• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KESADARAN ORANG TUA AKAN PERANNYA DALAM PENDIDIKAN IMAN ANAK MELALUI KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS DI LINGKUNGAN BRAYAT MINULYO WILAYAH SANTA MARIA KALASAN BARAT PAROKI MARGANINGSIH KALASAN SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu S

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENINGKATAN KESADARAN ORANG TUA AKAN PERANNYA DALAM PENDIDIKAN IMAN ANAK MELALUI KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS DI LINGKUNGAN BRAYAT MINULYO WILAYAH SANTA MARIA KALASAN BARAT PAROKI MARGANINGSIH KALASAN SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu S"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

MELALUI KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS DI LINGKUNGAN BRAYAT MINULYO

WILAYAH SANTA MARIA KALASAN BARAT PAROKI MARGANINGSIH KALASAN

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh: Martina Naul NIM: 041124001

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

Skripsi ini, saya persembahkan bagi :

Para Suster Santo Paulus dari Chartres ( SPC ) Distrik Indonesia, dan kepada keluarga Katolik di Lingkungan Brayat Minulyo

(5)

v

Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah.

(6)

vi

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 27 Februari 2009 Penulis,

(7)

vii

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Martina Naul

Nomor Mahasiswa : 041124001

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

PENINGKATAN KESADARAN ORANG TUA AKAN PERANNYA DALAM PENDIDIKAN IMAN ANAK MELALUI KATEKESE MODEL SHARED

CHRISTIAN PRAXIS DI LINGKUNGAN BRAYAT MINULYO WILAYAH

SANTA MARIA KALASAN BARAT PAROKI MARGANINGSIH KALASAN beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan Royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 27 Februari 2009

Yang menyatakan

(8)

viii

Skripsi ini berjudul: “PENINGKATAN KESADARAN ORANG TUA AKAN PERANNYA DALAM PENDIDIKAN IMAN ANAK MELALUI KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS DI LINGKUNGAN BRAYAT MINULYO WILAYAH SANTA MARIA KALASAN BARAT PAROKI MARGANINGSIH KALASAN”.

Pemilihan judul ini bertitik tolak dari keprihatinan penulis terhadap suasana keluarga yang kurang sadar terhadap tugas dan tanggung jawabnya sebagai pendidik iman anak yang pertama dan utama dalam keluarga. Persoalan mendasar dari skripsi ini adalah bagaimana membantu para orang tua untuk meningkatkan kesadaran dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka dalam keluarga, sehingga anak-anak memperoleh pendidikan yang layak dalam keluarga.

Kesadaran yaitu memiliki niat untuk menyusun rencana dengan mempertimbangkan segi positif dan negatif sebelum mengambil suatu tindakan. Kesadaran orang tua dalam pendidikan iman anak dalam keluarga dipengaruhi oleh pendidikan. Katekese model SCP adalah komunikasi iman yang bertolak dari pengalaman hidup yang bersifat dialogis dan partisipatif. Kateksese sebagai pendidikan berpengaruh terhadap kesadaran, sikap dan pengetahuan orang tua dalam beriman. Adapun hipotesis penelitian ini adalah, H0 tidak ada perbedaan kesadaran orang tua akan perannya dalam pendidikan iman sebagai pendidik yang pertama dan utama dalam keluarga sebelum dan sesudah SCP, H1 ada perbedaan kesadaran orang tua akan perannya dalam pendidikan iman sebagai pendidik yang pertama dan utama dalam keluarga sebelum dan sesudah SCP.

Penulis mengkaji masalah ini dengan menggunakan metode deskripsi analitis dan penelitian yang berbentuk eksperimen prates-pascates satu kelompok tanpa kontrol. Artinya penulis menggambarkan uji lapangan dan menganalisis permasalah-an sehingga ditemukpermasalah-an jalpermasalah-an pemecahpermasalah-annya. Populasi dalam penelitipermasalah-an ini adalah bapak-ibu katolik di Lingkungan Baryat Minulyo Wilayah Kalasan Barat. Teknik pengambilan sampel bersifat populatif (N) 40 orang. Data yang diperoleh dengan menggunakan kuesioner dan wawancara. Pengembangan instrumen terhadap masalah yang dibahas dalam penelitian ini menggunakan uji coba terpakai dengan validitas antara 0,3 sampai 0,7 dan reliabilitas 0,484.

(9)

ix

The title of this thesis is “THE ENHANCING OF THE PARENTS’ AWARENESS OF THEIR ROLE FOR CHILD’S FAITH EDUCATION THROUGH THE CATECHISM MODEL OF SHARED CHRISTIAN PRAXIS (SCP) IN THE AREA OF BRAYAT MINULYO IN SAINT MARY REGION OF KALASAN BARAT OF MARGANINGSIH KALASAN PARISH”. It is chosen based on the author’s concern on the situation of families that lack of parents’ awareness of their role and responsibility as the first and principle faith educators in family. The basic problem of this thesis is how to help parents to improve their awareness of playing their role and responsibility in the family so that children have proper education in the family.

Awareness means intention to compose a plan while considering any positive and negative aspects before taking an action. Children’s awareness in family is influenced by education. The catechism model of SCP is a faith dialogue and participative communication, which is based on life experiences. Catechism is a kind of education that affects parents’ awareness, attitude, and knowledge on faith. The hypothesis of the thesis is, H0 shows no difference of parents’ awareness of their role

in faith education as first and principle educators in family before, and after SCP; H1

shows the difference of parents’ awareness of their role in faith education as first and principle educators in family before and after SCP.

The writer examine the problem using methods of analytic description and research in the form of pre-test and post test experiment in a group without control. The writer described field examination and analysed the problems to find the answer. The population of this research is Catholic parents in the area of Brayat Minulyo in Saint Mary region of Kalasan Barat. The technique of finding the sample is population (N) 40 people. Data were gathered using questionnaires and interview. The development of the instruments of the problem of the research used Sample Test with its validity between 0,3 to 0, 7, and reliability 0, 484.

(10)

x

Syukur dan pujian kepada Allah Bapa yang Maha Baik yang telah berkenan melimpahkan rahmat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Peningkatan Kesadaran Orang Tua akan Perannya dalam Pendidikan Iman Anak melalui Katekese model SCP Di Lingkungan Brayat Minulyo Wilayah Santa Maria Kalasan Barat Paroki Marganingsih Kalasan.

Penulisan skripsi ini dimaksud sebagai salah satu sumbangan perkembangan katekese bagi para orang tua dalam pendampingan iman anak dalam keluarga kristiani. Di samping itu skripsi ini sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, dukungan, perhatian serta keterlibatan, baik langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak. Maka perkenankanlah penulis menghaturkan terimakasih kepada :

1. Bapak F. X. Dapiyanta, SFK, M. Pd, selaku dosen Pembimbing Akademik sekaligus pembimbing skripsi, yang dengan setia dan penuh kesabaran hati memberi pengarahan, semangat dan dorongan sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

2. Bapak P. Banyu Dewa, HS,S.Ag, M. Si, selaku dosen penguji yang dengan caranya sendiri mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Drs. H. J. Suhardiyanto, S.J, selaku ketua program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, sekaligus dosen penguji yang selalu mendukung dan menyediakan waktu bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Seluruh Staf Dosen dan Karyawan program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik, membimbing dan membekali pengetahuan dan teladan yang bermanfaat dan yang mendorong penulis untuk menyusun skripsi ini.

(11)

xi

6. Para Suster SPC komunitas Bunda Maria Yogyakarta, yang mendukung penulis dengan caranya masing-masing dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Bapak ketua Lingkungan Brayat Minulyo yang telah membantu dan mendukung penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.

8. Teman-teman angkatan 2004/2005 yang telah memberi banyak perhatian melalui sapaan-sapaan, dukungan dengan caranya masing-masing sampai terselesainya penyusunan skripsi ini.

9. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu yang telah berkenan memberikan bantuan dalam bentuk apa saja dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman sehingga skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca demi perbaikan skripsi ini. Ahkir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Yogyakarta, 27 Februari 2009 Penulis

(12)

xii

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PESEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

A. Latar Belakang Penulisan ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Batasan Masalah ... 8

D. Rumusan Permasalahan ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penulisan ... 9

G. Metode Penulisan ... 10

H. Sistematika Penulisan ... 10

BAB. II. KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS ... 13

A. Kajian Pustaka ... 13

1. Kesadaran Orang Tua akan Perannya dalam Pendidikan Iman Anak ... 13 a. Kesadaran ... 13

b. Peran Orang Tua dalam Pendidikan Iman Anak... 14

2. Katekese sebagai Komunikasi Iman dalam Gereja... 50

a. Pengertian Katekese ... 50

b. Tujuan Katekese ... 53

c. Isi Katekese ... 55

d. Sumber Katekese ... 57

e. Unsur Katekese ... 57

f. Metode Katekese ... 59

g. Peserta Katekese ... 61

h. Media Katekese ... 62

3. Pemilihan SCP sebagai Model Katekese Umat yang cocok untuk Meningkatkan Kesadaran Orang Tua Katolik dalam Pendidikan Iman Anak ... 63 B. Kerangka Pikir ... 73

C. Hipotesis ... 75

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 76

A. Jenis Penelitian ... 76

(13)

xiii

E. Metode Pengumpulan Data ... 77

1. Variabel ... 78

2. Definisi Operasional ... 78

3. Instrumen Penelitian ... 78

4. Kisi-kisi dan Indikator ... 79

5. Pengembangan Instrumen ... 80

6. Teknik Analisis Data ... 82

BAB. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 84

A. Laporan Hasil Penelitian ... 84

1. Deskripsi Data Kesadaran Orang Tua dalam Pendidikan Iman Sebelum Kegiatan SCP ... 84

2. Deskripsi Data Kesadaran Orang Tua dalam Pendidikan Iman Sesudah Kegiatan SCP ... 92

B. Uji Hipotesis ... 100

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 101

D. Keterbatasan Penelitian ... 105

BAB. V. KESIMPULAN DAN SARAN... 106

A. Kesimpulan ... 106

B. Saran ... 108

DAFTAR PUSTAKA... 110

LAMPIRAN Lampiran 1 : SCP untuk meningkatkan kesadaran orang tua sebagai pendidik iman anak dalam keluarga... (1)

Lampiran 2 : Cerita Pendalaman Katekese ... (14)

Lampiran 3 : Kuesioner tentang kesadaran orang tua Dalam pendidikan iman anak ... (15)

Lampiran 4 : Data sebelum SCP ... (17)

(14)

xiv

A. SINGKATAN DOKUMEN RESMI GEREJA

CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979.

DV : Dei Verbum, Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi, 18 November 1965.

FC : Familiaris Consortio, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, Imam-imam dan umat beriman seluruh Gereja Katolik tentang Peranan Keluarga Kristen dalam Dunia Modern, 22 November 1981.

GE : Gravissimum Educationis, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Pendidikan Kristen.

SCP : Shared Christian Praxis

B. SINGKATAN DALAM PENELITIAN

H0 : Hipotesis Nol

H1 : Hipotesis Kerja

SPSS : Statistical Product and Service Solution

Std : Standard

Sig : Signifikansi

(15)

xv

art : Artikel

dll : Dan lain-lain

KWI : Konferensi Wali Gereja Indonesia Komkat : Komisi Kateketik

Komkat KAS : Komisi Kateketik Keuskupan Agung Semarang PKKI : Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia Puskat : Pusat Kateketik

SPC : Suster-suster Santo Paulus dari Chartres MNPK : Majelis Nasional Pendidikan Katolik

(16)

PENDAHULUAN

Dalam bab ini, berturut-turut diuraikan: latar belakang penulisan, rumusan permasalahan, tujuan penulisan, metode penulisan, manfaat penulisan dan sistematika penulisan skripsi.

A. Latar Belakang

Jaman berkembang begitu pesat. Segala sesuatu dapat dijangkau dengan mudah, serba instant. Hal ini berpengaruh pada keluarga-keluarga umumnya, dan secara khusus keluarga kristiani terutama bagi para orang tua dalam membimbing iman anaknya. Dalam kenyataan hidup di masyarakat kedekatan orang tua dan anak mulai berkurang. Tidak mengherankan jika banyak anak yang lari dari keluarga dan mencari jati dirinya di luar rumah dan di sana ia menemukan jati diri itu, tanpa ia sadari bahwa jati diri yang ia temukan adalah hal-hal yang membahayakan masa depan hidupnya.

(17)

pembantu atau orang lain. Mereka lupa bahwa waktu yang terbanyak bagi pembentukan sikap, perilaku, iman anak berada di dalam keluarga bukan di luar keluarga. Hal pokok yang kurang diperhatikan oleh orang tua adalah kurangnya perhatian mereka terhadap keseimbangan pemenuhan kebutuhan anaknya. Kebutuhan anak tidak hanya pada segi materi tetapi juga pada segi rohani seperti pendidikan iman bagi anak-anak. Kenyataan seperti ini tidak dapat disangkal, sebab kesibukan orang tua untuk mencari nafkah bagi anak-anak sudah menyita waktu sepanjang hari.

Orang tua yang semuanya kerja di kantor atau perusahaan atau buka usaha sendiri yang jauh dari rumah tinggal menjadi asing bagi anak-anaknya dalam hidup keluarga, anak-anak hidup seharian hanya dengan kakek, nenek, tante, dan pembantu rumah tangga. Seorang ayah pagi-pagi harus ke kantor dan pulang larut malam. Ketika ayah pulang anak sudah tidur, demikian juga ibu pagi-pagi ke kantor atau setiap hari di pasar atau membuka pesanan ini dan itu di luar rumah. Anak pulang dari sekolah, sampai di rumah tidak bertemu dengan orang tuanya. Malam hari, ibu sibuk mempersiapkan bahan yang mau dijual untuk keesokan harinya. Jika situasi ini dibiarkan begitu saja anak semakin diasingkan dan tidak akan terjadi komunikasi yang intensif antara orang tua dan anak, anak semakin bebas dengan keinginan dan tuntutan dirinya sendiri. Misalnya setiap hari, anak hanya di depan computer, internet, televisi dan lain-lain menonton apa saja yang diinginkannya.

(18)

pada kesulitan atau pergulatannya dan kebutuhan lain yang diperlukan oleh anak itu sendiri.

(19)

pendamping datang anak-anak belum siap, pendamping harus menunggu. Di sini nampak sekali kesadaran orang tua akan kegiatan rohani (sekolah minggu) masih sangat kurang, dan beranggapan bahwa ini merupakan tanggung jawab pendamping kegiatan rohani. Ini anggapan yang salah. Dalam buku pengantar umum pendidikan dikatakan bahwa : keluarga adalah pendidikan tertua, bersifat informal, yang pertama dan utama yang dialami oleh anak dan lembaga yang bersifat kodrat.

Orang tua sebagai pemegang peranan yang terbesar dalam keluarga seharusnya tetap memberi perhatian dan kasih sayang serta menasehatinya bila anak berbuat sesuatu yang kurang baik. Oleh karena itu, sejak kecil anak perlu dididik tentang pelbagai hal oleh orang tua misalnya, orang tua mengajarkan anaknya tentang nilai-nilai kehidupan di antaranya nilai cinta kasih, sosial, budaya, moral, pergaulan dan nilai pendidikan yang berguna bagi pembentukan mental dan kepribadian iman anak itu sendiri. Dengan demikian anak akan lebih mudah mengingat dan menghafal apa yang telah diajarkan orang tuanya. Karena itu orang tua hendaknya memiliki iman yang dapat diandalkan agar mereka mampu menjadi pendidik iman yang baik yang bisa mengarahkan dan mendidik anak sesuai dengan taraf perkembangannya.

(20)

Dari sakramen perkawinan, seharusnya tugas pendidik iman anak dalam keluarga Kristen sungguh dapat perhatian penting dalam pelayanan Gereja. Gereja sungguh memberi perhatian khusus pada orang tua untuk membangun para anggotanya. Maka orang tua mempunyai kewajiban dan tanggung jawab yang berat dalam mengusahakan pendidikan yang membantu pertumbuhan dan perkembangan iman anak. Bantuan dari orang lain sangatlah perlu untuk membentuk kepribadian anak dan memperkaya iman anak, tetapi orang tua tetap menjadi pendidik iman anak yang pertama dan utama dalam keluarga.

Berdasarkan pengalaman penulis yang sering ikut terlibat dalam kegiatan sekolah minggu dan kegiatan lingkungan lainnya, melihat keaktifan dan keterlibatan anak dalam mengikuti sekolah minggu dan kegiatan lainnya penulis mempunyai keperihatinan tersendiri. Penulis melihat bahwa faktor pengetahuan, pemahaman dan perhatian orang tua dalam pendidikan iman anak merupakan faktor yang perlu dikaji untuk menangani permasalahan pendidikan iman anak.

(21)

keutamaan-keutamaan sosial yang dibutuhkan setiap masyarakat di mana anak-anak hidup dan berkembang.

Orang tua harus menjadi teladan bagi anak-anaknya. Dalam agama Kristen, Kristuslah yang menjadi teladan yang paling hakiki. Kristus menjadi teladan karena Kemuliaan dan Keberhasilan-Nya dalam mewujudkan keselamatan manusia. Begitu juga hendakya orang tua dan anak. Orang tua yang sebagai teladan anak hendaknya membangun relasi yang dekat dengan anak dengan mengakui keberadaan anak, sehingga orang tua dan anak adalah satu kesatuan.

Untuk menyikapi kenyataan kehidupan keluarga kristiani yang ada maka penulis berusaha mengajak mereka untuk lebih menghayati kembalinya peranan sebagai pendidik iman anak yang pertama dan utama. Peranan orang tua dalam mendidik iman anak sangatlah menentukan, tidak ada satu yang dicapai jika orang tua gagal membantu anak-anaknya menjadi orang Kristen yang dewasa. Hal ini berarti orang tua berusaha memperlihatkan kepada anak-anaknya arti Cinta Allah pada anak yang konkret melalui hidup mereka sehari-hari.

(22)

Dengan kepercayaan dan keyakinan hendaknya orang tua terus mendampingi anak-anaknya mengenai nilai-nilai yang pokok dalam hidupnya . Orang tua perlu sadar bahwa Tuhan telah memilih dan memberi kepercayaan kepada mereka untuk mendidik dan membesarkan anak-anak mereka agar berkembang sebagai anak Allah, sebagai sahabat Yesus, bait Roh Kudus dan sebagai anggota Gereja.

Penulis berusaha mengajak para orang tua untuk mengahayati tugas dan tanggung jawabnya sebagai pendidik iman anak yang pertama dan utama melalui katekese model SCP. Katekese diharapkan menbantu para orang tua yang mengalami kesulitan dalam pelaksanan pendidikan iman bagi anak-anaknya. Oleh karena itu penulis terdorong untuk memilih judul “ Peningkatan Kesadaran Orang Tua akan Perannya dalam Pendidikan Iman Anak melalui Katekese model Shared Christian Praxis Di Lingkungan Brayat Minulyo Wilayah Santa Maria Kalasan Barat, Paroki Marganingsih Kalasan”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan penelitian ini diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Orang tua kurang menyadari akan tugas dan tanggung jawabnya dalam pendidikan iman anak.

(23)

3. Permasalahan dari segi anak: anak-anak kurang terlibat dalam kegiatan menggereja misalnya : Sekolah Minggu, Putra Altar, dan kegiatan lingkungan lainnya.

4. Dari pihak lingkungan

Pendamping atau pemandu katekese kurang menjawab kebutuhan umat atau kurang kontekstual.

C. Batasan Masalah

Setelah melihat permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan di atas maka penulis membatasi pada kesadaran orang tua akan perannya dalam pendidikan iman anak dan pengembangannya melalui katekese

Ruang lingkup penelitian ini adalah Bapak dan Ibu katolik di Lingkungan Brayat Minulyo Wilayah Santa Maria Kalasan Barat, Paroki Marganingsih Kalasan.

D. Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang di atas maka permasalahan yang muncul dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan kesadaran?

(24)

4. Seberapa besar dampak katekese model SCP terhadap kesadaran orang tua akan perannya dalam pendidikan iman anak?

E. Tujuan Penulisan

Skripsi ini ditulis dengan tujuan :

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan kesadaran.

2. Mengetahui sejauhmana orang tua menyadari tugas dan tanggung jawab sebagai pendidik iman anak yang pertama dan utama dalam keluarga. 3. Memaparkan katekese model SCP.

4. Mengetahui seberapa besar dampak katekese model SCP terhadap kesadaran orang tua akan perannya dalam pendidikan iman anak.

F. Manfaat Penulisan

1. Bagi orang tua pada umumnya: menambah pengetahuan dan inspirasi tentang tangung jawab dan usaha mendidik dan mengembangkan iman anak agar menjadi orang beriman yang dewasa.

2. Menambah wawasan bagi penulis dalam mengahayati pendidikan iman anak dalam pendampingan orang tua.

(25)

G. Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan adalah deskriptif analitis yaitu melalui penelitian langsung dengan memaparkan dan menganalis permasalahan yang ada sehingga ditemukan pemecahan yang tepat.

H. Sistematika Penulisan

Tulisan ini terdiri dari lima bab :

Dalam Bab I penulis menguraikan pendahuluan yang memberikan gambaran umum penulisan yang terdiri dari latar belakang, rumusan permasalahan, tujuan, metode, dan sistimatika penulisan berdasarkan permasalahan yang penulis temukan dalam kenyataan hidup keluarga jaman sekarang, yang umumnya orang tua sibuk dengan tugas atau kariernya dan kurang memperhatikan anak-anaknya bahkan seharian penuh anak-anak hidup dengan pembantu rumah tanggga. Orang tua berkomunikasi dengan anak hanya melalui hand phone atau telpon genggam. Permasalahan tersebut menimbulkan keperihatinan penulis. Dengan demikian penulisan ini kiranya dapat memberi sumbangan pemikiran bagi keluarga-keluarga yang ada di Lingkungan Brayat Minulyo untuk membantu para orang tua meningkatkan kesadarannya akan pendidikan iman anak dalam keluarga yang pertama dan utama.

(26)

dirumuskan dalam rumusan masalah yang kemudian akan dijawab dengan menggunakan acuan pustaka atau teori-teori yang akan membantu penulis untuk menjawab permasalahan tersebut. Bagian kedua adalah kerangka pikir yang menjelaskan atau merumuskan bagaimana kerangka pikir penulis secara sistimatis untuk mencoba memecahkan masalah-masalah yang telah dirumuskan dan dikaji lewat kajian pustaka. Bagian ketiga adalah hipotesis atau jawaban sementara yang dirumuskan oleh penulis berdasarkan landasan-landasan teori yang telah dibahas dalam kajian pustaka.

Bab III Metodologi penelitian. Bagian ini penulis mulai masuk dalam metode- metode penelitian yang akan dilakukan untuk membuktikan hipotesis yang telah dirumuskan oleh penulis pada bab sebelumnya. Bab ini terdiri dari beberapa bagian yaitu: jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel penelitian, metode pengumpulan data yang terdiri dari variabel, definisi operasional variabel, pengembangan instrument, teknik analisis data yang terdiri dari deskripsi data, dan uji hipotesis.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembhasan. Pada bab ini penulis akan melaporkan hasil penelitian dalam bentuk deskriptif kuantitatif melalui data yang ada selanjutnya akan dilakukan uji hipotesis dan pembahasan.

(27)

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka

Pada kajian pustaka ini, penulis akan menguraikan dua hal yaitu : Pertama kesadaran orang tua akan perannya dalam pendidikan iman anak yang meliputi : kesadaran, peran orang tua dalam pendidikan iman anak; kedua katekese yang meliputi : pengertian katekese, tujuan katekese, isi katekese, sumber katekese, unsur katekese, metode katekese, media katekese dan peserta katekese.

1. Kesadaran Orang Tua Akan Perannya Dalam Pendidikan Iman Anak a. Kesadaran

Sadar dalam Kamus Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan Nasional. 2005) : tahu, mengerti. Kesadaran: keadaan mengerti, hal yang dialami atau dirasakan oleh seseorang.

William James (1890) memandang kesadaran sebagai sesuatu yang terus-menerus bergerak mengalir dari pikiran-pikiran, perasaan-perasaan dan daya tangkap, serta kesadaran akan diri, keberadaan sadar (menyadari) dari suatu pemikiran (Psychology, 1996 : 332-334). Kemudian pendapat dari seorang Filosof Perancis Pene Descartes yang terkenal dengan pernyataan: “Cogito Ergo Sum” (saya berpikir maka saya ada).

(28)

perasaan-perasaan, pikiran, emosi tujuan dan cara pemecahan masalah. Kesadaran berkembang secara perlahan-lahan sebagai suatu mekanisme (cara kerja) untuk mengarahkan tingkah laku, perhatian, memperkuat refleksi, dan kemampuan berbuat atau bertindak. Misalnya belajar dari kesalahan atau kekurangan (John Wiley, 1996 : 335-339).

Barbara K.Given (2007 : 212) mengatakan kesadaran merupakan pemahaman otak-pikiran tentang sebagian informasinya sendiri, melalui kata-kata yang kita tujukan pada diri kita sendiri dan tindakan sadar seperti tidur, bermeditasi, berolahraga, makan makanan yang bergisi dan memantau interaksi kita dengan orang lain, mengubah keadaan pikiran kita, misalnya membuat kita bahagia, sedih, gembira.

Kesadaran berarti memahami beragam perasaan, pikiran, hasrat, tindakan dan reaksi kita. Kesadaran berarti memiliki niat untuk menyusun rencana dengan segaja, mempertimbangkan sisi positif dan negatif suatu situasi sebelum mengambil tindakan untuk mencapai tujuan. Kesadaran yang diperluas membuat kita merasa ingin tahu tentang sang diri yang mengarah pada perkembangan hati nurani kita ( Given, 2007 : 315).

Kesadaran adalah memiliki niat untuk menyusun rencana dengan sengaja mempertimbangkan segi positif dan negatif suatu situasi sebelum mengambil tindakan atau membiarkan keadaan mereda sendiri dan secara selektif dan berarti menentukan arah tindakan untuk meraih tujuan.

(29)

a) Batasan pengertian anak

Yang penulis maksudkan dengan anak di sini adalah anak yang berusia antara 2-12 tahun. Anak menurut Wasty Soemanto adalah seorang yang berada pada suatu masa perkembangan tertentu dan mempunyai potensi untuk menjadi dewasa (Wasty, 1990 : 166). Dengan kata lain anak bukan orang dewasa dalam bentuk kecil yang dapat kita lakukan sebagaimana kita memperlakukan orang dewasa, dan bukan sebagai bahan mainan sehingga kita memperlakukanya semau saya atau seenaknya saja. Tetapi anak adalah seorang individu yang mempunyai hak dan kewajiban untuk berkembang sesuai dengan dirinya. Sebagai seorang individu anak mempunyai ciri khusus misalnya dunianya, kehidupan sosialnya, dan perkembangan imannya. Ciri khusus inilah yang membedakannya dengan orang lain.

b) Perkembangan anak (1) Anak usia 2 - 6 tahun

Anak seusia ini memiliki sifat yang khas yaitu keinginan dan kecenderungan untuk mengetahui dan mengenal serta menemukan dunianya. Segala kejadian dan keadaan sekitarnya ia ikuti dan bahkan berusaha untuk meniru apa yang diperbuat dan dilakukan oleh orang lain. Dan boleh dikatakan anak seusia ini bagaikan sebuah kertas putih yang siap untuk menulis apa saja (hal-hal yang baik dan buruk), dan hasil tulisan itu sangat membekas untuk selamanya. Sifat anak kecil pada dasarnya ingin mencari tahu yaitu menanyakan apa saja yang ia lihat dan ia jumpai, mencoba memegang dan berusaha menirukan apa yang dilakukan orang lain (Hurlock, 1980 : 118).

(30)

Dalam pergaulan antara anak-anak biasanya ada hubungan yang saling bertentangan satu dengan yang lain dan sebaliknya sikap saling ketergantungan satu sama lain. Ciri khas yang lain adalah ingin berkuasa. Anak sebenarnya sudah mulai memiliki kepribadian. Hal ini nampak kalau anak sedang marah karena keinginannya tidak terpenuhi, punya rasa malu apabila tingkah lakunya keliru dan ditertawakan didepan orang banyak. Kepribadian anak ini masih mentah dan belum terbentuk, maka anak tidak dapat menyesuaikan kemampuannya dengan pendapat orang dewasa. Anak sering melawan dan tidak mau menurut perintah atau nasehat orang tua, karena keadaan akunya mulai berkembang. Itulah sebabnya anak sering tidak mau diperintah dan tidak menurut pada orang tua (Hurlock, 1980 : 115).

(b) Hubungan dengan Tuhan

(31)

(2) Anak usia 6 – 12 tahun

Anak usia ini mulai belajar untuk membaca, menghafal, ataupun menulis, karena pada usia ini anak berada pada masa sekolah. Dalam masa ini perhatian anak biasanya lebih tertuju pada segala sesuatu yang bergerak sehingga ada kesan bahwa mereka sudah mengagumi segala sesuatu (Zulkifli, 1986 :80 ). Kehidupan fantasi anak pada usia ini sudah mulai berkurang dan sekarang menuju pada pengamatan yang nyata. Namun penerimaan kenyataan belumlah seperti pada orang dewasa. Karena anak baru dapat menerima kenyataan begitu saja tanpa mengkritik. Anak dalam usia ini tidak bersifat egosentris artinya ia tidak lagi memandang dirinya sendiri sebagai pusat perhatian lingkungannya. Tetapi anak mulai memperhatikan dan menilai keadaan sekelilingnya dengan obyektif.

(a) Kehidupan sosial anak

Sejak anak dilahirkan telah dimulai disadarkan kepadanya bahwa ia adalah makhluk sosial. Sifat sosial dari anak dapat kita lihat bahwa anak usia ini tidak mau bermain sendiri, tetapi ia membutuhkan teman untuk bermain dan men- dampinginya.

Dengan memasuki masa sekolah, anak akan mengenal lingkungannya yang lebih luas terutama lingkungan sosial. Hal ini ditandai dengan keinginan anak untuk melepaskan diri dari lingkungan keluarga dan ia mulai mendekatkan diri pada orang-orang di luar keluarganya (Hurlock, (1980 : 117-119).

(b) Hubungan dengan Tuhan

(32)

majalah-majalah yang ada gambar-gambarnya. Dengan gambar-gambar tersebut anak akan lebih mudah mengingat dan membayangkan sesuai dengan kenyataannya (Hurlock, 1980 : 126-127). Oleh sebab itu orang tua harus lebih peka akan keadaan anak, dan selalu mengingatkan kisah-kisah atau cerita-cerita yang berhubungan dengan Allah dan orang-orang kudus dan yang berkaitan dengan kehidupan anak-anak sehari-hari.

Pengenalan akan Allah, orang tua harus memberi pengetahuan pada anak dan mengatakan bahwa Allah itu baik dan selalu mencintai manusia. Hal ini perlu dilakuan mengingat anak bahwa seusia ini masih suka meniru dan mengingat apa yang diucapkan oleh orang lain ataupun oleh orang tuanya sendiri. Dengan demikian pengalaman-pengalaman anak akan Allah masih selalu tergantung dari orang tuanya sendiri termasuk anggota keluarga lainnya.

2) Pendidikan Iman Anak

a) Pengertian Pendidikan Iman Anak (1) Pengertian pendidikan

Kata pendidikan sering diucapkan oleh banyak orang, namun arti kata pendidikan itu terkadang dicampur-adukkan dengan mengajar. Dan jika berbicara tentang arti pendidikan pada umumnya kita akan menjumpai begitu banyak rumusan arti pendidikan yang dikemukakan oleh beberapa tokoh dan kamus bahasa Indonesia. Suwarno dalam bukunya Pengantar Umum Pendidikan mengutip beberapa pendapat para ahli tentang pendidikan yaitu:

(33)

kedewasaan dalam arti jasmani dan rohani (Suwarno, 981:2). M.J. Langeveld, Idrak Jassin, mengemukakan : mendidik adalah memberi pertolongan secara sadar dan segaja kepada seorang anak (yang belum dewasa) dalam pertumbuhannya menuju kearah kedewasaan dalam arti dapat berdiri sendiri dan bertanggungjawab susila atas segala tidakannya menurut pilihannya sendiri. Menurut D. Marimba, seorang penulis filsafat Islam menjelaskan pengertian pendidikan sebagai berikut: pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.

Berdasarkan batasan-batasan tersebut di atas penulis dapat merumuskan pengertian pendidikan sebagai berikut: Pendidikan merupakan suatu proses usaha untuk mempengaruhi dan membimbing anak secara sadar dan segaja berdasarkan hidup atau kenyataan konkret yang ada pada anak-anak menuju kedewasaan. Pendidikan disamping menekan tindakan serta tingkah laku yang dapat dilihat, juga menekankan segi pemahaman atau pengetahuan. Mengingat bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup, di mana setiap orang berhak memperoleh pendidikan pada tahap hidup maupun dalam perjalanan hidup imannya.

(2) Pengertian iman

(34)

relasi yang personal inilah yang membuahkan iman. Konsili Vatikan II dalam kongregasi dogmatik tentang Wahyu Ilahi dikatakan :

Kepada Allah yang menyampaikan Wahyu, manusia wajib menyatakan ketaatan iman. Demikian manusia dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah. Dengan mempersembahkan kepatuhan akal budi serta kehendaknya yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan dan secara sukarela menerima sebagai kebenaran wahyu yang dikaruniakan oleh-Nya (DV,art. 5).

Iman merupakan hubungan pribadi manusia dengan Allah yang telah rela menyatakan diri-Nya. Iman dapat terjadi hanya karena cinta dan rahmat Allah. Dalam memahami iman yang terpenting adalah bahwa inisiatif selalu datang dari Allah demi keselamatan manusia. Dari isi konstitusi Dogmatik tentang Wahyu Ilahi, Dei Verbum art. 5 di atas mengatakan bahwa: Allah yang memberikan Wahyu dan manusia harus menyatakan ketaatan iman yaitu dengan bebas menyerahkan diri secara total kepada Tuhan. Penyerahan diri tersebut menyangkut hubungan manusia dengan manusia seluruhnya.

Iman adalah jawaban atas pewahyuan Allah dalam diri Yesus Kristus. Umat Kristen mengenal Allah secara pribadi sebagai Bapa melalui Yesus. “Semua telah diserahkan kepadaKu oleh BapaKu dan tidak seorangpun mengenal anak selain Bapa, dan tidak seorangpun mengenal anak selain Bapa, dan tidak seorangpun mengenal anak dan orang yang kepadanya anak itu berkenan mengatakannya” (Mat 11: 27).

(35)

sebaliknya dari pihak manusia menjadi ungkapan penalukan diri manusia dihadapan Tuhan (Ul 27 :15-26).

Chang (2003 : 42) menjelaskan secara garis besar gagasan mengenai iman dalam Kitab Suci dengan mengandung tiga unsur. Unsur pertama bahwa iman merupakan penyerahan diri secara total kepada Tuhan. Sikap rendah hati dibutuhkan dalam kepercayaan, sebagaimana Kristus yang merendahkan diri hingga wafat di kayu Salib (Flp 2 : 8). Unsur kedua adalah kepercayaan yang penuh seharusnya menuntun manusia kepada kesetiaan yang sebenarnya yaitu peniruan dan pengambil bagian pada kesetiaan akan Allah. Tuhan sendiri tetap tinggal setia kepada umat manusia (Ul 14 : 4), kesetiaan kepada Tuhan melibatkan segenap kebebasan subyek iman yaitu orang yang beriman. Dan unsur yang ketiga sehubungan dengan ketaatan. Ketaatan merupakan suatu berada dalam relasi yang erat dengan Tuhan. Persahabatan dengan Tuhan dijalinkan melalui perwujudan ketaatan kepada-Nya. Dan ketaatan ini pada prinsipnya mengandaikan sikap dasar untuk mendengarkan. Karena mendengarkan merupakan proses pembatinan sabda Tuhan sehingga membangkitan dan memperkuat kepercayaan. ”Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” (Ibr 11 : 1). Dalam buku iman kateketik dikatakan bahwa seorang beriman adalah :

”Orang yang menerima dan mau tunduk serta berserah kepada Allah, mempercayakan diri sungguh kepada Allah, menerima bahwa Allah adalah kebenaran, menaruh sandaran kepada-Nya dan bukan dirinya sendiri, dan dengan demikian menjadi teguh dan benar oleh karena keteguhan dan kebenaran Allah” (Telaumbanua, 1999: 44).

(36)

bimbingan Roh Kudus dalam seluruh peristiwa hidupnya, dan membiarkan hidupnya dipimpin oleh-Nya, karena melalui dan didalam-Nya hidup kita semakin terarah dan akhirnya memampukan kita untuk semakin percaya dan berharap pada Tuhan yang adalah kebenaran.

b) Tujuan Pendidikan Iman Anak

Pendidikan iman anak dalam keluarga bertujuan untuk membantu anak agar semakin berkembang dan bertumbuh menjadi seorang pribadi yang lebih dewasa dan bertanggungjawab serta mampu mewujudkan iman dalam pengalaman konkret sehari-hari melalui kedekatan mereka secara pribadi akan Yesus yang telah mereka hidup dalam keluarga. Oleh sebab itu tahap demi tahap anak perlu dibantu dan dibina terus-menerus, sehingga pengalaman iman akan Yesus yang mereka sudah peroleh dalam keluarga tetap mewarnai seluruh hidup akan Yesus yang mereka sudah peroleh dalam keluarga tetap mewarnai seluruh hidup mereka. Betapa pentingnya tujuan pendidikan iman anak dalam keluarga. Tempat pelayanan dan kesaksian iman anak yang pertama dalam keluarga adalah orang tua, melalui kesaksian hidup orang tua dalam doa bersama, membaca sabda Tuhan bersama, ke gereja bersama, maka dengan sendirinya orang telah mengantar anaknya untuk sampai pada kepenuhan iman yang mendalam akan Yesus Kristus yang sengsara, wafat dan bangkit, akhirnya dalam diri anak tumbuh suatu kerinduan besar untuk semakin mencintai Yesus dalam hidup mereka setiap hari.

c) Perlunya Pendidikan Iman Anak

(37)

yang semakin pesat ini tentunya mempunyai dampak yang besar pula dalam kehidupan sekarang ini. Berbagai macam persoalan yang selalu saja terjadi seperti pergaulan bebas, aborsi, narkoba, pembunuhan dan pemerkosaan. Dari persoalan tersebut akan mempengaruhi sikap hidup manusia yang didalamnya adalah perkembangan fisik, mental dan spiritual.

Awal kehidupan dan lingkungan utama anak adalah keluarga. Dalam keluarga anak belajar dasar-dasar kepribadian, sikap dan prilaku yang akan dipergunakan untuk berhubungan dengan orang lain di luar keluarga (Adiyanti 2003 : 93). Apabila orang tua telah memperhatikan dasar-dasar kepribadian, sikap dan prilaku anak dalam keluarga dengan memberi kasih sayang dan perhatian penuh, maka iman anak akan bertumbuh dan berkembang ke arah yang lebih baik dan terutama ketika anak berada di luar keluarga.

Namun dalam kehidupan setiap hari seringkali orang tua salah mengerti peran mereka sebagai pendidik iman anak yang pertama dan utama dalam keluarga. Mereka berpikir bahwa tugas yang paling pertama dan utama adalah mencari uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Dengan memberi uang dan materi, tugas mereka dianggap sudah selesai tanpa ada waktu sedikit pun untuk berdialog dan bersahabat dengan anak-anak untuk mengetahui situasi hidup mereka, jadi tidak mengherankan bila anak-anak mereka lebih mengasihi pembantu dari pada orang tuanya sendiri.

Dalam buku pedoman gereja katolik Indonesia dikatakan bahwa :

(38)

kekuasaan. Lalu tidak sedikit orang tua yang mengira bahwa dengan menyediakan materi bagi keluarga tugasnya selesai. Pada hal anak pertama-tama memerlukan perhatian, kehangatan dan kemesraan hubungan dengan orang tua dan saudara-saudara mereka. Anak-anak memerlukan keleluasaan isi hati, emosi, dan pengalaman kepada orang tua. Oleh karena itu orang tua harus menyediakan diri dan harus juga dapat bertindak sebagai sahabat bagi anak-anaknya. Orang tua perlu menggunakan cara-caranya sesuai dengan tingkat pertumbuhan kedewasaan anak. Mereka perlu dilatih supaya bertindak dan bersikap secara bertanggungjawab. Apabila anak tidak menemukan suasana kekerasan tersebut didalam keluarga, mereka akan lari ketempat lain, pergaulan di luar rumah yang mungkin membahayakan perkembangan jasmani dan rohaninya (Pedoman gereja katolik Indonesia. 1995 : 23). Dokumen ini sangat jelas menguarakan bagaimana perlunya pendidikan iman anak serta peranan dan tanggung jawab mereka sebagai orang tua dalam keluarga terutama menciptakan suasana yang harmonis bersama anak-anaknya, bukan pertama-tama uang dan materi yang anak inginkan tetapi perhatian dan kasih sayang dari orang tualah yang mereka harapkan.

Memang kebutuhan yang lain sangatlah menunjang tetapi yang paling penting dan mendasar dalam hidup anak yang masih kecil dalam keluarga adalah perhatian dan kasih sayang. Karena sikap inilah yang akan mempengaruhi hidup anak selanjutnya dalam bertindak dan berbuat sesuatu yang lebih berguna bagi hidupnya di masa yang akan datang.

(39)

pertumbuhan dan perkembangan iman anak dalam keluarga. Anak akan melihat dan belajar banyak dari kehidupan keluarga dimana mereka tinggal.

Orang tua sebagai pendidik yang pertama dan utama dalam keluarga perlu memperhatikan pendidikan iman anak dalam keluarga secara lebih bijaksana dan bertanggunjawab, terutama bagaimana cara orang tua menunjukkan kesaksian hidup yang baik dalam keluarga. Seorang anak bagaikan sebuah lembaran putih. Apa yang tertulis pada lembaran itu, hal itu pula yang akan memberi warna pada diri anak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesaksian hidup orang tua dalam keluarga sangatlah besar pengaruhnya bagi kehidupan anak dalam keluarga. Karena anak lebih banyak melihat dan merekam apa yang dilakukan orang tua terhadap mereka di dalam keluarga.

d) Ruang Lingkup Pendidikan Iman Anak (1) Keluarga

(40)

(2) Gereja

Gereja adalah umat Allah. Komunitas umat yang percaya adalah gereja. Gereja dan umat adalah dua hal yang tak terpisahkan. Berbicara tentang gereja berarti berbicara tentang umat Allah yang berkumpul.

(41)

ditangan mereka (anak-anak), jadi apa yang ditanam hari ini (iman anak) akan nampak hasilnya dalam kepribadian anak pada masa yang akan datang.

Gereja memiliki peran penting dalam keseluruhan proses pendidikan iman anak. Dalam GE art 3 dikatakan :

Tugas menyelenggarakan pendidikan, yang pertama-tama menjadi tugas dan tanggung jawab keluarga, dengan bantuan seluruh masyarakat, akhirnya secara istimewa pendidikan termasuk tugas Gereja, bukan hanya karena masyarakat harus diakui kemampuannya menyelenggarakan pendidikan melainkan karena Gereja bertugas mewartakan jalan keselamatan kepada semua orang.(GE art 3).

Dalam pernyataan ini Paus Yohanes Paulus II menandaskan bahwa : Gereja mempunyai posisi yang cukup mendukung tercapai pendidikan anak terutama mengusahakan upaya-upaya yang khas, khususnya menyentuh sisi religius anak. Melalui pendampingan anak (bina iman) misalnya : anak bisa diperkenalkan dengan berbagai kisah iman dalam Kitab Suci sekaligus mengajak mereka untuk bertindak sesuai dengan ajaran cinta kasih.Pendampingan iman anak sejak awal (dini) penting bagi anak demi proses kehidupan anak selanjutnya.

(3) Sekolah

(42)

(partner) tugas dan peran utama orang tua dalam mendampingi, membimbing anak-anak baik dalam bidang intelektual, iman, maupun moral. Jadi sekolah mempunyai tanggung jawab besar bagi perkembangan iman anak.

Dalam buku ajaran dan pedoman gereja tentang pendidikan katolik dikatakan : “…sekolah harus mendorong murid melatih pikirannya melalui pemahaman yang dinamis guna mendapatkan kejelasan dan kekayaan akal. Sekolah harus menolong murid mengupas arti pengalaman-pengalamannya dan kebenaran dari pengalaman itu. Tiap sekolah yang melalaikan kewajiban itu dan yang hanya menyampaikan kesimpulan-kesimpulan yang terjadi, sekolah tersebut menghambat perkembangan pribadi murid-muridnya” ( A. Sewaka. 1992 : art. 27).

(43)

perkembangan iman anak melalui tingkah laku, sikap dan tindakan nyata dengan orang lain.

Dari ketiga hal di atas (keluarga. Gereja, sekolah) dengan segala ciri khasnya diharapkan memberikan sumbangan yang berarti bagi anak. Mereka perlu dituntun, didampingi, dibimbing dan diarahkan agar makin berkembang dewasa secara menyeluruh. Dan perlu diingat bahwa anak adalah subyek pendidikan dan bukan menjadi objek dari pendidikan itu. Anak adalah anugerah istimewa dari Allah sehingga mempunyai hak untuk berkembang menjadi pribadi yang sempurna. Proses kesempurnaan hidupnya didasarkan pada prinsip-prinsip yang memungkinkan mereka dapat mengembangkan kebebasan tanggung jawabnya. Sikap saling menerima, cinta kasih, penghargaan dan kepedulian merupakan unsur yang menentukan. Sikap keterbukaan, saling mendukung, dan saling mengembangkan harus diperjuangkan bersama, sehingga orang tua, gereja dan sekolah harus menjauhkan diri dari unsur paksaan. Menjadi lebih baik bila orang tua memanfaatkan kemajuan dan ilmu teknologi untuk menumbuhkembangkan bakat dan kepribadian anak. Untuk itu diperlukan kesadaran untuk semakin melibatkan anak baik dalam keluarga, sekolah maupun dalam hidup menggereja.

3) Peran Orang Tua dalam Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga a) Keluarga

Keluarga adalah kelompok orang-orang yang mempunyai hubungan akrab satu sama lain karena hubungan darah atau ikatan perkawinan. Kelompok besar atau

(44)

dekat (ayah, ibu dan anak) (KomKel, 2006 : 3). Keluarga adalah persekutuan antar pribadi yang saling memberi, saling mencintai, saling melengkapi dan berpengharapan dalam kasih yang tak terbatas. Keluarga terdiri dari beberapa pribadi yang mempunyai relasi timbal-balik secara intensif. Relasi itu meliputi relasi suami-isteri dan anak-anak. Relasi terjadi dalam kaitan hubungan darah (keluarga inti) yang didasarkan pada cinta kasih sebagai satu kesatuan hidup. Relasi yang terjadi antara orang tua dan anak-anaknya bukan hanya bersifat manusiawi ( hubungan darah) melainkan juga bersifat rohani yaitu relasi kasih itu sendiri (KomKat KAS, 2006 : 4). Pelaksanaan pendidikan tidak hanya berlangsung di dalam keluarga saja melainkan dapat berlangsung di beberapa tempat antara lain keluarga, sekolah dan masyarakat. Ketiga pendidikan tersebut memiliki perbedaan, tetapi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, sebab pendidikan merupakan suatu kegiatan yang bersifat terpadu artinya pendidikan yang diterima anak dalam keluarga dan masyarakat merupakan rangkaian dari suatu proses yang berlangsung seumur hidup. Dari semua tempat tersebut yang menjadi pendidikan anak yang pertama adalah keluarga. Keluarga merupakan pendidikan dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan iman anak di sekolah dan masyarakat, oleh sebab itu orang tua sebagai penanggungjawab iman anak dalam keluarga bertanggungjawab dan berkewajiban untuk menanamkan nilai-nilai kehidupan yang berguna bagi pembentukan mental dan kepribadian anak itu sendiri.

(45)

tanggungjawab. Dalam tugas orang tua sebagai pendidik pertama dan utama tidak dapat dialih kepada orang lain. Hal ini ditegaskan oleh Paus Yohanes Paulus II, dalam seruan apostoliknya sebagai berikut : ”...tugas dan kewajiban orang tua untuk mendidik anak-anaknya merupakan hak yang esensial, orisinil dan primer, tak tergantikan. Dan semua itu dilandasi oleh prinsip cinta kasih (FC, art. 36)

Orang tua sebagai pendidik pertama: orang tua mengemban tugas memelihara, menjaga dan mendidik anak sejak dikandung hingga dewasa. Sedangkan orang tua sebagai pendidik yang utama: orang tua merupakan orang yang paling bertanggungjawab atas perkembangan anak menuju kedewasaan, meneruskan iman dan nilai-nilai kristiani kepada anak-anaknya.

Keluarga merupakan tempat pesemaian, pertumbuhan dan perkembangan iman anak. Dari orang tua anak mulai mendapat pendidikan iman yang pertama dan utama, dan mulai mengalami perhatian dan kasih sayang. Perhatian dan kasih sayang dari orang tua ini merupakan tanda nyata bagi anak-anak yang dikasihi Allah.

b) Peran orang tua dalam pendidikan iman anak

(46)

tua dituntut kemampuannya memberi pendidikan iman menuju pada kedewasaan iman (Wignyasumarta, 2000 : 151-152 ).

Selain nilai-nilai iman yang ditanamkan dalam keluarga, orang tua juga perlu menanamkan bentuk pendidikan iman lainya yang bisa membantu perkembangan dan pertumbuhan iman anak melalui setiap cara yang nantinya dapat membantu pribadi anak semakin dewasa, mandiri dan bertanggungjawab. Bentuk pendidikan iman anak yang dimaksudkan di sini adalah pendidikan sosial, pendidikan ketrampilan dan pendidikan kedisiplinan. Pendidikan sosial bagaimana orang tua mengajar anak-anak mereka bersikap seperti sikap melayani dengan penuh cinta, sikap untuk bergaul dengan semua orang, sikap menerima orang lain apa adanya, sikap menghargai dan sikap berempati atau tenggang rasa kepada orang lain yang menderita dan yang mangalami kesusahan. Pendidikan keterampilan, bagaimana orang tua mengajari anak-anaknya untuk terampil dalam memasak, menjahit menata bunga, menata rumah, trampil dalam melukis dll. Pendidikan kedisplinan, bagaimana orang tua mengajari anak-anaknya untuk displin dalam waktu belajar, makan, bermain, bekerja, berdoa baik dalam keluarga, lingkungan dan Gereja.

Apabila dalam keluarga orang tua sudah menanamkan pendidikan ini dan memberi kepercayaan penuh kepada anak-anaknya sejak masih kecil dalam keluarga, maka anak akan semakin bertanggungjawab dengan sikap hidupnya baik di dalam keluarga, sekolah, Gereja maupun masyarakat yang lebih luas.

(47)

(nilai- nilai moral) dan estetika (nilai-nilai keindahan) (Tim pusat pendampingan keluarga Brayat Minulyo, 2007 : 23). Dalam rangka memenuhi tugas mendidik anak dalam bidang hidup keimanan, orang tua pertama-tama dituntut memiliki pengalaman yang baik, menampilkan perilaku hidup yang baik sebab anak akan lebih mudah mencontoh apa yang diperbuat orang tua. Setiap keluarga katolik membiasakan diri untuk mengadakan doa bersama, membaca, dan merenungkan Sabda Tuhan bersama. Dengan demikian keluarga menjadi gereja mini. Keluarga menjadi kesatuan yang melambangkan kesatuan dari ketiga Pribadi Ilahi : Bapa, Putera dan Roh Kudus. Keluarga adalah gereja mini tempat kesatuan bapak ibu dan anak-anak menjadi komunitas iman ”di mana ada dua tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka” (Mat 18 : 20). Dalam keluarga seorang anak sungguh-sungguh dapat mengenal dan mengalami Allah. Oleh karena itu dalam keluarga kristiani orang tua harus membiasakan diri mengadakan doa bersama, ikut dalam perayaan Ekaristi, menerima sakramen pengampunan secara teratur.

(48)

Keluarga menjadi tempat pertama dan utama dalam kesetiakawanan dan semangat sosial anak. Bagaimana orang tua menciptakan iklim yang kondusif yang memungkinkan anak dapat saling berbagi dengan sesamanya, mau memperhatikan kebutuhan orang lain, menumbuhkan semangat mau saling membantu dan melayani, semangat rela berkorban dan mau saling menghargai.

Keluarga katolik mempunyai tugas untuk berpartisipasi dalam misi pewartaan gereja yang diterima dari Yesus Kristus yaitu misi kenabian, keimaman, dan rajawi melalui penghayatan cinta kasih dalam seluruh perjalanan hidup mereka membangun keluarga yang dijiwai oleh semangat pelayanan, pengorbanan, kesetiaan, pengabdian, membagikan kekayaan rohani yang telah mereka terima dalam sakramen perkawinan sebagai cerminan dari cinta Yesus Kristus kepada Gereja-Nya (FC, art. 50). Dalam bidang kemasyarakatan, orang tua mempunyai kewajiban untuk mengajarkan kepada anak-anak dimensi sosial manusia. Anak dididik untuk memiliki jiwa dan semangat solider, setia kawan, semangat berkorban, dan sehati-sejiwa dengan mereka yang berkekurangan. Pendidikan dimulai dalam keluarga. Anak dididik dan dilatih untuk mau membagi apa yang dimiliki. Keluarga katolik dipanggil untuk terlibat aktif dalam membangun persaudaraan sejati (koinonia) yang didasari cinta, keadilan dan kebenaran (Tim Pusat pendampingan keluarga Brayat Minulyo, 2007 : 24).

(49)

tersebut dapat dilaksanakan misalnya dengan memberi nasehat serta memberi contoh untuk bersaksi. Memberi nasehat tidak perlu dengan kata yang panjang dan kalimat yang indah, tetapi dengan menggunakan kata yang mudah dimengerti atau dipahami oleh anak. Dan yang lebih penting adalah kesaksian hidup orang tua. Kesaksian merupakan salah satu wujud pewartaan Injil yang dapat dibuat oleh semua orang dan khususnya oleh orang tua. Kesaksian merupakan suatu peristiwa yang berdampak dalam hidup dan menjadi suatu kenangan. Untuk itu semangat bersaksi harus ditanamkan pada anak-anak dengan cara memberi contoh bagaimana bersaksi kepada teman dan sesama. Hal ini merupakan salah satu cara untuk menolong anak dalam pertumbuhan imannya

.

”Pendidikan iman oleh orang tua yang harus mulai sejak umur anak yang paling muda, sudah diberi kalau anggota keluarga saling menolong untuk tumbuh dalam iman melalui kesaksian hidup kristen yang sering tanpa kata-kata, tetapi yang bertahan lewat hidup sehari-hari yang dihayati sesuai dengan injil” (Paus Yohanes Paulus II, 1980 : 62-63).

Penanaman sikap bersaksi akan menyebabkan anak dapat tumbuh dalam iman sesuai dengan yang diajarkan oleh otang tua. Orang tua perlu memberi kesempatan pada anak-anak untuk bersaksi tentang kebenaran, tetapi harus ikut bersaksi sehingga anak-anak kelak sudah terbiasa dengan kesaksian yang benar.

(50)

Dalam menanamkan kedisiplinan pada anak orang tua perlu memiliki kesabaran dan rasa kasih sayang yang penuh, serta menyesuaikan dengan usia dan kemampuan anak. Misalnya : anak usia balita : kenalkan disiplin sehari-hari pada anak. Seorang anak belajar memahami kejadian di lingkungan dengan menjadi pengamat dan peniru. Anak usia bayi :anak memiliki jam minum, makan, istirahat, kebersihan (ketika membuang air besar atau kecil). Anak usia dua tahun ke atas : kenalkan pada anak-anak akan bahaya yang ada di sekitar mereka, seperti listrik, pisau yang tajam, kaca dengan bahasa yang dimengerti oleh mereka.

(51)

Sebagai pendidik yang pertama dan utama tugas orang tua sangatlah berat. Maka sebagai orang tua harus sejak dini mengenalkan Allah kepada anak-anak dan mengajarkan mereka untuk memandang dan menyembah-Nya, serta mencintai sesama manusia sesuai dengan iman yang diterima dalam permandian. Hal ini dimaksudkan agar anak-anak yang telah dididik tersebut apabila mencapai usia dewasa dapat mempunyai tanggung jawab untuk selalu mengikuti panggilan suci (GE. Art. 3).

Hak dan kewajiban orang tua dalam mendidik anak terutama dalam pendidikan iman anak ditegaskan juga dalam hukum kanonik (KWI, 1983. kanon 226,793, 1136). Kanon-kanon tersebut menjelaskan bahwa orang tua merupakan pendidik yang pertama dan utama. Pendidikan yang diberikan oleh orang tua lebih menitik beratkan pada pendidikan kristiani yaitu pendidikan secara utuh baik dari segi fisik, sosial, kultural maupun religiusnya berdasarkan pada iman kristiani. Dengan kata lain tugas orang tua adalah sebagai pendamping perkembangan iman anak-anaknya, dimana pendampingan yang dilakukan oleh orang tua tersebut merupakan tugas dan kewajiban yang sangat luhur. Dengan tugas dan kewajiban yang sangat luhur itu orang tua menjadi pendidik yang pertama dan utama, sekaligus menjadi sarana dan jalan bagi anak-anak untuk menentukan jalan kehidupan dan keselamatan.

(52)

Orang tua mengarahkan anaknya agar terlibat aktif dalam kegiatan gerejani memerlukan strategi yang tepat, diantaranya adalah:

1) Menyiapkan sarana penunjang

Pada tahap permulaan orang tua perlu merangsang motivasi anak dengan sarana penunjang. Kesediaan orang untuk mengantar anak ke gereja dan sekolah minggu adalah salah satu langkah yang paling konkret. Selain itu hendaknya orang tua hendaknya menyediakan alkitab, buku-buku rohani, benda-benda devosional (salib, rosario) yang mendorong semangat doa di hati anak.

2) Memberikan pujian

Anak perlu didorong dengan pemberian pujian. Bila mereka giat terlibat sebagai anggota sekolah minggu, misdinar, kelompok paduan suara atau kegiatan lainnya yang ada di paroki atau lingkungan, sebaiknya orang tua memberikan pujian. Pujian bisa berupa kata-kata ataupun pemberian kado yang paling didambakannya. Pujian pula dapat diwujudkan dengan mengajak pergi ke tempat rekreasi favorit anak.

3) Memberi kepercayaan

(53)

4) Menoleransi kesalahan

Belajar adalah membuat banyak kesalahan. Demikian bunyi salah satu pribahasa. Sebagai pemula, anak pasti akan membuat kesalahan. Membuat kesalahan adalah bagian dari proses belajar itu sendiri. Oleh karena itu orang perlu menoleransi kesalahan yang dilakukan anak. Jangan cepat-cepat menghukum anak yang melanggar kesepakatan.

5) Menjadi sahabat setia

Orang tua yang bijak memandang anak sebagai subyek yang perlu dihargai. Anak memang mempunyai kewajiban untuk tunduk dan taat kepada orang tua. Namun anak juga memiliki hak untuk dicintai, dilindungi, dan dididik secara kristiani. Oleh karena itu hendaknya orang tua menjadi sahabat setia bagi anak-anaknya. Kedekatan emosinal akan lebih terjalin kukuh bila orang tua menempatkan diri sejajar dengan anak-anak.

Mengarahkan anak agar telibat dalam kegiatan gerejani adalah suatu tugas yang menantang. Untuk itu orang tua perlu menumbuhkan sikap sabar dalam menghadapi kenyataan hidup setiap hari.

6) Memberi teladan atau kesaksian hidup

(54)

orang tua harus memberikan kesaksian hidup yang baik terhadap anak-anaknya. Bila orang tua berbicara tentang Kristus harus berbicara tentang-Nya sebagai seorang yang sungguh ada. Mereka berbicara tentang Allah Bapa sebagai seorang yang sungguh ada, hal ini sangat penting bagi anak. Dalam hidup orang tua yang memancarkan cahaya kasih didalam keluarganya, anak-anak akan lambat laun akan melihat itu sebagai kenyataan bahwa Kristus, Allah Bapa, Roh kudus, gereja ada, dan cinta Allah sungguh nyata. Di rumah anak-anak harus diajar. Memberi pengajaran pada anak dalam iman tidak boleh hanya menguraikan ajaran-ajaran doktrin melainkan harus mengajar tentang pribadi-pribadi Kristus dan Bapa sebab iman merupakan penerimaan terhadap dua pribadi. Anak harus diberitahu tentang Kristus, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana Kristus sekarang dan siapa Allah itu. Hal ini orang tua harus tunjukan melalui sikap dan tindakan orang tua. Misalnya orang tua menyuruh anaknya supaya berdoa, orang tua juga yang harus duluan duduk di tempat doa dan mulai berdoa. Jadi mendorong anak untuk melakukan hal itu, orang tua harus menjadi teladan bagi anak-anak.

Dalam buku iman keluarga-keluarga Kristiani dikatakan bahwa :

Salah satu hal yang tiada tara karyanya yang dapat diberikan oleh orang tua kepada anaknya adalah cinta kasih mereka satu sama lain. Jika anak-anak menjadi besar dalam suasana cinta kasih di rumah mereka dapat bertumbuh dan berkembang menjadi orang-orang yang utuh. Mereka dapat dipenuhi dengan cinta kasih antara orang tua, juga harus meluaskan kepada anak-anaknya, dengan demikian mereka sungguh-sungguh saling mencintai, (Bernad. 1972).

(55)

pelajaran tentang sikap penghargaan, penghormatan, pengendalian diri, sikap kejujuran dan sikap kebenaran. Pendidikan dalam keluarga merupakan tempat yang utama dalam segala pendidikan . Dengan demikian orang tua harus menanamkan nilai-nilai yang baik dalam diri anak yakni dalam keluarga doa merupakan tugas perutusan yang dapat diemban oleh suami isteri sebagai konsekuensi dari tugas imamat Yesus Kristus. Doa keluarga adalah merupakan tugas yang dipersembahkan bersama oleh semua anggota keluarga. Persatuan dalam doa merupakan konsekuensi dan tuntutan dari makna sakramen babtis dan sakramen perkawinan untuk mewujudkan tanggung jawab dan tugas perutusan sebagai anak-anak Allah. Doa dalam keluarga merupakan usaha untuk mempersatukan setiap anggota keluarga, Gereja dan masyarakat.

(56)

menjadi nyata melalui orang tua mereka sehingga pengalaman kristiani yang pertama sering meninggalkan jejak-jejak yang menentukan sepanjang hidupnya.

Keluarga menjadi tempat pendidikan iman yang pertama dan utama. Dalam keluarga anak dididik dalam segala keutamaan. Setiap keluarga juga dipanggil menjadi tempat pembenihan panggilan. Keluarga diharapkan menjadi tempat bertumbuhnya iman sedemikian rupa, sehingga anak katolik dalam keluarga itu mampu menyadari panggilan Tuhan atas dirinya ( KomKel, 2008 : 18).

Dalam anjuran Apostolik Familiaris Consortio Paus Yohanes Paulus II mengatakan demikian :

Tugas mendidik berakar dalam panggilan utama suami-isteri untuk berperanserta dalam karya penciptaan Allah. Karena orang tua telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anak, maka terikat kewajiban teramat berat untuk mendidik mereka. Oleh karena itu orang tualah yang harus diakui sebagai pendidik mereka yang pertama dan utama. Begitu pentinglah tugas mendidik itu, sehingga bila diabaikan, sangat sukar pula dapat dilengkapi. Sebab merupakan kewajiban orang tua : menciptakan lingkungan keluarga, yang diliputi semangat bakti kepada Allah dan kasih sayang tehadap sesama sedemikian rupa, sehingga menunjang kebutuhan pendidikan pribadi dan sosial anak-anak mereka. Maka keluarga itulah lingkungan pendidikan pertama keutamaan-keutamaan sosial, yang dibutuhkan oleh setiap masyarakat. Hak maupun kewajiban orang tua untuk mendidik bersifat hakiki, karena berkaitan dengan penyaluran hidup manusiawi. Selain itu bersifat asali dan utama terhadap peranserta orang-orang lain dalam pendidikan, karena keistimewaan hubungan cinta kasih antara orang tua dan anak-anak. Lagi pula tidak tergantikan dan tidak dapat diambil-alih, dan karena itu tidak dapat diserahkan sepenuhnya kepada orang-orang lain atau direbut oleh mereka (FC. art. 36).

(57)

keluarga merupakan tempat anak untuk tumbuh dan berkembang menjadi seorang pribadi yang dewasa . Tugas orang tua dalam mendidik iman anak adalah tugas yang mulia, karena tugas itu merupakan tanggung jawab utama sebagai orang tua bagi anak-anaknya. Oleh karena itu kewajiban orang tua untuk menyampaikan iman kepada anak-anaknya, mendidik anaknya dengan kata dan teladan, membantu anak untuk memilih panggilan hidupnya, serta memelihara dan memupuk panggilan suci yang mungkin ditemukan dalam diri anak melalui pendidikan yang diterimanya didalam keluarga.

7) Kebiasaan orang tua untuk mengajak anak berdoa bersama

Anak merupakan peniru ulung. Sifat peniru inilah yang menjadi modal dasar bagi orang tua untuk menanamkan nilai-nilai iman pada diri anak. Sebelum anak dapat berpikir dan memahami hal-hal yang abstrak serta belum sanggup membedakan hal-hal yang baik dan buruk dalam diri mereka sebaiknya orang tua sudah membiasakan anak untuk selalu terlibat dalam kegiatan bersama, seperti makan bersama, doa bersama dan rekreasi bersama.

(58)

anak-anaknya dengan caranya sendiri, sebaiknya mengajak anak untuk berdoa melalui sikap dan teladan orang tua, dengan demikian anak akan melihat dan meniru apa yang diperbuat oleh orang tuanya.

8) Kebiasaan orang tua mengajak anak untuk terlibat dalam kegiatan Gereja dan lingkungan

Pada umumnya orang tua merasa tidak perlu mengajak anak-anak mereka hadir dalam perayaan missa dan ibadat lingkungan, karena selalu mengganggu suasana doa sehingga membuat orang tua tidak konsentrasi dalam perayaan Ekaristi atau ibadat lingkungan dan merasa terganggu bagi umat lain yang dengan tenang mengikuti perayaan Ekaristi atau ibadat lingkungan, akhirnya orang tua memutuskan untuk tinggal di rumah dan tidak mengajak anak untuk hadir dalam perayaan Ekaristi dan ibadat lingkungan, pada hal anak yang masih kecil senang sekali untuk diajak bermain. Sifat keingintahuan dari anak-anak sangat besar. Jadi jika mereka diajak untuk mengikuti perayaan ekaristi dan ibadat lingkungan, anak sering bertanya berkaitan dengan apa yang dilihatnya, misalnya : barang-barang suci, seperti patung, gambar-gambar kudus, lilin dan sebagainya berdasarkan apa yang dilihatnya. Oleh karena itu orang tua jangan pernah merasa bosan dan malas mengajak anaknya ke Gereja dan menjelaskan satu persatu kepada anak arti bangunan Gereja, sikap dalam gereja, makna perayaan ekaristi dan bagaimana cara berdoa yang baik.

(59)

dipilih menjadi anggota misdinar, dan mengikuti sekolah minggu, anak tidak merasa kaget lagi karena orang tua sudah menjelaskannya kepada mereka. Demikian juga keterlibatan anak di lingkungan, apabila orang tua sudah mengajarkan hal-hal yang baik tentang Tuhan dan sesama, maka dengan sendirinya kebaikan yang diterima anak dalam keluarga dibagikan juga dalam lingkungan seperti sikap berdoa yang baik, sikap menghargai orang yang lebih tua dan memberi sapaan kepada setiap orang yang dijumpainya.

9) Kebiasaan orang tua mengajak anak untuk membaca dan mendengarkan sabda Tuhan

Anak yang masih kecil sama sekali belum mengerti dan menangkap sabda Tuhan yang dibacakan orang tua dalam keluarga saat berdoa bersama, dan bahkan membacapun mungkin belum bisa, tetapi terus-menerus membiasakan anak untuk hadir bersama serta setia melatih anak-anak membaca Kitab Suci setiap hari sebelum mengadakan doa bersama tentunya akan membantu anak lebih mengerti dan menangkapnya.

(60)

Orang tua yang bertanggungjawab atas perkembangan iman anak dalam keluarga, dalam mendampingi iman anak untuk tumbuh dan berkembang menjadi beriman kristiani yang matang dan dewasa. Dan anak semakin mengenal dan mendekatkan diri kepada Yesus sebagai teman dan sahabat mereka. Peran orang tua merupakan konsekuensi dari dan dibentuknya keluarga oleh pasangan suami isteri melalui sakramen perkawinan dengan menjalankan peranannya dalam mendidik iman anak-anaknya, serta meningkatkan kesadaran orang tua yang menyangkut peran dalam mendampingi iman anak-anak, melibatkan anak-anak dalam hidup menggereja, serta berusaha memberi dukungan dan tempat bagi anak-anak agar tumbuh dan berkembang dalam iman. Orang tua akan semakin menempati jati dirinya sebagai persekutuan hidup dan cinta kasih yang bersumber pada cinta kasih Allah. Cinta kasih itu secara nyata dalam menjalankan peranannya sebagai keluarga krisitiani.

Peran orang tua menurut ajuran Apostolika Sri Paus Yohanes Paulus II tentang keluarga dalam Dokumen familaris Conssortio.

(61)

melaksanakan tugas kerasulannya dan di samping itu juga membangun kerajaan Allah sendiri secara bertanggungjawab terhadap kebahagiaan orang lain di tengah masyarakat.

“cinta perkawinan merupakan rahmat Allah yang diberikan kepada suami isteri dan anak-anak mereka. Cinta perkawinan diarahkan kepada penyempurnaan suami-isteri secara menyeluruh termasuk pula kelahiran dan pendidikan anak demi kebahagian keluarga dan kesejahteraan masyarakat” ( Iman katolik.1996 : 438-439).

Jadi sejak awal suami-isteri diberi tanggung jawab untuk mendidik dan membesarkan anak-anaknya seturut ajaran gereja sejak dari kecil hingga dewasa. Dalam hal tanggung jawab ini orang tua perlu sadar apa yang seharusnya ditanamkan dalam diri anak sejak dini. Orang tua perlu tahu bahwa dalam mendidik anak tidak cukup dengan ajaran-ajaran kristiani saja, tetapi bagaimana cara orang tua menghidupkan dan menanamkan nilai-nilai rohani yang dapat membawa anak semakin dekat pada Tuhan, dan bahkan lebih dari itu anak dilatih untuk memperhatikan kepentingan orang lain dan menghormati orang lain agar kelak tahu melayani kebutuhan orang lain. Orang tua perlu tahu kegiatan apa saja yang ada di Paroki atau Lingkungan yang berkaitan dengan kegiatan anak. Misalnya: jika anaknya masih usia TK-SD anak dilibatkan dalam kegiatan PIA Paroki atau Lingkungan. Dan jika anaknya sudah duduk di bangku SMP maka anaknya dilibatkan dalam kegiatan PIR, dan sebagainya. Dan di sinilah orang tua sungguh bekerja keras dan mengorbankan banyak waktu dan tenaga.

A.P. Budiyono. Hd, dalam bukunya “Keluargaku” mengatakan bahwa:

(62)

anggota keluarga mengalami hangatnya cinta kasih kekeluargaan. Cerita-cerita kitab suci dari kehidupan santa atau santo dan kisah dari kitab suci, bila mungkin diceritakan oleh bapak/ibu kepada anak-anaknya pada kesempatan yang baik. Dapat juga dipilih santa atau santo pelindungnya. Anak kecil tidak hanya cukup dilatih berdoa tetapi juga dilatih memperhatikan kepentingan orang lain agar kelak tahu melayani kebutuhan orang lain. Teladan orang tua sengatlah menentu dalam hal ini”.

(63)

Konsili Vatikan II menegaskan pendidikan iman anak pertama-tama berangkat dari kesaksian hidup dari orang tua sendiri (teladan orang tua) anak sejak dini harus diajar mengenal Allah dan berbakti kepada-Nya dan mengasihi sesama, seturut iman yang telah mereka terima dalam sakramen baptis. Melalui keluargalah akhirnya mereka lambat-laun diajak berintegrasi dalam masyarakat dan umat Allah.

“Maka dari itu, mengikuti teladan orang tua dan berkat doa keluarga, anak-anak, bahkan semua yang hidup di lingkungan keluarga, akan lebih mudah menemukan jalan perikemanusiaan, keselamatan dan kesucian. Suami-isteri yang mengemban martabat serta tugas kebapaan dan keibuan akan melaksanakan dengan tekun kewajiban memberi pendidikan terutama dibidang keagamaan, yang memang pertama-tama termasuk tugas mereka. Anak-anak selaku anggota keluarga yang hidup dengan cara mereka sendiri ikut serta menguduskan orang tua mereka” (GS, art. 48).

Dalam ini, kedua orang tua diharapkan mau dan mampu memberi teladan dan ajaran tentang kebaikan dan kebenaran kepada anak-anak mereka. Kekuatan dalam mendidik anak tidak terletak pada perkataan atau pengajaran melainkan pada kepribadian dan tindakan orang lain (orang tua), tidak pada harapan atau teori melainkan pada kemauan dan kehidupan nyata orang tua. Mengajar dan mendidik anak berarti memberikan teladan.

(64)

dalam hal ini adalah sekolah dan gereja sebagai mitra kerja. Ada dua hal yang perlu ditanamkan dalam diri anak adalah tanggung jawab kristiani dan kesadaran akan nilai-nilai moral. Maka nilai-nilai moral harus dikembangkan dalam cinta kasih, jika anak mulai menerima tanggung jawab untuk mengembangkan sikap-sikap di rumah, lama-kelamaan anak menemukan ciri pribadinya sebagai orang Kristen dan inilah yang harus diajarkan orang tua kepada anak. Dengan demikian membawa anak untuk setapak demi setapak untuk semakin mengenal Allah dalam berbagai pengalaman hidupnya. Dengan demikian orang tua sadar bahwa memberi yang terbaik kepada anak-anak melalui keteladan orang tua. Karena anak belajar segala sesuatu dari orang tua. Untuk itu orang tua sadar bahwa mendidik iman anak dengan penuh kasih, menciptakan suasana ketenangan, kedamaian, kegembiraan, suasana persaudaraan, kesatuan hati antara anak dan orang tua. Mendidik dengan kasih anak akan bertumbuh dengan baik, seperti yang disabdakan oleh Yesus bahwa buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, jadi anak itu bertumbuh dan berkembang dengan baik karena belajar segala sesuatu yang baik dari orang tua atau didikkannya mendukung perkembangan hidup anak.

2. Katekese sebagai Komunikasi Iman dalam Gereja

Dalam pembahasan tentang katekese sebagai komunikasi iman dalam gereja, berikut ini akan dipaparkan tentang pengertian katekese, tujuan katekese, isi katekese, sumber katekese, unsur katekese, subyek katekese, dan metode katekese. a. Pengertian Katekese

Gambar

Tabel 2 : Mendengarkan Keluhan Anak.
Tabel 3 : Menyiapkan Buku Bacaan Rohani.
Tabel 4 : Membantu Anak saat Anak Mengalami Kesulitan dalam Menyelesaikan
Tabel 5 : Memaafkan Anak Di Kala Anak Melakukan Kesalahan.
+5

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

PETA JALAN MENUJU PENYEMPURNAAN TATA KELOLA HUTAN DAN LAHAN 19 - PENGUATAN KOORDINASI PENEGAKAN HUKUM MELALUI PENDEKATAN MULTI DOOR - RESOLUSI KONFLIK. GERAKAN

Koefisien reliabilitas awalnya merupakan suatu korelasi antara dua distribusi skor tes dari satu alat ukur yang sama dan diukurkan pada subyek yang sama dengan

SIM-8: Simulasi 8 adalah kombinasi kenaikan harga dunia minyak mentah 5 persen, peningkatan penerimaan dalam negeri pemerintah 10 persen, kenaikan indek harga konsumen 5

• Anestesi dan Perawatan Intensif: meliputi pokok bahasan tentang resusitasi, anaestesia dan analgesia, manajemen kasus kegawatdaruratan di rumah sakit • Ilmu Penyakit Kulit

digunakan sebagai media pembelajaran. Flip book ini bisa digunakan secara individu maupun kelompok. Seperti halnya media pembelajaran lainnya, flip book mempunyai

(5) RKA-SKPD yang telah disempurnakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihimpun oleh PPKD dan selanjutnya disampaikan oleh Bupati kepada DPRD untuk