• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SANITASI RUMAH TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT TB PARU DI WILAYAH KERJA UPT PUSKESMAS MENGWI I TAHUN 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH SANITASI RUMAH TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT TB PARU DI WILAYAH KERJA UPT PUSKESMAS MENGWI I TAHUN 2013"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SANITASI RUMAH TERHADAP KEJADIAN

PENYAKIT TB PARU DI WILAYAH KERJA UPT PUSKESMAS

MENGWI I TAHUN 2013

I Ketut Sujana¹, I Made Patra², I Made Bulda Mahayana³

Abstract. Tuberculosis is one of the health problems in Indonesia and as one of the

causes of death in developing countries including Indonesia. Patient treatment efforts through strategy Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) has been implemented by the government, but the percentage of patients with pulmonary TB in 2010-2011 in Badung regency, especially in public health Mengwi I increased from 0,023% to 0,048%. The purpose of this study to determine the effect of sanitation on the incidence of tuberculosis disease in the region of public health Mengwi I, Mengwi sub-district, Badung regency. This study was an observational retrospective case-control design. Data analysis of this study include descriptive analysis and statistical analysis to test the correlation with the Chi Square test. The results showed that ventilation, natural lighting and humidity have a significant effect on the incidence of tuberculosis disease with odds ratio values respectively - each ie 9,048 for ventilation, natural lighting and 11,4 to 14,929 for the humidity of the room. The conclusion of this study is the state of the home ventilation, natural lighting and humidity of the room is a risk factor for tuberculosis disease incidence in the region of public health Mengwi I.

Keywords: Home Sanitation; Incidence; Tuberculosis. Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah suatu

penyakit infeksi yang menular, disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis. Sumber penularan berasal dari dahak penderita dengan BTA positif ke udara dalam bentuk droplet yang sangat kecil pada waktu batuk atau bersin. Apabila droplet yang mengandung kuman tuberkulosis terhisap oleh seseorang dan sudah menetap di dalam parunya, maka kuman tersebut akan berkembang biak dan terjadilah infeksi. Orang yang serumah dengan penderita TB BTA positif besar kemungkinannya terpapar kuman tuberkulosis ( Depkes RI, 1995).

Penyakit tuberkulosis di Provinsi Bali merupakan masalah kesehatan, hal ini dikarenakan adanya peningkatan prosentase penderita TB BTA positif yaitu 0,039 % tahun 2010 dan 0,04 % tahun 2011 (Dikes Provinsi Bali, 2010, 2011). Prosentase penderita TB positif kasus baru di Kabupaten Badung juga terjadi peningkatan yaitu 0,026 % di tahun 2010 dan 0,031 % di tahun 2011. Apabila dilihat sebaran temuan

penderita TB (kasus baru, lama, Ro. positif) di masing – masing Kecamatan dari tahun 2010 sampai dengan 2011, prosentase penderita di Kecamatan Mengwi meningkat dari 0,032 % menjadi 0,045 % dan khususnya di UPT Puskesmas Mengwi I dari 0,023 % menjadi 0,048 % (Dikes Kab. Badung, 2010, 2011).

Program pengobatan TB melalui strategi

Directly Observed Treatment Shortcourse

(DOTS) telah diupayakan oleh pemerintah sejak tahun 1995 melalui promosi, penggalangan kerja sama dan kemitraan dengan program terkait dan swasta dalam wujud Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan TB/Gerdunas TB (Depkes RI, 2008). Selain upaya pengobatan yang terprogram, diperlukan adanya tindakan pencegahan guna mengurangi penularan bakteri mycobacterium tuberculosis dilihat dari sanitasi rumah. Berdasarkan survey pendahuluan yang peneliti lakukan pada 6 penderita TB Paru (kasus baru tahun 2013) yang tersebar pada 4 Desa di wilayah kerja UPT Puskesmas Mengwi I menunjukkan

(2)

g

bahwa 83,3 % ventilasi rumahnya tidak memenuhi syarat, 100 % pencahayaan alaminya tidak memenuhi syarat, 100 % kelembaban ruangannya tidak memenuhi syarat, 100 % tidak padat penghuni, 83,3 % lantainya memenuhi syarat dan 100 % dinding rumah memenuhi syarat. Maka dari itu perlu diketahui lebih mendalam mengenai pengaruh sanitasi rumah terhadap kejadian penyakit TB paru sebagai dasar penyusunan program penanggulangan. Berdasarkan latar belakang di atas peneliti melakukan penelitian tentang pengaruh sanitasi rumah terhadap kejadian penyakit TB paru di wilayah kerja UPT Puskesmas Mengwi I, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung tahun 2013. Penelitian dilakukan selama 1,5 bulan yaitu bulan Agustus sampai dengan Oktober 2013.

Tujuan yaitu : (1) Untuk mengetahui pengaruh ventilasi rumah terhadap kejadian penyakit TB paru. (2) Untuk mengetahui pengaruh pencahayaan alami terhadap kejadian penyakit TB paru. (3) Untuk mengetahui pengaruh kelembaban ruangan terhadap kejadian penyakit TB paru.

Penyakit menular yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis ini, biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara pernafasan ke dalam paru (Depkes RI, 1995). Gejala utamanya adalah batuk berdahak selama 2 - 3 minggu atau lebih dan disertai gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk berdarah, sesak nafas dan nyeri dada, badan lemah, nafsu makan kurang, berat badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan.

Menurut Hiswani (2004) tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengurangi keparahan penyakit tuberkulosis antara lain : a. Meningkatkan status sosial ekonomi rendah yang merupakan faktor menjadi sakit. b. Penyediaan sarana kesehatan untuk pemeriksaan dan pengobatan dini bagi penderita. c. Pengobatan preventif, sebagai tindakan keperawatan terhadap penyakit inaktif dengan pemberian Iso Niacid

Hydrasida (INH) d. Vaksinasi BCG kepada

bayi. e. Pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan gejala TB paru. f.

Screening dengan tuberculin test pada

kelompok berisiko tinggi . Faktor status sosial ekonomi sangat erat kaitannya dengan keadaan rumah, kepadatan penghuni dan lingkungan perumahan. Menurut Winslow dan APHA (dalam Heru Subaris Kasjono, 2011) rumah sehat harus memenuhi persyaratan fisiologis, psychologis,

mencegah penularan penyakit dan mencegah terjadinya kecelakaan. Persyaratan secara

fisiologis meliputi : (1). Ventilasi minimal

10 % dari luas lantai ruangan untuk menjamin sirkulasi udara yang baik sehingga temperatur ruangan dapat dipertahankan antara 22°C - 30°C dengan kelembaban optimum 60 %. Pernyataan tersebut sesuai dengan Konsep Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) TB (Kemenkes RI, 2012) bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi seseorang terinfeksi TB adalah ventilasi udara, disamping faktor lainnya seperti konsentrasi percik renik di udara dan jumlah kuman yang terhirup serta lamanya pajanan. Pada Permenkes RI No. 1077/Menkes/Per/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruangan Rumah, juga telah ditetapkan persyaratan kelembaban yaitu 40 – 60 %. Kelembaban yang tinggi dalam ruangan tidak baik untuk kesehatan penghuninya karena dapat menjadi media yang baik untuk tumbuh dan berkembangnya kuman tuberkulosis, (Deni Sri Wahyuni, 2012). (2). Pencahayaan dalam ruangan dapat berupa pencahayaan alami atau buatan, secara langsung atau tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan. Intensitas pencahayaan dalam ruangan minimal 60 lux (Permenkes RI No. 1077, 2011). Kurangnya cahaya matahari masuk ke dalam ruangan rumah, disamping kurang nyaman juga merupakan tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit penyakit. Menurut Hiswani (2004) bahwa pencahayaan alami yang memenuhi syarat dibutuhkan pada setiap ruangan rumah, karena cahaya matahari secara alamiah dapat membunuh

(3)

g

bakteri patogen dalam rumah terutamanya kuman mycobacterium tuberculosis.

Metode

Jenis penelitian ini adalah observasional

retrospektif dengan rancangan kasus kontrol

(case control study) bersifat analitik. Menurut Eko Budiarto (2002), rancangan penelitian kasus kontrol dengan paradigma akibat ke sebab yang diukur dan dibandingkan dengan pengalaman terpajan oleh faktor yang diduga sebagai penyebab timbulnya penyakit dan bukan insiden seperti pada penelitian prospektif. Penelitian diawali dengan kelompok penderita sebagai kasus dan kelompok bukan penderita sebagai kontrol. Selanjutnya kedua kelompok ditelusuri ke belakang untuk mencari perbedaan dalam pengalaman terpajan oleh faktor yang diduga sebagai penyebab timbulnya penyakit. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien TB paru dengan BTA positif dan masyarakat di sekitar penderita TB yang ada di wilayah kerja UPT Puskesmas Mengwi I. Populasi pada penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu kelompok kasus dan kelompok kontrol. Kasus dalam penelitian ini adalah semua pasien tuberkulosis paru dengan BTA positif lama dan baru yang melakukan pemeriksaan dan tercatat pada buku register TB UPT Puskesmas Mengwi I, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung tahun 2012 sampai dengan Juni 2013. Sedangkan kelompok kontrol dalam penelitian ini adalah masyarakat yang ada di wilayah kerja UPT Puskesmas Mengwi I, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung tahun 2013 yang tidak terdiagnose TB paru dan berada di sekitar kelompok kasus. Kesetaraan antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol dilakukan dengan memilih kontrol yang setara dengan kasus berdasarkan status sosial ekonominya dan tinggal berdekatan dengan kelompok kasus. Jumlah kasus adalah 26 kasus yang tersebar di tujuh Desa. Jumlah kontrol yang diambil sama dengan jumlah kasus yaitu 26 orang.

Data yang dikumpulkan adalah data primer melalui wawancara, observasi dan

pengukuran. Wawancara dilakukan untuk memperoleh data identitas responden dan pendapatan kepala keluarga. Observasi dilakukan untuk memperoleh data keadaan rumah meliputi luas lantai ruangan, luas ventilasi rumah, pencahayaan alami dan kelembaban ruangan. Luas ventilasi diukur dengan menghitung luas penghawaan dibagi luas lantai ruangan dikalikan 100 %. Pencahayaan alami diukur menggunakan lux meter digital model DM – 28 pada setiap ruangan, kemudian dirata – ratakan. Kelembaban diukur menggunakan Hygrometer digital merk Hisamatzu type : Ex-900 TRH. Analisis data meliputi analisis deskriftif dan analisis statistik menggunakan uji Chi Square, dengan tingkat kepercayaan 95 %.

Hasil dan Pembahasan 1. Ventilasi rumah

Berdasarkan hasil observasi dan pengukuran yang dilakukan pada penelitian ini diperoleh data keadaan ventilasi rumah bahwa dari 27 sampel yang keadaan ventilasinya memenuhi syarat, 7 (25,9 %) pada kelompok kasus dan 20 (74,1 % ) pada kelompok kontrol. Sedangkan dari 25 ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat, 19 (76,0 %) pada kelompok kasus dan 6 (24 %) pada kelompok kontrol. Uji statistik diperoleh nilai p = 0,001 dan OR = 9,048. Nilai p < 0,05 artinya Ho ditolak, hal ini berarti ventilasi rumah mempunyai pengaruh terhadap kejadian penyakit TB paru dan orang yang ventilasi rumahnya tidak memenuhi syarat memiliki risiko kejadian tuberkulosis 9,048 kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang ventilasi rumahnya memenuhi syarat.

Menurut Winslow dan APHA (dalam Heru Subaris Kasjono, 2011) bahwa salah satu syarat fisiologis rumah sehat yaitu ventilasi minimal 10 % dari luas lantai ruangan. Luas minimum lubang ventilasi tersebut sudah cukup digunakan sebagai jalan keluar masuknya udara. Hal ini sesuai juga dengan Konsep Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) TB (Kemenkes RI, 2012) bahwa salah satu faktor yang

(4)

g

dapat mempengaruhi seseorang terinfeksi TB adalah ventilasi udara, disamping faktor lainnya seperti konsentrasi percik renik di udara dan jumlah kuman yang terhirup serta lamanya pajanan. Makin dekat dengan sumber infeksi dan makin lama waktu terpajan akan meningkatkan faktor risiko seseorang terinfeksi. Selain menjamin terjadinya sirkulasi udara yang cukup pada setiap ruangan dengan ventilasi yang memenuhi syarat, aliran udara secara terus menerus dapat membebaskan udara dalam ruangan dari bakteri pathogen seperti

mycobacterium tuberculosis. Tidak cukupnya ventilasi juga dapat mengakibatkan kelembaban dalam ruangan meningkat. Ruangan yang lembab dapat menjadi media yang baik untuk berkembangnya bakteri patogen termasuk

mycobacterium tuberculosis.

Mengingat pentingnya fungsi ventilasi

maka setiap ruangan rumah harus dilengkapi ventilasi minimal 10 % dari luas lantai ruangan yaitu 5 % ventilasi tetap dan 5 % ventilasi insidentil. Upaya yang dapt dilakukan untuk mengatasi ventilasi yang kurang atau tidak memenuhi syarat yaitu dengan membuka jendela yang ada secara rutin setiap hari, membersihkan lubang ventilasi secara berkala dan membiarkan pintu setiap ruangan tetap terbuka pada siang hari saat penghuninya berada di rumah. Bila memungkinkan untuk jangka panjang dapat dilakukan dengan menambah lubang penghawaan seperti jendela dengan penempatan di tengah – tengah dinding dan tidak terhalang oleh bangunan lainnya agar terjadinya sirkulasi udara secara maksimal. 2. Pencahayaan alami

Keadaan pencahayaan alami pada sampel baik kelompok kasus maupun kelompok kontrol yaitu dari 24 sampel yang pencahayaan alaminya memenuhi syarat, 5 (20,8 %) pada kelompok kasus dan 19 (79,2 % ) pada kelompok kontrol. Sedangkan dari 28 sampel yang pencahayaan alaminya tidak memenuhi syarat 21 (75,0 %) pada kelompok kasus dan 7 (25,0 %) pada kelompok kontrol. Uji statistik diperoleh nilai p = 0,000 dan OR = 11,4. Nilai

probabilitas (p) < 0,05 artinya Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti pencahayaan alami mempunyai pengaruh terhadap kejadian penyakit TB paru dan orang yang tinggal pada rumah dengan pencahayaan alaminya tidak memenuhi syarat memiliki risiko terhadap kejadian TB paru 11,4 kali lebih tinggi dari pada orang yang pencahayaan alami rumahnya memenuhi syarat.

Pencahayaan alami setiap ruangan dalam rumah merupakan hal yang sangat penting dan menunjang kesehatan. Menurut Hiswani (2004) bahwa kompoen rumah harus memenuhi persyaratan fisik dan biologis seperti pencahayaan. Pencahayaan alami yang memenuhi syarat dibutuhkan pada setiap ruangan rumah, karena cahaya matahari secara alamiah dapat membunuh bakteri patogen dalam rumah terutamanya kuman mycobacterium tuberculosis. Untuk itu bagi rumah yang pencahayaan alaminya masih kurang atau tidak memenuhi syarat sebaiknya dilakukan dengan mengganti sebagian genteng rumah dengan genteng kaca atau asbes plastik dan melobangi plafon pada ruangan tepat di bawah genteng kaca atau asbes plastik tersebut agar sinar dari atas dapat masuk dan menyinari ruangan secara langsung. Untuk jangka panjang dapat juga dilakukan dengan penambahan lubang penghawaan seperti jendela yang dapat berfungsi ganda yaitu sebagai tempat masuknya cahaya matahari dan keluar masuknya udara.

3. Kelembaban ruangan

Keadaan kelembaban ruangan pada penelitian ini yaitu dari 23 sampel yang kelembaban ruangannya memenuhi syarat, 4 (17,4 %) pada kelompok kasus dan 19 (82,6 % ) pada kelompok kontrol. Sedangkan dari 29 sampel yang tidak memenuhi syarat, 22 (75,9 %) pada kelompok kasus dan 7 (24,1 %) pada kelompok kontrol. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,000 dan OR = 14,929. Nilai p < 0,05 artinya Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti kelembaban ruangan memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit TB paru dan orang yang kelembaban ruangan rumahnya tidak

(5)

g

memenuhi syarat memiliki risiko akan mengalami kejadian penyakit TB Paru 14,929 kali lebih tinggi dari pada orang yang kelembaban ruangan rumahnya memenuhi syarat.

Menurut Deni Sri Wahyuni (2012), kelembaban yang tinggi dapat menjadi media yang baik untuk tumbuh dan berkembangnya kuman tuberkulosis. Pada Permenkes RI No. 1077/Menkes/Per/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruangan Rumah, persyaratan kelembaban yaitu 40 – 60 %. Untuk itu persyaratan secara fisiologis mutlak harus terpenuhi pada setiap rumah agar penghuninya tidak berisiko terhadap kejadian penyakit tuberkulosis yang dapat menyebabkan kematian. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi rumah dengan ruangan yang kelembabannya tidak memenuhi syarat yaitu dengan membuka jendela setiap hari dan membiarkan pintu rumah tetap terbuka pada siang hari selama penghuninya ada di rumah agar terjadi sirkulasi udara secara maksimal. Karena udara segar diperlukan untuk menjaga temperatur kamar 22°C – 30°C dan kelembaban udara dalam ruangan berkisar 60 % optimum. Untuk memperoleh kenyamanan udara dimaksud dengan kelembaban optimum diperlukan adanya ventilasi yang memenuhi syarat pada setiap ruangan rumah (Winslow dan APHA dalam Heru Subaris Kasjono, 2011).

Simpulan dan Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan :

1. Ventilasi rumah mempunyai pengaruh terhadap kejadian penyakit TB paru di wilayah kerja UPT Puskesmas Mengwi I, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung tahun 2013 dengan nilai p = 0,001 (p < 0,05).

2. Pencahayaan alami mempunyai pengaruh terhadap kejadian penyakit TB paru di wilayah kerja UPT Puskesmas Mengwi I, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung tahun 2013 dengan nilai p = 0,000 (p < 0,05).

3. Kelembaban ruangan mempunyai pengaruh terhadap kejadian penyakit TB paru di wilayah kerja UPT Puskesmas Mengwi I, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung tahun 2013 dengan nilai p = 0,000 (p < 0,05).

Berdasarkan hasil penelitian yang telah disimpulkan di atas dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut :

1. Disarankan kepada UPT Puskesmas Mengwi I sebaiknya lebih meningkatkan promosi kesehatan di bidang perumahan sehat yang berkaitan dengan penyakit TB paru dan tidak hanya menekankan pada pengobatan terhadap penderita saja, melainkan untuk masyarakat umum lainnya dan terlebih khusus bagi masyarakat yang berisiko terhadap kejadian penyakit TB paru.

2. Terkait dengan program bedah rumah dan peningkatan kualitas rumah diharapkan UPT Puskesmas Mengwi I dapat memberikan masukan pada rapat koordinasi tingkat Kecamatan Mengwi agar sektor terkait dalam program dimaksud memperhatikan persyaratan rumah sehat sehingga membantu masyarakat dan dapat mengurangi risiko terhadap kejadian penyakit TB paru. 3. Disarankan kepada masyarakat yang

tinggal di wilayah kerja UPT Puskesmas Mengwi I dan khususnya penderita TB paru beserta keluarganya agar membiasakan diri membuka jendela rumah setiap hari agar cahaya dapat masuk ke dalam ruangan, membersihkan lubang ventilasi sehingga terjadi sirkulasi udara secara maksimal. Bila memungkinkan untuk jangka panjang bagi yang ventilasinya tidak memenuhi syarat dapat dilakukan dengan menambah lubang penghawaan seperti jendela dengan penempatan pada dinding sebelah timur.

Daftar Pustaka

Budiarto, E., 2002, Metodologi Penelitian

Kedokteran : Sebuah Pengantar,

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

(6)

g

Depkes RI, 1995, Pedoman Penyakit

Tuberkulosis Dan Penanggulangannya, Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

______, 2008, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis,

Jakarta : Departeman Kesehatan Republik Indonesia.

Dikes Kab.Badung, 2010, Laporan Triwulan

Penemuan Pasien TB Per UPK,

Mangupura : Dikes Kabupaten Badung.

______, 2011, Laporan Triwulan Penemuan

Pasien TB Per UPK, Mangupura :

Dikes Kabupaten Badung.

Dikes Prov.Bali, 2010, Laporan Tahunan

Dinas Kesehatan Provinsi Bali,

Denpasar: Dikes Provinsi Bali. ______, 2011, Laporan Tahunan Dinas

Kesehatan Provinsi Bali, Denpasar:

Dikes Provinsi Bali.

Hiswani, 2004, Tuberkulosis Merupakan

Penyakit Infeksi Yang Masih Menjadi Masalah Kesehatan Masyarakat, Available : http://library.usu.ac.id/modules.php? (Acessed September 13,2008)

Kasjono, HS., 2011, Penyehatan Pemukiman, Yogyakarta: Gosyen

Publishing.

Kemenkes RI, 2011, Permenkes RI No.

1077/Menkes/Per/V/2011, Jakarta: Kemenkes RI.

______, 2012, Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tuberkulosis,

Jakarta: Kemenkes RI.

Wahyuni, DS., 2012, Hubungan Kondisi

Fisik Rumah dan Karakteristik Individu dengan Kejadian Tuberkulosis Paru BTA Positif di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2012, Available :

www.bimkes.org/wp- content/plugins/download-monitor/down.

Referensi

Dokumen terkait

Membawa kelengkapan dokumen asli atau dokumen yang dilegalisir oleh. pihak yang berwenang sebagaimana yang telah disampaikan

Harga impor AS meningkat dan melebihi estimasi pada Februari karena peningkatan pada harga barang modal yang terbesar sejak 2018 mengimbangi penurunan pada harga

PENJABARAN LAPORAN REALI SASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH.. TAHUN ANGGARAN 2016 PEMERI NTAH

Untuk membuat Modul ini penulis membuat struktur navigasi dan storyboard dengan menggunakan Macromedia Flash MX 2004 serta komponen-komponen lainnya yang mendukung proses

Untuk membuat web telah terdapat banyak software yang beredar di pasaran tetapi dari semua software tersebut masih terdapat banyak kekakuan atau kekurangan sehingga web tidak

Aplikasi Interaktif Learning Untuk Prasekolah ini merupakan sebuah aplikasi multimedia yang berisikan pelajaran tentang mengenal huruf, angka, bangun ruang, warna dan dilengkapi

Pada soal tingkat kedua (alasan jawaban) sebagian siswa menjawab salah yaitu difusi merupakan perpindahan zat terlarut dari daerah yang memiliki konsentrasi tinggi ke

4.3 Menelaah dan merevisi teks hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek sesuai dengan struktur dan kaidah teks baik secara lisan