• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nanoemulsi - PENGARUH TWEEN 20 : SPAN 80, VCO DAN PROPILENGLIKOL DALAM FORMULASI HAIR TONIC NANOEMULSI EKSTRAK DAUN MANGKOKAN (Polyscias scutellaria) DAN DAUN TEH (Camellia sinensis) - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nanoemulsi - PENGARUH TWEEN 20 : SPAN 80, VCO DAN PROPILENGLIKOL DALAM FORMULASI HAIR TONIC NANOEMULSI EKSTRAK DAUN MANGKOKAN (Polyscias scutellaria) DAN DAUN TEH (Camellia sinensis) - repository perpustakaan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Nanoemulsi

1. Definisi Nanoemulsi

Nanoemulsi adalah sistem emulsi yang transparent, tembus cahaya dan merupakan disperse minyak air yang distabilkan oleh lapisan film dari surfaktan atau molekul surfaktan yang memiliki ukuran droplet 50-500 nm (Shakeelet al., 2008). Nanoemulsi memiliki bentuk fisik yang transparent atau translucent. Nanoemulsi memiliki beberapa keuntungan

antara lain memiliki luas permukaan yang lebih besar dan bebas energi. Nanoemulsi tidak menunjukkan masalah dalam ketidakstabilan seperti pada makroemulsi yaitu creaming, flokulasi, koalesens, dan sedimentasi. Selain itu, nanoemulsi juga tidak toksik, dan tidak mengiritasi, oleh karena itu dapat diaplikasikan dengan mudah melalui kulit maupun membran mukosa. Nanoemulsi juga dapat meningkatkan absorbsi, meningkatkan penetrasi obat, membantu mensolubilisasikan zat aktif yang bersifat hidrofob, serta memiliki efisiensi dan (Devarajan Ravichandran, 2011).

(2)

meningkatkan mobilitas ekor hidrokarbon sehingga penetrasi minyak pada bagian ekor menjadi lebih besar (Guptaet al., 2010).

Pembentukan nanoemulsi memerlukan pemasukkan energi. Energi tersebut diperoleh dari peralatan mekanik ataupun potensi kimiawi yang terdapat dalam komponen (Solan et al., 2003). Menurut Gupta (2010), emulsi akan terbentuk secara spontan pada penambahan minyak dan surfaktan ke dalam air karena tegangan antarmuka yang rendah akibat jumlah surfaktan yang besar. Sistem yang terbentuk secara spontan merupakan sistem yang stabil secara termodinamika.

2. Metode Pembentukan Nanoemulsi

Pada beberapa kasus, pembuatan nanoemulsi membutuhkan aplikasi teknik khusus. Nanoemulsi ini dapat dibuat dengan teknis mekanikal yang berbeda. Salah satu metode pembuatan nanoemulsi adalah teknik energi tinggi seperti ultrasonikasi, mikrofluidisasi, dan homogenizer bertekanan tinggi. Pembuatan nanoemulsi dengan energi

tinggi ini bergantung pada pembentukan ukuran globul yang kecil dengan adanya surfaktan atau campuran surfaktan dengan masukan energi yang tinggi. Selama pembuatan, beberapa parameter seperti tekanan homogenizer, jumlah siklus homogenizer, dan suhu homogenizer dapat

berubah yang nantinya akan mempengaruhi ukuran globul nanoemulsi yang sangat penting dalam stabilitas fisik sistem tersebut.

3. Komponen Nanoemulsi

(3)

penggunaan surfaktan saja tidak cukup mampu mengurangi tegangan antar muka antara minyak-air, sehingga dibutuhkan kosurfaktan untuk membantu menurunkan tegangan antar muka. Penambahan kosurfaktan selain dapat menurunkan tegangan antar muka minyak-air, juga dapat meningkatkan fluiditas pada antar muka sehingga dapat meningkatkan entropi sistem. Kosurfaktan juga dapat meningkatkan mobilitas ekor hidrokarbon sehingga penetrasi minyak pada bagian ekor menjadi lebih besar (Gupta,P. K dkk. , 2010).

Konsep HLB (Hydrophilic –Lypophilic Balance) ditemukan oleh Griffin untuk surfaktan non-ionik. Griffin menyusun setiap surfaktan ke dalam harga bilangan tanpa dimensi yang dihitung dari perbandingan stoikiometri bagian lipofil dan hidrofil surfaktan sehingga harga HLB berisi informasi keseimbangan hidrofil-lipofil yang dihasilkan dari ukuran dan kekuatan gugus hidrofil dan lipofil. Griffin telah mengemukakan skala ukuran HLB surfaktan. Dari skala tersebut dapat disusun daerah efisiensi HLB optimum untuk masing-masing golongan surfaktan. Makin tinggi harga HLB suatu surfaktan maka akan bersifat polar (Martin, Swarbrick, & Cammarata, 1993).

(4)

4. Evaluasi Nanoemulsi

Karakteristik sifat fisik nanoemulsi dapat diketahui dengan beberapa pengujian, diantaranya organoleptis yang meliputi warna, bau, kejernihan, homogenitas, dan pemisahan fase, tipe nanoemulsi, pengukuran pH, persen transmitan, viskositas, serta ukuran droplet. a. Uji Organoleptis

Pengujian organoleptis adalah pengujian yang didasarkan pada proses pengindraan. Evaluasi organoleptis sediaan nanoemulsi dilakukan dengan mengamati warna, bau, kejernihan, homogenitas, dan pemisahan fase (Lawrence and Ress, 2000). Nanoemulsi yang stabil ditandai dengan tidak terjadinya pemisahan fase, jernih, homogen, dan tidak berbau tengik.

b. Uji pH

Sediaan nanoemulsi yang ditujukan untuk pemakaian secara topikal harus didesain agar tidak menimbulkan iritasi. Oleh karena itu, pH sediaan harus berada pada pH 4-6 yang merupakan pH kulit (Ali and Yosipovitch, 2013).

c. Uji persen transmitan

Pengujian persen transmitan dilakukan untuk mengukur kejernihan nanoemulsi yang terbentuk. Pengukuran persen transmitan merupakan satu faktor penting dalam melihat sifat fisik nanoemulsi yang terbentuk. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 650 nm dan menggunakan akuades sebagai blangko. Jika hasil persen transmitan sampel mendekati persen transmitan akuades yakni 100 %, maka sampel tersebut memiliki kejernihan atau transparansi yang mirip dengan air (Thakkar, Nangesh, Parmer, and Patel, 2011).

d. Uji viskositas

(5)

dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, ukuran molekul, konsentrasi larutan, serta gaya tarik menarik antar molekul (Martin and Cammarata, 2008).

e. Uji Ukuran partikel

Pengujian ukuran partikel dilakukan untuk mengetahui ukuran partikel yang terbentuk memenuhi kriteria ukuran partikel nanoemulsi yaitu 50-500 nm (Shakeel et al., 2008). Pengujian ukuran partikel menggunakan PSA (Particle Size Analyzer) dengan tipe Dynamic Light Scattering. Prinsip dasar alat ini adalah sampel yang

akan ditembak dengan sinar laser dan akan terjadi penghamburan cahaya. Penghamburan cahaya tersebut akan dideteksi pada sudut tertentu secara cepat. Hasil pengukuran droplet dinyatakan sebagai diameter dari droplet yang terdapat pada medium dispers (Volker, 2009).

Pengujian stabilitas fisik nanoemulsi dapat dilakukan dengan pengujian freeze-thaw cycle.

a. Uji Frezee-thaw cycle

Uji ini dilakukan dengan menyimpan nanoemulsi pada suhu rendah yakni -1OC dan pada suhu ruangan 27OC dengan lama penyimpanan pada masing-masing suhu selama 24 jam dan dilakukan 4 siklus. Ini bertujuan untuk menginduksi ketidakstabilan karena kondisi penyimpanan yang ekstrim. Uji ini dilakukan untuk mengamati perubahan dalam stabilitas seperti pemisahan fase, inverse, agregasi, creaming, maupun coalesense dari sediaan nanoemulsi.

B. Hair Tonic

Hair tonic adalah cairan perangsang penumbuh rambut yang biasanya

(6)

rambut, merangsang tumbuhnya rambut baru, menghilangkan kotoran, memperlancar peredaran darah serta membantu melumasi rambut. Pada sediaan hair tonic berisi zat pelarut, zat aktif, vasodilator yang melebarkan pembuluh darah sehingga merangsang pertumbuhan rambut, stimulan kelenjar sebum, antiseptik (Aziz, 1999). Cara penggunaanya, hair tonic diteteskan pada kulit kepala, kemudian dipijit-pijit sehingga cairan meresap dan merata.

Mekanisme hair tonic adalah merangsang pertumbuhan bagian dasar rambut yang mengandung sel-sel melanosit yang cukup untuk menghasilkan melanin (zat warna ramut / pigmen) dan sel-sel yang mensintesis keratin keras sebagai dasar pembentukan rambut sehingga rambut tampak hitam berkilau, mudah diatur, dan mempunyai akar rambut yang kuat (Tranggono dan Latifah, 2007).

C. Monografi Bahan

1. Tween 20

Tween 20 atau Polioksi etilen 20 sorbitan monolaurat merupakan cairan seperti minyak berwarna kuning, berbau khas, dan hangat dengan rasa pahit. Tween 20 merupakan surfaktan nonionik hidrofilik yang digunakan untuk membuat emulsi minyak dalam air yang stabil, sebagai zat pensolubilisasi untuk berbagai zat seperti vitamin, dan sebagai zat pembasah pada formulasi oral, dan suspensi parenteral (Rowe et al. , 2009).

(7)

2. Span 80

Span 80 mempunyai nama lain sorbitan monooleat. Pemeriannya berwarna kuning gading, cairan seperti minyak kental, bau khas tajam, terasa lunak. Kelarutannya tidak larut tetapi terdispersi dalam air, bercampur dengan alkohol, larut dalam hampir semua minyak mineral dan nabati, sedikit larut dalam eter. Berat jenis pada 20oC adalah 1 gram. Nilai HLB 4,5. Viskositas pada 25oC adalah 1000 cps. Span 80 dapat dimasukkan dalam basis tipe parafin untuk membentuk basis tipe anhidrat yang mampu menyerap sejumlah besar air (Anonim, 1998).

Ester sorbitan secara luas digunakan dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi sebagai surfaktan nonionik lipofilik. Ester sorbitan secara umum dalam formulasi berfungsi sebagai emulsifying agent dalam pembuatan krim, emulsi, dan salep untuk penggunaan topikal. Ketika digunakan sebagai emulsifying agent, ester sorbitan menghasilkan emulsi air dalam minyak yang stabil dan mikroemulsi, namun ester sorbitan lebih sering digunakan dalam kombinasi bersama bermacam-macam proporsi polysorbate untuk menghasilkan emulsi atau krim baik tipe M/A atauA/M (Rowe et al. , 2009)

Gambar 2. Struktur Span 80 (Anonim, 2010b)

3. Propilen glikol

(8)

barbiturat, vitamin A, D, alkaloid, dan obat anestesi lokal. Konsentrasi propilen glikol sebagai pelarut dan kosolven pada penggunaan topikal berkisar antara 5-80 %.

Gambar 3. Struktur Propilen glikol (Rowe et al. , 2009)

4. VCO

VirginCoconut Oil atau VCO merupakan minyak yang dihasilkan

dari buah kelapa segar. VCO dihasilkan tidak melalui penambahan bahan kimia atau proses pemanasan tinggi. VCO mengandung banyak asam lemak rantai menengah (Medium Chain Fatty Acid). Kandungan asam lemak rantai menengah yang paling banyak terkandung dalam VCO adalah asam laurat (Timoti, 2005).

(9)

D. Daun Mangkokan

1. Sistematika Tanaman

Gambar 4. Daun Mangkokan (Batari, 2007)

Dalam sistematika tumbuhan ini, dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Apiales Suku : Araliaceae Marga : Polyscias

Jenis : Polyscias scutellaria Sinonim : Nothopanax scutellarius 2. Morfologi

Tumbuh tegak dengan tinggi 1-3 meter. Batang berkayu, bentuknya bulat, bercabang atau lurus. Berdaun tunggal, bertangkai, agak tebal, bentuknya bulat, berlekuk seperti mangkok, pangkal berbentuk jantung, tepi bergerigi, diameter 6-12 cm, pertulangan menyirip, warna hijau tua. Berbunga majemuk, bentuk payung, warnanya hijau. Buahnya buah buni,pipih, hijau. Biji kecil, keras, berwarna coklat (Dalimartha, 1999).

3. Kandungan Kimia

(10)

dan apigenin) (Dalimartha, 1999). Berdasarkan penelitian identifikasi flavonoid, daun mangkokan memiliki kadar air sebesar 85. 91%.

D. Daun Teh

1. Sistematika Tanaman

Gambar 5. Daun Teh (Kress, 2011)

Dalam sistematika tumbuhan ini, dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdevisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Sub Kelas : Dialypetalae Bangsa : Guttiferales Suku : Camelliaceae Marga : Camellia

Jenis : Camellia sinensis 2. Morfologi

(11)

cm dan berwarna hijau kekuningan. Daun teh merupakan daun tunggal dan memiliki panjang 4-15 cm lebar 2-5 cm. Helai daun berbentuk lanset dengan ujung meruncing dan bertulang menyirip. Pangkal daun runcing dan tepinya lancip bergerigi. Daun muda berwarna hijau muda lebih disukai untuk produksi teh.

3. Kandungan Kimia

Senyawa kimia dalam teh yang merupakan salah satu kelas flavanol yaitu katekin. Jumlah katekin bervariasi untuk masing-masing jenis teh. Katekin teh memiliki sifat tidak berwarna, larut dalam air serta membawa sifat pahit dan sepat pada seduhan teh. Kandungan katekin dalam teh hijau berkisar antara 60-70%, dan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan bahwa katekin memiliki daya hambat terhadap mikroorganisme (Setiawan et al., 2010). Katekin sendiri digolongkan menjadi epicatechin (EC), epigallocatechin gallate (EGCG), epigallocatechin (EGC), dan epicatechin gallate (ECG) (Nishant et al.,

2012).

Kandungan terbesar pada pucuk tanaman teh hijau yakni epigallocatechin-3-gallate (EGCG). EGCG merupakan senyawa polifenol yang memiliki 15 atom C dalam inti dasarnya yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6 yaitu 2 cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan 3 karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin.

A. Ekstraksi

(12)

Menurut Voight (1995) pada dasarnya terdapat dua prosedur untuk membuat sediaan obat tumbuhan,salah satunya yaitu dengan cara ekstraksi. Cara ekstraksi yaitu bahan yang telah dikeringkan dan dihaluskan, diproses dengan suatu cairan pengekstraksi. Jenis ekstraksi yang digunakan tergantung dari kelarutan bahan yang terkandung dalam tanaman serta stabilitasnya. Menurut Harborne (1987), ekstraksi yang tepat tergantung pada tekstur dan kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis senyawa yang diekstraksi.

Proses ekstraksi merupakan proses penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih dengan zat yang diinginkan larut (Voight, 1995). Kandungan kimia dari suatu tanaman yang berkhasiat obat umumnya mempunyai sifat kepolaran yang berbeda-beda, serta perlu untuk memisahkan secara selektif menjadi sekelompok-kelompok tertentu. Serbuk simplisia diekstraksi berturut-turut dengan pelarut yang berbeda polaritasnya (Harbone,1987).

Maserasi

Maserasi berasal dari bahasan latinmacerace yang artinya merendam. Proses ini merupakan cara paling tepat karena obat yang sudah halus memungkinkan untuk direndam dalam menstrum sampai meresap dan melunakkan susunan sel, sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut (Voight, 1995). Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif dan zat aktif akan larut (Anonim, 1986).

Pembuatan ekstrak dengan cara maserasi mengikuti syarat Farmakope edisi III, yaitu bahan tumbuhan dihaluskan dengan cara dipotong-potong atau diserbukkan, kemudian disatukan dengan bahan pengekstraksi. Semakin kecil ukuran partikel dari bahan, maka akan semakin mudah cairan pengekstrak menarik senyawa kimia yang terkandung dalam bahan tersebut.

(13)

dikocok berulang-ulang selama 2-14 hari, namun maserasi sudah memadai selama 5 hari (Voight, 1995). Metode ini tidak menggunakan pemanasan, sehingga zat aktif yang terkandung di dalam simplisia tidak rusak. Selama maserasi zat disimpan dan terlindung dari cahaya langsung untuk mencegah reaksiperubahan warna. Kerugian dari ekstraksi dengan maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyarian kurang sempurna. Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan.

B. SLD (Simplex Lattice Design)

Optimasi adalah suatu metode atau desain eksperimental untuk memudahkan dalam penyusunan dan intepretasi data secara matematis. Formulasi yang optimal seringkali didapati dari penerapan SLD. Simplex Lattice Design(SLD) merupakan salah satu metode untuk mengetahui profil

efek campuran terhadap suatu parameter. Penerapan SLD digunakan untuk menentukan formula optimal dari campuran bahan, dalam desainnya jumlah total bagian komposisi campuran dibuat dengan satu bagian (Bolton, 1997).

Dasar metode ini adalah adanya dua variable bebas A dan B. Rancangan ini dibuat dengan memilih 3 kombinasi dan yang diamati adalah respon yang didapat. Respon yang didapat haruslah mendekati tujuan yang ditetapkan sebelumnya baik maksimal atau minimal (Bolton, 1997).

Hubungan respon dan komponen yang digambarkan sebagai berikut: Y = a(A)+b(B)+ab (A)(B)

Y dalam hal ini sebagai parameter yang ingin dicapai yaitu kadar bahan yang digunakan, (A) dan (B) adalah fraksi komponen dengan syarat. Hubungan respon dan komponen yang digambarkan sebagai berikut:

Komponen dengan syarat: 0 ≤ (A) ≤ 1

(14)

A, b, dan ab sebagai suatu koefisien yang menyatakan nilai parameter mutu fisik. Untuk mengetahui nilai a, b, ab diperlukan 3 formula sebagai berikut; A=1 bagian atau diambil 100% tanpa B, B=1 bagian atau diambil 100% tanpa A, dan campuran A dan B masing-masing 50%.

Dengan memasukan respon yang didapat dari hasil percobaan dengan hasil diatas maka dapat dihitung harga koefisien a, b, dan ab. Dengan diketahuinya harga-harga koefisien ini dapat pula dihitung nilai Y (respon) pada setiap variasi campuran A dan B sehingga digambarkan profilnya (Bolton, 1997).

Profil efek campuran terhadap suatu parameter dapat dianalisis dengan metode Simplex Lattice Design menggunakan bantuan software design expert. Pada software design expert untuk mengetahui respon dari variabel terdapat 3 model yaitu model Linear, model Quadratic, dan modelSpecial cubic.

1. Linear model

Y = β1(X1) + β2(X2)+β3(X3) 2. Quadratic model

Y = β1(X1)+β2(X2)+β3(X3)+β12(X1)(X2)+β13(X1)(X3)+β23(X2)(X3) 3. Special cubic

Y = β1(X1)+β2(X2)

-+β3(X3)+β12(X1)(X2)+β13(X1)(X3)+β23(X2)(X3)+β123(X1)(X2)( X3)

Keterangan:

X1, X2, X3 =fraksi campuran komponen

(15)

Gambar

Gambar 1. Rumus struktur Tween 20 (Rowe et al., 2009)
Gambar 4. Daun Mangkokan (Batari, 2007)
Gambar 5. Daun Teh (Kress, 2011)

Referensi

Dokumen terkait