commit to user
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.Keadaan Umum
1. Letak Geografis
Secara geografis Kabupaten Grobogan memiliki posisi daerah yang terletak di antara 110°15’ BT - 111°25’ BT dan di antara 7°LS - 7°30’ LS. Dilihat dari tata ruang Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Grobogan terletak di antara dua pegunungan Kendeng yang membujur dari arah Barat ke Timur. Kondisi topografi rata-rata adalah datar, terutama di bagian tengah seluas 43.903,7 ha (22,22%) merupakan lahan landai dan agak curam, sedangkan yang berada di sebelah utara dan selatan berupa pegunungan kapur dan perbukitan yang membujur dari Barat ke Timur (Pegunungan Kendeng Utara dan Kendeng Selatan).
Kabupaten Grobogan yang memiliki relief daerah pegunungan kapur dan perbukitan serta dataran di bagian tengahnya, secara topografi terbagi ke dalam 3 kelompok yaitu :
a. Daerah dataran rendah berada pada ketinggian sampai 50 meter di atas
permukaan air laut dengan kelerengan 0˚ – 8˚ meliputi 6 kecamatan yaitu
Kecamatan Gubug, Tegowanu, Godong, Purwodadi, Grobogan sebelah selatan dan Wirosari sebelah Selatan dengan luas keseluruhan 22,22% dari luas wilayah Kabupaten Grobogan.
b. Daerah perbukitan berada pada ketinggian antara 50 - 100 meter di atas
permukaan air laut dengan kelerengan 8˚ – 15˚ meliputi kecamatan
Klambu, Brati, Grobogan sebelah utara, Tawangharjo sebelah utara, Wirosari sebelah utara, Ngaringan, Kedungjati, Tanggungharjo, sebagian kecil wilayah Karangrayung, Penawangan, Toroh, Geyer, Pulokulon, Kradenan dan Gabus, dengan luas 61,72% dari luas wilayah keseluruhan
c. Daerah dataran tinggi berada pada ketinggian 100 - 500 meter di atas
permukaan air laut dengan kelerengan lebih dari 15˚, meliputi wilayah
Kecamatan Kedungjati, Tanggungharjo, Gubug, Karangrayung, Geyer, 45
commit to user
Toroh, Kradenan, Gabus, Klambu, Brati dan sebagian kecil Kecamatan Grobogan, dengan luas sebesar 16,06%.
Berdasarkan letak geografis dan reliefnya, Kabupaten Grobogan merupakan kabupaten yang tiang penyangga perekonomiannya berada pada sektor pertanian dan merupakan daerah yang cenderung cukup sulit mendapatkan air bersih.
Kabupaten Grobogan memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah Barat : Kabupaten Semarang dan Demak.
Sebelah Utara : Kabupaten Kudus, Pati dan Blora.
Sebelah Timur : Kabupaten Blora.
Sebelah Selatan : Kabupaten Ngawi, Sragen, Boyolali dan
Semarang.
2. Luas Wilayah
Kabupaten Grobogan mempunyai luas 1.975,86 Km² merupakan kabupaten terluas nomor 2 di Jawa Tengah setelah Kabupaten Cilacap. Jarak dari utara ke selatan ± 37 Km dan jarak dari barat ke timur ± 83 Km dengan ibukota kabupaten di Purwodadi. Berikut jarak Ibukota Kabupaten Grobogan ke beberapa kota sekitarnya adalah sebagai berikut:
a. Purwodadi ke Semarang : ± 64 km b. Purwodadi ke Demak : ± 39 km c. Purwodadi ke Kudus : ± 45 km d. Purwodadi ke Pati : ± 45 km e. Purwodadi ke Blora : ± 64 km f. Purwodadi ke Sragen : ± 64 km g. Puewodadi ke Surakarta : ± 64 km
Secara administratif Kabupaten Grobogan terdiri dari 280 desa/kelurahan yang tersebar di 19 kecamatan. Berikut persebaran wilayah Kabupaten Grobogan terlihat dalam tabel 5 berikut :
commit to user
Tabel 5. Pembagian Wilayah Administrasi dan Luas Wilayah
No Kecamatan Jumlah
Desa/Kel Jumlah Dusun
Luas Wilayah (Km2) 1 Kedungjati 12 76 130,33 2 Karangrayung 19 100 18,85 3 Penawangan 20 71 74,18 4 Toroh 16 118 119,31 5 Geyer 13 102 196,19 6 Pulokulon 13 112 133,65 7 Kradenan 14 79 107,74 8 Gabus 14 87 165,38 9 Ngaringan 12 78 116,72 10 Wirosari 14 85 154,30 11 Tawangharjo 10 58 83,60 12 Grobogan 12 52 104,56 13 Purwodadi 17 104 77,65 14 Brati 9 51 54,90 15 Klambu 9 44 46,56 16 Godong 28 86 86,78 17 Gubug 21 62 71,11 18 Tegowanu 18 54 51,67 19 Tanggungharjo 9 31 60,64 Jumlah 280 1.451 1.975,86
Sumber : Kabupaten Grobogan, 2012
Berdasarkan Tabel 5. kecamatan dengan luasan wilayah terbesar
adalah Kecamatan Geyer, dengan luas 196,19 km2 (9,9% dari luas wilayah
Kabupaten Grobogan), sedangkan yang terkecil adalah Kecamatan Klambu,
seluas 46,564 km2 (2,2% dari luas wilayah Kabupaten Grobogan). Luas
wilayah Kabupaten Grobogan sebagaimana pada tabel di atas seluas
commit to user
Tabel 6. Tataguna Lahan (land Used) Kabupaten Grobogan
Sumber : Kabupaten Grobogan Dalam Angka, 2012
Berdasarkan Tabel 6. Kabupaten Grobogan secara keseluruhan yang mempunyai luas 197.584.420 Ha, pemanfaatan lahannya meliputi 65.185.220 Ha lahan sawah dan 132.401.200 Ha lahan bukan sawah. atau 32,991 % merupakan lahan sawah dan selebihnya 67,009 % merupakan lahan bukan sawah yang terdiri dari pekarangan/bangunan, tegal/kebun, padang/gembala, kolam/empang, hutan negara/hutan rakyat, perkebunan negara/swasta. Dari 32,991 % lahan sawah yang paling banyak penggunaannnya terdapat pada lahan sawah dengan pengairan tadah hujan yaitu 17,787 % sedangkan dari 67,009 % lahan bukan sawah yang paling banyak penggunannya pada hutan negara dan hutan rakyat yaitu 73.031.320 Ha atau 36,961 %. Dengan demikian tidak menutup kemungkinan penggunaan lahan sawah mengalami perubahan dalam penggunaannya, misalnya dari lahan sawah atau pekarangan berubah menjadi tegal/kebun atau perubahan penggunaan yang lainnya. Berdasarkan perbandingan antara lahan sawah 32,991 % dan lahan bukan sawah 67,009 % dapat diartikan bahwa masyarakat di Kabupaten Grobogan masih banyak menggantungkan hidupnya dengan bekerja di sektor pertanian.
Jenis penggunaan tanah Luas (Ha) Prosentase
Tanah Sawah 64.790,210 32,791
Irigasi teknis 18.394,780 9,310
Irigasi setengah teknis 1.658,000 0,839
Irigasi sederhana 10.609,260 5,369
Tadah hujan 34.128,170 17,273
Tanah bukan sawah 132.796,210 67,209
Bangunan dan halaman 23.649,278 11,969
Tegalan 28.536,865 14,443 Padang gembala 0 0 Tambak/kolam 22,430 0,011 Rawa 0 0 Hutan Negara 68.633,030 34,736 Hutan rakyat 4.443,107 2,249 Perkebunan Negara - -
Lain (sungai, jalan,
kuburan)
commit to user
Adapun kawasan lindung di wilayah Kabupaten Grobogan terdiri dari: a. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan di bawahnya,
meliputi:
1) Kawasan yang mempunyai kelerengan di atas 40%, berada di Kecamatan Grobogan, Brati, Tawangharjo dan Wirosari dengan luas kawasan 448,50 ha.
2) Kawasan resapan air yang berada di 30 desa yang tersebar di Kecamatan Tanggungharjo, Kedungjati, Karangrayung, Penawangan, Toroh, Geyer, Pulokulon, Kradenan, Gabus, Klambu dan Grobogan. b. Kawasan perlindungan setempat yang meliputi : kawasan Sempadan
Sungai seluas 7.265 ha, Kawasan Sempadan Waduk (Waduk Gambrengan, Sanggeh, Butak, Simo, Nglangon, Kenteng) dengan luas total 149 ha, serta Kawasan Sempadan Mata Air dengan luas total 1.382 ha.
c. Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya, yang meliputi: kawasan Bledug Kuwu seluas 168,75 ha, kawasan Mrapen seluas 12,56 ha, Kawasan Makam Ki Ageng Tarub seluas 12,56 ha, Kawasan Makam Ki Ageng Selo seluas 12,56 ha, kawasan Gua Lawa dan Gua Macan seluas 12,56 ha, dan Kawasan Gua Urang seluas 12,56 ha.
3. Iklim
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Direktorat Program Kehutanan tentang iklim di Kabupaten Grobogan yang terletak di antara Daerah Pantai Utara bagian timur dan daerah Bengawan Solo Hulu mempunyai tipe iklim D yang bersifat 1 s/d 6 bulan kering dan 1 s/d 6 bulan
basah dengan suhu minimum 260 C. Rata-rata hari hujan tahun 2012
sebanyak 148 hari. Rata-rata curah hujan tahun 2012 tercatat sebanyak 1782 mm/tahun. Dengan kondisi iklim tersebut daerah Grobogan termasuk daerah beriklim kering dengan curah hujan sedang sehingga cocok untuk dikembangkan tanaman tembakau.
commit to user
3. Keadaan Penduduk
a. Jumlah dan Komposisi Penduduk
Pertumbuhan penduduk adalah perubahan populasi sewaktu-waktu, dan dapat dihitung sebagai perubahan dalam jumlah individu dalam sebuah populasi. Berikut ini adalah perkembangan jumlah penduduk di kabupaten Grobogan tahun 2008 – 2012 :
Tabel 7. Perkembangan Jumlah Penduduk Tahun 2008 – 2012
No Tahun Jenis Kelamin Jumlah Perub.
Pertum-buhan % Laki-Laki Perempuan 1 2008 690.383 704.097 1.394.480 7.431 0,53 2 2009 695.690 709.080 1.404.770 10.290 0,74 3 2010 700.319 713.017 1.413.336 8.566 0,61 4 2011 706.303 716.958 1.423.261 9.925 0,70 5 2012 711.626 721.735 1.433.361 10.100 0,71
Sumber : Kabupaten Grobogan Dalam Angka , 2012
Penduduk Kabupaten Grobogan terus mengalami pertumbuhan, dari tahun 2008 sebanyak 1 .394.480 jiwa, dengan pertumbuhan sebesar 0,53% sampai dengan akhir tahun 2012 menjadi sebesar 1.433.361 jiwa. Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kabupaten Grobogan selama 5 tahun terjadi penambahan 46.312 jiwa dengan pertumbuhan rata-rata 0,66%.
Tabel 8. Beberapa Indikator Kependudukan Kabupaten Grobogan Tahun 2012
Indikator Kabupaten Grobogan
Jumlah Penduduk 1. Laki-laki 2. Perempuan 1.433.361 jiwa 711.626 jiwa 721.735 jiwa
Rasio Jenis Kelamin 98
Penduduk Menurut Kelompok Umur 1.0 – 14 tahun 2.15 – 64 tahun 3.≥ 65 tahun 323.369 jiwa 980.987 jiwa 129.005jiwa
Angka Beban Tanggungan 46,11
commit to user
Tabel 8 menunjukkan dari segi sex rasio, jumlah penduduk di Kabupaten Grobogan lebih besar jenis kelamin Perempuan. Dengan
komposisi jumlah penduduk laki-laki tercatat sebanyak 711.626 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 721.735 jiwa, maka sex rasio penduduk mencapai 98, yang berarti bahwa setiap 100 jiwa penduduk perempuan terdapat 98 jiwa penduduk laki-laki.
Berdasarkan tabel 8 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar
penduduk adalah kelompok usia produktif (usia 15‐65 tahun), karena
mencapai 980.987 jiwa atau 68,4 %, kemudian kelompok anak‐anak (usia
0‐15 tahun) mencapai 323.369 jiwa atau 22,6% dan kelompok lanjut usia
(usia 65 tahun ke atas) mencapai 129.005 jiwa atau 9,0%. Sedangkan rasio ketergantungan total adalah 46,11, artinya setiap 100 orang berusia produktif di Kabupaten Grobogan menanggung 46 orang yang belum produktif dan yang dianggap tidak produktif lagi. Dari indikator ini terlihat bahwa pada tahun 2012, penduduk usia kerja Kabupaten Grobogan dibebani tanggung jawab terhadap penduduk usia muda lebih banyak daripada usia tua.
a. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk adalah perbandingan antara jumlah penduduk dan luas daerah yang di diami, karena itu kepadatan penduduk erat kaitannya dengan kemampuan wilayah dalam mendukung kehidupan
penduduknya. Sejalan dengan kenaikan penduduk maka kepadatan
penduduk dalam kurun waktu lima tahun (2008 - 2012) cenderung mengalami kenaikan, pada tahun 2012 tercatat sebesar 725 jiwa setiap kilometer persegi. Jumlah penduduk yang terus bertambah setiap tahun tidak diimbangi dengan pemerataan penyebaran penduduk di tiap kecamatan. Kepadatan penduduk di kecamatan yang wilayahnya sebagian besar perkotaan mempunyai kepadatan penduduk yang tinggi dibandingkan dengan kecamatan yang wilayahnya masih merupakan daerah pedesaan. Karakteristik daerah tempat tinggal juga mempengaruhi jenis pekerjaan utama yang dilakukan penduduk setempat. Besarnya
commit to user
penyerapan tenaga kerja akan meningkatkan pendapatan per kapita
penduduk, yang hasilnya akan berdampak bagi peningkatan
kesejahteraan penduduk.
b. Ketenagakerjaan
Tenaga kerja adalah orang yang siap masuk dalam pasar kerja sesuai dengan upah yang ditawarkan oleh penyedia pekerjaan. Jumlah tenaga kerja dihitung dari penduduk usia produktif (umur 15 thn–65 thn) yang masuk kategori angkatan kerja. Tersedianya lapangan/kesempatan kerja baru untuk mengatasi peningkatan penawaran tenaga kerja merupakan salah satu target yang harus dicapai dalam pembangunan ekonomi daerah.
Tabel 9. Komposisi Penduduk Kabupaten Grobogan Umur 15 Tahun keatas Menurut Mata Pencaharian Tahun 2008-2012
No Lapangan Pekerjaan Tenaga Kerja 2008 2009 2010* 2011* 2012** 1 Pertanian Tanaman Pangan 348.613 380.051 385.124 363.789 390.809 2 Perkebunan 4.084 15.319 15.051 14.217 15.273 3 Perikanan 673 753 760 718 772 4 Peternakan 7.448 8.333 8.538 8.065 8.664 5 Pertanian lainnya 3.608 4.037 4.069 3.843 4.129 6 Industri Pengolahan 41.554 39.233 39.635 37.440 40.220 7 Perdagangan 123.106 124.609 127.937 120.849 129.824 8 Jasa 52.615 60.746 63.008 59.518 63.938 9 Angkutan 34.524 34.387 35.973 33.980 36.504 10 Lainnya 45.812 53.233 54.136 51.137 54.935 TOTAL 662.037 720.700 734.231 693.556 745.068
Sumber : BPS Grobogan tahun 2012
* : Angka Revisi
**: Angka Sementara
Penduduk Kabupaten Grobogan, sebagian besar tinggal di daerah pedesaan, karena itu sesuai potensi daerah yang ada pada lingkungan
commit to user
sekitar maka mata pencaharian penduduk Kabupaten Grobogan sebagian besar bekerja dibidang pertanian, baik sebagai buruh tani atau petani penggarap. Sedangkan sebagian lainnya bekerja sebagai pegawai,
pedagang, dan lain‐lain.
B. Hasil Penelitian
Penelitian yang berjudul Respon Penawaran Tembakau di Kabupaten
Grobogan ini menggunakan data time series selama 17 tahun, yaitu pada tahun
1996 - 2012. Penawaran tembakau dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan model Nerlove yang telah disesuaikan, sehingga didapatkan
penawaran tembakau sebagai variabel tak bebas (dependent) yang diukur dari
produksi tembakau pada daerah penelitian. Sebagai variabel bebas (independent) yaitu harga tembakau pada tahun sebelumnya, jumlah produksi tembakau pada tahun sebelumnya, luas areal panen tembakau pada tahun t, rata-rata curah hujan pada tahun t, dan luas panen jagung pada tahun t.
Penggunaan model Nerlove ini dikarenakan adanya time lag dalam komoditas
tembakau yang bersifat musiman menyebabkan dalam jangka pendek petani belum mampu melakukan pengaturan dan penyesuaian kembali dalam penyaluran faktor-faktor produksi yang dimilikinya seperti lahan untuk mengusahakan tembakau. Penggunaan lahan untuk mengusahakan tembakau tidak dapat dirubah secara cepat untuk merespon kenaikan atau penurunan harga tembakau di pasaran.
1. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Respon Penawaran Tembakau di
Kabupaten Grobogan
a. Harga Tembakau
Perkembangan harga tembakau di Kabupaten Grobogan dari tahun 1996 – 2012 mengalami peningkatan dari tahun ke tahun meskipun ada beberapa tahun yang mengalami penurunan harga dari tahun sebelumnya. Perkembangan harga tembakau di Kabupaten Grobogan ditunjukkan oleh tabel berikut :
commit to user
Tabel 10. Harga Tembakau di Kabupaten Grobogan tahun 1996 – 2012
Tahun Harga Tembakau Perkembangan
IHK Berlaku(Rp) Konstan(Rp) Rp % 1996 69,75 2.175,00 3.119,00 0,00 0,00 1997 71,83 2.782,00 4.873,00 1754,02 56,24 1998 77,54 4.150,00 5.352,00 479,49 9,84 1999 123,96 7.233,00 5.835,00 482,71 9,02 2000 84,08 9.257,00 15.009,00 9174,23 157,23 2001 84,55 10.361,00 14.254,00 -755,48 -5,03 2002 90,55 11.129,00 12.290,00 -1963,90 -13,78 2003 100,00 13.000,00 13.000,00 710,15 5,78 2004 108,17 21.743,00 20.101,00 7100,92 54,62 2005 108,86 16.333,00 15.004,00 -5097,24 -25,36 2006 121,30 15.763,00 12.995,00 -2008,62 -13,39 2007 132,97 16.750,00 12.597,00 -398,23 -3,06 2008 145,72 30.944,00 21.235,00 8638,42 68,58 2009 164,83 48.210,00 20.248,00 -987,11 -4,65 2010 168,75 21.245,00 23.589,00 3341,29 16,50 2011 177,49 52.650,00 23.663,00 73,52 0,31 2012 186,00 56.300,00 25.269,00 1605,88 6,79 Jumlah 2.016,36 340.024,00 248.432,00 22.150,03 319,63 Rata-Rata 118,61 20.001,42 14.613,69 1.302,94 18,80 Sumber : Analisis Data Sekunder, 2013
Tabel 10 menunjukkan bahwa harga tembakau cenderung meningkat. Kenaikan harga tembakau yang terjadi cukup besar. Tingkat harga tembakau yang digunakan dalam analisis merupakan harga yang sudah dideflasikan yang bertujuan untuk menghilangkan pengaruh inflasi. Di dalam pendeflasian tersebut digunakan indeks harga konsumen dengan tahun 2002. Perkembangan harga tembakau di Kabupaten Grobogan cenderung mengalami peningkatan. Rata-rata harga tembakau sebelum terdeflasi yaitu sebesar Rp 20.001,42. Sedangkan rata-rata harga tembakau setelah terdeflasi yaitu sebesar Rp 14.613,69. Harga tembakau setelah terdeflasi tertinggi pada tahun 2012 yaitu sebesar Rp 25.269,00 dan harga tembakau setelah terdeflasi terendah pada tahun 1996 sebesar Rp 3.119,00. Perkembangan kenaikan harga tertinggi terjadi pada tahaun 2000 sebesar Rp 9174,23.
commit to user
Gambar 10. Grafik Perkembangan Harga Tembakau di Kabupaten Grobogan dari tahun 1996 - 2012
Gambar 10 menunjukkan perkembangan harga tembakau di Kabupaten Grobogan dari tahun 1996 – 2012 cenderung meningkat. Harga tembakau di Kabupaten Grobogan sebelum terdeflasi berkisar
antara Rp. 2.175,00 – Rp 56.300,00 per kilogram. Sedangkan harga
tembakau setelah terdeflasi berkisar antara Rp 3.119,00 - Rp 25.269,00 perkilogram. Kenaikan harga tertinggi baik pada harga sebelum terdeflasi maupun setelah terdeflasi, terjadi pada tahun 2000 sebesar Rp 9.174,23 serta mengalami penurunan harga tertinggi pada tahun 2005 sebesar Rp 5.097,24.
b. Jumlah Produksi Tembakau
Jumlah produksi merupakan faktor yang penting dalam penawaran. Hal ini dikarenakan jumlah produk merupakan jumlah yang akan ditawarkan kepada konsumen. Produksi tembakau di Kabupaten Grobogan pada tahun 1996-2012 dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000 H ar ga Tahun
Perkembangan Harga Tembakau tahun 1996-2012
Harga Tembakau Berlaku
Harga Tembakau Konstan
commit to user
Tabel 11. Produksi tembakau Kabupaten Grobogan tahun 1996-2012.
Tahun Jumlah Produksi
Tembakau (kg) Perkembangan Kg % 1996 63.743.000 0 0 1997 34.009.000 -29.734.000 -47 1998 34.529.600 520.600 2 1999 34.358.900 -170.700 0 2000 34.590.750 231.850 1 2001 32.861.220 -1.729.530 -5 2002 34.026.510 1.165.290 4 2003 39.050.900 5.024.390 15 2004 19.173.400 -19.877.500 -51 2005 17.101.000 -2.072.400 -11 2006 8.327.100 -8.773.900 -51 2007 8.165.620 -161.480 -2 2008 2.421.000 -5.744.620 -70 2009 1.279.160 -1.141.840 -47 2010 4.277.350 2.998.190 234 2011 2.746.600 -1.530.750 -36 2012 775.490 -1.971.110 -72 Jumlah 3.71436.600 -62.967.510 -137 Rata-Rata 21.849.212 -3.703.971 -8
Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Grobogan, 1996-2012
Rata-rata produksi tembakau di Kabupaten Grobogan yaitu sebesar 21.849,212 ton. Produksi tembakau terendah terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar 775,49 ton. Hal ini terjadi karena pada tahun tersebut jumlah areal yang dipanen tembakau yang sedikit dan banyak panenan tembakau yang kurang berproduksi maksimal. Produksi tembakau tertinggi yaitu pada tahun 1996 yaitu sebesar 63.743,00 ton. Dimana pada tahun tersebut banyak petani yang menanam tembakau dari pada tahun sekarang
commit to user
Gambar 11. Grafik Perkembangan Produksi Tembakau di Kabupaten Grobogan tahun 1996-2012
Gambar 11 menunjukkan bahwa produksi tembakau di Kabupaten Grobogan dari tahun 1996-2012 cenderung menurun. Menurunnya ini dapat disebabkan karena produsen banyak yang beralih ke komuditas lain seperti jagung dan sulitnya memperkirakan musim tanam tembakau yang sesuai sehingga banyak tanaman tembakau yang tidak dapat mengalami panen maksimal. Oleh sebab itu produksi tembakau di Kabupaten Grobogan tiap tahun mengalami menurun.
c. Luas Areal Panen Tembakau
Luas areal panen tembakau merupakan faktor yang menentukan jumlah produksi tembakau yang dihasilkan oleh petani. Perkembangan luas areal panen tembakau dari tahun 1996- 2012 dapat dilihat pada tabel berikut ini: 10,000,000 20,000,000 30,000,000 40,000,000 50,000,000 60,000,000 70,000,000 P rod u k si Tahun
Jumlah Produksi Tembakau (kg)
Jumlah Produksi Tembakau (kg)
commit to user
Tabel 12. Perkembangan Luas Panen Tembakau 1996-2012
Tahun Luas Lahan (ha) Perkembangan
Ha % 1996 9.600,00 0,00 0 1997 6.329,00 -3.271,00 -34,07 1998 4.266,00 -2.063,00 -32,60 1999 2.386,00 -1.880,00 -44,07 2000 3.942,00 1.556,00 65,21 2001 3.697,48 -244,52 -6,20 2002 4.020,50 323,02 8,74 2003 5.324,00 1.303,50 32,42 2004 2.591,00 -2.733,00 -51,33 2005 1.915,28 -675,72 -26,08 2006 1.070,00 -845,28 -44,13 2007 2.906,50 1.836,50 171,64 2008 5.339,00 2.432,50 83,69 2009 1.709,46 -3.629,54 -67,98 2010 986,00 -723,46 -42,32 2011 1.012,00 26,00 2,64 2012 948,00 -64,00 -6,32 Jumlah 58.042,22 -8.652,00 9,22 Rata-rata 3.414,25 -508,94 0,54
Sumber : Dinas Perkebuan Kabupaten Grobogan, 1996-2012
Tabel 12 menunjukkan bahwa luas areal panen tembakau di Kabupaten Grobogan mengalami penurunan dari tahun ke tahunnya, dimana luas areal panen terbesar yaitu pada tahun 1996 sebesar 9600 ha, sedangkan luas panen tembakau terkecil yaitu pada tahun 2012 yaitu sebesar 948 ha. Apabila data tersebut digambarkan secara grafik, akan diperoleh gambar sebagai berikut.
commit to user
Gambar 12. Grafik Perkembangan Luas Areal Panen Tembakau tahun 1996- 2012
Gambar 12 menunjukkan bahwa luas areal panen tembakau di Kabupaten Grobogan memiliki kecenderungan menurun setiap tahunnya. Hal ini disebabkan karena lahan yang digunakan untuk menanam tembakau juga dialih fungsikan ketanaman lain, yaitu jagung. Akibatnya luas areal panen untuk tembakau mengalami penurunan. Hal ini berdampak pada penawaran tembakau, dimana ketika luas areal panen tembakau menurun, maka penawaran tembakau juga menurun.
d. Rata-rata Curah Hujan
Curah hujan berpengaruh terhadap produksi tembakau. Tembakau merupakan tanaman yang tidak banyak memerlukan air untuk pertumbuhannya. Walaupun demikian, tanaman tembakau sangat peka
terhadap perubahan curah hujan yang terjadi selama masa
pertumbuhannya. Rata-rata curah hujan di Kabupaten Grobogan dari tahun 1996- 2012 dapat dilihat pada tabel berikut :
0 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 L u as t an am Tahun
Perkembangan Luas Tanam Tembakau
(ha)
commit to user
Tabel 13. Curah Hujan Kabupaten Grobogan Tahun 1996-2012
Tahun Curah Hujan
1996 1.081 1997 1.216 1998 2.011 1999 1.924 2000 2.064 2001 1.730 2002 1.484 2003 1.495 2004 1.838 2005 1.716 2006 1.726 2007 1.958 2008 1.805 2009 1.700 2010 2.901 2011 2.112 2012 1.782 Rata-rata 1.797
Sumber : BPS Kabupaten Grobogan 1996-2012
Curah hujan terendah di Kabupaten Grobogan terjadi pada tahun 1996 yaitu sebesar 1081 mm pertahun. Rendahnya curah hujan pada tahun tersebut tersebut terjadi karena adanya musim kemarau berkepanjangan. Sedangkan curah hujan tertinggi terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 2.901 mm pertahun.
Gambar 13. Grafik Perkembangan Curah Hujan di Kabupaten Grobogan dari tahun 1996-2012 0 500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500 1 9 9 6 1 9 9 7 1 9 9 8 1 9 9 9 2 0 0 0 2 0 0 1 2 0 0 2 2 0 0 3 2 0 0 4 2 0 0 5 2 0 0 6 2 0 0 7 2 0 0 8 2 0 0 9 2 0 1 0 2 0 1 1 2 0 1 2
Curah Hujan
Curah Hujancommit to user
Grafik rata-rata curah hujan yang terlihat pada gambar menunjukkan bahwa curah hujan di Kabupaten Grobogan mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Akan tetapi dapat dilihat pada tahun 2010-2011 curah hujan cenderung menurun paling rendah dan tahun tahun 2009-2010 curah hujan meningkat dan paling tinggi ketimbang tahun-tahun yang lainnnya. Hal ini diakibatkan adanya dua musim di Indonesia, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Curah hujan yang tidak terlalu tinggi sangat mendukung pertumbuhan tanaman tembakau. Selama pertumbuhannya, tanaman tembakau tidak banyak membutuhkan air. Tanaman tembakau pada umumnya tidak menghendaki iklim yang kering ataupun iklim yang sangat basah. Untuk tanaman tembakau dataran rendah, curah hujan rata-rata 2.000 mm/tahun
e. Luas Areal Panen Jagung
Penentuan tanaman jagung sebagai komoditas subtitusi dari tanaman tembakau didasarkan pada kondisi lokasi daerah penelitian dimana tanaman jagung juga banyak dibudidayakan dan tanaman tembakau membutuhkan syarat tumbuh yang hampir sama dengan tanaman jagung. Pada lokasi penelitian masyarakat sekitar ditemukan jika masyarakat tidak menanam tanaman tembakau pada lahan miliknya, maka masyarakat tersebut memilih komoditas lain untuk ditanam pada lahan miliknya. Komuditas lain tersebut adalah tanaman jagung. Perkembangan luas panen jagung di Kabupaten Grobogan selama tahun 1996-2012 dapat dilihat sebagai berikut :
commit to user
Tabel 14. Perkembangan Luas Panen Jagung di Kabupaten Grobogan tahun 1996-2012
Tahun Luas Panen Jagung (Ha) Perkembangan
Ha % 1996 102.775,00 0 0 1997 66.641,00 -36.134,00 -35,16 1998 109.806,00 43.165,00 64,77 1999 81.841,00 -27.965,00 -25,47 2000 108.001,00 26.160,00 31,96 2001 102.010,00 -5.991,00 -5,55 2002 66.154,00 -35.856,00 -35,15 2003 111.596,00 45.442,00 68,69 2004 94.243,00 -17.353,00 -15,55 2005 120.151,00 25.908,00 27,49 2006 86.305,00 -33.846,00 -28,17 2007 105.297,00 18.992,00 22,01 2008 133.137,00 27.840,00 26,44 2009 132.302,00 -835,00 -0,63 2010 131.103,00 -1.199,00 -0,91 2011 90.348,00 -40.755,00 -31,09 2012 100.332,00 9.984,00 11,05 Jumlah 1.742.042,00 -2.443,00 74,75 Rata-Rata 102.473,06 -144,00 4,40
Sumber : BPS Kabupaten Grobogan, 1996-2012
Tabel 14 menujukkan luas panen jagung di Kabupaten Grobogan. Perkembangan dari tahun ke tahun sangatlah fluktuatif. Luas panen jagung tertinggi terjadi pada tahun 2008 yakni 133.137 ha dan luas panen jagung terendah pada tahun 1997 yakni 66.641 ha. Peningkatan luas tanam tembakau teradi pada tahun 2003 yakni 45.442 ha dan penurunan areal tanam tanam terendah terjadi pada tahun 2011 yakni 40.755 ha.
commit to user
Gambar 14. Grafik Perkembangan Luas Panen Jagung di Kabupaten Grobogan tahun 1996 -2012
Selama kurun waktu mulai tahun 1996 - 2012, luas panen jagung mengalami perubahan yang fluktuatif. Peningkatan luas panen jagung tertinggi terjadi pada tahun 1998 dan mengalami penurunan luas panen terendah terjadi pada tahun 2011.
2. Respon Penawaran Tembakau
Penelitian tentang analisis respon penawaran tembakau di Kabupaten Grobogan ini dilakukan dengan menggunakan model penyesuaian dinamis
dari Nerlove. Penelitian ini menggunakan data time series selama kurun
waktu 17 tahun. Dalam penelitian ini variabel yang diduga berpengaruh terhadap penawaran tembakau di Kabupaten Grobogan adalah harga tembakau pada tahun sebelumnya, jumlah produksi tembakau pada tahun sebelumnya, luas areal panen pada tahun t, rata-rata curah hujan pada tahun t serta luas areal panen jagung pada tahun t.
20,000.00 40,000.00 60,000.00 80,000.00 100,000.00 120,000.00 140,000.00 L u as tan am Tahun
Perkembangan Luas Tanam Jagung (Ha)
Luas Tanam Jagung (Ha)
commit to user
Tabel 15. Rekapitulasi Variabel-Variabel yang Digunakan dalam Penelitian
Tahun Hasil Penelitian
Qt Pt-1 At Qt-1 Wt Act 1996 63.743.000,00 3.119,00 9.600,00 66.070.000,00 1.081 102.775,00 1997 34.009.000,00 4.873,00 6.329,00 63.743.000,00 1.216 66.641,00 1998 34.529.600,00 5.352,00 4.266,00 34.009.000,00 2.011 109.806,00 1999 34.358.900,00 5.835,00 2.386,00 34.529.600,00 1.924 81.841,00 2000 34.590.750,00 15.009,00 3.942,00 34.358.900,00 2.064 108.001,00 2001 32.861.220,00 14.254,00 3.697,48 34.590.750,00 1.730 102.010,00 2002 34.026.510,00 12.290,00 4.020,50 32.861.220,00 1.484 66.154,00 2003 39.050.900,00 13.000,00 5.324,00 34.026.510,00 1.495 111.596,00 2004 19.173.400,00 20.101,00 2.591,00 39.050.900,00 1.838 94.243,00 2005 17.101.000,00 15.004,00 1.915,28 19.173.400,00 1.716 120.151,00 2006 8.327.100,00 12.995,00 1.070,00 17.101.000,00 1.726 86.305,00 2007 8.165.620,00 12.597,00 2.906,50 8.327.100,00 1.958 105.297,00 2008 2.421.000,00 21.235,00 5.339,00 8.165.620,00 1.805 133.137,00 2009 1.279.160,00 20.248,00 1.709,46 2.421.000,00 1.700 132.302,00 2010 4.277.350,00 23.589,00 986,00 1.279.160,00 2.901 131.103,00 2011 2.746.600,00 23.663,00 1.012,00 4.277.350,00 2.112 90.348,00 2012 775.490,00 25.269,00 948,00 2.746.600,00 1.082 100.332,00
Sumber : Analisis Data Sekunder
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh model fungsi penawaran tembakau di Kabupaten Grobogan adalah sebagai berikut:
LnQt = -4.439 – 0,576 lnPt-1 – 0,002 lnAt + 0,900 lnQt-1 + 1,349 lnWt –0,107 lnAct Keterangan :
Qt : respon penawaran tembakau pada tahun t (kg)
Pt-1 : harga tembakau pada tahun sebelumnya (Rp/kg)
Qt-1 : jumlah produksi tembakau pada tahun sebelumnya (kg)
At : luas areal panen tembakau pada tahun t (Ha)
Wt : rata-rata curah hujan pada tahun t (mm/tahun)
Act : luas areal panen jagung pada tahun t (Ha)
a. Pengujian Model
1) Koefisien determinasi (R2)
Besarnya nilai koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui berapa besar proporsi sumbangan variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel tak bebasnya. Berdasarkan analisis
commit to user
data diperoleh nilai Adjusted R2 sebesar 0,880. Hal ini berarti 88,0
persen respon penawaran tembakau di Kabupaten Grobogan dapat dijelaskan oleh variabel bebas yang digunakan dalam model yaitu harga tembakau pada tahun sebelumnya, rata-rata curah hujan pada tahun t, jumlah produksi tembakau pada tahun sebelumnya, luas areal panen tembakau pada tahun sebelumnya, dan luas panen jagung pada tahun t, sedangkan sisanya sebesar 12,0 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Variabel lain yang mungkin berpengaruh terhadap penawaran tembakau di Kabupaten Grobogan antara lain harga input, tingkat teknologi yang digunakan oleh petani dan jumlah petani yang membudidayakan tembakau.
2) Uji F
Uji F (F-test) digunakan untuk mengetahui apakah variabel
bebas yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap penawaran tembakau di Kabupaten Grobogan. Hasil analisis uji F dapat di lihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Analisis Varian Faktor-Faktor yang Bepengaruh terhadap Penawaran Tembakau di Kabupaten Grobogan
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. Regression 27.192 5 5.438 24.463 0.000*** Residual 2.446 11 .222 Total 29.638 16
Sumber : Analisis Data Sekunder, 2013 Keterangan:
* : signifikan pada tingkat kepercayaan 90% ** : signifikan pada tingkat kepercayaan 95% *** : signifikan pada tingkat kepercayaan 99%
Berdasarkan analisis uji F yang dilakukan dapat diketahui bahwa nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai tersebut signifikan pada
tingkat kepercayaan 99% sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini
commit to user
tembakau pada tahun sebelumnya, rata-rata curah hujan pada tahun t, jumlah produksi tembakau pada tahun sebelumnya, luas areal panen tembakau pada tahun sebelumnya, dan luas panen jagung pada tahun t secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap respon penawaran tembakau di Kabupaten Grobogan.
3) Uji t
Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel penduga terhadap respon penawaran tembakau di Kabupaten Grobogan. Hasil analisis dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 17. Pengaruh Masing-masing Variabel Bebas Terhadap Penawaran Tembakau di Kabupaten Grobogan
Model Koefisien Sig
Regresi Harga Tembakau pada tahun
sebelumnya (Pt-1)
-0,576 0,044**
Jumlah Produksi Tembakau pada
tahun sebelumnya (Qt-1) 0,9 0,001**
Luas panen Tembakau tahun t (At) -0,002 0,994ns
Curah hujan pada tahun t (Wt) 1,349 0,034**
Luas panen Jagung pada tahun t (Act) 0,107 0,894ns
Sumber : Analisis Data Sekunder, 2013 Keterangan:
** : signifikan pada tingkat kepercayaan 95% ns : tidak signifikan
Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui hasil uji t menunjukkan pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap penawaran tembakau di Kabupaten Grobogan diperoleh 3 dari 5 variabel bebas yang digunakan dalam model secara individu berpengaruh nyata terhadap penawaran tembakau di Kabupaten Grobogan bahwa harga tembakau pada tahun sebelumnya, curah hujan pada tahun t, jumlah produksi tembakau pada tahun sebelumnya berpengaruh nyata terhadap respon penawaran tembakau di Kabupaten Grobogan pada tingkat kepercayaan 95%, dan untuk luas panen tembakau pada tahun
commit to user
t serta luas panen jagung pada tahun t tidak berpengaruh nyata terhadap penawaran tembakau di Kabupaten Grobogan.
b. Pengujian Asumsi Klasik
Untuk mengetahui ada tidaknya penyimpangan terhadap asumsi klasik maka dilakukan pengujian untuk mendeteksi ada tidaknya Multikolinearitas, Autokorelasi dan Heteroskedastisitas.
1) Multikolinearitas
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar
variabel bebas, sehingga untuk mengetahui ada tidaknya
multikolinearitas dalam model digunakan nilai perason correlation
dalam matrix correlation. Nilai pearson correlation yang ditunjukkan
pada hasil analisis data yang terdapat di Lampiran 10 diketahui bahwa korelasi antar variabel bebas tidak ada yang bernilai lebih dari 0,8 dan nilai VIF lebih kecil dari 10 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas diantara variabel bebas yang mempengaruhi penawaran tembakau di Kabupaten Grobogan.
2) Autokorelasi
Uji terhadap autokorelasi digunakan untuk melihat apakah dalam model regresi terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode sebelumnya. Dalam penelitian ini, untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dalam model regresi digunakan angka D-W (Durbin-Watson). Berdasarkan analisis data yang terdapat di Lampiran diketahui bahwa nilai D-W sebesar 1.961. Kriteria pengujian yang digunakan (Gujarati, 1995) adalah :
d < 0,779 = menolak Ho, terjadi autokorelasi positif
d > 3,221 = menolak Ho, terjadi autokorelasi negatif
1,900 < d < 2,100 = Terima Ho, tidak terjadi autokorelasi
0,779 ≤ d ≤ 1,900 = tidak dapat disimpulkan
commit to user
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho diterima dalam model, sehingga tidak mengalami autokorelasi karena nilai tersebut diantara
1.900 ≤ 1.961 ≤ 2.039.
3) Heteroskedastisitas
Scatterplot digunakan untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas. Berdasarkan hasil analsis data yang terdapat di lampiran 12, diketahui bahwa pada grafik terlihat titik-titik menyebar secara acak, tidak membentuk sebuah pola tertentu yang jelas, serta tersebar baik di atas maupun dibawah angka 0 dan sumbu Y. Hal ini berarti tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi, sehingga model regresi layak untuk digunakan dalam memprediksi penawaran tembakau berdasarkan masukan variabel independennya. Kesalahan
pengganggu mempunyai varians yang sama atau terjadi
homoskedastisitas.
3. Variabel yang Paling Berpengaruh
Koefisien regresi parsial menunjukan variabel yang paling berpengaruh terhadap penawaran tembakau di Kabupaten Grobogan. Semakin besar nilai koefisien regresi parsial, maka semakin besar pula pengaruh variabel bebas tersebut terhadap penawaran tembakau di Kabupaten Grobogan. Hasil analisis ditampilkan pada tabel 18.
Tabel 18. Nilai Koefisien Regresi Parsial Tiap Variabel yang Mempengaruhi Penawaran Tembakau di Kabupaten Grobogan
Variabel Koefisien Regresi Parsial Peringkat
Qt-1 0,803 1
Pt-1 - 0,779 2
Wt -0,115 3
Sumber : Analisis Data Sekunder, 2013 Keterangan :
Qt-1 = Produksi tembakau pada tahun sebelumnya (kg)
Pt-1 = Harga tembakau pada Tahun sebelumnya (Rp/kg)
commit to user
Tabel 18 menunjukkan bahwa korelasi variabel produksi tembakau tahun sebelumnya dengan penawaran tembakau memiliki nilai 0,803 yang dapat dikategorikan memiliki hubungan yang kuat dengan hubungan positif. Dimana setiap penambahan 1 satuan produksi tembakau tahun sebelumnya akan menaikan penawaran tembakau di Kabupaten Grobogan sebesar 0,803 satuan.
Selanjutnya terdapat variabel harga tembakau pada tahun sebelumnya menunjukkan bahwa korelasi dengan penawaran tembakau memiliki nilai tertinggi nomer 2 yaitu sebesar -0,779. Hubungan antara penawaran tembakau dengan variabel harga tembakau pada tahun sebelumnya ketika variabel bebas lainnya konstan memiliki hubungan yang kuat. Hubungan negatif menunjukkan bahwa pengaruh yang dimana setiap penambahan 1 satuan harga tembakau pada tahun sebelumnya tembakau di Kabupaten Grobogan akan menurunkan penawaran tembakau di Kabupaten Grobogan sebesar 0,779 satuan.
Hubungan antara penawaran tembakau dengan variabel curah hujan pada tahun t ketika variabel bebas lainnya konstan adalah hubungan sangat lemah. Hal ini berarti bahwa variabel curah hujan pada tahun t memberikan pengaruh paling kecil dibandingkan dengan variabel lain yang digunakan dalam model.
Produksi tembakau tahun sebelumnya memiliki nilai koefisien regresi parsial nomer 3 yaitu sebesar 0,053. Hasil ini menunjukkan hubungan antara penawaran tembakau dengan variabel produksi tembakau sebelumnya memiliki hubungan yang sangat lemah. Nilai koefisien regresi parsial sebesar 0,053 satuan menunjukan bahwa pengaruh yang diberikan positif.
4. Elastisitas Penawaran
Elatisitas yang dikaji dalam penelitian ini yaitu elatisitas jangka pendek dan elatististas jangka panjang. Penawaran dikatakan elastis jika para penjual dapat segera menambah jumlah barang yang ditawarkan pada saat harga naik. Sedangkan penawaran yang inelastis adalah ketika
commit to user
kenaikan harga tidak dapat segera diikuti dengan bertambahnya jumlah barang yang akan dijual (Gilarso, 2003).
Elastisitas penawaran adalah presentase perubahan penawaran akibat adanya perubahan faktor-faktor yang berpengaruh. Nilai elastisitas variabel yang berpengaruh signifikan dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Elastisitas Penawaran Tembakau dalam Jangka Pendek dan Jangka Panjang di Kabupaten Grobogan
Variabel Elastisitas
Jangka Pendek Jangka Panjang
Qt-1 0,900 9,000
Pt-1 0,576 5,760
Wt 1,349 13,490
Sumber : Analisis Data Sekunder, 2013
Berdasarkan tabel 19 menunjukkan bahwa elastisitas penawaran tembakau terhadap perubahan produksi tembakau pada tahun sebelumnya bersifat inelastis (E<1) dalam jangka pendek, namun dalam jangka panjang bersifat elastis (E>1) Artinya perubahan variabel tersebut kurang berpengaruh pada perubahan penawaran tembakau di Kabupaten Grobogan dalam jangka pendek dan akan sangat berpengaruh terhadap penawaran tembakau jangka panjang.
Berdasarkan tabel 19 elastisitas penawaran tembakau terhadap perubahan harga tembakau pada tahun sebelumnya bersifat inelastis baik jangka pendek yang ditunjukkan nilai elastisitas kurang dari 1 (E<1) sedangkan bersifat elastis pada jangka panjang dengan nilai elastisitas lebih dari 1 (E>1). Artinya perubahan variabel tersebut kurang berpengaruh pada perubahan penawaran tembakau di Kabupaten Grobogan pada jangka pendek dan berpengaruh terhadap perubahan pada penawaran tembakau di Kabupaten Grobogan pada jangka panjang. Sedangkan nilai elastisitas curah hujan pada saat panen tembakau bersifat elastis baik jangka pendek maupun jangka panjang yang ditunjukkan dengan nilai elastisitas lebih dari 1 (E>1). Artinya perubahan variabel-variabel tersebut sangat berpengaruh pada perubahan penawaran
commit to user
tembakau di Kabupaten Grobogan dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
C. Pembahasan
a. Respon Penawaran Tembakau di Kabupaten Grobogan
Respon penawaran didefinisikan sebagai perubahan perilaku petani dalam menyikapi perubahan berbagai faktor yang mempengaruhi penawaran. Secara lebih spesifik, respon penawaran tembakau menunjukkan perilaku produsen tembakau dalam menanggapi perubahan-perubahan yang terjadi pada beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian ini.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dalam penelitian “Respon
Penawan Tembakau di Kabupaten Grobogan” yang menggunakan data time
series dari tahun 1996-2012 (17 tahun), menunjukkan bahwa semua variabel yang diamati yaitu harga tembakau pada tahun sebelumnya, jumlah produksi pada tahun sebelumnya, luas areal panen tembakau tahun pada tahun yang bersangkutan, curah hujan pada tahun yang bersangkutan serta luas areal panen jagung pada tahun bersangkutan berpengaruh nyata terhadap penawaran tembakau di Kabupaten Grobogan dengan tingkat kepercayaan 99%. Hal ini berarti perubahan pada keseluruhan variabel tersebut, penawaran tembakau di Kabupaten Grobogan akan mengalami
perubahan. Selain itu diperkuat dan dibuktikan berdasarkan uji R2 sebesar
88,0 penawaran tembakau di Kabupaten Grobogan oleh variabel harga tembakau pada tahun sebelumnya, jumlah produksi pada tahun sebelumnya, luas areal panen pada tahun yang bersangkutan, curah hujan pada tahun bersangkutan serta luas areal panen jagung pada tahun bersangkutan.
Hasil uji-t secara individual terkait pengaruh variabel-variabel bebas terhadap penawaran tembakau di Kabupaten Grobogan didapat tiga dari lima variabel yang digunakan berpengaruh nyata terhadap penawaran tembakau di Kabupaten Grobogan yaitu jumlah produksi tembakau tahun sebelumnya, harga tembakau pada tahun sebelumnya serta curah hujan pada tahun t. Adapun hasil uji signifikansi variabel bebas terhadap penawaran tembakau di Kabupaten Grobogan dapat dijabarkan sebagai berikut :
commit to user
1. Produksi Tembakau Tahun Sebelumnya
Berdasarkan hasil analisis uji t, variabel produksi tembakau pada tahun sebelumnya menunjukan tingkat signifikansi sebesar 0,001 dengan
demikian maka nilai probabilitas signifikansi lebih kecil dari α = 5%
(0,001 < 0,05) yang berarti H0 ditolak dan H1 diterima, artinya variabel
produksi tembakau pada tahun sebelumnya berpengaruh nyata secara individu terhadap penawaran tembakau di Kabupaten Grobogan. Respon penawaran tembakau akibat perubahan variabel produksi tembakau pada tahun sebelumnya bernilai positif dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,9. Artinya produksi tembakau tahun sebelumnya memberikan pengaruh secara positif terhadap perubahan penawaran tembakau. Setiap kenaikan produksi tembakau tahun sebelumnya sebesar 1 satuan maka penawaran tembakau di Kabupaten Grobogan akan meningkat sebesar 0,9 satuan kg
tembakau. Produksi tembakau pada tahun sebelumnya akan
mempengaruhi penawaran tembakau di Kabupaten Grobogan
dikarenakan akan memotivasi petani untuk menanam tembakau kembali berdasarkan keberhasilan hasil panen pada tahun sebelumnya.
2. Harga Tembakau pada tahun sebelumnya
Berdasarkan hasil analisis uji t, variabel harga tembakau pada tahun sebelumnya menunjukan tingkat signifikansi sebesar 0,044 dengan
demikian maka nilai probabilitas signifikansi lebih kecil dari α = 5%
(0,044 < 0,05) yang berarti H0 ditolak dan H1 diterima, artinya variabel
harga tembakau pada tahun sebelumnya berpengaruh nyata secara individu terhadap penawaran tembakau di Kabupaten Grobogan. Respon penawaran tembakau akibat perubahan harga tembakau pada tahun sebelumnya bernilai negatif dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,576. Artinya harga tembakau tahun sebelumnya memberikan pengaruh secara negatif terhadap perubahan penawaran tembakau di Kabupaten Grobogan. Setiap kenaikan harga tembakau sebesar 1 satuan akan
commit to user
menurunkan penawaran tembakau di Kabupaten Grobogan sebesar 0,576 satuan rupiah
Naiknya harga tembakau akan mempengaruhi seberapa besar jumlah tembakau yang ditawarkan di Kabupaten Grobogan, disini dilihat terjadi terjadi penyimpangan terhadap teori ekonomi. Hubungan yang negatif tersebut diduga karena adanya perubahan perilaku menyimpang pada pasar, Peraturan Pemerintah tentang pengendalian tembakau, Rancangan Undang-Undang tembakau, serta adanya larangan tentang bahaya akan produk dari tembakau bagi kesehatan yang gencar dilakukan pemerintah menimbulkan penurunan penawaran akan tembakau.
Perubahan harga tembakau bisa juga dikarenakan lemahnya perencanaan yang dilakukan oleh petani, dimana perencanaan dalam usahatani merupakan kegiatan awal yang dilakukan petani sebelum melakukan usahatani tembakau. Dalam perencanaan, petani secara tradisional akan mengikuti apa yang menjadi trend di pasar dari komoditi pertanian yang memberikan hasil yang tinggi dan memiliki harga tinggi, sehingga harga menjadi patokan utama untuk merencanakan usahatani yang akan dilaksanakan (Endang, 2013).
3. Curah Hujan Pada Tahun t
Berdasarkan hasil analisis uji t, variabel curah hujan pada tahun t menunjukan tingkat signifikansi sebesar 0,034 dengan demikian maka
nilai probabilitas signifikansi lebih kecil dari α = 5% (0,34 < 0,05) yang
berarti H0 ditolak dan H1 diterima, artinya variabel curah hujan pada
tahun t berpengaruh nyata secara individu terhadap penawaran tembakau di Kabupaten Grobogan. Respon penawaran tembakau sebagai akibat dari perubahan curah hujan pada tahun t bernilai positif dengan nilai koefisien sebesar 1,349. Artinya curah hujan memberikan pengaruh secara positif terhadap perubahan penawaran tembakau. Setiap kenaikan curah hujan 1 satuan mm pertahun akan meningkatkan penawaran tembakau di Kabupaten Grobogan sebesar 1,349 satuan mm pertahun.
commit to user
Hal ini dikarenakan curah hujan curah hujan rata-rata pertahun di Kabupaten Grobogan setiap tahunnya kurang dari 2000 mm pertahun. Sehingga kenaikan curah hujan akan berpengaruh positif terhadap penawaran tembakau. Menurut Dinas Perkebunan (2013) untuk tanaman tembakau dataran rendah, curah hujan rata-rata 2.000 mm/tahun, sedangkan untuk tembakau dataran tinggi, curah hujan rata-rata 1.500-3.500 mm/tahun.
b. Variabel yang Paling Berpengaruh
Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang paling berpengaruh terhadap penawaran tembakau di Kabupaten Grobogan adalah variabel curah hujan pada tahun t. Hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien regresi parsial curah hujan pada tahun t paling besar diantara variabel-variabel yang lain, yaitu dengan nilai sebesar 0,660 dengan hubungan positif. Hal ini berarti bahwa variabel produksi tembakau pada tahun sebelumnya memberikan pengaruh paling besar dibandingkan dengan variabel lain yang digunakan dalam model. Hubungan positif antara penawaran tembakau dengan variabel curah hujan menjelaskan bahwa bila terjadi kenaikan curah hujan pada tahun t, maka penawaran tembakau akan turut meningkat. Hal ini dikarenakan produksi tembakau pada tahun sebelumnya memberikan gambaran akan perkiraan musim hujan yang pas untuk bercocok tanam tembakau untuk tahun depan..
c. Elastisitas Penawaran Tembakau di Kabupaten Grobogan
Elastisitas penawaran tembakau di Kabupaten Grobogan terhadap produksi tembakau pada tahun sebelumnya bersifat inelastis pada jangka pendek bernilai 0,900 yang artinya setiap perubahan variabel harga tembakau pada tahun sebelumnya sebesar 1%, mengakibatkan perubahan jumlah penawaran tembakau sebesar 0,900%. Pada jangka panjang nilai elastisitas tembakau terhadap luas areal panen tembakau pada tahun sebelumnya bersifat elastis yakni 9,000, yang artinya bahwa setiap perubahan variabel harga tembakau pada sebelumnya sebesar 1%, mengakibatkan perubahan jumlah penawaran tembakau sebesar 9 %.
commit to user
Elastisitas penawaran tembakau di Kabupaten Grobogan terhadap harga tembakau pada tahun sebelumnya bersifat inelastis pada jangka pendek bernilai 0,576 yang artinya setiap perubahan variabel harga tembakau pada tahun sebelumnya sebesar 1%, mengakibatkan perubahan jumlah penawaran tembakau sebesar 0,576%. Pada jangka panjang nilai elastisitas tembakau terhadap harga tahun sebelumnya bersifat elastis yakni 5,760, yang artinya bahwa setiap perubahan variabel harga tembakau pada sebelumnya sebesar 1%, mengakibatkan perubahan jumlah penawaran tembakau sebesar 5,760%.
Elastisitas penawaran tembakau di Kabupaten Grobogan terhadap curah hujan pada tahun t memiliki nilai elastisitas lebih dari satu pada jangka pendek yaitu 1,349 maupun jangka panjang yaitu 13,490 yang berarti bersifat elastis. Nilai elastisitas tersebut dapat diartikan bahwa setiap perubahan variabel curah hujan sebesar 1% akan mengakibatkan perubahan jumlah penawaran tembakau sebesar 1,349% pada jangka pendek dan 13,490% pada jangka panjang. Banyaknya curah hujan sangatlah berpengaruh terhadap keberhasilan menanam tembakau dimana panenan tembakau itu sendiri tidak membutuhkan banyak air selama proses budidayanya.
Menurut Kartasapoetra (1988), penyebab inelastisnya penawaran produk pertanian adalah :
1. Produk pertanian dihasilkan secara musiman
2. Kapasitas usaha produksinya cenderung mencapai tingkatan yang tinggi, tidak terpengaruh oleh perubahan permintaan
3. Panenan terhadap panenan yang dibudidayakan memerlukan cukup waktu yaitu sampai musim panen tiba.
Adanya time lag dalam komoditas tembakau yang bersifat
musiman menyebabkan dalam jangka pendek petani belum mampu melakukan pengaturan dan penyesuaian kembali dalam penyaluran faktor-faktor produksi yang dimilikinya seperti penggunaan lahan untuk mengusahakan tembakau. Penggunaan lahan untuk mengusahakan
commit to user
tembakau tidak dapat dirubah secara cepat untuk merespon kenaikan atau penurunan harga tembakau di pasaran. Petani tidak mungkin akan meningkatkan luas areal panen tembakau secara cepat ketika mereka mengetahui bahwa harga tembakau pada tahun ini tinggi. Mereka baru dapat melakukan penyesuaian terhadap penggunaan lahannya ketika tembakau yang sedang dipanen saat ini telah panen. Kenaikan luas areal panen ini lebih kecil daripada peningkatan luas areal panen pada tahun sebelumnya karena petani tembakau di Kabupaten Grobogan tidak dapat menambah input lahan untuk meningkatkan areal panen tembakau. Petani tembakau harus menunggu sampai tembakau yang dipanen saat ini panen. Nilai elastisitas jangka panjang lebih elastis daripada elastisitas jangka pendek. Hal ini dikarenakan dalam jangka panjang, petani mempunyai cukup waktu untuk menambah atau mengurangi penggunaan faktor-faktor produksi yang akan menambah atau mengurangi kapasitas produksi sesuai dengan kenaikan dan penurunan permintaan yang terjadi di pasar. Di Kabupaten Grobogan, penyesuaian terhadap faktor-faktor produksi dalam jangka panjang berupa peningkatan areal panen tembakau sebagai respon dari peningkatan areal panen tembakau pada tahun sebelumnya. Dalam jangka panjang, petani tembakau di Kabupaten Grobogan memiliki cukup waktu untuk menunggu sampai tembakau yang dipanen saat ini panen, sehingga lebih banyak lahan yang dapat digunakan untuk mengusahakan tembakau.