• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL CORE BERBANTUAN MEDIA MANIPULATIF TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH MODEL CORE BERBANTUAN MEDIA MANIPULATIF TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL

CORE

BERBANTUAN MEDIA MANIPULATIF

TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA

Ni Luh Astiningsih

1

, I Nym. Murda

2

, I Md. Suarjana

3

1,2,3

Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail:asti7492@gmail.com

1

, murdanyoman@yahoo.co.id

2

,

pgsd_undiksha@yahoo.co.id

3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang mengikuti model pembelajaran CORE berbantuan media manipulatif dan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Jenis penelitian ini yaitu eksperimen semu dengan rancangan post test only control group design. Dengan populasinya yaitu seluruh kelas IV SD Gugus IV Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng dengan jumlah 182 orang. Sampel penelitian ditentukan dengan teknik simple random sampling. Metode pengumpulan data menggunakan metode tes dengan soal pilihan ganda berjumlah 30 butir. Data dianalisis menggunakan statistik deskriptif dan uji-t independent. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang mengikuti model pembelajaran CORE berbantuan media manipulatif dan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional (thitung=4,65; ttabel=1,98). Siswa yang mengikuti pembelajaran

CORE berbantuan media manipulatif memperoleh rata-rata hasil belajar 75,5 berada pada kategori tinggi. Sedangkan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional memperoleh rata-rata hasil belajar 60,03 berada pada kategori sedang. Jadi model pembelajaran CORE berbantuan media manipulatif berpengaruh terhadap hasil belajar matematika.

Kata kunci: CORE, Media Manipulatif, Hasil Belajar

Abstract

The purpose this research is to recognize difference results between mathematics students who followed the CORE model learning aided manipulative media and the students who followed the conventional model learning. This research is quasi experimental research with post test design only with non equivalent control group design. The populations are all class IV of Group IV Buleleng regency Elementary School which students amount 182 peoples. The sample this research is determined by random sampling technique. Methods of data collection using multiple-choice tests totaled 30 points. The data were analyses using descriptive statistic and independent t-test. The result of this research shows the difference result between studenst follow CORE model learning aid manipulative media and students follow conventional model learning (tarithmetic=4.65; ttable=1.98). Average score of students who follow CORE model learning

aid manipulative media is 75.5 considered to be high category. Whereas students who follow the conventional learning model is 60,03 considered to be intermediate category. So, research CORE model learning aid manipulative media is preponderate for the result of the mathematics.

(2)

PENDAHULUAN

Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, keterampilan, dan keahlian tertentu kepada individu untuk mengembangkan bakat serta kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di masyarakat dan kebudayaan (Hasbullah, 2012). Pendidikan menunjukkan suatu proses bimbingan yang di dalamnya melibatkan pendidik, anak didik, tujuan dan sebagainya. Oleh karena itu, sudah sepatutnya pendidikan mendapat perhatian secara terus menerus dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan.

Pendidikan saat ini dituntut untuk meningkatkan kualitas pendidikannya sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. “Terwujudnya pendidikan yang berkualitas memerlukan upaya peningkatan kualitas pembelajaran, karena muara dari berbagai program pendidikan adalah terlaksananya program pembelajaran yang berkualitas” (Hamzah dan Satria K., 2012:7). Salah satu indikator kualitas pembelajaran dinyatakan bermutu apabila siswa berhasil mencapai hasil belajar minimal mencapai nilai kriteria kutuntasan minimum (KKM).

Begitu pentingnya tujuan pendidikan sehingga pemerintah dituntut untuk melakukan penyesuaian terhadap sistem pendidikan nasional yang berlaku pada masa kini. Berdasarkan Undang-Undang tentang sistem pendidikan nasional No. 20 tahun 2003 pasal 11 ayat 1 mengamanatkan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas bagi setiap warga negara. Sesuai dengan amanat tersebut, berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah diantaranya yaitu (1) penyempurnaan kurikulum 1994 menjadi kurikulum tahun 2006 yang dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) kemudian pada tahun ini akan diberlakukannya kurikulum terbaru yaitu kurikulum 2013 yang mengutamakan pembelajaran tematik SD; (2) meningkatkan tenaga kependidikan yang bermutu, berkualitas dan profesional; (3) pembaharuan proses belajar mengajar, pengadaan buku pelajaran; (4) pengadaan dan penyempurnaan sarana-prasarana

belajar; (5) penyempurnaan sistem penilaian, penataan organisasi, manajemen pendidikan dan berbagai usaha yang mengarah pada pencapaian hasil pendidikan secara maksimal.

Namun kenyataannya, hasil UN siswa Sekolah Dasar (SD) khususnya di provinsi Bali, menurut Sujaya (dalam Bali Post, 2012:7) menyatakan bahwa, Kabupaten Badung mencatat prestasi terbaik tahun ini berdasarkan nilai rata-rata perolehan UN murni SD/MI. Prestasi Kabupaten Badung itu diukur dari nilai rata-rata untuk ketiga mata pelajaran yang diujikan, yakni Bahasa Indonesia, Matematika dan IPA yang mencapai 25,01. Kota Denpasar berada di posisi kedua dengan nilai rata-rata UN 24,76, diikuti Gianyar (24,21), Klungkung (22,60), Tabanan (22,56), Karangasem (22,09), Jembrana (22,02) dan Buleleng (21,58). Sedangkan posisi juru kunci ditempati Kabupaten Bangli yang mencatat nilai rata-rata UN murni 21,27 untuk ketiga mata pelajaran yang diujikan. Pernyataan tersebut menyatakan bahwa, Kabupaten Buleleng menduduki peringkat ke-8 dari delapan kabupaten dan satu kota madya yang ada di Bali. Hal itu menunjukkan kualitas pendidikan SD Kabupaten Buleleng lebih rendah dibandingkan dengan kabupaten lainnya yang ada di Bali.

Selain data tersebut, adapun rata-rata nilai UN tahun pelajaran 2012/2013 siswa SD gugus IV Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng setiap mata pelajaran yang diujikan yaitu SD No. 1 Penglatan memperoleh rata-rata UN Bahasa Indonesia 7,17; matematika 6,87 dan IPA 7,34. SD No. 2 Penglatan memperoleh rata-rata UN Bahasa Indonesia 7,78; matematika 7,49 dan IPA 7,53. SD No. 3 Penglatan memperoleh rata-rata UN Bahasa Indonesia 7,37; matematika 6,81 dan IPA 7,12. SD No. 1 Alasangker memperoleh rata-rata UN Bahasa Indonesia 6,53; matematika 6,30 dan IPA 6,72. SD No. 2 Alasangker memperoleh rata-rata UN Bahasa Indonesia 7,02; matematika 6,97 dan IPA 7,05. SD No. 3 Alasangker memperoleh rata-rata UN Bahasa Indonesia 7,03; matematika 6,90 dan IPA 7,38. Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa setiap sekolah yang ada di gugus IV Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng memperoleh nilai UN

(3)

matematika lebih rendah dibandingkan dengan nilai UN Bahasa Indonesia dan IPA. Sesungguhnya matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang sangat penting dalam kehidupan. Pentingnya matematika terlihat sampai saat ini merupakan salah satu mata pelajaran yang selalu masuk dalam daftar mata pelajaran yang diujikan secara nasional dari tingkat SD sampai SMA. Selain itu, dalam kehidupan sehari-hari tidak bisa terlepas dari kegiatan hitung-menghitung. Pernyataan itu sesuai dengan pendapat (Suherman, dkk., 2003:15) yang menyatakan bahwa, ”matematika merupakan aktivitas manusia”. Sejalan dengan itu (Wahyudin, 2008:25) menyatakan bahwa, ”matematika untuk kehidupan”. Berdasarkan uraian tersebut, ilmu pengetahuan matematika sangat perlu dipahami agar mampu mencapai hasil belajar yang optimal dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hasil belajar matematika yang optimal dapat dicapai melalui pembelajaran matematika yang efektif.

Pembelajaran matematika yang efektif adalah pembelajaran yang dapat menghubungkan pengetahuan siswa melalui contoh-contoh penerapan dalam kehidupan sehari-hari atau melalui media yang dapat digunakan secara langsung dalam pembelajaran. Sesuai dengan hal tersebut menurut Marsigit, (2008) menyatakan bahwa, pembelajaran matematika merupakan pembelajaran yang memanfaatkan dan mengembangkan lingkungan belajar sebagai perantara untuk menyampaikan materi pembelajaran matematika. Begitu juga (Heruman, 2008:5) menyatakan bahwa “pembelajaran matematika harus terdapat keterkaitan antara pengalaman siswa sebelumnya dengan konsep yang akan diajarkan dan setiap konsep berkaitan dengan konsep lain serta satuan konsep menjadi prasyarat bagi konsep lain”. Oleh karena itu, siswa harus lebih banyak diberikan kesempatan untuk melakukan keterkaitan konsep melalui sebuah perantara yang disebut dengan media.

Konsep yang dipelajari dapat didekatkan dengan menggunakan pengalaman siswa atau benda-benda konkret yang ada dalam kehidupan

sehari-hari (Suherman, dkk., 2003). Benda-benda konkret yang dimaksud itu, berperan sebagai media pembelajaran. Dalam pembelajaran matematika, sarana dan prasarana berupa media pembelajaran yang mendukung keberhasilan proses belajar mengajar perlu diperhatikan keberadaan dan penggunaannya. Keberhasilan proses belajar mengajar tergantung pada pencapaian hasil belajar siswa. Hasil belajar merupakan ”kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya” (Sudjana, 2004:22). Sejalan dengan pendapat itu, (Susanto, 2013:5) menyatakan bahwa, ”hasil belajar yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar”.

Kondisi-kondisi yang diharapkan seperti uraian tersebut, bertolak belakang dengan kondisi yang ditemukan pada saat ini. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di SD Gugus IV Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng, hal-hal yang ditemukan yaitu kurangnya perlakuan model-model pembelajaran yang inovatif dan kurang mengaitkan pengetahuan siswa dengan pengalaman belajarnya melalui keterlibatan media dalam pembelajaran matematika. Hal tersebut berdampak pada hasil belajar matematika siswa SD gugus IV Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng yang masih kurang. Pernyataan itu dapat ketahui dari rata-rata Ulangan Akhir Semester I matematika yaitu SD No. 1 Penglatan (61,57), SD No. 2 Penglatan (61,35), SD No. 3 Penglatan (61,25), SD No. 1 Alasangker (60,80), SD No. 2 Alasangker (61,63), SD No. 3 Alasangker (60,63). Data itu menunjukkan hasil belajar siswa yang belum tuntas memenuhi nilai KKM matematika yaitu 62 untuk SD yang ada di Desa Penglatan dan 63 untuk SD yang ada di Desa Alasangker.

Berdasarkan kondisi yang ditemukan itu, adapun upaya yang dilakukan untuk mengatasi hal-hal yang ditemukan di SD Gugus IV Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng yaitu melaksanakan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran

CORE berbantuan media manipulatif. Model pembelajaran CORE adalah salah satu model pembelajaran yang mencakup empat

(4)

aspek kegiatan yaitu connecting, organizing,

reflecting, dan extending. Adapun keempat

aspek tersebut menurut (Suyatno, 2009:67) menyatakan, “connecting (c) merupakan kegiatan mengoneksikan atau menghubungkan informasi lama dan informasi baru dan antar konsep; organizing

(o) merupakan kegiatan mengorganisasikan ide-ide untuk memahami materi; reflecting (r) merupakan kegiatan memikirkan kembali, mendalami dan menggali informasi yang sudah didapat; extending (e) merupakan kegiatan untuk mengembangkan dan memperluas pengetahuan selama proses belajar mengajar berlangsung”.

Berdasarkan pernyataan itu, model pembelajaran ini menghubungkan pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa tentang suatu materi atau konsep dengan konsep baru yang akan dipelajari. Kemudian siswa mengorganisasikan informasi dari berbagai sumber untuk memahami materi. Setelah itu siswa merefleksikan dan mengembangkan pengetahuan atau konsep yang telah diperolehnya.

Pelaksanaan model pembelajaran

CORE tepatnya pada sintaks conneting dan

orginizing akan berjalan lebih efektif dan

lebih bermakna apabila selama proses pembelajaran matematika, siswa dilibatkan untuk “mengutak-atik” media manipulatif. Mengingat siswa SD masih berada pada tahap operasional konkret menurut Piaget (dalam Japa, dkk., 2011) maka diperlukan media yang bercirikan konkret dan dapat dimanipulasi oleh siswa sehingga siswa mudah mengingat konsep matematika yang abstrak. Menurut Rumampunk (dalam Langnge, 2012:6) “Berbagai jenis benda yang dapat dimanipulasi atau „diutak-atik‟ untuk mempelajari matematika disebut media manipulatif”. Media manipulatif yang dimaksud itu adalah segala benda yang dimodifikasi atau diberikan perlakuan, didesain seperti benda nyata (konkret) dan dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa. Oleh karena media manipulatif merupakan benda yang diberikan perlakuan seperti benda konkret sehingga media manipulatif dapat disebut juga media pengganti. “Media pengganti adalah segala benda yang tidak sebenarnya atau tidak seutuhnya dan dapat menunjukkan model yang konkret” (Tegeh, 2010:37). Berdasarkan pernyataan itu, dapat

diketahui bahwa media manipulatif merupakan segala benda tiga dimensi maupun dua dimensi dalam bentuk konkret atau pengganti benda asli yang dikonkretkan sehingga memiliki fungsi manipulatif (dapat dimanipulasi/diutak-atik).

Pembelajaran matematika yang dilaksanakan dengan model pembelajaran

CORE sangat diperlukan keberadaan dan penggunaan media manipulatif. Karena model pembelajaran CORE mengutamakan keaktifan siswa untuk bereksplorasi menemukan ide dalam pembelajaran. Agar siswa dapat bereksplorasi menemukan ide yang diharapkan guru sehingga diperlukan media manipulatif untuk membantu pelaksanaan model pembelajaran CORE. Mengingat “siswa SD berada pada tahap berpikir intuitif dan tahap berpikir konkret sehingga harus bekerja dengan benda-benda konkret dulu sebelum memahami hal-hal yang bersifat abstrak” (Iskandar, 1996:29). Hal ini senada dengan teori Bruner (dalam Suherman, dkk., 2003:170) menyatakan bahwa, “Proses belajar anak sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat peraga)”.

Dengan demikian, pelaksanaan model pembelajaran CORE berbantuan media manipulatif dapat melibatkan siswa secara aktif mengikuti pembelajaran, dapat melatih daya ingat siswa mengenai suatu konsep, dapat melatih daya pikir siswa dan mampu memberikan pengalaman belajar yang inovatif kepada siswa akhirnya bermuara pada hasil belajar matematika yang lebih optimal (Suyatno, 2009). Berdasarkan uraian tersebut, model pembelajaran CORE

berbantuan media manipulatif diasumsikan dapat meningkatkan hasil belajar matematika. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Model

CORE Berbantuan Media Manipulatif terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa kelas IV SD Gugus IV Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2013/2014”.

(5)

METODE

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen semu atau quasi

experiment karena tidak semua variabel

yang muncul bisa dikontrol dengan ketat. Penelitian ini dilaksanakan di SD Gugus IV Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng pada semester genap tahun pelajaran 2013/2014. Adapun rancangan penelitian yang digunakan adalah Non-Equivalent

Post-Test Only Control Group Design.

Dalam penelitian ini, populasinya yaitu seluruh kelas IV SD gugus IV Kecamatan Buleleng dengan jumlah siswanya sebanyak 182 orang. Sampel penelitian ditentukan dengan teknik Simple Random Sampling

yaitu dengan cara pengundian atau random. Sebelum menentukan sampel yang akan diambil dalam penelitian ini, terlebih dahulu yang dilakukan adalah menguji kesetaraan dari populasi dengan menganalisis hasil belajar matematika ulangan akhir semester ganjil siswa kelas IV SD gugus IV Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng dengan menggunakan analisis varians satu jalur (ANAVA A). Hasil uji kesetaraan hasil belajar matematika menunjukkan kemampuan siswa kelas IV SD gugus IV Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng adalah setara.

Mengingat jumlah SD yang ada di gugus tersebut yaitu enam kelas, maka diadakan pengundian untuk mengambil dua kelas yang menjadi sampel penelitian. Hasil undian diperoleh dua kelas yaitu kelas di SD No. 2 Penglatan dan kelas di SD No. 2 Alasangker. Kedua kelas tersebut diundi kembali untuk menentukan kelas eksperimen dan kontrol. Hasil dari pengundian tersebut yaitu kelas di SD No. 2 Penglatan sebagai kelas eksperimen dan kelas di SD No. 2 Alasangker sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen diberikan perlakuan dengan model pembelajaran

CORE berbantuan media manipulatif sedangkan kelas kontrol diberikan perlakuan dengan model pembelajaran konvensional. Data hasil belajar siswa dikumpulkan dengan instrumen tes hasil belajar yang berupa pilihan ganda sebanyak 35 butir soal dari ranah C1 sampai C6. Tes tersebut sebelum digunakan untuk mengukur hasil belajar matematika di kelas sampel, perlu

diuji coba kepada siswa kelas V SD gugus IV Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng yang tidak termasuk sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pengujian yang dilakukan terhadap intrumen tersebut meliputi validitas soal, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya beda tes. Hasil uji coba menyatakan 30 soal valid dan layak digunakan dalam penelitian, reliabilitas instrumen tes yaitu 0,658 memiliki kriteria reliabilitas tinggi, taraf kesukaran perangkat tes diperoleh 0,64 berada pada kriteria sedang dan daya beda tes sebesar 0,31 termasuk kriteria cukup baik.

Dalam penelitian ini, analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif yaitu mean, median, modus. Hasil perhitungan mean, median, modus disajikan ke dalam kurva poligon. Penyajian data dengan kurva poligon bertujuan untuk menafsirkan sebaran data hasil belajar matematika pada kelompok eksperimen dan kontrol. Hubungan antara mean (M), median (Md) dan modus (Mo) digunakan untuk menentukan kemiringan kurva poligon distribusi frekuensi.

Selain teknik analisis deskriptif, analisis data dengan uji-t dilakukan pula untuk menguji hipotesis penelitian. Sebelum dilakukan analisis t-test, data yang diperoleh perlu diuji normalitas dan homogenitasnya. Uji normalitas untuk skor hasil belajar matematika siswa digunakan analisis

chi-kuadrat dan uji homogenitas varians dengan

uji-F. Jika hasil analisis menunjukkan data yang normal dan homogen serta jumlah siswa antar kelas sampel berbeda, maka rumus uji-t yang digunakan adalah polled varians.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini menganalisis data hasil penelitian dengan stasistik deskriptif dan statistisk inferensial yaitu uji-t. Data yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu skor hasil belajar matematika siswa sebagai akibat dari perlakuan model pembelajaran

CORE berbantuan media manipulatif pada

kelas eksperimen dan model konvensional pada kelas kontrol. Berikut ini rekapitulasi perhitungan hasil belajar matematika hasil analisis deskriptif disajikan pada tabel 1.

(6)

Tabel 1. Rekapitulasi Perhitungan Hasil Belajar Matematika Statistik Deskriptif Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Modus (Mo) 24,83 15

Median (Md) 23,33 16,55

Mean (M) 22,65 18,09

Varians 18,31 19,63

Standar Deviasi 4,27 4,43

Berdasarkan tabel 1, dapat diketahui bahwa pada kelompok eksperimen Mo>Md>M sedangkan pada kelompok kontrol Mo<Md<M. Data hasil belajar matematika pada kelas eksperimen dapat disajikan ke dalam bentuk kurva poligon seperti pada gambar 1.

0

2

4

6

8

10

12

13

16

19

22

25

28

F re k u e n s i

titik tengah

Gambar 1. Kurva Poligon Hasil Belajar Kelas Eksperimen

Berdasarkan gambar 1, terlihat bahwa sebaran data kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran CORE

berbantuan media manipulatif pada kelas eksperimen menunjukkan kurva juling negatif. Berdasarkan analisis data, mean hasil belajar matematika siswa yang berada pada kelas eksperimen yaitu 22,65. Setelah dikonversi ke dalam PAP skala lima, mean hasil belajar menjadi 75,5 berada pada kategori tinggi.

Distribusi frekuensi data hasil belajar matematika pada kelas kontrol yang mengikuti model pembelajaran konvensional disajikan pada gambar 2.

0 2 4 6 8 10 12 14 11 14 17 20 23 26 F re k u e n s i titik tengah

Gambar 2. Kurva Poligon Hasil Belajar Kelas Kontrol

Berdasarkan gambar 2, terlihat bahwa sebaran data kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional pada kelas kontrol menunjukkan kurva juling positif. Berdasarkan analisis data, mean hasil belajar matematika siswa yang berada pada kelas kontrol yaitu 18,09. Setelah dikonversi ke dalam PAP skala lima, mean hasil belajar menjadi 60,03 berada pada kategori sedang.

Sebelum melakukan uji hipotesis, dilakukan beberapa uji prasyarat yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dilakukan untuk membuktikan bahwa frekuensi data hasil penelitian benar-benar berdistribusi normal. Berdasarkan hasil analisis data post test kelas eksperimen dengan menggunakan rumus

chi kuadrat, diperoleh X2hitung = 2,815 dan

X2tabel =9,49 dengan taraf 5% dan dk = 4.

Dengan demikian X2hitung < X2tabel, ini berarti

data post test hasil tes belajar matematika kelas eksperimen berdistribusi normal. Sedangkan hasil analisis data post test kelas kontrol diperoleh X2hitung = 1,805 dan

X2tabel = 9,49 dengan taraf 5% dan dk = 4.

Dengan demikian X2hitung < X2tabel,, maka data

post test hasil belajar kelas kontrol berdistribusi normal pula.

(7)

Selanjutnya uji homogenitas varians dilakukan terhadap varians pasangan antar kelas eksperimen dan kontrol. Uji yang digunakan adalah uji-F dengan kriteria data homogen jika Fhitung < Ftabel. Berdasarkan

hasil perhitungan uji homogenitas didapatkan Fhitung = 1,07 dan Ftabel = 1,69

pada taraf signifikasi 5%. Dengan demikian varians antar kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah homogen.

Berdasarkan hasil analisis ujii prasyarat diperoleh bahwa data hasil belajar matematika siswa kelas eksperimen dan kontrol adalah normal dan homogen,

sehingga pengujian hipotesis penelitian dengan uji-t dapat dilakukan. Oleh karena data hasil belajar matematika berdistribusi normal dan homongen serta jumlah siswa pada kelas eksperimen berbeda dengan jumlah siswa pada kelas kontrol, maka pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji-t sampel independent

(tidak berkorelasi) yaitu rumus polled varians

dengan kriteria H0ditolak jika thitung > ttabel dan

H0 terima jika thitung < ttabel. Berikut ini

ringkasan hasil uji hipotesis disajikan pada tabel 2.

Tabel 2. Ringkasan Hasil Uji-t Independent dengan Polled Varians

Kelas Varians N Db thitung ttabel Kesimpulan

Eksperimen 18,31 37

Kontrol 19,63 41 76 4,65 1,98 Signifikan

Sesuai dengan tabel 2 tersebut, terlihat bahwa thitung > ttabel. Hal ini berarti H0 ditolak

dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika antara siswa yang mengikuti model pembelajaran CORE

berbantuan media manipulatif dengan siswa mengikuti pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV SD Gugus IV Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2013/2014.

Dalam penelitian ini, model pembelajaran CORE berbantuan media manipulatif yang diikuti oleh kelas eksperimen di SD No. 2 Penglatan dan model pembelajaran konvensional yang diikuti oleh kelas kontrol di SD No. 2 Alasangker menunjukkan pengaruh yang berbeda terhadap hasil belajar matematika siswa kelas IV. Perbedaan ini dapat diketahui dari rata-rata skor hasil belajar matematika dan hasil uji-t pada kedua kelompok tersebut.

Secara deskriptif, hasil belajar matematika siswa yang berada pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang berada pada kelas kontrol. Pernyataan ini dapat diketahui berdasarkan rata-rata hasil belajar matematika dan kecenderungan skor yang

diperoleh kedua kelas tersebut. Rata-rata skor hasil belajar matematika setelah didistribusikan pada kriteria penilaian PAP, siswa yang berada pada kelas eksperimen memperoleh rata-rata 75,5 terletak pada kategori tinggi. Sedangkan rata-rata hasil belajar pada kelas kontrol yaitu 60,03 terletak pada kategori sedang. Perbedaan itu menyebabkan bentuk kurva sebaran data kedua kelompok tersebut berbeda pula. Pada kelompok eksperimen kurva sebaran datanya tampak juling negatif. Hal ini karena sebagian besar skor yang diperoleh siswa cenderung tinggi. Namun berbeda halnya dengan kelompok kontrol, kurva sebaran datanya tampak juling positif. Hal ini karena sebagian besar skor yang diperoleh siswa cenderung rendah.

Berdasarkan analisis data menggunakan uji-t diketahui thitung = 4,65 dan

ttabel = 1,98. Hasil perhitungan tersebut

menunjukkan bahwa thitung lebih besar dari

ttabel (thitung > ttabel) sehingga hasil penelitian

ini adalah signifikan. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika antara siswa yang mengikuti model pembelajaran CORE

berbantuan media manipulatif dan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Adanya perbedaan yang signifikan

(8)

menunjukkan bahwa model pembelajaran

CORE berbantuan media manipulatif berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa kelas IV.

Perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika antara siswa yang mengikuti model pembelajaran CORE

berbantuan media manipulatif dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional disebabkan oleh perbedaan perlakuan langkah-langkah pembelajaran. Model pembelajaran CORE memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi memberikan pendapat dan pengalaman yang pernah dimiliki untuk dihubungkan dengan materi yang sedang dipelajarinya. Selain itu, model CORE

mampu melatih siswa untuk mengorganisasikan ide dalam memahami materi dan meningkatkan daya pikir siswa untuk mengingat kembali konsep yang sedang dipelajari dan dapat memperluas pengetahuan siswa melalui pemberian soal evaluasi. Pernyataan itu sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh (Suyatno, 2009) menyatakan bahwa model pembelajaran CORE merupakan model yang mencakup empat aspek kegiatan yaitu “connecting (c) adalah koneksi informasi lama-baru dan antar konsep;

organizing (o) adalah organisasi ide untuk

memahami materi; reflecting (r) adalah memikirkan kembali, mendalami dan menggali dan extending (e)

mengembangkan, memperluas, menggunakan dan menemukan”.

Selain itu, sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan, model pembelajaran

CORE menjadi lebih efektif dan lebih bermakna dengan keterlibatan media manipulatif dalam pembelajaran matematika. Media manipulatif merupakan segala benda tiga dimensi maupun dua dimensi dalam bentuk konkret atau pengganti benda asli yang dikonkretkan dan memiliki fungsi manipulatif (dapat dimanipulasi/diutak-atik). Dalam pembelajaran matematika yang bersifat abstrak dapat dikonkretkan melalui keterlibatan media manipulatif. Hal itu sesuai dengan pendapat Piaget (dalam Japa, dkk., 2011:4) yang menyatakan bahwa, “siswa SD masih berada dalam tahap operasional konkret, untuk memahami konsep yang

abstrak maka diperlukan benda-benda kongkret sebagai perantara atau visualisasinya”. Pernyataan itu didukung pula oleh (Iskandar, 1996:29) “siswa SD berada pada tahap berpikir intuitif dan tahap berpikir konkret sehingga harus bekerja dengan benda-benda konkret dulu sebelum memahami hal-hal yang bersifat abstrak”.

Dengan demikian model pembelajaran

CORE berbantuan media manipulatif dapat

melatih daya pikir, melatih daya ingat dan mampu memberikan pengalaman belajar yang inovatif pada akhirnya berpengaruh terhadap hasil belajar matematika (Suyatno, 2009). Berdasarkan teori itu, hasil penelitian menunjukkan sebagian besar siswa yang mengikuti model CORE berbantuan media manipulatif memperoleh skor tinggi. Hal tersebut menandakan bahwa model CORE

berbantuan media manipulatif yang diungkapkan Suyatno (2009) berpengaruh terhadap hasil belajar matematika.

Temuan penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Renita (2013) terkait dengan model pembelajaran CORE menemukan bahwa skor keterampilan berpikir kritis siswa yang belajar dengan model CORE berbantuan lingkungan cenderung tinggi dengan mean 64,10 %. Penelitian yang serupa dilakukan oleh Yuniarti (2013) menemukan bahwa pemahaman matematika siswa dengan menggunakan model pembelajaran CORE

lebih tinggi daripada pemahaman matematik dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Selain itu, penelitian ini didukung pula dengan penelitian yang terkait dengan pemanfaatan media manipulatif yaitu penelitian yang dilakukan oleh Yeni (2011) menemukan bahwa terdapat peningkatan pemahaman konsep geometri dan kemampuan tilikan ruang antara siswa yang belajar matematika memanfaatkan benda-benda manipulatif dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

Keberhasilan penelitian-penelitian tersebut mendukung keberhasilan penelitian tentang pengaruh model CORE berbantuan media manipulatif terhadap hasil belajar matematika. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran CORE berbantuan

(9)

media manipulatif berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa.

Berbeda halnya dengan model pembelajaran konvensional yang diikuti oleh kelompok siswa yang ada di kelas kontrol, metode yang biasa dilakukan oleh guru yaitu ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas selama pembelajaran berlangsung. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas guru lebih banyak daripada aktivitas siswa sehingga siswa menjadi pasif dan kurang memahami materi yang dipelajari. Pembelajaran konvensional pada umumnya, kegiatan mengingat kembali, menghubungkan konsep lama dengan kosep yang baru jarang dilakukan dan kurang mengaitkan pengetahuan siswa dengan pengalaman belajarnya melalui keterlibatan media dalam pembelajaran matematika di SD. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Rasana (2009:20) ”pembelajaran konvensional sampai saat ini masih banyak diterapkan di SD. Penyampaian materi lebih banyak dilakukan melalui ceramah, tanya jawab dan penugasan”. Berdasarkan pernyataan itu, dalam pembelajaran konvensional siswa hanya mengikuti alur yang diciptakan guru sehingga siswa tampak pasif menerima materi yang disampaikan oleh guru sehingga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa yang lebih rendah dibandingkan dengan kelas ekperimen. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran CORE berbantuan media manipulatif berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa kelas IV.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa hasil perhitungan mean hasil belajar siswa yang berada pada kelas eksperimen adalah 22,65 dan mean hasil belajar siswa yang berada pada kelas kontrol adalah 18,09. Ini berarti rata-rata hasil belajar siswa di kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata hasil belajar siswa di kelas kontrol. Hasil analisis uji-t sampel tidak berkorelasi diperoleh thitung

= 4,65 dan dengan taraf signifikansi 5% dan derajat kebebasan 76 diperoleh ttabel = 1,98

yang berarti thitung > ttabel. Hal ini berarti

bahwa terdapat perbedaan yang signifikan

hasil belajar matematika siswa antara kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran CORE berbantuan media manipulatif dengan kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV SD di Gugus IV Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng. Adanya perbedaan yang signifikan menunjukkan bahwa model pembelajaran

CORE berbantuan media manipulatif berpengaruh positif terhadap hasil belajar matematika siswa dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional.

Adapun beberapa saran yang dapat disampaikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan. Disarankan kepada siswa agar tetap tertib melaksanakan perintah guru saat pembelajaran berlangsung sehingga pembelajaran dapat berjalan tepat pada waktunya. Kemudian saran ditunjukkan kepada guru yaitu dalam melaksanakan pembelajaran hendaknya memakai model pembelajaran CORE

berbantuan media manipulatif untuk meningkatkan hasil belajar siswa khususnya matematika. Disarankan kepada pihak sekolah agar model pembelajaran CORE

berbantuan media manipulatif tetap dijadikan sebagai salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar matematika. Selanjutnya disarankan kepada peneliti lain yang memiliki keinginan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut dengan model pembelajaran CORE berbantuan media manipulatif dalam matematika maupun bidang ilmu lainnya, agar memperhatikan kendala-kendala yang dialami dalam penelitian ini sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan dan penyempurnaan penelitian yang akan dilaksanakan.

DAFTAR RUJUKAN

”Badung Terbaik, Bangli Juru Kunci”. 2012, 15 Juni. Bali Post, hlm.7.

Hamzah dan Satria K. 2012. Assessment

Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi

Aksara.

Hasbullah. 2012. Dasar-Dasar Ilmu

Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo

(10)

Heruman. 2008. Model Pembelajaran

Matematika di Sekolah Dasar.

Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Japa, dkk. 2011. Seri Bahan Ajar Pendidikan

Guru Sekolah Dasar Pendidikan

Matematika I. Singaraja: Undiksha.

Iskandar, Srini M. 1996. Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Alam. Depdikbud

Dirjendikti.

Langnge, Ansar. Panduan Pembuatan dan Penggunaan Media Pembelajaran

Sederhana, 2012. Jakarta:

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar.

Marsigit. 2008. “Indikator Guru Matematika”.

Tersedia pada

http://pbmmatmarsigit.com/2008/12/ind ikator-guru-matematika-yang.html. (diakses pada tanggal 21 November 2013).

Rasana, Raka. 2009. Model-Model

Pembelajaran. Singaraja: Universitas

Pendidikan Ganesha.

Renita, Filla. 2013. “Pengaruh Model Pembelajaran CORE Berbantuan Lingkungan Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis IPA Siswa Kelas IV SD Gugus I Kecamatan Negara”. Volume 1.

Sudjana, Nana. 2004. Penilaian Hasil

Proses Belajar. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

Suherman, dkk. 1992. Strategi Belajar

Mengajar Matematika. Jakarta:

Universitas Terbuka

---. 2003. Strategi Pembelajaran

Matematika Kontemporer. Bandung:

Universitas Pendidikan Indonesia. Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan

Pembelajaran di Sekolah Dasar.

Jakarta: Kencana Pernada Media Group.

Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran

Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana

Pustaka.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20

Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional. Jakarta: PT

Amas Duta Jaya.

Wahyudin. 2008. Pembelajaran dan

Model-Model Pembelajaran. Jakarta: CV IPA

Abong.

Yeni, Ety Mukhlesi. 2011. “Pemanfaatan Benda-Benda Manipulatif untuk Meningkatakan Pemahaman Konsep Geometri dan Kemampuan Tilikan Ruang Siswa Kelas V Sekolah Dasar”. ISSN 1412-565X. Edisi Khusus 1 (63-75).

Yuniarti, Santi. 2013. ”Pengaruh Model CORE Berbasis Kontekstual Terhadap Kemampuan Pemahaman Matematika

Siswa”. Tersedia pada

http://publikasi.stkipsiliwangi.ac.id/files/ 2013/01/Santi-Yuniarti.pdf. (diakses tanggal 12 Oktober 2013).

Gambar

Tabel 1. Rekapitulasi Perhitungan Hasil Belajar Matematika
Tabel 2. Ringkasan Hasil Uji-t Independent dengan Polled Varians  Kelas               Varians         N        Db           t hitung               t tabel                Kesimpulan

Referensi

Dokumen terkait

ROYKHATUL MUFIDAH NIM.. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Hubungan antara persepsi siswa tentang kompetensi pedagogik guru dengan hasil belajar siswa pada mata

a. Fleksibelitas, penyelenggaraan SKS harus fleksibel dalam pilihan mata pelajaran dan waktu penyelesaian masa belajar yang memungkinkan peserta didik menentukan dan

Pajak penghasilan terkait pos-pos yang tidak akan direklasifikasi ke laba rugi Penyesuaian akibat penjabaran laporan keuangan dalam mata uang asinga. Keuntungan (kerugian)

Hal tersebut menunjukkan bahwa strain nematoda yang efektif terhadap satu spesies inang belum tentu efektif terhadap spesies inang yang lain, karena setiap serangga memiliki

Materi Penjas Harmoni dicoba disusun dengan mengacu pada faktor-faktor kecerdasan emosi yang perlu dikembangkan melalui olahraga, permainan, dan tarian masal, dalam

Pada kajian ini kondisi rantai pasokan yang dianalisis terdiri dari berbagai hubungan kerjasama berbagai pihak dalam menjalankan berbagai macam produk pertanian

Penelitian ini dilaksanakan pada salah satu ekstrakurikuler di SMP Negeri 3 Sungai Raya yaitu ekstrakurikuler futsal. Melalui teknik pengambilan sampel yang digunakan,

Dalam hal ini, United Nations sebagai badan organisasi internasional yang memfasilitasi pembuatan kesepakatan substantive norms dengan mengeluarkan CRC dan ICCPR