• Tidak ada hasil yang ditemukan

Arahan Kebijakan Pembiayaan Bidang Cipta Karya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Arahan Kebijakan Pembiayaan Bidang Cipta Karya"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

V -

1

Sesuai PP no. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara

Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota,

diamanatkan bahwa kewenangan pembangunan bidang Cipta Karya merupakan tanggung

jawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten/Kota terus

didorong untuk meningkatkan belanja pembangunan prasarana Cipta Karya agar kualitas

lingkungan permukiman di daerah meningkat. Di samping membangun prasarana baru,

pemerintah daerah perlu juga perlu mengalokasikan anggaran belanja untuk pengoperasian,

pemeliharaan dan rehabilitasi prasarana yangtelah terbangun. Namun, seringkali pemerintah

daerah memiliki keterbatasan fiscal dalam mendanai pembangunan infrastruktur permukiman.

Pemerintah daerah cenderung meminta dukungan pendanaan pemerintah pusat, namun perlu

dipahami bahwa pembangunan yang dilaksanakan Ditjen Cipta Karya dilakukan sebagai

stimulan dan pemenuhan standar pelayanan minimal. Oleh karena itu, alternative pembiayaan

dari masyarakat dan sektor swasta perlu dikembangkan untuk mendukung pembangunan

bidang Cipta Karya yang dilakukan pemerintah daerah.

Pembahasan aspek pembiayaan dalam RPI2-JM pada dasarnya bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi kapasitas belanja pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan

bidang Cipta Karya,

2. Mengidentifikasi alternatif sumber pembiayaan antara lain dari masyarakat dan sektor

swasta untuk mendukung pembangunan bidang Cipta Karya,

(2)

V -

2

Arahan Kebijakan Pembiayaan Bidang Cipta Karya

Pembiayaan pembangunan bidanng cipta karya perlu memperhatikan arahan dalam

peraturan dan perundangan terkait, antara lain:

1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

Pemerintah daerah diberikan hak otonomi daerah, yaitu hak, wewenang, dan kewajiban

daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Dalam

hal ini, Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangannya.

2. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara

Pemerintah Pusat dan Daerah

Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah, pemerintah daerah didukung

sumber-sumber pendanaan meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan,

Pendapatan Lain yang Sah, serta Penerimaan Pembiayaan. Penerimaan daerah ini akan

digunakan untuk mendanai pengeluaran daerah yang dituangkan dalam Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah.

3. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan

Dana Perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi

Khusus.Pembagian DAU dan DBH ditentukan melalui rumus yang ditentukan

Kementerian Keuangan. Sedangkan DAK digunakan untuk mendanai kegiatan khusus

yang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas nasional.

4. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan

Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota

Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, terdiri atas urusan

wajib dan urusan pilihan.Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah

untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi 26

urusan, termasuk bidang pekerjaan umum.Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang

(3)

V -

3

bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah. Urusan wajib pemerintahan yang merupakan

urusan bersama diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan

sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.

5. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah

Sumber pinjaman daerah meliputi Pemerintah, Pemerintah Daerah Lainnya, Lembaga

Keuangan Bank dan Non-Bank, serta Masyarakat. Pemerintah Daerah tidak dapat

melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri, tetapi diteruskan melalui

pemerintah pusat. Dalam melakukan pinjaman daerah Pemda wajib memenuhi

persyaratan:

a. Total jumlah pinjaman pemerintah daerah tidak lebih dari 75% penerimaan APBD

tahun sebelumnya;

b. Memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan

pinjaman yang ditetapkan pemerintah paling sedikit 2,5;

c. Persyaratan lain yang ditetapkan calon pemberi pinjaman;

d. Tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari

pemerintah;

e. Pinjaman jangka menengah dan jangka panjang wajib mendapatkan persetujuan

DPRD.

6. Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan

Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (dengan perubahan Perpres 13/2010

& Perpres 56/2010)

Menteri atau Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan badan usaha dalam penyediaan

infrastruktur.Jenis infrastruktur permukiman yang dapat dikerjasamakan dengan badan

usaha adalah infrastruktur air minum, infrastruktur air limbah permukiman dan prasarana

persampahan.

7. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan

Keuangan Daerah (dengan perubahan Permendagri 59/2007 danPermendagri

21/2011)

(4)

V -

4

a. Pendapatan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan

Pendapatan Lain yang Sah.

b. Belanja Daerah meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung.

c. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan

Pengeluaran.

8. Peraturan Menteri PU No. 15 Tahun 2010

Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang

InfrastrukturKementerian PU menyalurkan DAK untuk pencapaian sasaran nasional

bidang Cipta Karya. Adapun ruang lingkup dan kriteria teknis DAK bidang Cipta Karya

adalah sebagai berikut:

a. Bidang Infrastruktur Air Minum

DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan system penyediaan

air minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan kumuh perkotaan

dan di perdesaan termasuk daerah pesisir danpermukiman nelayan.kriteria teknis

alokasi DAK diutamakan untuk program percepatan pengentasan kemiskinan dan

memenuhi sasaran/ target Millenium Development Goals (MDGs) yang

mempertimbangkan:

Jumlah masyarakat berpenghasilan rendah;

Tingkat kerawanan air minum.

b. Bidang Infrastruktur Sanitasi

DAK Sanitasi digunakan untuk memberikan akses pelayanan sanitasi (air limbah,

persampahan, dan drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat

berpenghasilan rendah di perkotaan yang diselenggarakan melalui proses

pemberdayaan masyarakat. DAK Sanitasi diutamakan untukprogram peningkatan

derajat kesehatan masyarakat dan memenuhi sasaran/target MDGs yang dengan

kriteria teknis:

Kerawanan sanitasi;

(5)

V -

5

9. Peraturan Menteri PU No. 14 Tahun 2011

Tentang Pedoman PelaksanaanKegiatan Kementerian Pekerjaan Umum yang Merupakan

KewenananganPemerintah dan Dilaksanakan SendiriDalam menyelenggarakan kegiatan

yang dibiayai dana APBN, Kementerian PU membentuk satuan kerja berupa Satker Tetap

Pusat, Satker Unit Pelaksana Teknis Pusat, dan Satuan Non Vertikal Tertentu. Rencana

program dan usulan kegiatan yang diselenggarakan Satuan Kerja harus mengacu pada

RPIJM bidang infrastruktur ke-PU-an yang telah disepakati.

Berdasarkan peraturan perundangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa lingkup sumber

dana kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya yang dibahas dalam RPI2-JM meliputi:

1. Dana APBN, meliputi dana yang dilimpahkan Ditjen Cipta Karya kepada Satuan Kerja di

tingkat provinsi (dana sektoral di daerah) serta Dana Alokasi Khusus bidang Air Minum

dan Sanitasi.

2. Dana APBD Provinsi, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan dana

lainnya yang dibelanjakan pemerintah provinsi untuk pembangunan infrastruktur

permukiman dengan skala provinsi/regional.

3. Dana APBD Kabupaten/Kota, meliputi dana daerah untuk urusan bersama (DDUB) dan

dana lainnya yang dibelanjakan pemerintah kabupaten untuk pembangunan infrastruktur

permukiman dengan skala kabupaten/kota.

4. Dana Swasta meliputi dana yang berasal dari skema kerjasama pemerintah dan swasta

(KPS), maupun skema Corporate Social Responsibility (CSR).

5. Dana Masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat.

6. Dana Pinjaman, meliputi pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri.

Dana tersebut digunakan untuk belanja pembangunan pengoperasian dan pemeliharaan

prasarana yang telah terbangun serta rehabilitasi dan peningkatan prasarana yang telah ada.

Oleh karena itu, dana-dana tersebut perlu dikelola dan direncanakan secara terpadu sehingga

optimal dan member manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan pelayanan bidang

(6)

V -

6

5.1. Potensi Pendanaan APBD Kabupaten Pidie Jaya

Bagian ini menggambarkan struktur APBD Kabupaten/Kota selama 3-5 tahun terakhir

dengan sumber data berasal dari dokumen Realiasasi APBD dalam 5 tahun terakhir.

Komponen yang dianalisis berdasarkan format Permendagri No. 13 Tahun 2006 adalah

sebagai berikut:

1. Belanja Daerah yang meliputi: Belanja Langsung dan Belanja Tak Langsung.

2. Pendapatan Daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan

Pendapatan Lain yang Sah.

3. Pembiayaan Daerah meliputi: Pembiayaan Penerimaan dan Pembiayaan

Pengeluaran.

Sejak tahun 2012 s.d 2016, realisasi pendapatan daerah rata-rata tumbuh mencapai

12,32%. Pendapatan daerah bersumber dari Penadapatan Asli Daerah (PAD) mengalami

pertumbuhan rata-rata 34.83% per tahun. Di lihat dari segi prosentase pertumbuhan selama 5

(lima) tahun terakhir sudah baik. Namun demikian belum dirasakan maksimal karena masih

jauh dari target PAD yang telah ditetapkan setiap tahunnya dan kurang dari 4% realisasinya

dari keseluruhan pendapatan daerah. Sumber PAD terbesar Kabupaten Pidie Jaya bersumber

dari pos retrebusi daerah dan pajak daerah. Sedangkan sumber lain seperti zakat dan lain-lain

pendaptan asli daerah yang sah menunjukkan pergerakan yang positif.

Pemerintah kabupaten harus lebih mengoptimalkan potensi PAD dan menggali

sumber-sumber penerimaan baru sebagai sumber utama penerimaan daerah. Sumber PAD

sekurang-sekurangnya dapat mencapai 10% dari total penerimaan daerah. Pemerintah harus

dapat meminimalisir sumber kebocoran PAD dan sistem pengelolaan yang lebih efektif dan

efesien.

Tabel 5.1 dibawah ini memperlihatkan pertumbuhan realisasi PAD Kabupaten Pidie

(7)

V -

7

Tabel 5.1.

Realisasi dan Target Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2012–2016 (dalam ribuan)

Tahun

Target Realisasi Realisasi

(%)

PAD Pertumbuhan PAD Pertumbuhan

2012 12.290.847 47,81 8.243.166 79,25 67,07

2013 18.167.663 77,43 9.728.700 15,27 53,55

2014 21.426.427 32,40 14.039.505 44,31 65,52

2015 24.446.430 33,20 15.728.700 48,31 67,52

2016 26.346.420 35,11 16.039.505 50,31 70,52

Rata-rata Per Tahun 43,90 34,83 68,00

Sumber: Bappeda, data diolah (Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBK Th. 2012-2016)

Tabel diatas memperlihatkan bahwa realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Kabupaten Pidie Jaya meningkat sebesar Rp. 9 Millyar lebih atau 200% sejak 5 (lima) tahun

terakhir. Disamping itu, rata-rata pertumbuhan mencapai 34,83% per tahun. Pada Tahun

Aggaran 2014 realisasi PAD sampai dengan akhir bulan Desember (Triwulan IV) mencapai

Rp.14 Millyar lebih atau 65,52% dari target yang ditetapkan sebesar Rp. 21 Millyar lebih.

Hal tersebut menunjukkan tren positif terhadap sumber penerimaan asli daerah. Namun

demikian penerimaan PAD tersebut dirasakan belum optimal dan masih jauh dari harapan dan

target yang telah ditetapkan.

Selama ini, penetapan target penerimaan PAD Kabupaten Pidie Jaya dari tahun

ketahun tidak berpedoman pada tingkat realisasi tahunan, namun penetapannya selalu

berpedoman pada target yang telah ditetapkan tahun sebelumnya. Hal tersebut terlihat pada

rata-rata prosentase realisasi PAD yang hanya 68,00% per tahun. Hal tersebut membuktikan

bahwa penetapan target penerimaan PAD tidak realistis dari keadaan dan potensi

sesungguhnya.

Pada bagian dana perimbangan yang merupakan salah satu sumber pendanaan dari

transfer Pemerintah Pusat, terdiri atas: 1) bagi hasil pajak, 2) bagi hasil bukan pajak (SDA), 3)

dana alokasi umum dan 4) dana alokasi khusus. Dandana Penguat serta Pendapatan transfer

Pemerintah Pusat lainnya, pendapatan transfer Pemerintah Provinsi. Adapun realisasi capaian

penerimaan tersebut dalam 5 (lima) tahun terakhir adalah sebagaimana tergambar pada Tabel

(8)

V -

8

Tabel 5.2

Target dan Realisasi Dana Perimbangan Kabupaten Pidie Jaya Tahun Anggaran 2012 – 2016 (dalam ribuan)

NO Tahun Anggaran

Target (Rp)

Realisasi (Rp)

Persentase Realisasi

Bertambah/ (Berkurang)

Pertumbuhan Realisasi (%)

1 2 3 4 5 6 7

1 2012 351.021.825 350.404.394 99,82 -617.433 15,46

2 2013 372.462.532 374.283.994 100,49 1.821.462 6,81

3 2014 426.242.521 429.030.848 100,65 2.788.327 14,63

4 2015 372.462.532 374.283.994 100,49 1.821.462 12,11

5 2016 426.242.521 429.030.848 100,65 2.788.327 14,63

6 Rata-rata per tahun 98,16 10,61

Sumber: Bappeda, data diolah (Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBK Th. 2012-2016)

Tabel diatas memperlihatkan bahwa dalam kurun waktu 2012–2016, Realisasi Dana

Perimbangan meningkat sebesar Rp. 141 Millyar lebih atau 49,18%, dari Rp. 287 Millyar

lebih pada Tahun 2012 menjadi Rp. 429 Millyar lebih pada Tahun 2014. Rata-rata

pertumbuhan sebesar 10,61% per tahun. Pada Tahun Anggaran 2014, hingga Triwulan IV

(posisi belum di audit), pencapaian realisasi Dana Perimbangan mencapai 100,65% dari target

yang telah ditetapkan.

Secara umum Pendapatan Daerah Kabupaten Pidie Jaya terus mengalami peningkatan dari

tahun 2012 s.d 2016. Hal tersebut seiring dengan peningkatan komponen penerimaan utama

seperti DAU dan DAK yang ditransfer oleh pemerintah pusat setiap tahunnya. Penambahan

tersebut dikarenakan realisasi penerimaan APBN yang juga terus mengalami peningkatan dari

tahun ke tahun sehingga menambah porsi dana perimbangan yang diterima oleh daerah.

Lebih jelas rata-rata pertumbuhan realisasi Pendapatan Daerah Kabupaten Pidie Jaya

(9)

V -

9

Tabel 5.3

Rata-rata Pertumbuhan Realisasi Pendapatan

Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2012 s.d Tahun 2016 (dalam ribuan)

Sumber: Bappeda Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2017.

No Uraian

1.1 Pendapatan Asli Daerah 8.243.166 9.728.700 14.039.505 14.039.505 14.039.505 34,8

1.1.1 Pajak daerah 3.245.651 3.804.131 3.754.327 3.754.327 3.754.327 19,9

1.1.2 Retribusi daerah 1.850.178 1.921.475 6.919.806 6.919.806 6.919.806 83,2

1.1.3 Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 241.835 418.457 783.520 783.520 783.520 3.038,4

1.1.4 Zakat 2.622.067 1.900.000 1.328.626 1.328.626 1.328.626 14,4

1.1.5 Lain-lain pendapatan daerah yang sah 2.905.500 2.118.919 1.253.224 1.253.224 1.253.224 19,9 1.2 Dana Perimbangan 350.404.392 374.283.994 429.030.848 429.030.848 429.030.848 10,6 1.2.1 Dana bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak 20.303.414 18.887.356 27.809.406 27.809.406 27.809.406 12,7

1.2.2 Dana bagi hasil SDA 11.326.407 12.061.638 - - - -9,3

1.2.3 Dana alokasi umum (DAU) 272.626.771 307.809.690 350.574.172 350.574.172 350.574.172 13,4 1.2.4 Dana alokasi khusus (DAK) 46.147.800 35.525.310 50.647.270 50.647.270 50.647.270 5,7

1.2.5 Dana Penguat - - - -

1.3 Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah 81.882.566 51.053.411 62.312.392 62.312.392 62.312.392 41,7

1.3.1 Hibah - - 562.079 562.079 562.079 25,0

1.3.2 Dana darurat - - - -

1.3.3 Bagi hasil pajak dari prov. dan dari Pemda lainnya 8.892.324 8.695.364 9.129.208 9.129.208 9.129.208 17,8 1.3.4 Dana penyesuaian dan otonomi khusus 47.990.242 18.662.683 42.621.105 42.621.105 42.621.105 16,8

1.3.5 Bantuan keuangan dari prov. Dan Pemda lainnya

**). - - 10.000.000 10.000.000 10.000.000 25,0

1.3.6 Pendapatan Lainnya 25.000.000 23.695.364 - - - -30,2

(10)

V -

10

Berdasarkan realisasi fisik dan keuangan dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2012

s.d 2016), rata-rata realisasi belanja daerah per tahun mencapai 98,9% dan sisa lebih

perhitungan anggaran (SiLPA) rata-rata mencapai 2% dari keseluruhan APBK Pidie Jaya

setiap tahunnya. Masih besarnya SiLPA tersebut menunjukkan kinerja pelaksanaan APBK

masih belum optimal.

5.2 Potensi Pendanaan APBN Kabupaten Pidie Jaya

Setiap sektor yang ada di lingkungan Ditjen Cipta Karya menyalurkan dana ke daerah

melalui Satuan Kerja Non Vertikal (SNVT) sesuai dengan peraturan yang berlaku (Permen

PU No. 14 Tahun 2011). Data dana yang dialokasikan pada suatu kabupaten/kota perlu

dianalisis untuk melihat trend alokasi anggaran Ditjen Cipta Karya dan realisasinya di daerah

tersebut.

Tabel 5.4.

Tabel APBN Cipta Karya di Kabupaten Pidie Jaya dalam 5 Tahun Terakhir

Sektor

21,609,664,000 11,370,997,000 11,582,000,000

Pengembangan PLP - - 10,750,000,000 60,000,000 Pengembangan

Permukiman

7.500.000.000 600.000.000 8,000,000,000 3,600,000,000

Penataan Bangunan & Lingkungan

- - - 5,400,000,000 3,600,000,000

Total 7.500.000.000- 600.000.000 40,359,664,000 20,430,997,000 15,182,000,000

Sumber: Bappeda Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2017.

DAK merupakan dana APBN yang dialokasikan ke daerah tertentu dengan tujuan

mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai prioritas nasional. Prioritas

nasional yang terkait dengan sektor Cipta Karya adalah pembangunan air minum dan sanitasi.

DAK Air Minum digunakan untuk memberikan akses pelayanan sistem penyediaan air

minum kepada masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan kumuh perkotaan dan di

perdesaan termasuk daerah pesisir dan permukiman nelayan.Sedangkan DAK Sanitasi

(11)

V -

11

drainase) yang layak skala kawasan kepada masyarakat berpenghasilan rendah di perkotaan

yang diselenggarakan melalui proses pemberdayaan masyarakat.

Tabel 5.5.

Perkembangan DAK Infrastruktur Cipta Karya di Kabupaten Pidie Jaya Dalam 5 Tahun Terakhir

Jenis

DAK

Tahun -1

(2012)

Tahun -2

(2013)

Tahun -3

(2014)

Tahun -4

(2015)

Tahun -5

(2016)

DAK Air

Minum

953.010.000 1.509.010.000 2.266.610.000 2.266.610.000 2.266.610.000

DAK Sanitasi 938.830.000 1.393.820.000 3.124.600.000 3.124.600.000 3.124.600.000

Sumber: Bappeda Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2017.

5.2.1. Perkembangan Investasi Bidang Cipta Karya Bersumber dari APBD dalam 5 Tahun Terakhir

Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki tugas untuk membangun prasarana permukiman

di daerahnya. Untuk melihat upaya pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan

bidang Cipta Karya perlu dianalisis proporsi belanja pembangunan Cipta Karya terhadap total

belanja daerah dalam 3-5 tahun terakhir. Proporsi belanja Cipta Karya meliputi pembangunan

(12)

V -

12

Tabel 5.6.

Perkembangan Alokasi APBD untuk Pembangunan Bidang Cipta Karya Dalam 5 Tahun Terakhir

405,297,613,939 512,346,474,151 703,552,556,318 703,552,556,318 703,552,556,318

(13)

V -

13

Pemerintah daerah juga didorong untuk mengalokasikan Dana Daerah untuk Urusan Bersama

(DDUB) sebagai dana pendamping kegiatan APBN di kabupaten/kota. DDUB ini

menunjukan besaran komitmen pemerintah daerah dalam melakukan pembangunan bidang

Cipta Karya.

Tabel 5.7.

Perkembangan DDUB dalam 5 Tahun Terakhir

Sektor Tahun -1 Tahun -2 Tahun -3 Tahun -4 Tahun -5

Alokasi DDUB Alokasi DDUB Alokasi DDUB Alokasi DDUB Alokasi DDUB

Pengembangan

Air Minum **)

**) **) **) **) **) **) **) **) **)

Pengembangan

PPLP **)

**) **) **) **) **) **) **) **) **)

Pengembangan

Permukiman **)

**) **) **) **) **) **) **) **) **)

Penataan

Bangunan dan

Lingkungan

**)

**) **) **) **) **) **) **) **) **)

Total **) **) **) **) **) **) **) **) **) **)

**) belum tersedia

5.2.2. Perkembangan Investasi Perusahaan Daerah Bidang Cipta Karya dalam 5

Tahun Terakhir

Perusahaan daerah yang dibentuk pemerintah daerah memiliki dua fungsi, yaitu untuk

menyediakan pelayanan umum bagi kesejahteraan sosial (social oriented) sekaligus untuk

menghasilkan laba bagi perusahaan maupun sebagai sumber pendapatan pemerintah daerah

(profit oriented). Ada beberapa perusahaan daerah yang bergerak dalam bidang pelayanan

bidang Cipta Karya, seperti di sektor air minum, persampahan dan air limbah. Kinerja

keuangan dan investasi perusahaan daerah perlu dipahami untuk melihat kemampuan

perusahaan daerah dalam meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan secara berkelanjutan.

Kabupaten Pidie Jaya belum memiliki perusahaan daerah yang bergerak dalam bidang

(14)

V -

14

5.2.3. Perkembangan Investasi Pembangunan Cipta Karya Bersumber dari Swasta

dalam 5 Tahun Terakhir

Sehubungan dengan terbatasnya kemampuan pendanaan yang dimiliki pemerintah,

maka dunia usaha perlu dilibatkan secara aktif dalam pembangunan infrastruktur Cipta Karya

melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) untuk kegiatan yang berpotensi

cost-recovery atau Corporate Social Responsibility (CSR) untuk kegiatan non-cost recovery. Dasar

hukum pembiayaan dengan skema KPS adalah Perpres No. 67 Tahun 2005 Tentang

Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur serta Permen

PPN No. 3 Tahun 2012 Tentang Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan

Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Sedangkan landasan hukum untuk pelaksanaan

CSR tercantum dalam UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25

tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Belum ada kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya dengan pihak swasta maupun

CSR.

Tabel 5.8.

Perkembangan KPS Bidang Cipta Karya dalam 5 Tahun Terakhir

Kegiatan Tahun Komponen

KPS Satuan Volume Nilai (Rp)

Skema

Pembiayaan* Ket.

Pengembangan Air Minum

**) **) **) **) **) **) **) **)

**) **) **) **) **) **) **) **)

Pengembangan PPLP

**) **) **) **) **) **) **) **)

**) **) **) **) **) **) **) **)

Pengembangan Permukiman

**) **) **) **) **) **) **) **)

**) **) **) **) **) **) **) **)

Penataan Bangunan dan Lingkungan

**) **) **) **) **) **) **) **)

**) **) **) **) **) **) **) **)

Ket:

*) dapat dipilih bentuk KPS berupa BOT/Konsesi/lainnya

(15)

V -

15

5.3 Alternatif Sumber Pendanaan

Untuk melihat kemampuan keuangan daerah dalam melaksanakan pembangunan

bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan (sesuai jangka waktu RPI2-JM) maka

dibutuhkan analisis proyeksi perkembangan APBD, rencana investasi perusahaan daerah, dan

rencana kerjasama pemerintah dan swasta.

5.3.1. Proyeksi APBD 5 tahun ke depan

Proyeksi APBD dalam lima tahun ke depan dilakukan dengan melakukan perhitungan

regresi terhadap kecenderungan APBD dalam lima tahun terakhir menggunakan asumsi atas

dasar trend historis. Setelah diketahui pendapatan dan belanja maka diperkirakan alokasi

APBD terhadap bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan dengan asumsi proporsinya

sama dengan rata-rata proporsi tahun-tahun sebelumnya.

Langkah-langkah proyeksi APBD ke depan adalah sebagai berikut:

1. Menentukan presentase pertumbuhan per pos pendapatan

Setiap pos pendapatan dihitung rata-rata pertumbuhannya dengan menggunakan rumus

sebagai berikut:

% pertumbuhan = 100% + 100% ∶ 2

Keterangan: Y0 = Nilai tahun ini

Y-1 = Nilai 1 tahun sebelumnya

Y-2 = nilai 2 tahun sebelumnya

2. Menghitung proyeksi sumber pendapatan dalam 5 tahun ke depan

Rumus proyeksi geometris sebagai berikut:

Yn = Y0 (1+r)n

Keterangan: Yn = Nilai pada tahun n

Y0 = Nilai pada tahun ini

r = % pertumbuhan

(16)

V -

16

3. Menjumlahkan Pendapatan dalam APBD tiap tahun dan menghitung kapasitas daerah

dalam pendanaan pembangunan bidang Cipta Karya

Net Public Saving

Net Public Saving atau Tabungan Pemerintah adalah sisa dari total penerimaan daerah

setelah dikurangkan dengan belanja/pengeluaran yang mengikat. NPS merupakan sejumlah

dana yang tersedia untuk pembangunan. Besarnya NPS menjadi dasar dana yang dapat

dialokasikan untuk bidang PU/Cipta Karya.

Rumus perhitungan NPS adalah sebagai berikut:

Analisis Kemampuan Pinjaman Daerah (Debt Service Coverage Ratio)

Pinjaman Daerah merupakan alternatif pendanaan APBD yang digunakan untuk

menutup defisit APBD, pengeluaran pembiayaan atau kekurangan arus kas.Pinjaman Daerah

dapat bersumber dari Pemerintah, Pemerintah Daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga

keuangan bukan bank, dan Masyarakat (obligasi). Berdasarkan PP No. 30 Tahun 2011

Tentang Pinjaman Daerah, Pemerintah Daerah wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

 Jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi

75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya;

 Memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman

yang ditetapkan oleh Pemerintah;

 Persyaratan lainnya yang ditetapkan oleh calon pemberi pinjaman;

 Dalam hal Pinjaman Daerah diajukan kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah juga wajib

memenuhi persyaratan tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang

bersumber dari Pemerintah.

Net Public Saving = Total Penerimaan daerah - Belanja Wajib

NPS = (PAD+DAU+DBH+DAK) – (Belanja Mengikat + Kewajiban Daerah

Belanja Mengikat adalah belanja yang harus dipenuhi/tidak bisa dihindari oleh Pemerintah Daerah dalam tahun anggaran bersangkutan seperti belanja pegawai, belanja barang, belanja bunga, belanja subsidi, belanja bagi hasil serta belanja lain yang mengikat sesuai peraturan daerah yang berlaku.

(17)

V -

17

Salah satu persyaratan dalam permohonan pinjaman adalah rasio kemampuan

keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman atau dikenal dengan Debt ServiceCost Ratio

(DSCR). Berdasarkan peraturan yang berlaku, DSCR minimal adalah 2,5. DSCR ini

menunjukan kemampuan pemerintah untuk membayar pinjaman, sekaligus memberikan

gambaran kapasitas keuangan pemerintah.

Rumus DSCR adalah sebagai berikut:

5.3.2. Rencana Pembiayaan Perusahaan Daerah 5 Tahun ke depan

Beberapa kabupaten/kota memiliki perusahaan daerah yang bergerak dalam bidang

pelayanan bidang Cipta Karya seperti air minum, air limbah maupun persampahan. Dalam hal

ini, perusahaan daerah tersebut umumnya memiliki rencana dalam lima tahun ke depan dalam

bentuk business plan. Informasi ini dibutuhkan untuk mengetahui kontribusi perusahaan

daerah untuk pendanaan pembangunan bidang Cipta Karya dalam lima tahun ke depan sesuai

jangka waktu RPI2-JM.

Kabupaten Pidie Jaya belum memiliki perusahaan daerah yang bergerak dalam bidang

pelayanan bidang Cipta Karya.

5.3.3. Rencana Kerjasama Pemerintah dan Swasta Bidang Cipta Karya 5 Tahun ke

depan

Dalam menggali sumber pendanaan dari sektor swasta, Pemerintah Daerah perlu

menyusun daftar proyek potensial yang dapat dikerjakan dengan skema kerjasama pemerintah

dan swasta di bidang Cipta Karya untuk ditawarkan ke pihak swasta. Daftar proyek potensial

tersebut disusun berdasarkan identifikasi usulan program dan kegiatan setiap sektor serta

tingkat kelayakan ekonomi dan finansial dari program tersebut.

DSCR = $%$% " & ' ( " ) * " ! "#

(18)

V -

18

Tabel 5.9

Proyek Potensial yang Dapat Dibiayai dengan KPS dalam 5 Tahun ke Depan

Nama Kegiatan Deskripsi Kegiatan Biaya Kegiatan

(Rp)

Kelayakan

Finansial Keterangan

*) *) *) IRR =…. *)

*) *) *) *) *)

*) *) *) *) *)

Ket IRR = Internal Rate of Return

*) belum ada kerjasama

Analisis Tingkat Ketersediaan Dana dan Strategi Peningkatan Investasi Pembangunan

Bidang Cipta Karya

Sebagai kesimpulan dari analisis aspek pembiayaan, dilakukan analisis

tingkatketersediaan dana yang ada untuk pembangunan bidang infrastruktur Cipta Karya yang

meliputi sumber pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan daerah, sertadunia usaha

dan masyarakat. Kemudian, perlu dirumuskan strategi peningkatan investasi pembangunan

bidang Cipta Karya dengan mendorong pemanfaatan pendanaan dari berbagai sumber.

Analisis Kemampuan Keuangan Daerah

Ketersediaan dana yang dapat digunakan untuk membiayai usulan program dan

kegiatan yang ada dalam RPI2-JM dapat dihitung melalui hasil analisis yang telah dilakukan

dengan penjabaran sebagai berikut:

1. Proyeksi dana dari pemerintah pusat (APBN) dengan menggunakan asumsi trend historis

maksimal 10% dari tahun sebelumnya.

2. Proyeksi dana dari pemerintah daerah (APBD)

3. Rencana pembiayaan dari perusahaan daerah

4. Hasil identifikasi kegiatan potensial untuk dibiayai melalui skema Kerjasama Pemerintah

dan Swasta

5.4. Strategi Peningkatan Investasi Bidang Cipta Karya

Dalam rangka percapatan pembangunan bidang Cipta Karya di daerah dan untuk

(19)

V -

19

RPI2-JM, maka Pemerintah Daerah perlu menyusun suatu set strategi untuk meningkatkan

pendanaan bagi pembangunan infrastruktur permukiman.

Strategi peningkatan investasi pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya meliputi

beberapa aspek antara lain:

1. Strategi peningkatan DDUB oleh kabupaten/kota dan provinsi;

2. Strategi peningkatan penerimaan daerah dan efisiensi pengunaan anggaran;

3. Strategi peningkatan kinerja keuangan perusahaan daerah;

4. Strategi peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha dalam pembiayaan pembangunan

bidang Cipta Karya;

5. Strategi pendanaan untuk operasi, pemeliharaan dan rehabiltasi infrastruktur permukiman

yang sudah ada;

Gambar

Tabel 5.1.
Tabel 5.3 Rata-rata Pertumbuhan Realisasi Pendapatan
Tabel 5.4.
Tabel 5.5.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi tingginya angka perceraian menyebabkan banyak remaja perempuan memiliki kemungkinan untuk kehilangan seorang ayah sehingga sosok yang memberi contoh dalam

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis seberapa besar pengaruh kontribusi peserta, claim , dan hasil investasi secara simultan dan parsial terhadap surplus

Jika pada kearsipan konvensional memiliki kabinet yang secara fisik berfungsi untuk menyimpan dokumen- dokumen penting yang dimiliki perusahaan, maka Sistem Kearsipan Berbasis

Dalam hal ini, ekuitas merek bisa memberikan nilai tambah atau mengurangi nilai dari sebuah produk atau jasa, dan di dalam ekuitas merek terdapat aset-aset loyalitas merek,

Uang Leges adalah Biaya legalisasi yang dinyatakan dalam bentuk surat berharga berupa materai leges yang ditempelkan pada Surat-surat Izin, Surat

BADAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KABUPATEN SRAGEN KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL KEPALA SEKRETARIAT SUB BAGIAN PERENCANAAN, EVALUASI DAN PELAPORAN

Hasil penelitian mengenai gambaran tingkat pengetahuan dan sikap remaja putri terhadap keputihan yang dilakukan di SMA Negeri 2 Pontianak menunjukkan bahwa

Tujuan dalam penelitian ini : (1) Untuk mengetahui penggunaan lahan di Kecamatan Genuk, Pedurungan, dan Gayamsari pada tahun 2012; (2) Untuk mengetahui kesesuaian