• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINGKAT KECEMASAN KELUARGA PASIEN DI RUANG ICU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINGKAT KECEMASAN KELUARGA PASIEN DI RUANG ICU"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAT KECEMASAN KELUARGA PASIEN DI RUANG ICU

Mariyatul Kiptiyah1,2, Mustikasari3

1) Griya Bukit Jaya N7/11 RT 12/RW27 Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat 2) Rumah Sakit UmumDaerah Cibinong, Jl. Dadi Kusmayadi No. 27 Cibinong

3) Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok 16424 Abstrak

Kecemasan merupakan pengalaman manusia yang universal akibat ketidakpastian dan ketidakberdayaan perasaan yang bersumber dari pikiran yang tidak jelas dan tidak teridentifikasi. Kecemasan dimanifestasikan dengan respon fisiologis, kognitif afektif dan perilaku. Tujuan penelitian mengetahui tingkat kecemasan keluarga pasien di ICU. Desain penelitian menggunakan deskriptif dengan jumlah sampel penelitian 36 responden. Hasil penelitian tingkat kecemasan keluarga pasien di ICU RSUD Cibinong termasuk sedang (77,8%). Respon keluarga dalam menghadapi anggota keluarganya di ruang ICU masih dalam rentang adaptif. Perawat perlu menggunakan komunikasi terapeutik untuk menurunkan tingkat kecemasan keluarga pasien di ICU.

Kata kunci: Tingkat kecemasan, keluarga pasien ICU.

Abstract

Anxiety is a universal experience due to the feeling of uncertainty and helplessness that comes from thoughts that cannot identified clearly. Anxiety is manifested by physiological, cognitive, affective, and behavioral responses. This study aimed to determine the level of anxiety in the family who's their family member was cared in the ICU. Research design was simple descriptive and total sample was 36 respondents. The results showed that the level of anxiety in the family of patient's cared in Intensive Care Unit, District Hospital of Cibinong was moderate (77.8%). The family also responded in the range of adaptive behavior during the care of their family member in the ICU. Nurses need to use therapeutic communication to decrease the anxiety level of family of patients cared in the ICU. Keywords: Level of Anxiety, Family of Patient Cared in ICU.

Pendahuluan

Intensive Care Unit (ICU) merupakan fasilitas rumah sakit merawat pasien yang mengalami penyakit kritis (Jhon, 2005). Penyakit kritis terjadi secara tiba-tiba dan merupakan pengalaman traumatis bagi keluarga (Soderstrom, Saveman, Hagberg, & Benzein, 2009). Bagi keluarga ICU adalah tempat paling tidak menyenangkan karena respon emosional keluarga dituntut

lebih tinggi dibanding ruangan lainnya dan ketepatan dalam pengambilan keputusan bagi kelangsungan atau kualitas hidup anggota keluarganya (Pochard et al., 2005).

Keluarga pasien mengalami masalah psikologis akibat dirawatnya anggota

keluarga di ICU (Kulkarni,

Mallampalli, Parkar, Karnad, & Guntupalli, 2011). Reaksi emosional

(2)

yang biasa dialami keluarga pasien di ruang intensif adalah kecemasan, kemarahan, berduka, harapan, cinta, depresi tidak berdaya, kesepian, atau kesetiaan (Smeltzer, 2002). Studi di rumah sakit Amerika keluarga pasien menunjukkan gejala kecemasan 10-42% dan gejala depresi 16-35% (Kulkarni, Mallampalli, Parkar, Karnad, & Guntupalli, 2011).

Kecemasan merupakan suatu perasaan yang tidak terekspresikan dan tidak terarah karena suatu sumber ancaman atau pikiran yang tidak jelas dan tidak teridentifikasi (Stuart & Sundeen, 1998). Lebih dari dua pertiga keluarga pasien di ICU memiliki gejala kecemasan atau depresi selama hari-hari pertama perawatan dan dapat berubah seiiring dengan kondisi pasien selama perawatan (Pochard, et al, 2005). Kecemasan juga timbul sebagai akibat hasil perawatan yang tidak pasti, gejolak emosi, masalah keuangan, perubahan peran, gangguan rutinitas, dan lingkungan rumah sakit yang asing (Jane, 2002). Prevalensi tingkat kecemasan di ICU RS Islam Pekanbaru adalah kecemasan ringan

(15%), sedang (72,5%), dan berat (12,5%) (Astuti & Sulastri, 2012). Hasil penelitian awal yang dilakukan peneliti tanggal 3-6 Februari 2013 terhadap 10 responden didapatkan data tingkat kecemasan keluarga ringan (40%), sedang (50%), dan berat (10%). Perawat dapat berperan dalam menurunkan kecemasan yang dialami keluarga pasien. Rinawati, Maryana, &

Bardi’ah, 2012 mengemukakan

komunikasi yang terstruktur dapat mengurangi kecemasan keluarga pasien yang berada di ruang perawatan kritis. Kekhusu’an sholat fardlu juga bisa menenangkan jiwa keluarga pasien (Suriyanti, 2009).

Metodelogi

Penelitian ini deskriptif dan sampel yang diambil total sampling. Jumlah sampel 36 responden dengan kriteria hari pertama perawatan sampai kedua di ICU. Alat pengumpul data berupa kuesioner yang telah diuji coba dengan nilai validitas 0,423 sampai dengan 0,745 dan reliabilitas 0,921. Analisis yang digunakan adalah univariat.

(3)

Hasil Penelitian

Penelitian ini tidak melakukan penelitian terhadap karakteristik dari responden, karena tujuan dari penelitian ini adalah hanya menggambarkan tingkat kecemasan keluarga pasien.

1 Tingkat Kecemasan

Tingkat kecemasan responden pada penelitian ini dikatagorikan menjadi ringan, sedang, dan berat. Gambaran distribusi tingkat kecemasan responden dijelaskan pada tabel 1.

Berdasarkan hasil analisis tabel 1, diperoleh hasil responden mengalami tingkat kecemasan dalam katagori sedang (77,8 %).

2 Respon Kecemasan (Fisiologis, Kognitif, Afektif, dan Perilaku)

Respon kecemasan baik respon fisiologi, kognitif, afektif, dan perlaku dalam penelitian ini dikatagorikan menjadi ringan, sedang, dan berat. Gambaran frekuensi respon kecemasan responden dijelaskan pada tabel 2. Berdasarkan analisis tabel 2 diperoleh hasil respon kecemasan dari masing-masing respon terbanyak katagori sedang, yang meliputi respon fisiologis (55,5%), kognitif (66.7%), afektif (50%), dan perilaku ( 63,9% )

Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kecemasan (n=36)

No. Tingkat Kecemasan Frekuensi Persentasi (%)

1 Ringan 6 16,7

2 Sedang 28 77,8

3 Berat 2 5.6

(4)

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Respon Kecemasan (n=36)

No. Variable Ringan Sedang Berat Total

f % f % f % f % 1 Respon fisiologis 13 36,1 20 55,6 3 8,3 36 100 2 Respon kogniitif 13 36,1 18 50,0 3 8,3 36 100 3 Respon afektif 6 15,7 18 50,0 12 33,3 36 100 4 Respon perilaku 15 41,7 18 50,0 3 8,3 36 100 Pembahasan

Hasil penelitian tingkat kecemasan keluarga pasien di ruang ICU RSUD Cibinong dari 36 responden, diperoleh bahwa responden yang mengalami tingkat kecemasan dalam katagori sedang sebesar 77,8%, tetapi masih ada tingkat kecemasan berat sebesar 5,6%. Tingkat kecemasan sedang ditandai dengan respon fisiologis (jantung berdetak lebih cepat, tidak nafsu makan, dan adanya tekanan pada dada), respon kognitif (bingung, takut kehilangan seseorang atau ditinggal sendiri dan adanya gangguan konsentrasi), respon afektif (perasaan khawatir dan sedih), dan respon perilaku (tidak dapat beristirahat dengan tenang perasaan tidak nyaman (cemas), dan sulit tidur.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Astuti dan Sulastri (2012) yaitu persentasi tingkat kecemasan keluarga terbanyak adalah sedang (72,5%). Penelitian Irawati (2013) juga

menunjukkan keluarga pasien

mengalami kecemasan sedang

(51,5%). Meskipun hasil yang diperoleh sama, tetapi ada perbedaan dalam karakteristik responden. Pada penelitian ini responden yang diambil adalah keluarga yang baru masuk ruang ICU sampai hari kedua perawatan.

Stres tertinggi dialami keluarga pada saat pasien baru masuk ruang ICU sampai enam hari perawatan dan turun setelah 28 hari perawatan (Margo, et al., 1998). Lebih dari dua pertiga keluarga pasien memiliki gejala

(5)

kecemasan pada hari-hari pertama rawat inap dan dapat berubah dari waktu ke waktu yang dipengaruhi oleh kondisi pasien (Pochard, 2005). Temuan ini menunjukkan bahwa intervensi krisis penting selama fase awal merawat pasien sakit kritis dan keluarga mereka. Atas dasar inilah peneliti menentukan responden yang diambil adalah keluarga yang baru masuk sampai hari kedua perawatan di ICU.

Tingkat kecemasan sedang yang dirasakan keluarga pasien tersebut masih dalam rentang respon yang adaptif karena keluarga masih bisa diajak komunikasi sehingga masih bisa menerima informasi. Komunikasi terapeutik menjadi jalan untuk menyambung hubungan dan kerja sama dengan keluarga pasien selama perawatan.

Hasil dari penelitian ini respon fisiologis tergolong sedang (55,6%) dan respon fisiologis yang sering dirasakan oleh keluarga pasien adalah jantung berdetak lebih cepat, tidak nafsu makan, dan adanya tekanan pada

dada. Respon fisiologis pada kecemasan sedang adalah sering nafas pendek, mulut kering, tidak nafsu makan, diare, konstipasi dan gelisah (Pieter, Janiwarti & Marti, 2011). Ketegangan otot sedang, peningkatan tanda vital, perubahan suara, gemetar, sering kencing, sakit kepala, perubahan tidur, sakit punggung, serta keluar banyak (Videbeck, 2005). Berdasarkan penelitian Pambudi (2009) respon fisiologis yang sering dirasakan keluarga pasien adalah jantung berdebar-debar.

Hasil penelitian ini respon kognitif keluarga katagori sedang (50%), yang ditandai dengan bingung, takut ditinggal sendiri atau kehilangan seseorang, dan gangguan konsentrasi. Respon kognitif kecemasan sedang adalah lapang persepsi yang menyempit, rangsangan dari luar sulit diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatian (Pieter, Janiwarti & Marti, 2011). Pada kecemasan sedang individu akan selektif dalam memperhatikan sesuatu, kemampuan

memecahkan masalah menurun

(6)

Respon afektif dari penelitian ini termasuk sedang (50%) dan respon afektif yang sering muncul adalah perasaan khawatir dan sedih. Respon afektif pada kecemasan sedang adalah perasaan tidak aman (Pieter, Janiwarti & Marti, 2011). Respon afektif yang lain adalah tidak sabar, tegang, gugup, mati rasa, rasa bersalah, malu (Stuart, 2011).

Respon perilaku dari penelitian ini katagori sedang (50%), yang ditandai dengan tidak dapat beristirahat dengan tenang, perasaan cemas, dan sulit tidur. Respon perilaku pada kecemasan sedang adalah gerakan tersentak-sentak, meremas tangan, sulit tidur (Pieter, Janiwarti & Marti, 2011). Penelitian Margo, et al. (1998) menjelaskan bahwa respon perilaku anggota keluarga untuk penyakit kritis adalah kurang tidur, kurang asupan makanan, lebih suka berbicara dengan keluarga lain.

Ketika mengalami kecemasan, maka individu tersebut akan menggunakan mekanisme koping untuk mengatasi kecemasannya (Stuart & Sundeen,

1998; Stuart & Laraia, 2005). Cara mengatasi kecemasan dengan terapi individu, terapai kelompok, terapi keluarga, dan terapi obat-obatan ((Pieter, Janiwarti & Marti, 2011). Rinawati, Maryana, & Bardi’ah (2012) mengemukakan bahwa komunikasi terapeutik yang terstruktur dapat mengurangi kecemasan keluarga pasien di ruang perawatan kritis. Suryanti (2009) juga mengemukakan adanya dampak positif kekhusu’an sholat fardlu terhadap ketenangan jiwa keluarga pasien. Yoon (2007) menetapkan musik dan relaksasi dapat menjadi strategi koping untuk mendukung perawat selama merawat pasien di rumah sakit.

Kesimpulan

Tingkat kecemasan keluarga pasien yang berada di ruang tunggu berada pada kecemasan sedang, yang ditandai dengan (1) respon fisiologis jantung berdetak lebih cepat, tidak nafsu makan, adanya tekanan pada dada; (2) respon kognitif bingung, takut kehilangan seseorang atau ditinggal sendiri, dan gangguan konsentrasi; (3) respon perilaku tidak dapat beristirahat

(7)

dengan tenang, perasaan tidak nyaman (cemas), dan sulit tidur (insomnia); (4) respon afektif perasaan khawatir dan sedih.

Rekomendasi untuk mengurangi kecemasan antara lain adalah rumah sakit menyediakan ruang tunggu yang bersih, nyaman, aman, dan adanya sarana televisi atau musik sehingga keluarga bisa beristirahat dengan tenang dan nyaman. Perawat lebih meningkatkan kemampuannya dalam berkomunikasi terapeutik dan kerja sama dengan keluarga pasien seperti selalu melibatkan keluarga dalam pengambilan keputusan selama perawatan, dan mengajarkan tehnik relaksasi. Keluarga tetap bekerja sama dengan petugas, menjaga kebersihan ruangan, berserah diri dan berdoa pada

Tuhan sesuai agama dan

kepercayaannya.

Referensi

Astuti, N. & Sulastri, Y. (2012) Tingkat kecemasan keluarga pasien saat menunggu anggota keluarga yang dirawat di ruang ICU RSI Ibnu Sina Pekanbaru. Diunduh pada tanggal 5 Nopember 2012. Jurnal Photon volume 2 no. 2, Mei 2012.

Davidson, Jones, & Bienvenu. (2012). Family response to critical ilness : postintensive care syndrome family. Critical Care Medicine and Lippincott Williams & Wilkins.February 2012 - Volume 40 - Issue 2 - p 618–624.

Doi,10.1097/CCM.0b013e3182 36ebf9.

Irawati, S. (2013). Tingkat kecemasan keluarga di ICU dan HCU RSU Sumedang. Diunduh tanggal 20 Januari 2013. http://pustaka.unpad.ac.id/arc hives/124566/

Jhon, H. (2005). Kamus ringkas kedokteran Stedman untuk profesi kesehatan. Edisi 4. Jakarta : EGC.

Kulkarni, H., Kulkarni, K., Mallampalli, A., Parkar, S., Karnad, D., & Guntupalli, K. (2011). Comparison of anxiety, depression, and post-traumatic stress symptoms in relatives of ICU patients in an american and an indian public hospital. Indian Journal of Critical Care Medicine, 15(3), 147-156. doi:

http://dx.doi.org/10.4103/0972-5229.84891.  

Soderstrom, Britt-Inger Saveman, Hagberg, M. S., & Benzein, E. G. (2009). Family adaptation in relation to a family member's stay in ICU. Intensive & Critical Care Nursing, 25(5), 250-25.

doi:http://dx.doi.org/10.1016/j.i ccn.2009.06.006

(8)

Jane, S. L. (2002). Interventions to decrease family anxiety. Critical Care Nurse, 22(6), 61-5. Diunduh pada tanggal 20 September 2013. Retrieved from http://search.proquest.com/doc view/228188067?accountid=17 242. Pochard, F. et al (2005). Symptoms of anxiety and depression in family members of intensive care unit patients before discharge or death. A prospective multicenter study. Diunduh pada tanggal 20 Oktober 2012. Journal of Critical Care, 20(1), 90-96. doi:

http://dx.doi.org/10.1016/j.jcrc.

2004.11.004.

Rinawati S. A., Maryana, Atik Bardi’ah. (2012). Pengaruh panduan terstruktur komunikasi terapeutik perawat terhadap kecemasan keluarga pasien di unit perawatan kritis RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Diunduh pada tanggal 3 Mei 2013. Caring 01 f2b 2012#0754. Pdf. Smeltzer S.C. & Bare B.G. (2002).

Buku ajar keperawatan medical bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Volume 2. Jakarta : EGC.

Stuart, G.W, & Sundeen (1998). Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 5. Alih bahasa. Jakarta : EGC. Stuart, G.W, & Laraia, M. T. (1998).

Stuart sundeen’s principles and practice of psychiatric nursing. Sixth edition. St. Louis, Missouri : Mosby Inc.

Stuart, G.W, & Laraia, M. T. (2005). Principles and practice of psychiatric nursing. Edition 8 th. St. Louis, Missouri : Mosby Inc.

Stuart G. W. (2011). Buku saku keperawatan jiwa edisi 5. Jakarta : EGC

Suriyanti. (2009). Dampak kekhusu’an sholat fardlu terhadap ketenganan keluarga pasien rawat inap rumah sakit Islam Muhamadiyah Tegal. Skripsi. Diunduh pada tanggal 20 Juni 2013. Semarang : Fakultas Dakwa IAIN Walisongo. Yoon Kyung Choi. (2007). The effect

of music and progressive muscle relaxation on anxiety, fatique, and quality of life in family caregiver of hospice patients. Thesis committee B.M., Sungshin Women’s University.

Videbeck. S.L. (2005). Psychiatric mental health nursing. Lippincott.

Gambar

Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kecemasan (n=36)
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Respon Kecemasan (n=36)

Referensi

Dokumen terkait

penelitian menunjukkan bahwa modus tuturan yang digunakan oleh Ratu adalah modus langsung literal (60 data), modus tidak langsung literal (12 data), dan modus langsung tidak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah: (1) ada pengaruh kecerdasan emosional terhadap profesionalisme guru ditinjau dari locus of control ; (2) ada pengaruh

Dalam teori norma-norma budaya dikatakan bahwa pesan atau informasi yang disampaikan oleh media massa dengan cara-cara tertentu dapat menimbulkan tafsiran yang

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyedia yang teregistrasi pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dan memenuhi persyaratan sebagai berikut :.. IUJK dan SBUJK :

2004 tentang wakaf yaitu: Harta tidak bergerak (tanah, bangunan/bagian, tanaman dan benda lain berkaitan dengan tanah, hak milik atas satuan rumah susun, sumur, benda

Ketiga subjek juga mengalami kurang makan pada saat begadang, Hal ini dikarenakan ketiga subjek lupa untuk makan sehingga waktu makan pun tidak teratur.. Ketika begadang,

muhadhoroh (berceramah) di SMK Darul Amanah. 3) Peserta didik di SMK Darul Amanah untuk mendapatkan data perencanaan muhadhoroh (berceramah) yang telah mereka buat,

29 Sumber data primer dalam penelitian ini diperoleh dari wawancara dan observasi terhadap konseli seorang siswa di SMP Islam Tikung Lamongan yang mengalami minat