• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebanyak 248 juta jiwa. akan terjadinya ledakan penduduk (Kemenkes RI, 2013).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebanyak 248 juta jiwa. akan terjadinya ledakan penduduk (Kemenkes RI, 2013)."

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tingginya laju pertumbuhan penduduk yang terjadi merupakan suatu permasalahan yang dihadapi Indonesia, maka diperlukan perhatian serta penanganan yang sungguh – sungguh dari semua pihak. Berdasarkan data sensus penduduk pada tahun 2010, Indonesia memiliki jumlah penduduk mencapai 237.641.326 jiwa (Badan Pusat Statistik (BPS), 2010). Indonesia menduduki urutan ke empat dengan penduduk terbanyak di dunia setelah Amerika, China, dan India. Kementerian Kesehatan RI mengestimasi jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebanyak 248 juta jiwa. Namun, jumlah penduduk Indonesia tahun 2013 mencapai 260 juta jiwa. Maka dengan meningkatnya jumlah penduduk menunjukkan kemungkinan akan terjadinya ledakan penduduk (Kemenkes RI, 2013).

Laju pertumbuhan penduduk yang tidak dapat dikendalikan mengakibatkan masih banyak penduduk yang menderita kekurangan makan dan gizi sehingga mengakibatkan tingkat kesehatan memburuk, mempunyai pendidikan yang rendah, dan kekurangan lapangan pekerjaan. Untuk menghindari terjadinya ledakan penduduk tersebut, maka perlu dilakukan akselerasi revitalisasi yang terkait dengan capaian sasaran Millenium Development Goals (MDGs) yaitu meningkatkan derajat kesehatan ibu. Dengan Target untuk mengurangi tiga per empat Angka Kematian Ibu (AKI) dalam kurun waktu 1990 – 2015, serta tercapainya akses universal

(2)

terhadap layanan kesehatan reproduksi sehingga dapat menurunkan angka kelahiran atau Total Fertility Rate (TFR) mencapai level sebesar 2,1 (Kemenkes RI, 2012).

Upaya penurunan angka kelahiran (TFR) dapat dilakukan melalui gerakan Keluarga Berencana nasional dan pemakaian kontrasepsi secara sukarela kepada Pasangan Usia Subur (PUS). Gerakan Keluarga Berencana (KB) nasional disiapkan untuk membangun keluarga sejahtera dalam rangka membangun sumber daya manusia yang optimal. Dengan ciri semakin meningkatnya peran serta dari masyarakat dalam memenuhi kebutuhan untuk mendapatkan pelayanan KB.

Program KB sudah dirintis di Indonesia sejak terbentuknya Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) pada tahun 1957. Dr. Sulianti Saroso yang merupakan pelopor KB di Indonesia pada tahun 1953 yang menganjurkan para ibu untuk membatasi kelahiran. Kemudian program KB ditetapkan menjadi suatu program nasional yaitu dengan ditandai terbentuknya Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) pada tahun 1968. Selanjutnya mengalami pergantian menjadi suatu badan independen, yaitu Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (Suratun dkk, 2008).

Menurut World Health Organization (WHO) dalam Suratun dkk (2008), Keluarga Berencana (KB) adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang sangat diinginkan, mengatur interval

(3)

diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri serta menentukan jumlah anak dalam keluarga.

Berdasarkan UU RI nomor 52 tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga, Keluarga Berencana adalah upaya untuk mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.

Pada awal pelaksanaan KB menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia, angka kelahiran (TFR) di Indonesia relatif tinggi sebesar 5,61 kelahiran per wanita. Selanjutnya TFR di Indonesia mengalami stagnansi selama 10 tahun yaitu 2,6 kelahiran per wanita pada usia 14 – 49 tahun (SDKI, 2012).

Tingkat prevalensi pemakaian alat kontrasepsi atau Contraceptive Prevalence Rate (CPR) di Indonesia menunjukkan tingkat kepesertaan ber-KB pasangan usia subur (PUS) mencapai 61,9%. Persentase penggunaan KB tertinggi yaitu Provinsi Lampung, Bangka Belitung, serta DI Yogyakarta. Sedangkan persentase penggunaan KB terendah yaitu Provinsi Papua. Target MDGs 2015 untuk pengguna KB sebesar 65%, tetapi pencapaian untuk tahun 2012 baru sebesar 57,9%. Penggunaan kontrasepsi didominasi oleh penggunaan alat kontrasepsi jangka pendek, terutama suntikan mencapai 31,9% sedangkan tingkat pemakaian metode KB jangka panjang hanya sebesar 10,6% (SDKI, 2012).

(4)

Gerakan KB Nasional selama ini telah berhasil untuk mendorong peningkatan peran serta masyarakat dalam hal membangun keluarga kecil yang semakin mandiri. Keberhasilan ini mutlak harus diperhatikan dan bahkan harus terus ditingkatkan karena pencapaian tersebut masih belum merata. Kebijakan Pemerintah tentang KB saat ini mengarah pada pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP). Dan sementara ini kegiatan KB masih kurang dalam hal penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP). Penggunaan alat kontrasepsi MKJP juga merupakan salah satu indikator dalam menentukan pembangunan kesehatan masyarakat suatu daerah seperti yang tercantum dalam Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) tahun 2013.

Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) merupakan kontrasepsi yang efektif dan efisien dapat bertahan dalam jangka waktu panjang untuk menjarangkan kelahiran. Alat Kontrasepsi yang termasuk dalam kelompok MKJP adalah IUD, Implant (susuk), MOP (Metode Operasi Pria), dan MOW (Metode Operasi Wanita) sedangkan yang termasuk dalam kategori Non-MKJP adalah suntik, pil, dan kondom (Riskesdas, 2013).

Berdasarkan data BkKBN, pada tahun 2014 pencapaian peserta KB aktif di Indonesia mencapai 35.202.908 peserta. Dimana penggunaan KB suntikan sebesar 16.734.917 (47,54%), pil sebesar 8.300.362 (23,58%), kondom sebesar 1.110.341 (3,15%), IUD sebesar 3.896.081 (11,07%), implant sebesar 3.680.816 (10,46%), MOP sebesar 241.642 (0,69%), MOW sebesar 1.238.749 (3,52%). Penggunaan non-MKJP masih tinggi

(5)

dibandingkan dengan penggunaan MKJP, meskipun berangsur – angsur pengguna alat kontrasepsi MKJP sudah diminati masyarakat.

Angka Kelahiran atau TFR di Sumatera Utara pada tahun 2012 mencapai 3, yang berarti bahwa seorang wanita di Sumatera Utara secara rata – rata melahirkan anak dengan jumlah 3 anak (SDKI 2012). Perwakilan BkKBN Sumatera Utara menyatakan akan terus menggenjot penggunaan KB MKJP, karena diharapkan dapat mendukung pencapaian angka kelahiran atau TFR di Sumatera Utara menjadi 2,5.

Berdasarkan data BkKBN menunjukkan pada tahun 2014 peserta KB aktif untuk Provinsi Sumatera Utara mencapai 1.525.388 peserta. Dengan penggunaan KB IUD sebesar 165.584 (10,86%), MOW sebesar 107.242 (7,03%), MOP sebesar 13.297 (0,87%), implant sebesar 201.913(13,24%), suntikan sebesar 475.944 (31,20%), pil sebesar 445.137 (29,18%), dan kondom sebesar 116.271 (7,62%) (BkKBN, 2014).

Berdasarkan hasil Laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat tahun 2014, angka kelahiran atau TFR Kabupaten Langkat pada tahun 2014 yaitu 2,7. Jumlah peserta KB Kabupaten Langkat pada tahun 2014 mencapai 134.627 (67,77%) dari jumlah PUS sebesar 198.742. Penggunaan MKJP mencapai 33.246 (24,69%), yaitu IUD sebesar 11.755 (35,36%), MOP sebesar 469 (1,41%), MOW sebesar 8.369 (25,17%), implant sebesar 12.653 (38,06%). Sedangkan penggunaan non-MKJP mencapai 101.381 (75,31%), yaitu suntikan sebesar 42.416 (41,84%), pil sebesar 48.640 (47,98%), dan kondom sebesar 10.325 (10,18%). Salah satu kecamatan yang pencapaian

(6)

MKJP yang masih rendah, yaitu Kecamatan Tanjung Pura. Kecamatan Tanjung Pura termasuk dalam pencapaian MKJP yang masih rendah, yaitu sebesar 16,28% dibandingkan dengan jumlah peserta KB yang menggunakan alat kontrasepsi non-MKJP sebesar (83,72%).

Kecamatan Tanjung Pura adalah salah satu dari 23 kecamatan di Kabupaten Langkat. Kecamatan Tanjung Pura berbatasan dengan Selat Malaka di sebelah utara, Kecamatan Hinai di sebelah selatan, Kecamatan Gebang di sebelah barat, dan Kecamatan Secanggang di sebelah timur. Pada tahun 2014, jumlah penduduk Kecamatan Tanjung Pura sebesar 66.113 jiwa, dengan luas wilayahnya adalah 165,78 km2 dan terdiri dari 19 desa/kelurahan. Puskesmas Pantai Cermin terletak di Desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura. Puskesmas Pantai Cermin dekat dengan Rumah Sakit Umum Daerah Tanjung Pura.

Pelayanan KB dapat diperoleh dari Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik KB, Posyandu, Praktek Dokter, dan Praktek Bidan (Kemenkes RI, 2013). Jumlah Fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin untuk mendapatkan pelayanan KB, yaitu : terdapat 1 rumah sakit, 9 puskesmas pembantu, 5 klinik/balai pengobatan, 4 klinik KB, 89 posyandu, 25 dokter umum, dan 60 bidan. MKJP dapat dilakukan di klinik, puskesmas, dan rumah sakit dengan dokter atau bidan yang sudah terlatih. Kegiatan pelayanan KB di Puskesmas Pantai Cermin lebih banyak dilakukan di luar gedung. Kegiatan di luar gedung dilakukan bekerja sama dengan Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB).

(7)

Berdasarkan data Unit Pelaksana Teknis (UPT) Bina KB dan PP yang ada di Kecamatan Tanjung pura, jumlah peserta KB aktif di Kecamatan Tanjung Pura tahun 2014 sebesar 8083 (62,46%) dari 12.941 PUS. Berdasarkan pemakaian alat kontrasepsi yang menggunakan MKJP yaitu IUD sebesar 375 (4,61%), MOW sebesar 384 (4,73), MOP sebesar 51 (0,63%), dan Implant sebesar 371 (4,59%). Untuk non-MKJP yaitu pil sebesar 3673 (45,44%), suntik sebesar 2673 (33,06%), dan kondom sebesar 556 (6,88%).

Tabel 1.1 Distribusi Peserta KB di Wilayah Kecamatan Tanjung Pura

No. Desa PUS Akseptor KB Akseptor

KB MKJP Non MKJP 1. Serapuh Asli 231 17 139 156 2. Pematang Tengah 512 29 310 339 3. Paya Kerupuk 621 49 338 387 4. Pekan Tanjung Pura 2524 290 1245 1535 5. Lalang 359 37 193 230 6. Pantai Cermin 1130 77 574 651 7. Pekubuan 782 78 416 494 8. Teluk Bakung 846 33 493 526 9. Pematang Serai 515 75 288 363 10. Baja Kuning 417 34 237 271 11. Pulau Banyak 513 31 284 315 12. Pematang Cengal 1575 168 806 974 13. Kwala Serapuh 279 21 156 177 14. Kwala Langkat 277 16 167 183 15. Bubun 613 20 359 379 16. Tapak Kuda 350 78 153 231 17. Suka Maju 537 39 299 338 18. Karya Maju 461 44 241 285 19. Pematang Cengal Barat 399 44 205 249 Total 12941 1181 6092 8083

Sumber : Laporan Pencapaian Peserta KB UPT Bina KB dan PP Tanjung Pura

(8)

Penggunaan alat kontrasepsi MKJP dinilai lebih efektif dalam mencegah kehamilan dibandingkan dengan alat kontrasepsi non-MKJP seperti pil dan suntik. Namun dapat dilihat bahwa penggunaan MKJP masih rendah jika dibandingkan dengan penggunaan non-MKJP. Masih rendahnya partisipasi PUS dalam pemanfaatan KB dipengaruhi oleh pengetahuan dan perilaku. Pemakaian alat kontrasepsi merupakan salah satu bentuk perilaku kesehatan. Menurut Lawrence Green dan Anderson dalam Notoatmodjo (2012) terdapat 3 faktor yang menentukan perilaku manusia dalam memanfaatkan pelayanan, yaitu faktor predisposing (predisposing factors) seperti pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya. Faktor pendukung (enabling factors) seperti lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan. Faktor pendorong (reinforcing factors) seperti sikap dan perilaku dari dukungan orang terdekat, petugas kesehatan, tokoh masyarakat, tokoh agama.

Berdasarkan hasil penelitian Christiani (2012) tentang faktor – faktor yang mempengaruhi pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) di Provinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa umur, jumlah anak, tingkat pendidikan, tempat tinggal, tahapan keluarga, tujuan dan alasan ber-KB memiliki hubungan erat terhadap pemilihan dan penggunaan MKJP. Dari hasil penelitian oleh Pardede (2012) tentang determinan pemanfaatan pelayanan program KB pada pasangan usia subur (PUS) di Kelurahan Babura Kecamatan Medan Sunggal tahun 2012 menunjukkan ada hubungan

(9)

faktor – faktor nilai yang ada di masyarakat, ketersediaan sumber daya, dan keyakinan terhadap pelayanan KB terhadap pemanfaatan pelayanan program KB. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Elfa (2007) dalam Pardede (2012) mengatakan bahwa pelayanan petugas KB, tersedianya sarana obat dan alat kontrasepsi dan biaya untuk mendapatkan pelayanan KB mempunyai pengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan KB.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat mengenai MKJP masih kurang, tidak menggunakan MKJP karena adanya rasa takut dalam menggunakan KB MKJP seperti takut untuk melakukan operasi, adanya persepsi bahwa akan menimbulkan penyakit lain (contohnya kanker), biaya untuk menggunakan kontrasepsi MKJP yang mahal, kurangnya dukungan dari suami dikarenakan kedudukan suami yang paling tinggi dalam rumah tangga maka setiap keputusan harus disetujui oleh suami seperti kontrasepsi MOW sebelum melakukan tindakannya harus meminta persetujuan suami terlebih dahulu.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang determinan pemanfaatan pelayanan KB MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Langkat tahun 2015.

(10)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan, maka rumusan masalah dari penelitian ini yaitu bagaimana Determinan Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Langkat Tahun 2015.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui determinan pemanfaatan pelayanan KB MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Langkat tahun 2015.

1.4 Hipotesis Penelitian

Adanya pengaruh faktor predisposing, faktor pendukung, faktor pendorong terhadap pemanfaatan pelayanan KB MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Langkat.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat mengenai determinan pemanfaatan pelayanan KB MKJP.

2. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi Bina Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Langkat mengenai determinan pemanfaatan pelayanan KB MKJP.

(11)

3. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi Puskesmas Pantai Cermin mengenai determinan pemanfaatan pelayanan KB MKJP.

4. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi UPTD KB dan PP Kecamatan Tanjung Pura untuk semakin menggalakkan program KB khususnya MKJP.

5. Sebagai sumber informasi untuk referensi bagi para peneliti lainnya yang akan dilaksanakan di masa mendatang.

Gambar

Tabel 1.1 Distribusi Peserta KB di Wilayah Kecamatan Tanjung Pura

Referensi

Dokumen terkait

9 Maka, Gedung Komersial dengan Pendekatan Arsitektur Neo-Vernakuler adalah sebuah wujud fisik yang merupakan hasil dari kegiatan konstruksi sebagai tempat manusia

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat – Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan Tugas Akhir yang berjudul “ANALISIS

Isikan Tabel 2 dengan Jumlah Siswa RA TP saat ini berdasarkan kategori usia yang ditanyakan dan jenis kelamin3. Isikan Tabel 3 dengan Jumlah Siswa RA TP saat ini berdasarkan

Jika calon perawat khusus lansia EPA mengubah status izin tinggal menjadi “aktivitas khusus” (misalnya mempunyai pasangan orang Jepang) dan ingin mengikuti ujian nasional

Dalam penelitian ini akan dibedakan nilai kepedulian lingkungan, keterampilan pro- ses dan pemahaman konsep untuk peserta didik yang diajar menggunakan perangkat

Dalam upaya mengimplementasikan nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika di lingkungan SMAM 5 Yogyakarta, telah disusun berbagai kebijakan, yaitu bahwa sekolah bersifat

Pelaksanaan PPL dilakukan dengan membantu pekerjaan dinas seperti ikut membantu dalam rapat pertemuan Kepala Sekolah dan Komite Sekolah, mengolah data

Penelitian tentang hubungan overekspresi HER-2 dengan grade histologi pada pasien kanker payudara yang melakukan pemeriksaan imunohistokemistri (IHC), dan