• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KONVERSI LAHAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V KONVERSI LAHAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

28 BAB V

KONVERSI LAHAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN

5.1. Fenomena Konversi Lahan di Kelurahan Mulyaharja

Kelurahan Mulyaharja merupakan salah satu daerah yang memiliki lahan pertanian cukup luas di Kota Bogor. Letak kelurahan ini berada di kawasan kaki Gunung Salak dan dilewati oleh sungai. Sebagian besar lahan di daerah ini merupakan lahan pertanian produktif dengan komoditas utama padi dan palawija. Mata pencaharian sebagai petani merupakan salah satu jenis strategi nafkah yang banyak digeluti oleh masyarakat Mulyaharja.

Kelurahan Mulyaharja sering memperoleh penghargaan dari Dinas Pertanian setempat di bidang pertanian. Banyak pelatihan-pelatihan yang diberikan oleh Dinas Pertanian untuk petani di Mulyaharja. Sehingga diharapkan pertanian di kelurahan ini bisa terus berkembang. Namun, seiring bertambahnya jumlah penduduk baik karena faktor kelahiran maupun migrasi penduduk yang masuk, membuat kebutuhan akan lahan terus meningkat. Lahan yang tadinya diperuntukan bagi kegiatan pertanian, kini banyak berubah menjadi pemukiman. Perkembangan perekonomian membuat para pengusaha tergiur untuk menginvestasikan modalnya dengan memanfaatkan lahan untuk kegiatan di luar sektor pertanian. Kebijakan pemerintah mengenai Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) yang mendukung konversi lahan, menjadi penyebab terjadinya konversi lahan di Mulyaharja.

Kasus konversi lahan mulai marak terjadi di Kelurahan Mulyaharja sekitar tahun 2000-an. Banyak warga (masyarakat asli dan pendatang) yang membangun kegiatan perekonomian seperti warung, toko, dan pabrik sepatu. Kegiatan perekonomian terpusat disepanjang jalan utama di Kelurahan Mulyaharja. Namun, sekitar tahun 2001 Perusahaan Pembeli Tanah Rakyat atau PTR (bukan nama sebenarnya) mulai masuk ke Kecamatan Bogor Selatan. Pihak PTR bisa masuk dan beroperasi di Kelurahan Mulyaharja karena mendapatkan izin dari pemerintah Kota Bogor. PTR bermaksud membangun bisnis properti berupa pembangunan kawasan perumahan real estate dan kawasan wisata di Kelurahan Mulyaharja dan sekitarnya. Awalnya, hanya lahan kosong dan kurang termanfaatkan yang menjadi

(2)

29 incaran pihak PTR. Namun dalam pelaksanaannya sedikit demi sedikit mulai meluas pada lahan pertanian yang produktif.

Proses jual beli lahan dilakukan oleh pihak PTR dengan warga yang mempunyai lahan melalui perantara atau mediator. Perantara atau mediator tersebut dikenal dengan sebutan biong. Sebelum menentukan lahan mana yang akan dibeli, pihak PTR telah membuat peta sendiri mengenai pengembangan kawasannya. Lahan yang masuk kawasan pengembangan akan segera dibeli oleh PTR. Pihak PTR mengutus para biong untuk mendatangi rumah warga pemilik lahan yang masuk ke dalam zona pengembangan proyek perusahaan. Berbagai strategi dan taktik dilakukan oleh para biong untuk bisa mendapatkan lahan milik warga. Para biong diberikan insentif berupa komisi yang besar jika bisa membeli lahan warga yang masuk kawasan pengembangan PTR.

Proses jual beli dilakukan antara petani pemilik lahan dengan pihak perusahaan yang diwakili oleh biong atau calo. Dalam proses transaksi tidak ada paksaan dari pihak manapun, termasuk dari pihak Kelurahan Mulyaharja sendiri. Pihak kelurahan memberikan kebebasan kepada warganya untuk memutuskan menjual atau tidak lahan yang dimiliknya. Berikut adalah kutipan wawancara dengan ibu HDR (65 tahun):

“kapungkur mah, Kelurahan Mulyaharja teh lahan pertanian anu produktif, pas PTR sumping, mulai meseran lahan kosong jeung anu kirang dimanfaatkeun, pihak PTR teu maksakeun ka warga rek ngajual apa heunteu, etamah ulah biong weh, trus pihak kelurahan oge teu maksakeun ka warga, soalna eta teh hak warga. Pihak kelurahan cuma ngabantu tina hal administrasi. Tapi kadang-kadang lamun ibu keur pertemuan jeung warga, ibu teh sok nasehatan ka warga, lamun bisa mah eta lahan anu digaduh ulah dijual”. “dahulu, Kelurahan Mulyaharja merupakan lahan pertanian

yang produktif, ketika PTR masuk, mereka mulai membeli lahan kosong dan kurang termanfaatkan, pihak PTR tidak memaksakan kepada warga mau menjual lahannya atau tidak, karena itu adalah hak warga sendiri. Pihak kelurahan hanya sebatas membantu dalam hal administrasi saja. Tetapi, saya sering memberitahu warga agar lahannya lebih baik tidak dijual.

(3)

30 Pada awalnya, Pihak PTR hanya membeli lahan warga yang kosong dan kurang termanfaatkan. Namun, seiring dengan berkembangnya proyek perluasan lahan, sedikit demi sedikit lahan pertanian produktif mulai diincarnya. Sebagian besar lahan di Kelurahan Mulyaharja dimiliki oleh masyarakat luar seperti dari Kota Batu, Empang, Rangga Mekar, Pamoyangan bahkan Jakarta. Masyarakat luar memiliki lahan di Mulyaharja lebih dari 1 hektar. Sedangkan, penduduk asli hanya memiliki kurang dari 1 hektar, bahkan ditemukan petani yang tidak mempunyai lahan sama sekali. Saat itu, harga tanah ditawar oleh PTR sebesar Rp.20.000-Rp.25.000 per meter. Namun, saat ini penawaran harga tertinggi mencapai Rp.250.000 per meter. Sebagian besar lahan pertanian di Mulyaharja dikuasai oleh PTR, walaupun masih terdapat beberapa warga yang tetap mempertahankan keberadaan lahannya.

Kelurahan Mulyaharja terdiri dari 12 Rukun Warga (RW), dan setiap RW mempunyai nama-nama kampung tersendiri. Berikut adalah data mengenai jumlah RW di Kelurahan Mulyaharja dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nama-Nama RW di Kelurahan Mulyaharja Beserta Penjelasannya Tahun 2010

Nama RW Nama Kampung Nama Pejabat

I Ciharashas Bpk. Anang

II Lembur Sawah Bpk. Wawan

III Cibeureum Bpk. Ujang

IV Cibeureum Gg. Jempol & Gg. Dukuh Bpk. Ugan

V Cibeureum Gg. Jambu Bpk. H. Mulyadi

VI Pabuaran Bpk. Abdul Majid

VII Cibeureum Sunting Bpk. Andi

VIII Cibeureum Hilir Bpk. Ujang Ilyas

IX Limus Bpk. Amir

X Pabuaran Pasir Bpk. Oman

XI Cibeureum Batas Bpk. Eman

XII PTR Bpk. Abdullah

Sumber: Hasil Wawancara dengan Bapak. MDY

Kampung Pabuaran, Kampung Limus dan Cibeureum Sunting adalah lokasi yang benar-benar dekat dengan PTR. Di lokasi tersebut, PTR membangun kawasan wisata. Lahan kosong dan lahan pertanian yang dimiliki warga sudah tidak ada lagi. Semua lahan di daerah itu adalah milik PTR. Sedangkan, untuk

(4)

31 lahan-lahan di kampung lainnya, belum sepenuhnya dikuasai oleh PTR. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya konversi lahan di Mulyaharja.

Berbagai faktor yang menyebabkan konversi lahan dapat dianalisis berdasarkan tipologi konversi lahan yang dikemukakan oleh Sihaloho (2004) yang terbagi menjadi tujuh, yaitu:

1. Konversi gradual-sporadik, pola konversi yang melibatkan dua faktor penggerak utama yaitu lahan yang tidak/kurang produktif/bermanfaat secara ekonomi dan keterdesakan pelaku konversi. Dalam kasus di Kelurahan Mulyaharja, pihak PTR mengincar lahan-lahan yang kosong atau kurang produktif di Kelurahan Mulyaharja. Banyak warga pemilik lahan kosong atau kurang termanfaatkan untuk menjual lahannya kepada PTR;

2. Konversi sistematik berpola enclave, pola konversi yang mencangkup wilayah dalam bentuk sehamparan tanah secara serentak dalam waktu yang relatif sama. Konversi lahan yang terjadi di Kelurahan Mulyaharja, terjadi mulai tahun 2001, dimana pihak PTR melakukan pembebasan dengan cara membeli secara serempak lahan milik petani di Kelurahan Mulyaharja yang masuk ke dalam kawasan pengembangan proyek;

3. Konversi adaptif demografi, pola konversi yang terjadi karena kebutuhan tempat tinggal/pemukiman akibat adanya pertumbuhan pendudukan. Dalam contoh kasus, pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat di Kelurahan Mulyaharja yang diakibatkan faktor kelahiran dan migrasi masuk yang tinggi membuat kebutuhan akan lahan semakin meningkat. Oleh karena itu, banyak lahan kosong dan lahan yang diperuntukan untuk kegiatan pertanian di konversi menjadi pemukiman penduduk baik oleh masyarakat maupun pihak pengembang (PTR);

4. Konversi yang disebabkan oleh masalah sosial, pola konversi yang terjadi karena motivasi untuk berubah dari kondisi lama dan keluar dari sektor pertanian utama. Di Kelurahan Mulyaharja banyak ditemukan petani yang telah menjual lahannya, tidak lagi berprofesi sebagai petani;

5. Konversi tanpa beban, pola konversi yang dilakukan oleh pelaku untuk melakukan aktivitas menjual tanah kepada pihak pemanfaat yang selanjutnya dimanfaatkan untuk peruntukkan lain. Kasus di Kelurahan Mulyaharja, warga

(5)

32 luar yang memiliki lahan di atas 1 hektar mau menjual lahannya kepada PTR. Selain itu, tidak sedikit warga dari Kelurahan Mulyaharja yang menjual lahan karena tergiur dengan tawaran harga tinggi walaupun luas tanahnya tidak seberapa. Pihak desa memberi kebebasan bagi warga yang mau menjual lahannya tanpa paksaan apapun;

6. Konversi adaptasi agraris, pola konversi yang terjadi karena keinginan untuk meningkatkan hasil pertanian dan membeli tanah baru di tempat tertentu. Contoh kasus, ada saja warga asli Kelurahan Mulyaharja yang menjual lahannya di Mulyaharja kemudian membeli lagi lahan di tempat lain. Biasanya warga yang melakukan strategi ini tergolong pandai spekulasi modal dan berbisnis. Rata-rata mereka mempunyai pemikiran yang jauh ke depan. Bahkan, mereka dapat membeli lahan lebih banyak di daerah lain dari yang dijual di Kelurahan Mulyaharja. Namun, warga yang mempunyai pemikiran seperti ini sangat jarang sekali; dan

7. Konversi multi bentuk atau tanpa pola, konversi yang diakibatkan berbagai faktor peruntukan seperti pembangunan perkantoran, sekolah, koperasi, perdagangan, dan sebagainya. Dalam contoh kasus di Kelurahan Mulyaharja letak lahan yang strategis dan berada dekat jalan utama di konversi menjadi tempat pemukiman sekaligus tempat usaha. Sebagian besar warga gunakan untuk membuka usaha di luar sektor pertanian seperti warung maupun kegiatan ekonomi lainnya yang bergerak di bidang penjualan barang dan jasa.

5.2. Faktor-Faktor Penyebab Konversi Lahan 5.2.1. Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu aspek yang paling penting dalam kehidupan. Tingkat pendidikan mempengaruhi bagaimana seseorang berpikir dalam menghadapi suatu permasalahan yang ada. Berdasarkan hasil penelusuran di lapangan, sebagian besar penduduk di Kelurahan Mulyaharja hanya mengenyam pendidikan tidak lebih dari sekolah dasar. Pada Tabel 8 diketahui mengenai tingkatan pendidikan dari petani di Kelurahan Mulyaharja.

(6)

33 Tabel 8. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kelurahan Mulyaharja

Tahun 2010

Jenjang pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

Tidak Tamat SD 24 88,9

Tamat SD 1 3,7

Tidak Tamat SMP 1 3,7

Tamat SLTA 1 3,7

Total 27 100

Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa petani yang mengkonversi lahan sebagian besar adalah berpendidikan rendah. Petani di Kelurahan Mulyaharja yang tidak tamat SD paling banyak yaitu 24 orang (88,9 %). Petani yang lulus SD hanya satu orang (3,7 %), yang tidak tamat SMP sebanyak satu orang (3,7 %) dan tamat SLTA sebanyak satu orang (3,7 %).

Jumlah penduduk yang berpendidikan rendah dapat dikaitkan dengan keputusan menjual lahan di Kelurahan Mulyaharja. Sebagian besar masyarakat disana hanya mengenyam pendidikan sampai tingkat SD bahkan tidak tamat. Hal itu dikarenakan jauhnya akses pendidikan dari Kelurahan Mulyaharja. Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan Bapak MUL (50 tahun):

“baheula mah arek sakola oge hese, sakalina aya tempatna oge jauh, lamun zaman ayeunamah geus ngeunah, sakola seueur jeung dareukeut, tapi bapak mah bingung, budak ayeunamah kadang-kadang hese dititah sakola.”

“dahulu jika ingin sekolah susah, sekali pun ada tempatnya sangat jauh, tetapi sekarang sudah enak, banyak sekolah dan letaknya dekat, tapi saya mah bingung sama anak zaman sekarang, disuruh sekolah juga susah”.

Warga Mulyaharja yang berpendidikan rendah identik dengan pola pikir yang sempit. Mereka tidak memikirkan dampak akibat keputusan menjual lahan yang mereka lakukan. Banyak dari warga yang menjual lahan, uang hasil penjualan mereka gunakan untuk memperbaiki rumah, membeli motor, dan membeli alat-alat elektronik. Mereka tergiur dengan tawaran harga tinggi dari perusahaan yang ditawarkan oleh para biong. Sedangkan, warga yang tidak tamat

(7)

34 SMP hanya satu orang (3,7 %) dan tamat SLTA sebanyak satu orang (3,7 %). Kedua orang tersebut melakukan konversi lahan karena terdesak kebutuhan hidup. Dari data di atas dapat dikatakan bahwa semakin rendah pendidikan seseorang maka semakin besar peluang orang tersebut untuk menjual lahan yang dimiliknya.

5.2.2. Tingkat Pendapatan

Sebelum terjadi konversi lahan, sebagian besar masyarakat Mulyaharja bekerja sebagai petani atau buruh tani. Hal itu karena lahan di Kelurahan Mulyaharja merupakan lahan pertanian yang subur. Sebagian besar adalah lahan pertanian yang sangat produktif. Namun, sebagian besar luas kepemilikan lahan justru dimiliki oleh orang di luar Kelurahan Mulyaharja. Warga asli Mulyaharja hanya menguasai lahan tidak lebih dari satu hektar.

Hasil panen yang dihasilkan dari kegiatan pertanian tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Oleh karena itu, mereka mengandalkan pendapatan dari usaha sampingan. Sebagian besar masyarakat tidak menjual hasil panen dari pertanian, tetapi untuk dikonsumsi sendiri. Banyak petani yang mempunyai pemilikiran bahwa percuma saja menjual hasil panen karena hasilnya tidak seberapa. Berikut adalah hasil wawancara dengan Bapak JJA (55 tahun):

“seueurna mah warga Mulyaharja, hasil panenna tara dijual. Tapi diemam nyalira. Percuma di ical oge, soalna heunteu sabaraha. Sasusah-susahna oge, abdi mah bisa manggih keneh beas keur emam” “kebanyakan warga Mulyaharja, hasil panennya tidak untuk dijual. Tetapi untuk dimakan sendiri. Percuma dijual juga, karena hasilnya tidak seberapa. Semiskin-miskinnya, kami masih bisa makan nasi”

Kepemilikan luas lahan yang kecil tentu tidak menghasilkan hasil yang besar. Rata-rata penghasilan petani di Mulyaharja tergolong kecil. Sebagian besar dari mereka berpenghasilan kurang dari Rp.900.000, walaupun ada petani yang penghasilannya lebih dari Rp.900.000 setiap bulannya. Berikut ini adalah data mengenai tingkat pendapatan petani Mulyaharja yang memutuskan untuk menjual lahannya.

(8)

35 Tabel 9. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan di Kelurahan Mulyaharja

Tahun 2010

Tingkat Pendapatan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

Rendah < Rp.900.000 17 62,96

Sedang Rp.900.000–Rp.1.500.000 10 37,04

Total 27 100

Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa petani Mulyaharja yang pendapatannya masuk ke dalam kategori pendapatan rendah sebanyak 17 orang (62,96 %). Sedangkan petani yang masuk ke dalam kategori pendapatan sedang sebanyak 10 orang (37,04 %). Dari data tersebut dapat diketahui bahwa semakin kecil tingkat pendapatan, maka semakin besar peluang orang tersebut untuk menjual lahannya.

5.2.3. Kepemilikan Luas Lahan

Kelurahan Mulyaharja memiliki lahan pertanian yang sangat subur. Daerah ini terletak di kaki Gunung Salak dan dilewati oleh sungai yang mata airnya langsung dari gunung. Sistem irigasi atau pengairan di Kelurahan Mulyaharja sangat bagus. Lahan-lahan pertanian menjadi subur dan cocok ditanami padi. Kelurahan Mulyaharja selain terdapat lahan khusus pertanian, ada pula sawah tadah hujan. Sawah tadah hujan biasanya dapat ditanami padi hanya pada musim hujan saja, sedangkan pada musim kemarau ditanami palawija. Petani yang mengolah lahan sawah, ada yang milik pribadi maupun buruh tani. Berikut adalah hasil wawancara dengan Bapak MUL (50 tahun):

“kapungkur mah, anu gaduh lahan seueurna mah orang luar, aya anu di Empang, Kota Batu, bahkan ti Jakarta. orang asli Mulyaharja mah gaduh lahanna saeutik, heunteu nyampe 1 hektar”

“dahulu, yang punya lahan banyaknya dari luar, ada yang dari Empang, Kota Batu, bahkan dari Jakarta. Masyarakat asli Mulyaharja yang mempunyai lahan hanya sedikit, luasnya tidak sampai satu hektar”

(9)

36 Mayoritas warga Mulyaharja memiliki lahan tidak lebih dari satu hektar. Sebagian besar warga yang memiliki lahan di atas satu hektar yaitu warga dari luar Kelurahan Mulyaharja. Berikut ini adalah data responden mengenai luas lahan yang dimiliki.

Tabel 10. Sebaran Responden Berdasarkan Luas Lahan di Kelurahan Mulyaharja Tahun 2010

Luas Lahan (Hektar) Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

Kecil (kurang dari 0,5) 18 66,7

Sedang (antara 0,5 – 0,9) 9 33,3

Total 27 100

Dari Tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar warga di Kelurahan Mulyaharja yang memiliki lahan kecil sebanyak 18 orang (66,7 %). Sedangkan warga yang memiliki lahan sedang sebanyak sembilan orang (33,3 %). Petani yang cenderung menjual lahannya sebagian besar adalah petani yang memiliki lahan kurang dari 0,5 hektar.

Lahan di Kelurahan Mulyaharja telah dirubah menjadi kawasan perumahan real estate dan tempat wisata. Namun, lahan yang telah dijual oleh petani kepada pihak perusahaan ternyata belum sepenuhnya dikonversi. Kasus di Kelurahan Mulyaharja masih banyak lahan yang belum dimanfaatkan oleh perusahaan. Banyak warga yang memanfaatkan lahan yang belum dikonversi tersebut untuk digarap. Akan tetapi, jika suatu saat perusahaan membutuhkan lahan tersebut, maka petani penggarap tersebut harus menyerahkannya walaupun lahan tersebut sedang diusahakan.

5.2.4. Kebutuhan Hidup

Salah satu faktor yang menyebabkan masyarakat menjual lahannya yaitu karena kebutuhan hidup yang mendesak. Pekerjaan sebagai petani ternyata tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup rumahtangga. Apalagi, meningkatnya harga kebutuhan pokok membuat para petani semakin kesulitan. Banyak petani yang mengaku menjual lahan mereka karena terdesak uang untuk biaya pendidikan, anggota keluarga yang sakit, kebutuhan hidup sehari-hari bahkan untuk

(10)

37 membiayai anaknya menikah. Berikut adalah hasil wawancara dengan salah satu petani yaitu Bapak ADN (40 tahun):

“sebelum datang PTR di Kelurahan Mulyaharja, saya mempunyai lahan kurang dari satu hektar, namun saat itu para biong mendatangi rumah saya menawarkan harga yang tinggi jika saya mau menjual lahan milik saya. Karena desakan biong dan sekaligus saya sedang butuh uang saat itu, maka saya menjual sebagian besar lahan milik saya kepada PTR”.

Petani di Kelurahan Mulyaharja memiliki luas lahan kurang dari satu hektar bahkan ada juga petani yang sama sekali tidak mempunyai lahan. Hasil pertanian yang didapat bahkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Oleh karena itu, banyak dari petani yang memelihara ternak maupun ikan. Namun, penghasilan tersebut hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja. Karena kebutuhan hidup yang sangat mendesak, mereka pun terpaksa menjual aset yang dimiliki yaitu lahan pertanian.

5.2.5. Gaya Hidup

Gaya hidup merupakan salah satu faktor yang menyebabkan warga pemilik lahan menjual lahannya kepada PTR. Banyak warga yang terpengaruh oleh tetangganya yang bisa membeli kendaraan bermotor, merenovasi rumah, bahkan naik haji dengan menjual lahan yang dimilikinya. Berikut adalah hasil wawancara dengan salah seorang tokoh masyarakat bernama Bapak MHI (72 tahun):

“kebanyakan warga yang menjual lahan, uang hasil penjualan mereka gunakan untuk membeli motor, mobil bahkan naik haji. Rata-rata mereka terpengaruh oleh gaya hidup tetangganya, dimana yang tadinya tidak berniat menjual lahan, menjadi ikut-ikutan menjual lahannya”.

Sebagian besar masyarakat yang menjual lahan ternyata tidak membawa kepada kehidupan yang lebih baik. Tak sedikit dari warga kehilangan mata pencaharian mereka sebagai petani pemilik bahkan tempat tinggal mereka.

(11)

38 Berikut adalah hasil dengan wawancara dengan Bapak MUL (50 tahun). Berikut kutipan hasil wawancara dengan beliau:

“aya oge warga Kelurahan Mulyaharja anu ngajual lahanna dipake jeung hura-hura. Akhirna eta duit teh beak teu puguh. Tapi aya oge warga anu pinter, manehna ngajual lahan di Mulyaharja, terus meuli lahan deui di luar Kelurahan Mulyaharja”.

“ada juga warga Kelurahan Mulyaharja yang menjual lahannya dipakai buat senang-senang. Akhirnya uang hasil penjualan lahan habis tidak jelas. Tetapi, ada juga warga yang pintar, dia menjual lahan di Mulyaharja, selanjutnya membeli lahan di luar Kelurahan Mulyaharja”.

Petani yang memiliki pengetahuan luas dan berjiwa bisnis yang lahannya dibeli dengan harga tinggi oleh PTR, maka ia akan membeli lahan yang harganya lebih murah di daerah lain. Misalnya, di Kelurahan Mulyaharja ia menjual lahan seluas 2000 meter, maka ia bisa membeli lahan lebih banyak dari yang ia punyai di luar Kelurahan Mulyaharja. Lahan hasil pembelian tersebut digunakan untuk digarap oleh petani lain yang berada di daerah itu. Namun, sangat jarang sekali petani yang mempunyai pemikiran seperti itu. Kebanyakan dari petani yang lahannya dibeli oleh PTR, uang hasil penjualannya mereka belikan sepeda motor, merenovasi rumah, naik haji bahkan hura-hura. Akibat gaya hidup yang konsumtif itulah banyak dari para petani justru nasibnya tidak seberuntung petani yang menginvestasikan untuk membeli lahan di tempat yang lain.

5.2.6. Strategi Mediator Perusahaan (Biong)

Calo atau biong merupakan salah satu utusan kepercayaan dari perusahaan untuk melakukan transaksi jual beli dengan warga pemilik lahan yang berada dalam kawasan pengembangan proyek PTR. Sebagian besar para biong berasal dari luar Kelurahan Mulyaharja. Jarang sekali biong yang berasal dari masyarakat Mulyaharja. Para biong tergiur dengan komisi dan bonus tinggi jika mampu mempengaruhi para warga untuk menjual lahannya yang masuk ke dalam zona pengembangan proyek PTR. Sehingga, warga yang memiliki lahan tersebut mau

(12)

39 menjual kepada pihak PTR. Berbagai cara dilakukan oleh para biong untuk bisa mempengaruhi warga agar menjual lahannya kepada PTR. Beragam strategi mereka lakukan mulai dari menawarkan harga lahan yang tinggi, menebar ketakutan dengan mengancam warga jika tidak mau menjual lahannya, sampai dengan bermain hal-hal mistik dengan tujuan agar dipermudah untuk mempengaruhi warga.

Biong mulai berkeliaran ketika PTR sedang melakukan pembebasan lahan di Kelurahan Mulyaharja. Mereka mendatangi rumah-rumah warga yang lahannya berada dalam kawasan zona pengembangan proyek PTR. Para biong mendatangi pemilik lahan baik warga asli Mulyaharja maupun warga di luar Mulyaharja. Berbagai strategi dilancarkan oleh para biong untuk bisa mempengaruhi para pemilik lahan agar segera menjual lahannya kepada PTR. Mereka mendatangi para pemilik lahan tidak sekali dua kali, bahkan sampai warga sudah merasa jenuh. Para biong tidak pantang menyerah dan tidak berhenti sebelum korbannya mau menjual lahan mereka kepada pihak PTR.

Salah satu korban yang diancam sampai dengan hal-hal mistik adalah Bapak AMN. Ternyata, lahan beliau pun masuk ke dalam kawasan zona pengembangan proyek PTR. Berikut ini adalah kutipan wawancara dengan Bapak AMN (40 tahun):

“sudah seringkali para biong dari PTR mendatangi rumah saya, mereka menawarkan harga tinggi, menebar ketakutan dengan ancaman bahkan sampai main mistik dengan mendatangi dukun setempat untuk meluluhkan hati saya. Mereka berharap agar saya mau menjual tempat ini. Tapi, sampai kapan pun saya tidak akan pernah menjual lahan ini. Walaupun lahan-lahan disekitar saya sudah menjual lahannya kepada PTR. Bagaimanapun juga saya tidak takut dengan berbagai ancaman yang dilontarkan oleh para biong”

Merujuk pernyataan Tauchid (2009), soal agraria adalah soal hidup dan penghidupan manusia, karena lahan adalah asal dan sumber makanan bagi manusia. Perebutan lahan berarti perebutan makanan yang berarti pula perebutan tiang hidup manusia. Maka dari itu, orang rela menumpahkan darah bahkan

(13)

40 mengorbankan segala yang ada demi mempertahankan hidup selanjutnya. Untuk mempertahankan hidup, orang berjuang mendapatkan makanan demi mempertahankan kekalnya keturunan, dimana orang membela keluarga, anak istri dan bangsanya. Perjuangan berebut makanan dan membela keturunan adalah perjuangan hidup manusia di bumi ini.

Masyarakat di Kelurahan Mulyaharja masih ada yang tetap mempertahankan keberadaan lahannya walaupun masuk ke dalam kawasan pengembangan proyek perusahaan. Mereka rela mempertahankan apa saja bahkan nyawa sekalipun untuk tidak menjual lahannya. Salah satu warga yang tetap antusias yaitu Bapak AMN. Walaupun beliau diancam dengan paksaan mistik yang taruhannya nyawa oleh para biong, tetapi beliau sama sekali tidak gentar. Bapak AMN merupakan salah satu korban dan masih banyak korban warga lainnya yang menjadi incaran para biong. Bahkan, tidak sedikit warga yang terpaksa menjual lahan mereka dan sangat sedikit sekali warga yang masih memiliki lahan yang letaknya berada dalam kawasan zona pengembangan proyek PTR. Rendahnya tingkat pendidikan para petani membuat para biong mampu mempengaruhi petani sehingga mau menjual lahannya kepada pihak PTR.

Banyak masalah yang timbul akibat proses jual beli lahan antara warga dengan para biong. Tidak sedikit warga yang rugi akibat permainan biong yang licik. Berikut adalah hasil wawacara dengan salah seorang tokoh masyarakat bernama Bapak OCM. Beliau juga merupakan salah satu korban yang lahannya berada dalam kawasan zona pengembangan proyek PTR. Berikut adalah kutipan wawancara dengan Bapak OCM (58 tahun):

“tidak sedikit warga yang tertipu akibat ulah biong, petani yang menjual lahannya kepada biong secara langsung dengan cara biong tersebut memberikan pembayaran uang muka. Dengan alasan sisa uangnya dibayar kemudian jika sudah dapat dari perusahaan. Padahal pihak perusahaan sudah memberikan uang cash kepada biong tersebut. Akhirnya uang sisa pembayaran lahan dibawa kabur oleh para biong. Warga yang tertipu pun tidak bisa berbuat apa-apa”.

(14)

41 Petani yang merasa tertipu akibat ulah biong tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka mengadu kepada pihak PTR, akan tetapi pihak PTR tidak bertanggung jawab karena semua itu sudah diberikan sepenuhnya kepada biong. Pihak PTR langsung membayar sepenuhnya dengan uang tunai kepada biong jika mereka bisa mendapatkan lahan warga yang masuk ke dalam zona pengembangan proyek. Sedangkan, aparat kelurahan tidak tahu menahu permasalahan itu, karena tidak menyaksikan proses jual beli lahan yang dilakukan antara petani dengan biong. Fenomena tersebut tentu sangat merugikan pihak petani akibat permainan biong yang licik.

5.2.7. Investasi Perusahaan

Pihak PTR mempunyai strategi tersendiri dalam mempengaruhi petani pemilik lahan yang lahannya masuk ke dalam kawasan pengembangan proyek. Pihak perusahaan berani membeli lahan petani dengan harga tinggi sampai beberapa kali lipat. Namun, tawaran harga yang tinggi tersebut ternyata tidak semuanya bisa mempengaruhi para petani. Melihat kondisi seperti itu, maka pihak PTR mempunyai strategi tersendiri. Salah satu cara yang dilakukan yaitu dengan membeli lahan disekitar lahan petani yang tidak mau menjual lahannya. Usaha tersebut dilakukan agar memudahkan PTR dalam menginvestasikan modalnya dengan membeli lahan-lahan yang ada di Kelurahan Mulyaharja. Berikut adalah gambaran dari salah satu strategi PTR dalam mempengaruhi petani untuk menjual lahannya (Gambar 4).

Gambar 4. Strategi PTR dalam Mengambil Alih Lahan Petani di Kelurahan Mulyaharja Tahun 2010 A F E C D B Keterangan: A. Lahan Petani A B. Lahan Petani B C. Lahan Petani C D. Lahan Petani D E. Lahan Petani E F. Lahan Petani F

(15)

42 Gambar 4 di atas dapat diterangkan jika PTR ingin membeli lahan milik petani D, maka terlebih dahulu pihak PTR akan membeli lahan petani disekitarnya yang meliputi petani A, B, C, E, dan F. Jika petani D tetap tidak mau menjual lahannya. Maka, pihak PTR akan memagari lahan yang telah dibelinya sehingga petani D merasa kesulitan untuk mengakses lahannya. Dengan kondisi demikian akhirnya petani D perlahan-lahan terpaksa menjual lahannya.

Strategi yang dilakukan pihak PTR tidak selamanya berjalan mulus. Masih ada warga yang memiliki lahan ditengah-tengah lahan PTR tetap tidak mau menjual lahannya, walaupun lahan disekitarnya sudah dipagari. Sampai saat ini pun masih terdapat petani yang tetap mempertahankan lahannya yang berada dalam kawasan zona pengembangan proyek PTR. Berikut adalah wawancara dengan salah seorang warga pemilik lahan yang lahannya di kelilingi oleh lahan PTR. Beliau adalah Bapak ADG (48 tahun):

“lahan-lahan di sekeliling adalah milik PTR, pihak PTR terus mempengaruhi saya dan ayah saya agar mau menjual lahannya. Mereka menawari saya dengan harga tinggi. Tapi sebisa mungkin saya tidak akan menjual lahan ini kepada PTR”.

Strategi tersebut terus dilakukan sehingga lambat laun lahan petani yang diincar oleh PTR akhirnya mau menjual lahannya. Namun, butuh waktu dan proses yang cukup lama untuk bisa mendapatkan lahan yang diincarnya. Strategi ini cukup efektif, banyak warga yang akhirnya menjual lahannya kepada PTR.

5.3. Ikhtisar

Keputusan dalam menjual lahan yang terjadi di Kelurahan Mulyaharja disebabkan beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut meliputi tingkat pendidikan yang rendah, tingkat pendapatan yang rendah, luas kepemilikan lahan yang kecil, kebutuhan hidup, gaya hidup, strategi mediator perusahaan, dan investasi perusahaan. Semua faktor ini turut memberikan kontribusi terhadap fenomena konversi lahan di Kelurahan Mulyaharja.

Gambar

Gambar  4.  Strategi  PTR  dalam  Mengambil  Alih  Lahan  Petani  di  Kelurahan  Mulyaharja Tahun 2010  A  F  E C D B  Keterangan:  A

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini penulis menyatakan bahwa Skripsi / Tugas Akhir yang berjudul “ Korelasi Koefisien Permeabilitas dari Uji Constant Head dan Hasil Permeabiltas dari Uji

Berkaitan dengan masalah perbankan, pada saat tersebut utusan Pemerintah mengalami kesulitan untuk mengusahakan agar Bank Negara Indonesia yang telah didirikan sejak

Sedangkan melihat mean hasil akhir kelompok yang dilatih sepak mula bola digantung sebesar 19,05 dan mean hasil akhir kelompok yang dilatih sepak mula bola dilambungkan

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan 1) implementasi Sekolah Siaga Bencana (SSB) di SMPN 2 Cangkringan, 2) faktor pendukung dan penghambat, 3) resiliensi sekolah,

rasio perubahan surplus, rasio beban klaim, rasio komisi dan rasio pengembalian investasi memiliki pengaruh signifikan terhadap perubahan harga saham, sedangkan rasio

Tujuan dari studi ini adalah untuk seleksi primer SSR yang polimorfik, mencari primer SSR yang memiliki alel spesifik untuk Pisifera dan mengevaluasi keragaman genetik

Analisis SWOT Klaster Kampoeng Batik Laweyan terdiri dari faktor kekuatan (Strengths) yang bersumber dari dalam Kampoeng Batik Laweyan meliputi: sebagian besar

Landasan Teori dan Program projek akhir arsitektur ini tidak luput dari kesalahan dan.. kekurangan, maka penulis akan sangat menerima kritik maupun saran dari