• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu - BAB II CHAULIA NURRIZKI TEKNIK SIPIL'16

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu - BAB II CHAULIA NURRIZKI TEKNIK SIPIL'16"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini penulis memaparkan penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti perbandingan penggunaan dua merk semen pcc terhadap kuat tekan beton dengan menggunakan pasir sungai pemali serta penambahan serat limbah kain perca.

Mujiyanto (2009) dalam tesisnya yang berjudul “Pemanfaatan Limbah

Kain Perca Sebagai Bahan Pembuatan Campuran Beton” memamparkan

bahwa dari 6 variasi yang telah di uji, setiap variasi terdiri dari 2 item yang diuji. Hasil dari pengujian yang dilakukan menujukan hasil rata – rata sebagai berikut :

Tabel 2.1 Hasil Pengujian Beton Presentase

(Subtitusi)

∑ Kuat Tekan ∑ Kuat Tarik ∑ Massa Spesifik Beton

100 % 10,65 MPa 0,19 1380 kg/m

80 % 9,03 MPa 0,15 1500 kg/m

60 % 8,03 MPa 0,10 1720 kg/m

40 % 9,81 MPa 0,04 1900 kg/m

20 % 10,46 MPa 0,01 1980 kg/m

0 % 14,88 MPa 0,00 2090 kg/m

Sumber : Mujiyanto, 2009

(2)

Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian ini adalah semakin banyak penambahan kain perca dalam campuran beton akan berpengaruh terhadap kuat tekan yang normal yaitu 10,65 MPa, serta peningkatan nilai kuat tarik yaitu 0,19, dan mengurangi berat beton. Sebaliknya semakin sedikit penambahan kain perca dalam campuran beton mempengaruhi nilai kuat tarik yang cenderung lebih rendah, tetapi memiliki nilai kuat tekan yang tinggi. Akibat tidak adanya penambahan kain perca maka berat beton semakin berat.

B. Umum

Penggunaan berbagai macam semen untuk bahan pengikat kerikil, batu dan bahan – bahan lain telah dipraktekan sejak zaman dahulu. Pembakaran bisa merubah batu kapur (limestone) menjadi kapur mentah yang dapat menjadi panas bila dicampur dengan air dan kemudian mengeras secara perlahan – lahan. Inilah yang dikenal sebagai adukan kapur yang pemakaiannya telah dikenal pada pekerjaan pemasangan batu bata beberapa tahun yang silam. Beberapa jenis batu kapur dengan kandungan tanah liat menghasilkan kapur mentah dengan sifat-sifat hidrolis (mengeras jika tercampur air), dan ternyata lebih awet.

(3)

abad tersebut dikenal secara umum, tentang kemungkinan konstruksi dengan mengecor besi beton atau baja di dalam beton. Hal ini disebabkan beton adalah lemah dalam menahan tarikan, sehingga dapat menguntungkan di sini yakni bahwa koeffisien pemuaian panas kedua bahan tersebut sama dan kemungkinan berkaratnya baja dicegah oleh adanya kapur di dalam beton.

Beton, seperti yang dikenal sekarang ini, adalah suatu bahan bangunan dan konstruksi, yang sifat-sifatnya dapat ditentukan lebih dahulu dengan mengadakan perencanaan dan pengawasan yang teliti terhadap bahan-bahan yang dipilih. Bahan-bahan pilihan itu adalah, ikatan keras, yang ditimbulkan oleh reaksi kimia antara semen dan air, serta agregat dimana semen yang mengeras itu ber-adhesi dengan baik maupun kurang baik. Agregat boleh berupa kerikil, batu pecah, sisa-sisa bahan mentah tambang, agregat ringan buatan, pasir atau bahan sejenis lainnya. (L. J. Murdock, 1999)

Agregat, semen dan air, semuanya dicampur bersama-sama sehingga bersifat plastis dan mudah untuk dikerjakan. Sifat-sifat inilah yang memungkinkannya dicetak dalam bentuk yang kita inginkan. Dalam beberapa jam selama penyediaan campuran ini, semen dan air mengalami reaksi kimia, pada umumnya bersifat hidrasi, yang menghasilkan suatu pengerasan dan pertambahan kekuatan. Pertambahan kekuatan ini berlangsung terus menerus di bawah suatu kelembaban dan suhu yang cocok, dengan suatu perbaikan umum terhadap kualitas beton.

(4)

tidak membusuk dan berkarat, mudah dibentuk sesuai dengan keinginan pembuatnya.(Kardiyono Tjokrodimuljo, 1998). Disamping itu beton juga mempunyai kekurangan yaitu sifat getas (brittle) dan tidak mampu menahan Tarik, dan retak bila mendapatkan tegangan tarik, lantur maupun beban kaejut yang tidak begitu besar (Hartono, 1997).

Perencanaan campuran beton yang digunakan dalam pelaksanaan konstruksi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

- Persyaratan kekuatan - Persyaratan keawetan

- Persyaratan kemudahan pekerjaan - Persyaratan ekonomis

C. Agregat

Agregat merupakan butir‐butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lain, baik yang berasal dari alam maupun buatan yang berbentuk mineral padat berupa ukuran besar maupun kecil atau fragmen‐fragmen.(Silvia Sukirman, 2003)

(5)

Sifat yang paling penting dari suatu agregat (batu-batuan, kerikil, pasir dan lain-lain) ialah kekuatan hancur dan ketahanan terhadap benturan, yang dapat mempengaruhi ikatannya dengan pasta semen, porositas dan karakteristik penyerapan air yang mempengaruhi daya tahan terhadap proses pembekuan waktu musim dingin dan agresi kimia, serta ketahanan terhadap penyusutan. Agregat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu agregat halus dan agregat kasar

1. Agregat halus

(6)

Gambar 2.1 Persen pasir terhadap kadar total agregat yang dianjurkan untuk ukuran butir maksimum 40mm

(Sumber : SNI 03-2834-2000)

2. Agregat kasar

Agregat kasar adalah agregat dengan butiran-butirannya tertinggal diatas ayakan dengan lubang 4,8 mm, tetapi lolos ayakan 40 mm. Agregat kasar harus bersih dari bahan organik dan harus mempunyai ikatan yang baik dengan semen. Berikut jenis – jenis agregat kasar secara umum : a. Batu pecah alami : bahan ini diperoleh dari cadas atau batu pecah

alami yang digali. Batu ini berasal dari gunung api, jenis metamorf, atau jenis sedimen. Meskipun dapat menghasilkan kekuatan yang tinggi terhadap beton, batu pecah kurang memberikan kemudahan pengerjaan dan pengecoran dibanding dengan jenis agregat kasar lainnya.

b. Kerikil alami : bahan ini diperolah dari pengikisan tepi atau dasar sungai oleh pasir sungai yang mengalir, kerikil mempunyai kekuatan

(7)

yang lebih rendah dari batu pecah. Tetapi lebih mudah dalam pekerjaannya.

c. Agregat kasar buatan : merupakan hasil dari proses lain seperti blast-furnace dan lain-lain. Berupa slag atau shale yang digunakan untuk beton berbobot ringan.

d. Agregat untuk pelindung nuklir dan berbobot berat : Agregat kasar yang diklasifikasikan di sini misalnya baja pecah, barit, magnatit, dan limonit. Agregat ini berfungsi untuk pelindung dari radiasi nuklir akibat dari pembangunan pembangkit atom, maka pelu adanya beton yang mampu melindungi dari sinar x, sinar gamma, dan neutron.

D. Semen Portland (PC)

Semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling terak semen Portland terutama yang terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk Kristal senyawa kalsium sulfat dan boleh ditambah dengan bahan tambahan lain (SNI 15-2049-2004).

Semen Portland yang dibuat dari serbuk halus mineral kristalin yang komposisi utamanya adalah kalsium dan aluminium silikat. Penambahan air pada mineral ini menghasilkan suatu pasta yang jika mongering akan mempunyai kekuatan seperti batu. Berat jenisnya berkisar antara 3,12 dan 3,16, serta berat volume satu sak semen adalah 94 lb/ft3.(Edwar G. Nawy, 1998).

(8)

- Kapur (CaO) dari batu kapur - Silika (SiO2) dari lempung

- Aluminia (Al2O3) dari lempung

1. Jenis dan Penggunaannya

a. Jenis I yaitu semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan-persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis lain.

b. Jenis II yaitu semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat atau kalor hidrasi sedang. c. Jenis III semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan

kekuatan tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi. d. Jenis IV yaitu semen Portland yang dalam penggunaannya

memerlukan kalor hidrasi rendah.

e. Jenis V yaitu semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan tinggi terhadap sulfat.

(9)

Tabel 2.2 Jenis Semen Portland yang Beredar di Indonesia Jenis Semen

No. SNI Nama

SNI 15 – 0129 - 2004 Semen Portland Putih

SNI 15 – 0302 - 2004 Semen Portland Pozzolan / Portland Pozzolan Cement (PPC)

SNI 15 – 2049 – 2004 Semen Portland / Ordinary Portland Cement (OPC)

SNI 15 – 3500 – 2004 Semen Portland Campur SNI 15 – 3758 – 2004 Semen Masonary

SNI 15 – 7064 - 2004 Semen Portland Komposit / Portland Composite Cement (PCC)

Sumber : (http:/id.wikipedia.org/wiki/semen), SNI

2. Syarat Mutu

Tabel 2.3 Syarat Kimia Utama

No Uraian Jenis Semen Portland

I II III IV V

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 SiO2, minimum AI2O3, maksimum Fe2O3, maksimum MgO, maksimum SO3, maksimum Jika C3A ≤ 8,0 Jika C3A > 8,0

Hilang pijar, maksimum Bagian tak larut, maksimum C3S, maksimum a)

C2S, minimum a) C3A, maksimum a) C4AF + 2 C3A atau a) C4AF + C2F , maksimum

- - - 6,0 3,0 3,5 5,0 3,0 - - - -

20,0 b,c) 6,0 6,0 b,c)

6,0 3,0 d) 3,0 1,5 - - 8,0 - - - - 6,0 3,5 4,5 3,0 1,5 - - 15 -- - 6,5 6,0 2,3 d) 2,5 1,5 35 b) 40 b) 7 b)

- - - - 6,0 2,3 d) 3,0 1,5 - - 5 b)

25 c) Sumber : SNI 15-2049-2004

CATATAN

a) Persyaratan pembatasan secara kimia berdasarkan perhitungan

(10)

C = CaO, S = SiO2 A = Al2O3, F = Fe2O3, Contoh C3A = 3CaO.

Al2O3

Titanium dioksida (TiO2) dan Fosfor pentaoksida (P2O5) termasuk

dalam Al2O3

Nilai yang biasa digunakan untuk Al2O3 dalam menghitung senyawa

potensial (missal : C3A) untuk tujuan spesifikasi adalah jumlah

endapan yang diperoleh dengan penambahan NH4OH dikurangi

jumlah Fe2O3 (R2O3 – Fe2O3) yang diperoleh dalam analisis kimia

basah.

b) Apabila yang disyaratkan adalah kalor hidrasi seperti yang

tercantum pada tabel syarat fisika tambahan, maka syarat kimia ini teidak berlaku.

c) Apabila yang disyaratkan adalah pemuaian karena sulfat yang

tercantum pada tabel syarat fisika tambahan, maka syarat kimia ini tidak berlaku.

d) Tidak dapat dipergunakan

E. Portland Composite Cement (PCC) / Semen Portland Komposit

(11)

Menurut SNI 17064-2004, Semen Portland Campur adalah Bahan pengikat hidrolisis hasil penggilingan bersama sama terak (clinker) semen portland dan gibs dengan satu atau lebih bahan anorganik, atau hasil pencampuran antara bubuk semen portland dengan bubuk bahan bahan anorganik lain. Bahan anorganik tersebut antara lain terak tanur tinggi (blastfurnace slag), pozzoland, senyawa silika, batu kapur, dengan kadar total bahan anorganik 6 – 35 % dari massa semen portland composite. Menurut Standard Eropa EN 197-1 Portland Composite Cement atau Semen Portland Campur dibagi menjadi 2 Type berdasarkan jumlah Aditif material aktif

1. Type II/A-M mengandung 6 – 20 % aditif 2. Type II/B-M mengandung 21 – 35 % aditif

Semen Portland composite cement masuk dalam kategori semen campur, semen campur ini dibuat atau dirancang karena dibutuhkan sifat-sifat tertentu yang mana sifat tersebut tidak dimiliki oleh semen Portland tipe I. untuk mendapatkan sifat-sifat tertentu pada semen campur maka pada proses pembuatannya ditambahkan bahan aditif seperti pozzolan, fly ash, silica fume dll.

1. Sifat-Sifat Yang Dimiliki Semen PCC :

a. Mempunyai panas hidrasi rendah sampai sedang b. Tahan terhadap serangan sulfat

(12)

Ditinjau dari sifat yang dimiliki oleh semn PCC maka semen tersebut dapat digunakan sebagai alternatif atau pengganti semen Portland tipe II, IV atau V.

2. Standard Acuan Semen PCC

Standard acuan yang digunakan semen Portland composite bersumber dari EN-197-1, Europen Standard CEM II Portland Composite Cement. Menurut EN-197-1, Europen Standard CEM II terbagi menjadi 2 yaitu :

a. CEM II/A-M, Komposisi semen ini terdiri dari, 80 – 90 % klinker / terak, 6 – 20 % bahan anorganik (Blast Furnace, silica, fume, pozzolam, flyash, burn shale lime stone), 0 – 5 % bahan tambahan minor (gypsum)

b. CEM II/B-M, komposisi semen ini terdiri dari, 65 – 79 % klinker / terak, 21 – 35 % bahan anorganik (Blast Furnace, silica, fume, pozzolan, flyash, burn shale lime stone), 0 – 5 % bahan tambahan minor (gypsum). Sedangkan kalau mengacu ke standar ASTM maka standard yang digunakan adalah ASTM C 595, Specification for Blended Cement. Menurut standard ini makan blended cemen terbagi menjadi :

1. Tipe IS = Portland Blast Furnace Slag Cement 2. Tipe IP = Portland Pozzolan Cement

3. Tipe P = Portland Pozzolan Cement for use when higher strength at early age not required

(13)

3. Pengaruh Suhu

Kecepatan dari reaksi kimia yang berlangsung selama pengikatan dan pengerasan tergantung pada suhu perawatannya. Pada suatu massa beton yang kecil, dimana panas yang ditimbulkan oleh semen dikeluarkan dengan cepat, kecepatan pengerasan tergantung pada suhu di sekitarnya.

4. Panas Hidrasi

Seperti telah diterangkan, bahwa reaksi kimia yang terjadi ketika semen mengadakan ikatan dan pengerasan, diikuti dengan evolusi pembebasan panas. Ini tergantung pada kuantitas relatip dari bermacam-macam senyawa kimia yang terkandung dalam semen.

Evolusi panas menyebabkan suhu beton naik. Pada kenyataan yang dijumpai selama ini dipraktekkan, hal ini tidak tergantung pada evolusi panas semen saja, tetapi juga tergantung pada :

a.Volume beton yang dicetak setiap satu kali operasi b.Kecepatan mencetak beton

c.Jenis dari acuan

d.Keadaan atmosfir, terutama suhu sekitarnya e.Suhu beton pada saat dicetak

f. Daya hantar suhu dari beton.

5. Sifat – Sifat Beton dalam Hubungannya dengan Kadar Semen

(14)

penyusutan. Hal-hal tersebut benar untuk campuran yang mempunyai perbandingan air / semen yang sama. Di dalam praktek hal ini tidak begitu penting. Karena biasanya untuk suatu pekerjaan telah ditentukan

“work-abiliti”-nya (kemudahan untuk dikerjakan) di lapangan, seperti yang diukur secara kasar dengan pengujian slump meski demikian, pemakaian air dan semen terlalu banyak dapat menyebabkan penyusutan yang luar biasa dengan meningkatnya kecenderungan untuk retak-retak.

Pada perbandingan air/semen yang tetap, penambahan penggunaan semen akan memperbaiki kemudahan campuran untuk dikerjakan tanpa adanya pengaruh terhadap kekuatannya.

Tabel 2.4 Persyaratan Jumlah Semen Minimum dan Faktor Air Semen Maksimum untuk Berbagai Macam Pembetonan dalam Lingkungan Khusus

Lokasi Jumlah semen

minimum Per m3 beton (Kg)

Nilai Faktor air semen maksimum Beton di dalam ruangan :

a. keadaan keliling non korosif

b. keadaan keliling korosif disebabkan

oleh kondensasi atau uap korosif

Beton di luar ruangan bangunan :

a. tidak terlindung dari hujan dan terik

matahari langsung

b. terlindung dari hujan dan terik

matahari langsung

Beton masuk ke dalam tanah :

a. mengalami keadaan basah dan kering

berganti-ganti

b. mendapat pengaruh sulfat dan alkali

(15)

Beton yang kontinu berhubungan :

a. air tawar

b. air laut

Sumber : (SNI 03-2834-2000)

F. Bahan Campuran

Bahan campuran berkisar pada campuran bahan kimia sampai pada penggunaan bahan buangan yang dianggap potensial. Penggunaannya untuk beton telah dikenal hampir bersamaan waktunya dengan penemuan semen.

Penggunaan bahan campuran seharusnya hanya dipertimbangan, bila beton keras atau yang belum mengeras diinginkan untuk dirubah sifatnya karena alasan tertentu maupun yang tak dapat dimodifikasi dengan perubahan proporsi dari komposisi campuran beton normalnya. Misalnya, campuran yang kaku dapat dibuat lebih plastis dan kohesip dengan penambahan bahan untuk menjadikan plastis (pasticizer). Atau dapat juga dengan bahan pengisi pori, bahan pengisi udara, perubahan proporsi pasir kepada agregat kasar, perubahan gradasi pasir, atau dengan menggunakan tambahan semen.

Kain Perca

(16)

adalah : a) daktalitas (ductility), yang berhubungan dengan kemampuan bahan untuk menyerap energi (energy absorption), b) ketahanan terhadap beban kejut (impact resistance), c) kemampuan untuk menahan Tarik dan momen lentur, d) ketahanan terhadap pengaruh susutan (srinkaqe), dan f) ketahanan terhadap keausan (abrasion), fragmentasi (fragmentation) dan spalling (hartono, 1997). Serat buatan menurut Jumaeri, (1979:35), yaitu “Serat yang molekulnya

disusun secara sengaja oleh manusia. Sifat-sifat umum dari SERAT buatan, yaitu :

1. Memiliki kekuata yang cukup tinggi 2. Padat

3. Mudah kusut

4. Mudah menyerap air

5. Ketahanan panas yang tinggi 6. Tahan gesek

Namun selain memiliki sifat yang menguntungkan, kain perca juga mempunyai sifat sifat perusak, antara lain sebagai berikut :

1. Ketahanan terhadap jamur

(17)

G. Air

Di dalam campuran beton, air mempunyai dua buah fungsi, yang pertama untuk memungkinkan reaksi kimia yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya pengerasan, dan kedua sebagai pelincir campuran kerikil, pasir dan semen agar memudahkan percetakan.

Air merupakan bahan pembuat beton yang sangat penting namun harganya paling murah. Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen sehingga terjadi reaksi kimia yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya proses pengerasan pada beton, serta untuk menjadi bahan pelumas antara butir-butir agregat agar mudah dikerjakan dan dipadatkan. Untuk bereaksi dengan semen, air hanya diperlukan 25 % dari berat semen saja. Selain itu, air juga digunakan untuk perawatan beton dengan cara pembasahan setelah dicor (Tjokrodimuljo, 1996).

1. Perbandingan Air Semen dan Workabilitas

Seperti pada reaksi kimia lainnya, semen dan air dikombinasikan

dalam proporsi tertentu. Untuk semen Portland, 1 bagian berat semen

membutuhkan sekitar 0,25 bagian berat air untuk hidrasi. Akan tetapi juga,

beton yang mengandung proporsi air yang sangat kecil, menjadi sangat

kering dan sangat sukar dipadatkan. Oleh karena itu dibutuhkan tambahan

air untuk menjadi pelincir campuran agar dapat dikerjakan, dank arena

seluruh bagian air menguap ketika beton mongering, dengan

meninggalkan rongga-rongga, penting dalam hal ini untuk menjaga agar

(18)

Jika beton tidak sempurna, sejumlah gelembung udara mungkin

terperangkap, dan mengakibatkan rongga yang lebih banyak lagi. Oleh

karenanya terdapat dua sumber utamanya dari rongga dalam beton :

gelembung udara terperangkap, dan air pelincir yang menguap.

Beton yang paling padat dan kuat diperoleh dengan menggunakan

jumlah air yang minimal konsisten dengan derajat workabilitas yang

dibutuhkan untuk memberikan kepadatan maksimal. Derajat workabilitas

harus dipertimbangkan dalam hubungannya dengan cara pemadatan dan

jenis konstruksi, agar terhidar dari kebutuhan akan pekerjaan yang

berlebihan dalam mencapai kepadatan maksimal.

Perbandingan air semen perlu dijelaskan. Kesulitannya timbul dari

adanya air didalam takaran beton yang berasal dari tiga sumber :

a. Air yang diserap dalam agregat (Wa) b. Air permukaan pada agregat (Ws)

c. Air yang ditambahkan selama mencampur (Wm)

Air dari sumber (2) dan (3) bersama-sama memberikan, apa yang diistilahkan air bebas dalam campuran, bahwa :

Perbandingan air / semen = 𝑊𝑠 + 𝑊𝑚 𝑊𝑐 =

𝑤

𝑊𝑐 (2.1)

Dimana Wc menunjukan berat semen.

Di dalam persamaan ini dianggap bahwa agregat adalah basah, lembab tetapi jenuh di dalamnya. Bilamana ini harus kering, air yang ditambahkan pada pencampuran,

(19)

Hubungan antara perbandingan air/semen, banyaknya semen dalam campuran gradasi dari agregat, workabilitas dan kekuatan beton, pertama – tama dipelajari oleh Professor Abraham di Amerika. Pekerjaan ini dapat disimpulkan dalam suatu hukum perbandingan air semen dari Abraham, sebagai berikut :

“Pada bahan-bahan beton dan keadaan pengujian tertentu, jumlah air campuran yang dipakai menentukan kekuatan beton, selama campuran cukup plastis dan dapat dikerjakan”.

Istilah workabilitas didefinisikan sebagai berikut menurut Newman:

a. Kompaktibilitas, atau kemudahan di mana beton dapat didapatkan dan rongga-rongga udara diambil.

b. Mobilitas, atau kemudahan di mana beton dapat mengalir ke dalam cetakan di sekitar baja dan dihitung kembali.

c. Stabilitas, atau kemampuan beton untuk tetap sebagi masa yang homogeny, koheren dan stabil selama dikerjakan dan digetarkan tanpa terjadi agregasi/pemisahan butiran dari bahan-bahan utamanya. 2. Kadar air bebas

(20)

Tabel 2.5 Perkiraan kekuatan tekan (MPa) beton dengan faktor air semen, dan agregat kasar yang sering dipakai

3 7 28 29

Alami 17 23 33 40

pecah 19 27 37 45

alami 20 28 40 48

pecah 25 32 45 54

alami 21 28 38 44

pecah 25 33 44 48

alami 25 31 46 53

pecah 30 40 53 60

semen Tipe II, V

Silinder

Kubus

Silinder

Kubus semen tipe III

semen Tipe I Jenis semen

Jenis agregat

kasar

Pada umur (hari)

kekuatan tekan (Mpa)

bentuk benda uji

(21)

Gambar 2.2 Hubungan antara kuat tekan & faktor air semen (Sumber : SNI 03-2834-2000)

27

23,68

(22)

H. Karakteristik Beton yang Baik

1. Kepadatan

Ruang yang ada pada beton sedapat mungkin terisi oleh agregat dan pasta semen. Kepadatan mungkin saja merupakan kriteria primer untuk beton yang dipakai pada radiasi nuklir.

2. Kekuatan

Beton harus mempunyai kekuatan daya tahan internal terhadap berbagai jenis kegagalan.

3. Faktor Air Semen

Faktor air semen harus terkontrol sehingga memenuhi persyaratan kekuatan beton yang direncanakan.

4. Tekstur

Permukaan beton ekspos harus mempunyai kerapatan dan kekerasan tekstur yang tahan segala cuaca.

5. Parameter yang mempengaruhi kualitas beton

Untuk mencapai kondisi diatas, maka harus ada kontrol kualitas yang baik atas, berikut parameter yang paling penting :

a. Kualitas semen ;

b. Proporsi semen terhadap terhadap air dalam campurannya; c. Kekuatan dan kebersihan agregat;

d. Interaksi atau adesi antara pasta semen dan agregat ;

(23)

g. Perawatan pada temperatur yang tidak lebih rendah dari 50°F pada saat beton mencapai kekuatan maksimal

h. kandungan klorida tidak melebihi 0,15% dalam beton ekspos dan 1% untuk beton terlindung.

I. Perencanaan Campuran Beton

Teori faktor air semen (faktor w/c) menyatakan bahwa untuk suatu kombinasi bahan yang diberikan yang sudah memenuhi konsistensi yang sudah dikerjakan, kekuatan beton pada umur tertentu bergantung pada perbandingan berat air dan berat semen dalam campuran beton. Jika angka perbandingan air terhadap semen sudah tertentu, maka kekuatan beton pada umur tertentu pada dasarnya dapat diperoleh, dengan syarat bahwa campurannya plastis, dapat dikerjakan, dan agregatnya baik, tahan lama, dan bebas material yang merugikan. Sementara kekuatan bergantung pada faktor air semen, nilai ekonomis bergantung pada presentase agregat yang ada yang masih menghasilkan campuran yang dapat dikerjakan. Yang harus dicapai perencanaan adalah memperoleh campuran beton berkekuatan optimum, dengan semen yang minimum, dan kemudahan pengerjaan yang dapat diterima. Semakin kecil faktor air semen, semakin tinggi kekuatan beton (Edwar G. Nawi, 1998)

(24)

perencanaan metode ini. Berikut cara – cara yang digunakan dalam perencanaan ini:

1. Penetapan kuat tekan beton yang disyaratkan (F’c) pada umur 28 hari. Kuat tekan yang disyaratkan ditetapkan sesuai dengan persyaratan perencanaan struktur dan kondisi setempat. Kuat tekan beton yang disyaratkan kemungkinan lebih rendah dari nilai itu hanya sebesar 5% saja. 2. Penetapan deviasi standar (Sd)

Deviasi standar ditetapkan berdasarkan tingkat mutu pengendalian pelaksanaan pencampuran beton. Makin baik mutu pelaksanaan makin kecil nilai deviasi standar. Kuat tekan rata – rata yang ditargetkan dihitung dari :

a. Deviasi standar yang peroleh dari pengalaman di lapangan dalam memproduksi beton minimal 30 buah

(25)

Tabel 2.6 Nilai deviasi standar untuk berbagai tingkat pengendalian mutu pekerjaan

Tingkat pengendalian mutu pekerjaan Sd (Mpa) Memuaskan

Sangat baik Baik Cukup

Jelek Tanpa kendali

2,8 3,5 4,2 5,6 7,0 8,4 Sumber : Tjokrodimuljo, 1995

c. Jika pelaksana mempunyai data pembuatan beton serupa minimum 30 buah silinder yang diuji kuat tekan rata – ratanya pada umur 28 hari, maka jumlah data koreksi terhadap nilai deviasi standar dengan suatu faktor pengali.

Tabel 2.7 Faktor pengali deviasi standar

Jumlah data 30 25 20 15 <15

Faktor

pengali 1 1,03 1,08 1,16 -

Sumber : Tjokrodimuljo, 1995

d. Bila data uji lapangan untuk menghitung deviasi standar kurang dari 15, maka kuat tekan rata-rata yang ditargetkan f cr harus diambil tidak

kurang dari (f ,c+12 MPa); (2.3)

e. Perhitungan nilai tambah (margin), (M)

M = K x Sr (2.4)

(26)

Sr = Deviasi standar rencana, Mpa

Rumus diatas berlaku jika pelaksanaan mempunyai data pengalaman pembuatan beton yang diuji kuat tekannya pada umur 28 hari, jika tidak mempunyai pengalaman atau mempunyai pengalaman ukuran dari 15 benda uji, maka nilai N langsung diamil 12 Mpa.

f. Penetapan kuat tekan rata – rata yang ditargetkan

fcr = f’c + M (2.5)

fcr = f’ c + 1,64 Sr (2.6)

keterangan : f’cr = Kuat tekan rata – rata, Mpa

f’ c = Kuat tekan yang disyaratkan, Mpa M = Nilai tambah, Mpa

3. Penetapan jenis semen Portland

Semen yang berada di Indonesia dibedakan menjadi 5 jenis semen, yaitu I, II, III, IV, V.

4. Penetapan nilai slump

Penetapan nilai slump ini dilakukan dengan memperhatikan pelaksanaan, pembuatan, penuangan, pemadatan. Untuk menentukan nilai slump bisa menggunakan rumus sebagai berikut :

(27)

Nilai slump yang diinginkan dapat diperoleh dengan tabel berikut. Tabel 2.8 Penetapan nilai slump (cm)

Pemakaian Beton maks min

- Dinding, plat pondasi, dan pondasi telapak bertulang

- Pondasi telapak tidak bertulang, kaison dan struktur dibawah tanah

- Plat, balok, kolom, dan dinding - Pengerasan jalan

- Pembetonan masal

12,5 9,0 15,0 7,5 7,5 5,0 2,5 7,5 5,0 2,5 Sumber : Tjokrodimuljo, 1995

5. Penentuan jumlah air yang digunakan berdasarkan ukuran maksimum agregat, dan slump yang digunakan. Berikut ini tabelnya:

Tabel 2.9 Perkiraan kebutuhan air per meter kubik beton Ukuran maks

kerikil (mm)

Jenis batuan

Slump (mm)

0-10 10-30 30-60 60-80

10 Alami Pecah 150 180 180 205 205 230 225 250 20 Alami Pecah 135 170 160 190 180 210 195 255 40 Alami Pecah 115 155 140 175 160 190 175 205

Sumber : Tjokrodimuljo, 1995

(28)

A = 0,67 Ah + 0,33 Ak (2.7) Dimana :

A = Jumlah air yang diperlukan (liter/m3)

Ah = Jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat halusnya (liter)

Ak = Jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat kasarnya (liter)

6. Pengujian gradasi agregat halus

Berdasarkan gradasinya yang diperoleh dari proses pengayakan agregat halus diklasifikasikan menjadi 4 daerah, yaitu sebagai berikut :

Tabel 2.10 Batas gradasi pasir Lubang ayakan

(mm)

Persen berat butiran yang lewat ayakan

1 2 3 4

(29)

Untuk lebih jelasnya akan di sajikan dalam bentuk grafik sebagai berikut:

A. Daerah / Zona Gradasi 1

Gambar 2.3 Grafik daerah zona 1 (SNI 03-2834-2000)

B. Daerah / Zona Gradasi 2

(30)

C. Daerah / Zona Gradasi 3

Gambar 2.5 Grafik Daerah Gradasi 3 (SNI 03-2834-2000)

D. Daerah / Zona Gradasi 4

(31)

J. Pemadatan Adukan Beton

Untuk pemadatan beton dilakukan dengan cara pemadatan manual dengan menggunakan tongkat besi atau kayu. Adukan harus dipadatkan dengan ditusuk-tusuk atau ditumbuk dengan tongkat tersebut setelah dituangkan. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai adukan benar-benar padat dan tampak lapisan mortar diatas permukaan beton. Apabila pemadatan kurang sempurna akan menghasilkan beton yang berongga.

K. Perawatan Beton

Perawatan beton yang perlu dilakukan adalah menjaga kelembaban beton agar terus menerus dalam keadaan basah selama beberapa hari dan mencegah penguapan dan penyusutan awal. Perawatan yang teratur dan terjaga akan memperbaiki kualitas beton itu sendiri yaitu membuat beton tahan terhadap agresi kimia menurut (Triono Budi Sutanto, 2001).

L. Sifat – Sifat Beton

(32)

terpancing pada satu pandangan saja, misalnya kekuatan harus semaksimal mungkin.

Sifat-sifat beton yang di uraikan tidak selalu sama semua harus dimiliki oleh setiap konstruksi beton, dan sifat-sifat tersebut juga relatif ditinjau dari sudut pemakaian beton itu sendiri. Yang penting beton harus memiliki sifat-sifat yang sesuai dengan tujuan pemakaian beton. Misalnya suatu kolom bangunan, yang terpenting harus memiliki kuat tekan yang tinggi yang cukup kuat untuk menahan beban bangunan itu, sedang sifat kerapatan air tidak penting untuk diperhatikan, sebaliknya suatu bak air harus memiliki sifat rapat air. (Dr. Wuryati Samekto, M.Pd dan Candra Rahmadiyanto, S.T.,2001)

Gambar

Tabel 2.1 Hasil Pengujian Beton
Gambar 2.1 Persen pasir terhadap kadar total agregat yang
Tabel 2.2 Jenis Semen Portland yang Beredar di Indonesia
Tabel 2.4 Persyaratan Jumlah Semen Minimum dan Faktor Air Semen
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa gugus ini remaja akan memiliki risiko kesadaran yang lebih rendah pengaruh positif yang lebih kuat terhadap perilaku brand

Lebih jauh lagi, tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi secara empiris manfaat relasional yang didapat nasabah sebagai hasil menjalin hubungan jangka panjang dengan

peningkatan total kredit yang disalurkan dengan persentase lebih besar dari. pada persentase peningkatan total

pendapatan bunga lebih besar dari pada penurunan biaya bunga maka ROA akan. menurun dan pengaruh IRR terhadap ROA

Penelitian Farook dan Lanis (2005) menemukan bahwa Islamic Governance (sebagai proksi corporate governance di bank Islam) terbukti berpengaruh positif secara

Penelitian yang dilakukan oleh Gadi ini bertujuan untuk untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh mekanisme good corporate governance dengan proksi komisaris

Semakin meningkatnya PDN maka peningkatan aktiva dan tagihan valas lebih besar dibandingkan dengan peningkatan pasiva dan kewajiban valas yang menyebabkan

Rumusan masalah dalam penelitian tersebut adalah apakah LDR, LAR, IPR, NPL, APB, IRR, PDN, BOPO dan FBIR secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan