• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaturan Diet Gluten-Free Dan Casein-Free Bagi Pasien Autisme Di SMC RS. Telogorejo, Semarang - Unika Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pengaturan Diet Gluten-Free Dan Casein-Free Bagi Pasien Autisme Di SMC RS. Telogorejo, Semarang - Unika Repository"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGATURAN DIET

GLUTEN-FREE

DAN

CASEIN-FREE

BAGI PASIEN AUTISME DI

SMC RS TELOGOREJO, SEMARANG

LAPORAN KERJA PRAKTEK

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

Oleh:

RUTH JEANE SOEBROTO 14.I2.0056

PROGRAM STUDI NUTRISI DAN TEKNOLOGI

KULINER

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

(2)

ii

(3)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan Kerja Praktek periode Januari-Februari 2017 di Semarang Medical Center Rumah Sakit Telogorejo serta menyelesaikan

Laporan Kerja Praktek dengan judul “PENGATURAN DIET GLUTEN-FREE DAN

CASEIN-FREE BAGI PASIEN AUTISME DI SMC RS TELOGOREJO,

SEMARANG”. Dalam Laporan Kerja Praktek ini, penulis memberikan gambaran secara singkat mengenai diet khusus bebas gluten dan kasein sebagai salah satu alternatif pengobatan autisme. Laporan Kerja Praktek ini penulis tulis dengan tujuan sebagai tanda bukti kepada semua pihak yang bersangkutan dan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian jurusan Nutrisi dan Teknologi Kuliner. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih bagi semua pihak yang telah membantu penulis dalam melaksanakan Kerja Praktek hingga menyelesaikan Laporan Kerja Praktek ini, terutama bagi:

1. Tuhan Yesus Kristus, yang telah selalu menyertai penulis dalam segala kegiatan selama Kerja Praktek hingga menyelesaikan Laporan Kerja Praktek tepat waktu. 2. Anastasia Aprilia Setiawati, AMG selaku Kepala Bagian Gizi yang telah

memberikan penulis kesempatan untuk menjalankan Kerja Praktek di Bagian Gizi. 3. Dr. V. Kristina Ananingsih, ST., MSc., selaku Dekan Fakultas Teknologi Pertanian

yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan Kerja Praktek. 4. Dr. Ir. Ch. Retnaningsih, MP., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan

masukan kepada penulis dalam penyusunan laporan kerja praktek.

5. Diah Lestari, Khomsatun, Karina Hayu Mawarti, Martalina Tri Kapriana, Sury Yoga, Rena Paulina, Ika Fitriani, Antika Yuliana, Dwi Purwanti, dan Nindya Marta, selaku ahli gizi yang telah membantu penulis selama penulis melaksanakan Kerja Praktek di SMC RS Telogorejo.

6. Seluruh karyawan Bagian Gizi yang tidak dapat penulis tuliskan satu persatu yang telah memberikan banyak bantuan dan pengajaran bagi penulis selama penulis melaksanakan kerja praktek.

(4)

iv

8. Keluarga penulis, yang selalu menyemangati penulis dalam melaksanakan kerja praktek.

Penulis berharap dengan adanya laporan kerja praktek ini dapat berguna bagi pengetahuan teruntuk semua orang yang bergulat dalam bidang gizi dan pangan. Dalam kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan permintaan maaf sebesar-besarnya bilamana terdapat kesalahan kata dan kekurangan dalam penyusunan laporan kerja praktek ini. Penulis juga mengharapkan adanya kritik dan saran yang dapat membangun penyusunan laporan dan karya ilmiah penulis dikemudian hari.

(5)

v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah Kerja Praktek ... 2

1.3. Tujuan Kerja Praktek ... 2

BAB II PROFIL PERUSAHAAN ... 3

2.1. Sejarah Perusahaan ... 3

2.2. Visi dan Misi Perusahaan ... 3

2.3. Struktur Organisasi ... 4

2.4. Pembagian Kerja ... 5

BAB III PROSES PRODUKSI MENU DIET PASIEN AUTISME DI SMC RS TELOGOREJO, SEMARANG ... 7

3.1. Penerimaan Bahan Baku ... 7

3.2. Penyimpanan Bahan Baku ... 8

3.3. Pengolahan Bahan Baku ... 10

3.4. Penyajian Makanan ... 13

BAB IV PEMBAHASAN ... 14

4.1. Definisi Autisme ... 14

4.2. Sumber dan Faktor Pengaruh Gangguan Autisme ... 14

4.3. Cara Mencegah Gangguan Autisme ... 16

4.4. Cntoh Penerapan Terapi Diet bagi Pasien Autisme ... 19

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 23

5.1. Kesimpulan ... 23

5.2. Saran ... 23

(6)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Menu 10 Hari bagi Pasien Autisme (Lauk Hewani) ... 20

Tabel 2. Menu 10 Hari bagi Pasien Autisme (Lauk Nabati) ... 20

Tabel 3. Menu 10 Hari bagi Pasien Autisme (Sayur) ... 21

Tabel 4. Menu 10 Hari bagi Pasien Autisme (Buah) ... 21

(7)

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.Struktur Kepengurusan Bagian Gizi SMC RS Telogorejo ... 4

Gambar 2. Proses Pemilihan Bahan Baku ... 8

Gambar 3. Kondisi Penyimpanan Kering ... 9

Gambar 4. Penyimpanan Produk serta Penerapan Prinsip FIFO ... 9

Gambar 5. Proses Preparasi Bahan Baku oleh Petugas ... 10

Gambar 6. Kondisi Hot Kitchen pada Pengolahan Produk ... 11

Gambar 7. Situasi Cold Kitchen pada Proses Pengolahan Produk ... 12

(8)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Autisme merupakan gangguan perkembangan pada anak yang berakibat tidak dapat berkomunikasi dan tidak dapat mengekspresikan perasaan dan keinginannya sehingga perilaku hubungan dengan orang lain terganggu. Jumlah anak yang mengidap gangguan autisme di dunia semakin meningkat seiring berkembangnya peradaban. Hasil survey pada beberapa negara menunjukkan bahwa rasio autisme di dunia diperkirakan memiliki rasio 1:5000 orang dengan perbandingan 3:1 untuk pria dan wanita. Di Indonesia, jumlah anak autis dengan rentang usia 5-19 tahun diperkirakan sebesar 112.000 anak pada tahun 2013. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbandingan 1:88 orang menyandang autisme di Indonesia. Oleh karena itu, autisme merupakan salah satu hal yang patut diperhatikan bagi seluruh masyarakat dikarenakan penyebab autisme yang tidak dapat dispesifikan secara jelas. Diketahui bahwa kebutuhan gizi seorang dengan autisme lebih rinci dibandingkan dengan seorang tanpa gangguan autisme. Hal ini berkaitan dengan produksi antibodi yang dapat menyebabkan seorang autis memiliki reaksi alergi pada satu atau lebih bahan pangan. Reaksi alergi yang timbul dapat mengganggu sistem pencernaan, seperti diare, konstipasi, serta refluks gastrointestinal. Dengan adanya reaksi alergi inilah timbul spekulasi bahwa pasien autisme membutuhkan diet khusus yang dapat dilakukan dengan pembatasan pada bahan pangan tertentu yang dikondisikan dapat memicu timbulnya reaksi alergi. Berbagai macam diet telah dikembangkan seiring dengan ditemukannya bahan pangan yang dapat menyebabkan reaksi alergi. Gejala penyebab autisme dapat dicegah, sehingga seseorang dapat tumbuh, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan normal.

(9)

2

1.2. Rumusan Masalah Kerja Praktek

1.2.1. Apakah yang dimaksud dengan gangguan autisme?

1.2.2. Apa saja faktor pengaruh serta sumber yang dapat menyebabkan gangguan autisme?

1.2.3. Apa hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan autisme? 1.2.4. Apa diet yang dapat membantu mengatasi gangguan autisme yang timbul? 1.2.5. Bagaimana contoh penerapan terapi diet bagi seseorang yang memiliki

autisme?

1.3. Tujuan Kerja Praktek

1.3.1. Sebagai salah satu syarat mendapatkan nilai akhir pada matakuliah Kerja Praktek.

1.3.2. Sebagai syarat utama dalam mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian jurusan Nutrisi dan Teknologi Kuliner.

1.3.3. Menambah wawasan dalam menjalani dunia kerja.

1.3.4. Mengetahui hal-hal yang dapat dilakukan untuk membantu mengatasi gangguan autisme.

1.3.5. Sebagai pembanding antara teori dan praktek yang dilakukan pada kegiatan lapangan

1.3.6. Mengetahui yang dimaksud dengan gangguan autisme

1.3.7. Mengetahui faktor pengaruh serta sumber yang dapat menyebabkan gangguan autisme

1.3.8. Mengetahui hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan autisme 1.3.9. Menjelaskan diet yang dapat membantu mengatasi gangguan autisme yang

timbul

(10)

3

BAB II

PROFIL PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

Rumah Sakit Telogorejo merupakan Rumah Sakit Tiong Hoa yang ada di Semarang, Indonesia. Sebelum dinamakan Rumah Sakit Telogorejo, usaha ini dimulai dengan membuka Poliklinik Tiong Hoa yang diberi nama Poliklinik Gang Gambiran. Poliklinik ini terus mengalami perubahan dan pengembangan yang akhirnya menjadi Rumah Sakit Tiong Hoa Ie Wan dengan Ie Wan yang berarti Rumah Sakit, sehingga dapat diartikan

sebagai Rumah Sakit Tiong Hoa. Rumah Sakit Tiong Hoa Ie Wan dibuka pada 25 November 1951 dengan fasilitas sebanyak 50 tempat tidur pasien dengan satu tujuan dasar, yaitu “memberi pertolongan tabib dalam arti yang luas dengan percuma atau dengan pungut pembayaran yang rendah, pada orang-orang yang tidak atau kurang mampu, dengan tidak pandang bahasa atau agama”. Kemudian pada 12 Desember 1962, Rumah Sakit Tiong Hoa Ie Wan berubah nama menjadi Rumah Sakit Telogorejo melalui surat Keputusan Menteri Kehakiman no. JA.5/133/9. Pada tahun 1963, dibentuklah Sekolah Keperawatan oleh Rumah Sakit Telogorejo demi meningkatkan kualitas dari pelayanan Rumah Sakit yang diberikan. Rumah Sakit Telogorejo menjadi Rumah Sakit Terbaik menurut Kementerian Kesehatan Indonesia pada tahun 1986. Rumah Sakit Telogorejo mendapatkan akreditasi penuh tingkat nasional pada 17 Februari 1997. Pada 2 Juni 2005, Rumah Sakit Telogorejo ditetapkan sebagai 16 lembaga kesehatan nasional berakreditasi yang kemudian mendapatkan akreditasi oleh ISO (International Organization for Standardization) pada 29 April 2009. Rumah Sakit Telogorejo juga ditetapkan sebagai Rumah Sakit Bintang Lima terakreditasi (KARS-SERT/17/IX/2013) pada tahun 2013.

2.2. Visi dan Misi Perusahaan 2.2.1. Visi Rumah Sakit Telogorejo Menjadi Rumah Sakit pilihan utama

2.2.2. Misi Rumah Sakit Telogorejo

(11)

4

2.2.2.3. Menyediakan pelayanan medik spesialistik

2.2.2.4. Menyediakan pelayanan medik dan keperawatan berstandar internasional 2.2.2.5. Senantiasa mengembangkan kemampuan teknologi medik mutakhir 2.2.2.6. Senantiasa meningkatkan kompetensi karyawan

2.2.2.7. Mengupayakan pertumbuhan yang berkesinambungan 2.2.2.8. Peduli terhadap lingkungan

2.3. Struktur Organisasi

Berikut merupakan diagram alir struktur kepengurusan Bagian Gizi SMC RS Telogorejo:

Gambar 1.Struktur Kepengurusan Bagian Gizi SMC RS Telogorejo

Setiap bagian kepengurusan dijabat dengan tugas spesifik masing-masing sebagai berikut:

Support Service Office in Charge dijabat oleh dr. Agung Sudarmanto, MM. dengan

tugas untuk mengawasi kelancaran operasional Bagian Gizi SMC RS Telogorejo.

Dietary Supervisor dijabat oleh Anastasia Aprilia Setiawati, AMG dengan tugas yaitu mengawasi semua ahli gizi, menyetujui menu baru, dan mengatur jadwal dari setiap ahli gizi.

Support Service OIC

Dietary Supervisor

Ahli Gizi / Penata Gizi

Chef Executive

Petugas Administrasi

Juru Masak

Pengawas Dapur

Petugas Gizi

(12)

5

Chef Executive dijabat oleh Ex. Chef Ruswindarto dengan tugas untuk mengawasi

semua juru masak, membuat resep masakan, dan menciptakan inovasi masakan baru.

 Ahli Gizi/Penata Gizi terdiri atas 10 orang dengan tugas untuk memberikan konsultasi gizi pada pasien, memberikan dan menjadwalkan menu makan bagi pasien berkebutuhan khusus, seperti diabetes, hipertensi, kolesterol, penyakit jantung, hati, lambung, dll.

 Petugas Administrasi terdiri atas 2 orang dengan tugas yaitu, memilah bahan mentah yang datang bersama dengan petugas bagian logistik, menentukan jumlah pembelian bahan baku berdasarkan jumlah pasien setiap hari; baik untuk pasien dengan maupun tanpa diet berkebutuhan khusus.

 Juru Masak memiliki tugas untuk membuat masakan yang telah ditentukan sesuai dengan jadwal dan jumlah yang dibuat oleh pengawas dapur.

 Pengawas Dapur terdiri atas 4 orang dengan tugas untuk mengawasi kelancaran perputaran makanan yang ada dan juga mengawasi juru masak agar memasak menu yang sesuai dengan jumlah dan jadwal.

 Petugas Gizi memiliki tugas untuk menyajikan setiap makanan untuk pasien sesuai dengan diet yang telah diatur oleh piñata gizi/ahli gizi.

 Pelaksana Kamar Makan memiliki tugas untuk menjaga kebersihan lingkungan Bagian Gizi SMC RS Telogorejo, baik peralatan kecil hingga peralatan besar.

2.4. Pembagian Kerja

Bagian Gizi SMC RS Telogorejo memberikan waktu kerja sebanyak 7 jam bagi seluruh karyawan, terkecuali beberapa jabatan yang diisi hanya oleh satu orang saja, seperti Chef Executive dan Dietary Supervisor. Pembagian shift kerja dapat dijabarkan sebagai

berikut:

Dietary Supervisor dan Chef Executive: pk. 08.00 – 16.30 WIB, hanya satu shift saja. Shift pagi : pk. 06.00 – 13.00 WIB, teruntuk Ahli Gizi; Petugas Administrasi; Juru

Masak; Pengawas Dapur; Petugas Gizi; dan Pelaksana Kamar Makan. Shift tengah : pk. 08.00 – 15.00 WIB, teruntuk Ahli Gizi; Petugas Administrasi; Juru

Masak; dan Pelaksana Kamar Makan.

(13)

6

Shift malam : pk. 20.00 – 06.00 WIB, teruntuk Juru Masak; Pengawas Dapur; dan Pelaksana Kamar Makan.

(14)

7

BAB III

PROSES PRODUKSI MENU DIET PASIEN AUTISME

DI SMC RS TELOGOREJO, SEMARANG

Proses produksi yang dilakukan di SMC RS Telogorejo diaplikasikan dengan penyajian makanan kepada pasien sesuai dengan diet pasien masing-masing. Proses produksi yang dimaksud adalah mulai bahan mentah hingga penyajian bahan jadi kepada pasien. Berikut akan dipaparkan satu persatu setiap langkah dalam proses produksi makanan bagi pasien autisme di SMC RS Telogorejo Semarang.

3.1. Penerimaan Bahan Baku

(15)

8

(a) (b)

Gambar 2. Proses Penerimaan Bahan Baku.

(a) Pensortiran dan penimbangan bahan baku. (b) List bahan baku yang didatangkan oleh supplier

Bahan baku yang didatangkan oleh supplier termasuk didalamnya adalah sayuran hijau, buah-buahan, daging ayam, daging sapi, ikan fillet, tulang ayam, rempah, bumbu masak, tahu, dan tempe seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2(b). Selain bahan baku, juga terdapat bahan penunjang, seperti daun pisang dan snack untuk pasien dan dokter yang bertugas di malam hari. Snack yang diberikan bagi pasien autisme harus memenuhi persyaratan khusus, yaitu persetujuan resep snack supplier oleh pihak Rumah Sakit. Snack yang diberikan harus memegang prinsip, yaitu dengan menghilangkan maupun meminimalisir penggunaan karbohidrat majemuk dan penggunaan susu yang mengandung laktosa.

3.2. Penyimpanan Bahan Baku

(16)

9

(a) (b)

Gambar 3. Kondisi Penyimpanan Kering

(a) Penamaan gudang kering (b) Kondisi penyimpanan gudang kering

(a) (b)

Gambar 4. Penyimpanan Produk serta Penerapan Prinsip FIFO (a) Penamaan produk (b) Labeling expired date bahan kering

(17)

10

3.3. Pengolahan Bahan Baku

Proses pengolahan bahan baku dimulai dari preparasi bahan baku menjadi bahan setengah jadi, kemudian dilanjutkan dengan proses pemasakan bahan setengah jadi menjadi bahan jadi yang layak disajikan. Proses preparasi bahan baku dilakukan secara terpisah sesuai kategori bahan baku yang digunakan, seperti daging, bahan laut, sayur, serta buah. Selain itu, talenan yang digunakan pada masing-masing tempat preparasi berbeda warna sehingga tidak tercampur dengan bahan lain. Proses preparasi daging dan bahan laut digunakan pada saat bahan baku datang, dimana akan dilakukan pencucian bahan baku sebelum disimpan. Selain itu, tempat preparasi daging dan bahan laut digunakan untuk proses marinasi bahan baku. Pada tempat preparasi buah, dilakukan pengupasan dan pencucian buah yang kemudian akan dilanjutkan dengan pemotongan dan pengemasan pada cold kitchen.

Sedangkan pada tempat preparasi sayur, dilakukan pengupasan dan pemotongan berbagai macam sayur, seperti wortel, gambas, sawi hijau, bayam, kangkung, jagung, putren, serta jenis sayur lainnya. Pengupasan dilakukan secara manual oleh karyawan dapur yang bertugas sesuai dengan shift masing-masing. Setiap pegawai memiliki job desk masing-masing, seperti bagian preparasi, pembuatan bumbu, bagian memasak lauk,

maupun bagian memasak nasi. Sedangkan pemotongan sayur dapat dilakukan secara manual maupun dengan menggunakan mesin pemotong. Mesin pemotong digunakan untuk memotong bumbu-bumbu maupun sayur yang membutuhkan ketipisan yang seragam. Situasi preparasi sayur dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Proses Preparasi Bahan Baku oleh Petugas

(18)

11

tempat preparasi, yaitu hot kitchen. Hot kitchen digunakan untuk memasak segala masakan yang menggunakan bantuan api, dimana hot kitchen dilengkapi dengan penghisap udara sehingga asap yang timbul akibat proses pemasakan tidak melingkupi seluruh ruangan, namun dapat dikeluarkan dari ruangan seperti yang tertera pada Gambar 6.

(a) (b)

Gambar 6. Kondisi Hot Kitchen pada Pengolahan Produk

(a) Peralatan dan proses pemasakan bahan baku (b) Pembuatan minuman hangat bagi pasien oleh petugas

Pasien yang berada di Rumah Sakit tidak semuanya merupakan pasien autisme, oleh karena itu, pembuatan makanan bagi pasien autisme harus dilakukan terlebih dahulu untuk menghindari adanya kontaminasi baik langsung maupun silang pada masakan yang disajikan. Pencucian alat yang kurang bersih dapat menyebabkan kontaminasi silang pada makanan diet khusus, terutama bila makanan mengandung bahan yang berbahaya bagi pasien autisme.

Proses pengolahan makanan tidak hanya dilakukan pada hot kitchen, namun juga pada cold kitchen, dimana cold kitchen digunakan untuk mengolah bahan-bahan yang tidak

membutuhkan api maupun panas pada proses pengolahannya. Cold kitchen digunakan untuk mengolah buah, roti, dan jus. Selain itu, cold kitchen dilengkapi dengan chiller display sebagai tempat penyimpanan buah dan bahan olahan yang membutuhkan suhu

dingin dalam proses penyimpanannya, seperti buah potong, pudding, dan agar-agar. Situasi cold kitchen dapat dilihat pada Gambar 7.

(19)

12

berbeda dengan pasien yang tidak memiliki penyakit hati. Selain itu, pasien diabetes mellitus akan memiliki jumlah gula yang lebih sedikit dibandingkan dengan pasien normal walaupun memiliki jenis jus yang sama. Setelah pembuatan jus selesai, maka akan dilakukan persiapan snack makan siang yang dapat berupa minuman hangat layaknya wedang maupun buah potong bagi seluruh pasien. Buah yang telah dipreparasi di fruit preparation akan diolah di cold kitchen. Pengolahan yang dimaksudkan adalah portioning buah serta pengemasan. Bila snack pendamping makan siang yang disajikan

adalah wedang, maka petugas akan melakukan pengisian pada wadah yang disediakan kemudian dilanjutkan dengan menuangkan air jahe pada wadah sebelum disajikan kepada tiap-tiap pasien.

(a) (b)

Gambar 7. Situasi Cold Kitchen pada Proses Pengolahan Produk

(20)

13

3.4. Penyajian Makanan

Alat makan yang digunakan oleh pasien harus dibersihkan sebelum digunakan untuk meletakkan makanan baru pada tempat makan dan setelah makanan disantap oleh pasien. Proses pembersihan dimulai dengan pencucian alat makan oleh petugas, yang kemudian akan dikeringkan dengan dilewatkan pada konveyor dengan suhu tertentu. Alat makan yang telah bersih kemudian disimpan pada suhu tertentu untuk mensterilkan alat makan yang akan digunakan. Pada waktu yang telah ditentukan, alat-alat akan diambil dari tempat penyimpanan dan diisi dengan menu harian sesuai diet. Tempat pencucian alat makan pasien dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 8. Tempat Pencucian Alat Makan Pasien

Pada proses portioning makanan dilakukan pada dua tempat terpisah, bagi pasien dengan diet normal dan bagi pasien berdiet khusus, seperti diabetes mellitus, hati, jantung, lambung, rendah purin, dan lain sebagainya. Jenis masakan yang diberikan sama, namun pasien dengan diet khusus akan memiliki satu atau lebih jenis bahan pangan yang dihilangkan sesuai dengan dietnya. Proses penyajian makanan pasien rawat inap dapat dilihat pada Gambar 10.

(a) (b)

Gambar 9. Proses Penyajian Makanan Pasien

(21)

14

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Definisi Autisme

Autisme atau yang dalam bahasa kedokteran diistilahkan dengan ASDs (Autism Spectrum Disorders) merupakan gangguan perkembangan seseorang yang sangat

mempengaruhi kemampuan sosial dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, yang dapat memberikan dampak negatif bagi keseluruhan anggota keluarga penderita (Posar&Visconti, 2016). Autisme merupakan gangguan perkembangan pada manusia yang ditandai dengan adanya gangguan dalam bidang komunikasi sosial, kognitif, perilaku, bahasa, dan interaksi sosial. Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi kelima (DSM-5), pertanda autisme dapat diketahui

dengan defisiensi dalam kemampuan berkomunikasi dan interaksi sosial, maupun dengan adanya keterbatasan dan pengulangan perilaku, aktivitas dan ketertarikan (American Psychiatric Association, 2013 dalam Posar&Visconti, 2016).

Salah satu gejala autisme adalah dengan adanya reaktivitas sensori yang kurang maupun berlebihan, seperti pemilih bahan pangan yang berlebihan (American Psychiatric Association, 2012 dalam Kral et al., 2013). Autisme dapat diketahui sejak tahun

pertama kehidupan bayi, yang dilanjutkan dengan lambatnya perkembangan anak pada tahun kedua dan ketiga, terutama pada kemampuan berbicara dan berkomunikasi sosial. (Centers for Disease Control and Prevention, 2012 dalam Kral et al., 2013).

4.2. Sumber dan Faktor Pengaruh Gangguan Autisme

(22)

15

timbulnya autisme. Faktor lingkungan yang dimaksud adalah faktor lingkungan penderita autisme, seperti lingkungan alam, keluarga, asupan makanan, maupun pada saat masih berupa janin. Kondisi diatas dapat menjadi salah satu faktor timbulnya autisme.

Menurut penelitian Volk et al. (2013) yang dikutip oleh Posar&Visconti (2016), paparan polusi udara yang tinggi, seperti nitrogen dioksida, pada masa kehamilan hingga 12 bulan kelahiran disimpulkan dapat berkaitan dengan autisme. Begitu pula halnya dengan penelitian oleh Jung et al. (2013) dalam Posar&Visconti (2016), menyatakan bahwa paparan polusi udara yang berlebihan selama 1-4 tahun , seperti ozon, karbon monoksida, nitrogen dioksida, dan belerang dioksida, dapat meningkatkan timbulnya autisme. Sedangkan menurut penelitian Roberts et al. (2013) dalam Posar&Visconti (2016), diketahui bahwa eksposur tinggi terhadap partikel pembentuk diesel seperti tembaga, mangan, nikel, dan cadmium sangat berkaitan dengan autisme. Selain itu, diketahui bahwa keterkaitan dengan paparan polusi udara dengan autisme lebih tinggi pada pria dibandingan pada wanita. Gao et al. (2015) dalam Posar&Visconti (2016), menyatakan bahwa berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui bahwa seorang wanita yang mengalami depresi maupun mendapatkan komplikasi selama kehamilan berkaitan dengan meningkatnya resiko autisme pada anak.

(23)

16

yang menunjukkan bahwa seorang autisme memiliki jumlah serum Vitamin D dan jumlah plasma esensial asam amino yang lebih rendah dibandingkan dengan anak normal. Bila hal ini berkelanjutan, maka seseorang dapat mengalami defisiensi nutrisi (kalsium dan protein) (Meguid et al., 2010 dalam Kral et al., 2013). Selain itu, sebagian dari anak-anak dengan autisme tergolong dalam kelompok obesitas dibandingkan dengan anak normal yang ditandai dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) lebih besar dari persentil 95% (Curtin et al., 2010 dalam Kral et al., 2013).

Gangguan gastrointestinal seperti sakit perut, konstipasi, diare, dan asam lambung sering dialami oleh seseorang dengan autisme. Bahkan, tidak sedikit dari mereka mengalami gangguan yang lebih parah, seperti penyakit limpa, radang usus, hingga hernia. Gangguan gastrointestinal sangat berkaitan dengan gangguan tidur dan intoleransi terhadap bahan pangan tertentu. Selain itu, beberapa penderita autisme yang memiliki kebiasaan maladaptive mungkin mengkonsumsi obat-obatan tertentu yang dapat memberikan efek samping, seperti peningkatan berat badan dan konstipasi (Sharma&Shaw, 2012 dalam Kral et al., 2013). Gangguan gastrointestinal dapat juga disebabkan dengan rendahnya aktivitas enzim, seperti enzim disakarase. Gangguan gastrointestinal yang dialami seseorang berkaitan dengan timbulnya autisme. Meningkatnya permeabilitas usus terhadap peptida karena luka pada usus dapat mengganggu mekanisme saraf dan perkembangan otak pada anak-anak. Salah satunya adalah gluten, komposit protein yang sering ditemukan pada bahan pangan hasil olahan gandum dan turunannya, ditemukan dapat meningkatkan permeabilitas usus (Lammers et al., 2008 dalam Kral et al., 2013). Oleh karena itu, munculah diet gluten-free dan/atau

casein-free yang diupayakan dapat memperbaiki gangguan gastrointestinal pada

anak-anak.

4.3. Cara Mencegah Gangguan Autisme

(24)

17

Penanganan autisme dapat dilakukan sejak dini, lebih lagi autisme harus ditangani sejak gejala-gejalanya sudah mulai tampak. Penanganan ini diperlukan sehingga seseorang dengan autisme dapat bergaul dengan normal, termasuk didalamnya dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik. Bila penanganan ini dilakukan terlambat, atau dibiarkan hingga anak tersebut dewasa, gejala yang timbul dapat menjadi lebih sukar untuk ditanggulangi. Berbagai jenis terapi telah dikembangkan untuk menanggulangi autisme, salah satunya adalah dengan diet makanan tertentu yang sering disebut dengan terapi diet. Beberapa contoh terapi diet yang telah dikembangkan adalah Gluten Free Casein Free Diet, Feingold Diet, Failsafe Diet, dan Specific Carbohydrate

Diet.

Feingold Diet merupakan salah satu diet yang menganjurkan bahwa seorang dengan

autisme tidak mengkonsumsi Bahan Tambahan Pangan (BTP), seperti perisa buatan, pewarna buatan, pengawet, dan pemanis buatan sehingga kondisi anak dapat menjadi lebih baik. Selain BTP, dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi senyawa salisilat yang merupakan senyawa alami pada beberapa buah dan sayur, seperti tomat, mentimun, apel, jeruk, anggur, persik, plum, beri, ceri, dan kacang almond. Sedangkan Failsafe Diet merupakan perkembangan dari Feingold Diet, dimana diet ini berbasis dengan menghindari konsumsi BTP, senyawa salisilat, senyawa amina, dan MSG (Cermak et al., 2010).

(25)

18

menurunkan kemampuan seseorang dalam mencerna disakarida maupun polisakarida, dimana mukosa ini akan menurunkan kontak antara disakarida dengan enzim, sehingga disakarida dan polisakarida tidak dapat dicerna dan digunakan oleh tubuh (Gottschall, 2004).

Gangguan gastrointestinal yang terjadi juga dapat disebabkan oleh adanya mikroorganisme yang secara natural, maupun tidak, terdapat pada usus halus. Mikroorganisme yang tidak secara alami berada pada usus halus dapat memperburuk proses absorbsi nutrient. Mikroorganisme yang ada pada tubuh membutuhkan nutrisi untuk kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, diet ini akan membatasi keberadaan karbohidrat yang digunakan sebagai sumber energi, sehingga akan menurunkan jumlah mikroorganisme yang ada pada tubuh. Bahan pangan yang diperbolehkan untuk dikonsumsi pada diet ini adalah rempah-rempah, segala jenis buah dan sayur, kacang-kacangan, keju, unggas, ikan, daging, produk fermentasi (memiliki pH rendah), asam amino, dan wine (Gottschall, 2004). Sedangkan bahan-bahan yang sebaiknya dihindari adalah agar-agar (karena mengandung polisakarida), segala jenis tepung dan produk olahannya (karena mengandung pati), tumbuhan polong dan olahannya (kecap), bir (mengandung tambahan gula), buah dan sayur kaleng (sering diawetkan dengan menggunakan gula tambahan), MSG (bersifat neurotoksin), susu (mengandung laktosa), segala jenis serealia (mengandung polisakarida), dan asam jawa (mengandung pati dan gula majemuk).

(26)

19

tersebut memiliki efek yang sama dengan morfin dan heroin, sehingga diet GFCF yang diterapkan dapat menghilangkan kondisi autisme yang dideritanya (Kessick, 2009). Diet GFCF yang dilakukan dapat menunjang teknik pengobatan lain, seperti terapi perilaku, fisik, dan berbicara. Terapi yang dilakukan secara berdampingan ini dapat meningkatkan perkembangan kemampuan komunikasi dan interaksi sosial dengan orang lain (Danuatmaja, 2003). Namun, pengimplementasian diet GFCF tidaklah semudah yang diharapkan. Adanya perlawanan dari orang yang diterapi, terutama bagi anak-anak, menjadi salah satu penyebab terbesar kegagalan penerapan diet GFCF ini. Diet bebas gluten dan kasein memang cukup sulit diterapkan bagi anak kecil, karena gluten dan kasein terdapat pada bahan makanan yang sangat disukai, seperti susu, roti, dan mie. Selain itu, membutuhkan pengetahuan khusus dalam menyiapkan makanan terapi diet, dimana tidak sembarang tempat menjual makanan yang bebas gluten dan kasein (Sofia et al., 2011).

4.4. Cntoh Penerapan Terapi Diet bagi Pasien Autisme

(27)

20

Tabel 1. Menu 10 Hari bagi Pasien Autisme (Lauk Hewani) Tanggal 01/11/21 Tabel 2. Menu 10 Hari bagi Pasien Autisme (Lauk Nabati)

(28)

21

Tabel 3. Menu 10 Hari bagi Pasien Autisme (Sayur) Tanggal 01/11/21 Tabel 4. Menu 10 Hari bagi Pasien Autisme (Buah)

Tanggal 01/11/21

(29)

22

Berdasarkan kelima tabel diatas, dapat diketahui bahwa SMC RS Telogorejo menggunakan siklus menu 10 hari bagi pasien yang dirawat di SMC RS Telogorejo. Pemberian siklus menu 10 hari ini diaplikasikan sehingga pasien tidak merasa bosan dalam mengkonsumsi makanan rumah sakit. Selain itu, siklus menu 10 hari yang diterapkan memiliki kandungan nutrisi yang sesuai bagi setiap pasien, baik pasien dengan diet khusus maupun tidak. Dalam hal ini, diet khusus yang diberikan adalah aplikasi siklus menu 10 hari bagi pasien autisme dengan diet Gluten-Free dan Casein-Free, dimana dalam aplikasinya digunakan pembatasan maupun penghilangan bahan

pangan yang mengandung gluten dan kasein. Semua menu yang dihasilkan akan memiliki kelengkapan gizi seimbang yang tersusun atas makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah, snack, dan minuman.

(30)

23

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Autisme merupakan gangguan perkembangan pada anak yang berakibat tidak dapat berkomunikasi dan tidak dapat mengekspresikan perasaan dan keinginannya sehingga perilaku hubungan dengan orang lain terganggu. Autisme dapat disebabkan oleh faktor genetic dan lingkungan. Infeksi virus maupun bakteri saat trimester awal kehamilan serta pengkonsumsian obat-obatan dapat memicu timbulnya autisme pada anak. Paparan pada polusi udara yang berlebihan pada masa kehamilan hingga 12 bulan kelahiran dapat memicu timbulnya autisme. Seseorang dengan autisme lebih mudah terkena defisiensi nutrisi karena seseorang dengan autisme lebih cenderung pemilih dalam pengkonsumsian bahan pangan. Gangguan gastrointestinal yang sering dialami oleh seseorang dengan autisme dapat disebabkan oleh intoleransi terhadap bahan pangan tertentu maupun karena rendahnya aktivitas enzim pada tubuh. Dengan ditemukan adanya intoleransi terhadap bahan pangan tertentu, ditemukan pula terapi diet khusus bagi pasien autisme. Contoh terapi diet yang telah dikembangkan antara lain diet Gluten-Free Casein-Free, diet Feingold, Diet Failsafe, serta diet Specific Carbohydrate. Prinsip dari Feingold diet dan Failsafe diet adalah dengan tidak mengkonsumsi Bahan Tambahan Pangan (BTP). Specific Carbohydrate Diet dilakukan dengan mengurangi bahkan tidak mengkonsumsi biji-bijian dan gula. Diet Gluten-Free Casein-Free dilakukan dengan menghindaari segala jenis bahan pangan yang mengandung gluten dan kasein.

5.2. Saran

5.2.1. Bagian gizi dapat lebih mengimplementasikan HACCP dalam penyajian makanan di rumah sakit.

5.2.2. Fasilitas alat yang tersedia sudah baik, namun jumlah yang ada sebaiknya dapat ditambah.

5.2.3. Perlu adanya penambahan karyawan bagian gizi sehingga pekerjaan dapat selesai tepat waktu.

(31)

24

DAFTAR PUSTAKA

Cermak, S.A., C. Curtin, L. G. Bandini. (2010). Food Selectivity and Sensory Sensitivity in Children with Autism Spectrum Disorder. Journal of the American Dietetic Association 110: 238-246.

Danuatmaja, B. (2003). Terapi Anak Autis di Rumah. Puspa Swara. Jakarta.

David, Maude M., Babineau, Brooke A., Wall, Dennis P. (2016). Can We Accelerate Autism Discoveries Through Crowd sourcing?. Research in Autism Spectrum Disorders 32: p 80-83.

Gottschall, Elaine (2004). Breaking the Vicious Cycle: Intestinal Health Through Diet. The Kirkton Press. Baltimore, Ontario, Canada

Kessick, R. (2009). Autisme dan Pola Makan yang Penting untuk Anda Ketahui. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Kral, Tanja V. E., Eriksen, Whitney T., Souders, Margaret C., Pinto-Martin, Jennifer A. (2013). Eating Behaviors, Diet Quality, and Gastrointestinal Symptoms in Children with Autism Spectrum Disorders: A Brief Review. Journal of Pediatric Nursing 28: p 548-556.

Mulloy, A., R. Lang, M. O’Reilly, J. Sigafoos, G. Lancioni, M. Rispoly. (2010). Gluten Free and Casein Free Diets in the Treatment of Autism Spectrum Disorders: A Systematic Review. Research in Autism Spectrum Disorder 4: 328-339

Posar A, Visconti P. (2016). Autism in 2016: The Need for Answer. Jornal de Pediatria. http://dx.doi.org/10.1016/j.jped.2016.09.002

Sofia, A.D., Hj. Helwiyah Ropi, Ai Mardhiyah. (2011). Kepatuhan Orang Tua Dalam Menerapkan Terapi Diet Gluten Free Casein Free Pada Anak Penyandang Autisme Di Yayasan Pelita Hafizh dan SLBN Cileunyi Bandung. Universitas Padjajaran. Bandung.

Gambar

Tabel 5. Menu 10 Hari bagi Pasien Autisme (Minuman + Snack) ...............................
Gambar 1.Struktur Kepengurusan Bagian Gizi SMC RS Telogorejo
Gambar 3. Kondisi Penyimpanan Kering
Gambar 6.   (a)   (b)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Kepentingan Amerika Serikat atas pemindahan Yerussalem sebagai Ibu Kota adalah untuk Kepentingan Basis Dukungannya dan Merupakan usaha untuk “menghasilkan kr  isis

Keselamatan kerja adalah upaya untuk mewujudkan kondisi aman bagi pekerja dari bahaya yang dapat ditimbulkan oleh kegiatan instalasi milik Perseroan, dengan jalan

Kedua, untuk menyediakan fakta-fakta sejarah yang sahih dan dapat dibuktikan kesahihannya bagi menunjukkan tindakan UMNO mengusulkan pemaktuban Islam dalam Perlembagaan

Maka Pejabat Pengadaan Barang/Jasa Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Musi Banyuasin Tahun Anggaran 2015 menyampaikan pengumuman Pemenang pada paket tersebut

Usia lanjut yang mengalami kesulitan melakukan pergerakan fisik atau gangguan gerak, akan terjadi perbedaan dalam jumlah skor fungsi kognitifnya, sehingga

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat, anugerah, serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan

Dari semua permasalahan yang ada, maka dengan adanya aplikasi e-learning anatomi dan fisiologi manusia ini penulis bertujuan membantu memberikan informasi tentang anatomi dan

Pilihlah salah satu dari keempat pilihan jawaban yang ada dan paling sesuai dengan keadaan Anda, kemudian beri tanda silang ( X ) pada kolom pilihan jawaban yang