oleh Kementerian Pekerjaan Umum terdiri dari 3 kebijakan, antara lain:

1) Pemantapan peran dan fungsi kota dalam pembangunan nasional.

2) Pengembangan permukiman yang layak huni, sejahtera, berbudaya dan berkeadilan sosial. 3) Peningkatan kapasitas SDM serta kelembagaan pusat dan daerah dalam pengelogan

pembangunan perkotaan.

3. Konsep-Konsep Pembangunan Kota 3.1 Green Cities

Implikasi dari pendekatan-pendekatan yang disampaikan para ahli adalah menghindari pembangunan kawasan yang tidak terbangun. Hal ini menekankan pada kebutuhan terhadap rencana pengembangan kota dan kota-kota baru yang memperhatikan kondisi ekologis lokal dan meminimalkan dampak merugikan dari pengembangan kota, selanjutnya juga memastikan pengembangan kota yang dengan sendirinya menciptakan aset alami lokal.

Figure 1 Curitiba, Brazil Figure 2 Surabaya, Indonesia

3.2 Mega Cities

Sebuah Megacity biasanya didefinisikan sebagai wilayah metropolitan dengan jumlah penduduk lebih dari sepuluh juta orang. Sebuah Megacity bisa menjadi daerah metropolitan tunggal atau dua atau lebih daerah metropolitan yang menyatu. Istilah conurbation, metropolis dan metroplex juga diterapkan pada keduanya.

Figure 3 Tokyo, Japan Figure 4 NYC, USA Figure 5 Jakarta, Indonesia

3.3 Satellite Town

Kota baru yang sengaja dibangun untuk aktivitas pemerintahan, dirancang sebagai kota mandiri dengan menyediakan aktivitas (pekerjaan) bagi penduduknya agar kota baru dapat menjadi tempat bemukim para pendatang. (Alonso, Bourne 1978: 536)

(5)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota | Institut Teknologi Sepuluh Nopember | 28 Maret 2015 Page 5

Figure 6 Bucheon, South Korea Figure 7 Bekasi, Indonesia

3.4 Smart & Compact Cities

Smart Cities adalah pengembangan dan pengolahan kota dengan pemanfaatan Teknologi

Informasi dan Kominikasi untuk mengubungkan, memonitor, dan mengendalikan berbagai sumber daya yang ada di dalam kota dengan lebih efektif dan efisien untuk memaksimalkan pelayanan kepada warganya serta mendukung pembangunan berkelanjutan. Sementara

Compact Cities adalah konsep desain dan perencanaan perkotaan yang berfokus terdapa

pembangunan berkepadatan tinggi dengan penggunaan yang beragam dan bercampur jadi satu dalam satu lahan yang sama untuk mengefisienkan lahannya semaksimal mungkin.

Figure 8 Barcelona, Spain Figure 9 Roppongi Hills, Tokyo, Japan

4. Pengantar Psikologi Perkotaan I & II

Menurut Holahan, 1977 dan Baum dalam Elyacoubi, 1999; psikologi perkotaan (urban

psychology) adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara perilaku (sosial)/ eksperiensi

manusia (kota) dengan lingkungan (perkotaan) tempat perilaku berlangsung. Sementara sosiologi perkotaan (urban sociology), dalam kamus Random House, 2014 yakni studi sosiologis mengenai kota-kota dan perannya di dalam pengembangan masyarakatnya.

Adapun pendekatan sosio-spasial dan psikologi lingkungan dalam perencanaan kota, yaitu: 1) Sociospatial Dialektic (Knox, 1994), hubungan antara masyarakat kora dengan ruang kota. 2) Socio-spatial Perspective (Gottdiener & Hutchinson, 2011), interaksi antara masyarakat

dan ruang kota.

3) Psikologi Lingkungan (Environmental Psychology), adalah ilmu yang mempelajari relasi antara perilaku dengan konteks lingkungan tempat perilaku tersebut berlangsung.

References

---. (t.thn.). Direktori Istilah Bidang Pekerjaan Umum. Dipetik Maret 28, 2015, dari Pustaka Pekerjaan Umum: http://pustaka.pu.go.id

Republik Indonesia. (1987). Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 Tentang Pedoman Penyusunan

Pencana Kota. Jakarta: Serikat Negara.

Republik Indonesia. (1999). Undang-Undang No. 22 Tentang Pemerintah Daerah. Jakarta: Serikat Negara. Republik Indonesia. (2007). Undang-Undang No. 26 Tentang Tata Ruang. Jakarta: Serikat Negara.

Referensi

Dokumen terkait