• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1. Analisis Sosial 4.1.1 Pengarusutamaan Gender - DOCRPIJM_243e5edf9e_BAB IVBab IV Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan_fix.pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "4.1. Analisis Sosial 4.1.1 Pengarusutamaan Gender - DOCRPIJM_243e5edf9e_BAB IVBab IV Analisis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan_fix.pdf"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

4.1. Analisis Sosial

4.1.1 Pengarusutamaan Gender

Kesetaraan gender adalah kesetaraan porsi antara laki-laki dan perempuan dimana perempuan diangap telah mampu menduduki posisi penting dalam pembangunan sehingga tidak selalu kalah dari laki-laki. Dalam banyak hal, perempuan Indonesia telah mencapai kemajuan pesat, meskipun masih dianggap belum tercapai posisi yang setara dengan kaum laki-laki. Data tujuan ketiga MDGs menunjukkan hal tersebut dengan cukup jelas. Tujuan ini memiliki tiga target. Pertama, menyangkut pendidikan. Untuk hal ini, nampaknya cukup berhasil. Namun, terkait target kedua dan ketiga, yaitu lapangan pekerjaan dan keterwakilan dalam parlemen, kesempatan yang dimiliki perempuan Indonesia masih kurang.

Kondisi saat ini semakin banyak banyak anak perempuan yang bersekolah bahkan dapat dikatakan seimbang dengan anak laki-laki. Perkembangan yang terjadi di lapangan saat ini, banyak anak laki-laki memilih untuk putus sekolah dan bekerja demi menyambung hidup keluarganya. Pada MDG’s 2015 disebutkan bahwa jumlah anak putus sekolah tingkat Sekolah Dasar hampir sama antara anak permpuan dan anak laki-laki, namun mulai tingkatan sekolah lanjutan, terlihat bahwa lebih sedikit jumlah anak perempuan yang putus sekolah. Hal ini dikarenakan olah lebih besarnya kesempatan kerja bagi anak laki-laki.

Kesenjangan lainnya, anak perempuan sepertinya juga memilih bidang yang berbeda dari anak laki-laki. Hal ini tampak jelas pada murid yang mengambil sekolah kejuruan. Dari semua anak tersebut, anak perempuan jarang memilih sains (science) dan teknologi. Banyak yang memilih sekolah pariwisata. Namun situasinya lebih seimbang bagi mereka yang mengambil sekolah lanjutan umum. Terdapat jumlah yang sama antara anak laki-laki dan perempuan yang mempelajari sains.

BAB

IV

(2)

Selain melihat bidang studi yang diambil, anda juga dapat menelaah apa yang terjadi ketika anak perempuan putus sekolah untuk bekerja – dengan melihat berapa banyak yang bekerja di luar rumah atau di luar lahan pertanian. Target Pembangunan Milenium melihat hal ini dengan membandingkan jumlah laki-laki dan perempuan yang bekerja di “pekerjaan upahan non-pertanian”. Jika laki-laki dan perempuan dipekerjakan secara setara di jenis pekerjaan tersebut, perbandingannya haruslah 50%. Namun Proporsi Anak Perempuan dan Anak Laki-Laki di Sekolah-sekolah Lanjutan Kejuruan, 2002/03 dengan Sumber: UNESCO/LIPI, 2005 dan Sumbangan Perempuan dalam Kerja Berupah di Sektor Non-Pertanian Sumber: Sakernas (Berbagai Tahun) 17 anda dapat melihat bahwa angka untuk perempuan hanyalah sekitar 33,5%.

Tahun 1998, ketika terjadi krisis ekonomi, banyak laki-laki yang kehilangan pekerjaannya. Jumlahnya lebih banyak jika dibandingkan dengan perempuan. Namun hal tersebut justru memperburuk kondisi perempuan dimana semakin banyak perempuan yang harus menyambung hidupnya (sembari menunggu suaminya bekerja kembali) dengan upah rendah. Banyaknya buruh pabrik/industri tekstil yang berjenis kelamin perempuan rela dibayar dengan upah sangat rendah. Hal tersebut juga terjadi di pemerintahan, dimana prosentase 30% dijadikan acuan bagi jumlah anggota dalam parlemen.

Berdasar pada uraian di atas, pada target 3A MDG’s yaitu Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan, lebih baik pada 2005, dan di semua jenjang pendidikan paling lambat tahun 2015 memiliki 4 (empat) indikator, yaitu:

- Indikator utama adalah rasio anak perempuan terhadap anak laki-laki di pendidikan dasar, lanjutan dan tinggi. Disini Indonesia tampaknya sudah mencapai target, dengan rasio 100% di sekolah dasar, 99,4% di sekolah lanjutan pertama, 100,0% di sekolah lanjutan atas, dan 102,5% di pendidikan tinggi.

- Indikator kedua adalah rasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki untuk usia 15-24 tahun. Disini pun, tampaknya kita telah mencapai target dengan rasio 99,9%.

- Indikator ketiga adalah sumbangan perempuan dalam kerja berupah di sektor non-pertanian. Disini kita masih jauh dari kesetaraan. Nilainya saat ini hanya 33%.

- Indikator keempat adalah proporsi perempuan di dalam parlemen, dimana proporsinya saat ini hanya 11,3%

(3)

bag laki-laki dan 33,38% bagi perempuan. Hal ini menunjukkan masih sangat rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan bagi hidupnya ke depan. Selain itu juga dikarenakan terbatasnya ekonomi keluarga dimana masih sangat banyak penduduk yang bekerja pada bidang pertanian dan industri terutama industri meubel dan industri tekstil yang mana pada masa sekarang banyak tumbuh di Kabupaten Jepara. Fakta lain ikut membenarkan hal tersebut yaitu prosentase penduduk yang menamatkan pendidikan tingkat perguruan tinggi yang sangat rendah, yaitu hanya 3,33% penduduk laki-laki dan 1,98% penduduk perempuan. Hal tersebut turut mempersulit kaum wanita yang ingin mendapatkan pekerjaan dengan upah yang tinggi mengingat tingkat pendidikan yang rendah. Berikut dapat dilihat prosentase penduduk berdasarkan tingkat pendidikan yang berhasil ditamatkan.

TABEL IV.1

Prosentase Penduduk Usia 10 Tahun ke atas menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Jepara Tahun 2014

Pendidikan Tertinggi Laki-Laki Perempuan

Tidak Pernah Sekolah 1,95 5,70

Tidak Tamat SD/MI 17,71 19,59

SD/SLB/MI 35,56 33,38

SMP/SMPLB/MTs 24,07 23,35

SMU/SMALB/MA/SMK 16,98 15,37

DI/DII/DIII 0,40 0,73

DIV/S1 dan S2/S3 3,33 1,98

Sumber: Statistik Daerah Kabupaten Jepara, 2015

Untuk mengatasi rendahnya tingkat pendidikan tersebut, Pemerintah Kabupaten Jepara berupaya untuk meningkatkan kualitas penduduk baik laki-laki maupun perempuan dari sisi pendidikan dan juga kesetaraan gender. Beberapa program telah tertuang dalam RPJMD Kabupaten Jepara Tahun 2012-2017, antara lain:

• Program wajib belajar sembilan tahun, dengan indikator: • Program pendidikan menengah, dengan indikator: • Program pendidikan non formal, dengan indikator:

• Program peningkatan mutu pendidikan dan tenaga kependidikan, dengan indikator: • Program managemen pelayanan pendidikan

• Program pelayanan bantuan terhadap pendidikan • Program pendidikan keagamaan

(4)

• Program Penguatan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender dan Anak

• Program Peningkatan Peran Serta dan Kesetaraan Gender Dalam Pembangunan

4.2. Analisis Ekonomi 4.2.1 Kemiskinan

Pembangunan ekonomi pada dasarnya dalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, memeratakan distribusi pendapatan rakyat, meningkatkan hubungan ekonomi regional dan melalui pergeseran kegiatan ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Selama sepuluh tahun terakhir terjadi perubahan pada tatanan global dan lokal yang sangat berpengaruh terhadap perekonomian nasional, dimana krisis finansial global yang terjadi pada tahun 2008, penerapan perdagangan bebas antara China-ASEAN (CAFTA), perubahan sistem pencatatan perdagangan internasional dan meluasnya jasa layanan pasar modal adalah sebagai contoh perubahan yang perlu diadaptasi dalam mekanisme pencatatan statistik nasional.

Struktur lapangan usaha di Kabupaten Jepara masih didominasi oleh sektor Industri Pengolahan dimana banyak masyarakat baik dari dalam maupun luar Kabupaten Jepara yang menggantungkan hidpnya dari berbagai macam jenis industri pengolahan yang berdiri di Kabupaten Jepara seperti industri mebel, tekstil, garmen, dan lain sebagainya. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Jepara sendiri pada tahun 2014 mengalami perlambatan dimana menjadi 4,64% sedangkan tahun 2013 sebesar 5,25%.

(5)

Tingkat kemiskinan di Kabupaten Jepara turut dipengaruhi oleh tingkat pendidikan masyarakat yang dapat dikatakan rendah sehingga akan sulit mendapatkan pekerjaan dengan upah yang tinggi. Meskipun demikian, tingkat kesempatan kerja di Kabupaten Jepara meningkat sebesar 1,09% dibandingkan tahun 2013. Namun ternyata tingkat pengangguran terbuka (TPT) meningkat menjadi 5,09% dari 4,20% di tahun 2013. Hal ini dimungkinkan karena kalahnya daya saing masyarakat Kabupaten Jepara dengan kabupaten lain dalam dunia kerja.

4.2.2 Analisis Dampak Pembangunan Infrastruktur

Pelaksanaan pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi berdampak terhadap masyarakat, baik dampak langsung maupun tidak langsung. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman kembali. Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnya memberi manfaat bagi masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara sederhana dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.

Pembangunan infrastruktur bidang cipta karya bagi masyarakat Kabupaten Jepara sedikit banyak akan membawa perubahan ke arah yang lebih baik, tentunya dengan pengelolaan dan pemeliharaan yang teratur dan bersih. Pembangunan sarana dan prasarana sanitasi misalnya, akan membawa dampak pada kesehatan masyarakat dan lingkungan. Melalui pembangunan sarana dan prasarana sanitasi ini, masyarakat akan memiliki sistem pembuangan air limbah mulai pembuangan tinja hingga tangki penampungan tinja baik secara pribadi maupun komunal. Hal tersebut juga akan berpengaruh pada kebersihan dan kesehatan lingkungan dimana jika sebelumnya masih ada kejadian BABs, maka diharapkan setelah ada pembangunan tersebut angka BABs akan berkurang atau bahkan hilang sama sekali. Pembangunan tangki septik juga diharapkan mampu mengurangi bahkan menghindarkan tanah dan badan air dari pencemaran limbah rumah tangga.

(6)

bagi masyarakat Kabupaten Jepara sehingga kesehatan air yang diminum akan benar-benar terjaga dari bakteri dan kuman penyebab penyakit. Namun juga harus ada penjagaan pada sumber air baku yang menjadi bahan baku pembuatan air minum tersebut seperti menjaga kelestarian mata air dan alam lingkungan di sekitarnya sehingga pasokan air tanah yang dapat dimanfaatkan tidak akan berkurang jumlahnya.

Pembangunan saluran drainase pada lingkungan permukiman dan juga sistem persampahan diharapkan mampu mengatasi musibah-musibah seperti banjir dan berjangkitnya wabah penyakit. Kondisi saluran drainase permukiman yang masih kurang layak baik secara kualitas maupun kuantitas sudah sepatutnya menajdi perhatian instansi terkait dimana akan mengakibatkan genangan dan dapat menjadi banjir jika terjadi hujan dengan intensitas cukup tinggi. Selain itu, permasalahan sampah juga menjadi fokus yang tidak dapat dipandang sebelah mata dimana kondisi sarana dan prasarana serta pelayanan yang diberikan oleh pihak pemerintah dirasa masih belum mampu mengatasi permasalahan yang ada. Dengan adanya penambahan sarana dan prasarana persampahan mulai dari pengadaan tong-tong sampah, pembangunan TPS, penyuluhan terhadap masyarakat akan pentingnya pengurangan sampah yang dibuang diharapkan mampu menjadi pemecah masalah yang selama ini terjadi.

(7)

4.3. Analisis Lingkungan

Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPIJM bidang Cipta Karya oleh pemerintah Kabupaten Jepara telah mengakomodasi prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terdapat tugas dan wewenang pemerintah kabupaten/kota yaitu : a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.

b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.

c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal danUKL-UPL. d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

e. Melaksanakan standar pelayanan minimal

Semua kegiatan investasi di bidang ke-ciptakarya-an yang diperkirakan menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup memerlukan kajian lingkungan berupa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Rencana kegiatan yang wajib AMDAL tertuang dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan AMDAL, maka pihak pemilik kegiatan (pemrakarsa) wajib melaksanakan studi AMDAL. Studi AMDAL akan mengidentifikasi kemungkinan terjadinya dampak penting terhadap lingkungan hidup, baik lingkungan alam maupun sosial di sekitar lokasi kegiatan.

Sedangkan kegiatan yang tidak diwajibkan menyusun AMDAL dan dampak kegiatan mudah dikelola dengan teknologi yang tersedia tetap menyusun kajian lingkungan berupa Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) sebagai upaya dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup oleh pemilik kegiatan (pemrakarsa). Pedoman pelaksanaan UKL-UPL tertuang dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 86 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup.

(8)

2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Audit Lingkungan yang Diwajibkan. Audit Lingkungan Wajib merupakan dokumen lingkungan yang sifatnya spesifik, dimana kewajiban yang satu secara otomatis menghapuskan kewajiban lainnya kecuali terdapat kondisi-kondisi khusus yang aturan dan kebijakannya ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup.

Seluruh program investasi infrastruktur bidang PU/Cipta Karya yang diusulkan oleh Kabupaten/Kota harus sesuai dan memenuhi prinsip-prinsip berikut:

1. Penilaian lingkungan (environtment assessment) dan rencana mitigasi dampak sub proyek, dirumuskan dalam bentuk :

• Analisis Mengenai Dampak lingkungan atau AMDAL;

• Upaya pengelolaan lingkungan –UKL dan upaya pemantauan lingkungan-UPL; atau

• Standar Operasi Baku-SOP

• Tergantung pada kategori dampak sub proyek yang dimaksud.

2. AMDAL harus dilihat sebagai alat peningkatan kualitas lingkungan Format AMDAL atau UKL/UPL merupakan bagian tidak terpisahkan dari analisis teknis, ekonomi, sosial, kelembagaan dan keuangan sub proyek;

3. Sejauh mungkin, sub proyek harus menghindari atau meminimalkan dampak negative terhadap lingkungan. Selaras dengan hal tersebut, sub proyek harus dirancang untuk dapat memberikan dampak positif semaksimal mungkin. Sub proyek yang diperkirakan dapat mengakibatkan dampak negative yang besar terhadap lingkungan, dan dampak tersebut tidak dapat ditanggulangi melalui rancangan dan konstruksi sedemikian rupa, harus dilengkapi dengan AMDAL;

4. Usulan program investasi infrastruktur bidang PU/Cipta karya tidak dapat dipergunakan mendukung kegiatan yang dapat mengakibatkan dampak negative terhadap habitat alamiah, warga terasing dan rentan, wilayah yang dilindungi, alur laut internasional atau kawasan sengketa. Di samping itu dari usulan RPIJM juga tidak membiayai pembelian, produksi atau pengunaan:

• Bahan-bahan yang merusak ozon, tembakau atau produk-produk tembakau; • Asbes. Bahan-bahan yang mengandung unsure asbes;

(9)

atau eksplosif atau bahan/material yang termasuk dalam kategori B3 menurut hukum yang berlaku di Indonesia;

• Pestisida, herbisida dan insektisida. RPIJM tidak diperuntukan mambiayai kegiatan yang melakukan pengadaan pestisida, herbisida dan insektisida.

• Pembangunan bendungan. RPIJM bidang infrastruktur PU/Cipta Karya tidak membiayai pembangunan atau rehabilitasi bendungan atau investasi yang mempunyai ketergantungan pada kinerja bendungan yang telah ada ataupun yang sedang dibangun.

• Kekayaan budaya RPIJM bidang infrastruktur PU/Cipta Karya tidak membiayai kegiatan yang dapat merusak atau menghancurkan kekayaan budaya baik berupa benda dan budaya maupun lokasi yang dianggap sakral atau memiliki nilai spiritual, dan

• Penebangan kayu. RPIJM bidang infrastruktur PU/Cipta Karya tidak membiayai kegiatan yang terkait dengan kegiatan penebangan kayu atau pengadaan peralatan penebangan kayu.

Panduan kerangka perlindungan lingkungan dan sosial dalam USDRP dirumuskan berdasarkan sejumlah regulasi terkait yang berlaku antara lain:

1. Undang-undang (UU) No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan, pasal 5 (1) mengenairencana kegiatan atau pekerjaan yang memungkinkan dapat menimbulkan dampak lingkungan besar dan signifikan harus dilengkapi dengan AMDAL.

2. Peraturan Pemerintah (PP) No.27/1997 tentang Analisis mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) pasal 5 (1), AMDAL diperlukan jika proyek tersebut : (i) mempengaruhi sejumlah besar orang, wilayah dan komponen lingkungan; (ii) menimbulkan dampak yang berlangsung kuat, lama, komulatif dan tidak dapat dipulihkan kembali (irreversible);

(10)

nasional dengan dampak mencakup lebih dari propinsi, terletak di wilayah konflik dengan negara lain, terletak di perairan laut, dan/atau lokasinya mencakup wilayah hokum Negara lain. Pasal 11 (2) menyatakan Komisi AMDAL daerah (Propinsi dan Kabupaten/Kota) berwenang menilai AMDAL bagi jenis-jenis usaha dan/atau kegiatan yang berada di luar kriteria di atas;

4. Sesuai PP 27/1999 tentang AMDAL pasal 33 (3), dalam waktu 30 hari setelah pengumuman proyek, pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk warga yang terkena dampak, LSM setempat, dan pihak lainnya, dapat menyampaikan tanggapan, saran dan keluhan kepada Pemrakarsa kegiatan;

5. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17/2001, tanggal 22 Mei 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;

6. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 09 tahun 2000 tentang pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL); 7. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.17/KPTS/2003, tanggal 3

Februari 2003, tentang penetapan jenis Usaha dan/atau kegiatan bidang permukiman dan Prasarana Wilayah yang wajib dilengkapi dengan upaya pengelolaan lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL); dan

8. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.86/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan UKL/UPL.

4.3.1 KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)

Berdasar pada UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. KLHS perlu diterapkan di dalam RPIJM antara lain karena:

1) RPIJM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan infrastruktur.

(11)

program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup

Tahap ke-2 setelah penapisan terdapat dua kegiatan. Jika melalui proses penapisan di atas tidak teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPIJM tidak berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka berdasarkan Permen Lingkungan Hidup No. 9/2011 tentang Pedoman Umum KLHS, Tim Satgas RPIJM Kabupaten/Kota dapat menyertakan Surat Pernyataan bahwa KLHS tidak perlu dilaksanakan, dengan ditandatangani oleh Ketua Satgas RPIJM dengan persetujuan Kepala BLH, dan dijadikan lampiran dalam dokumen RPIJM.

Namun, jika teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPI2-JM berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka Satgas RPI2-JMdidukung dinas lingkungan hidup (BPLHD) dapat menyusun KLHS dengan tahapan sebagai berikut:

1. Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah Perencanaan, dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut:

a) Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya Tujuan identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan adalah:

1) Menentukan secara tepat pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan KLHS;

2) Menjamin diterapkannya azas partisipasi yang diamanatkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; 3) Menjamin bahwa hasil perencanaan dan evaluasi kebijakan, rencana

dan/atau program memperoleh legitimasi atau penerimaan oleh publik; 4) Agar masyarakat dan pemangku kepentingan mendapatkan akses untuk

menyampaikan informasi, saran, pendapat, dan pertimbangan tentang pembangunan berkelanjutan melalui proses penyelenggaraan KLHS

b) Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan

Tujuan identifikasi isu pembangunan berkelanjutan:

1) Penetapan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup atau keterkaitan antar ketiga aspek tersebut;

2) Pembahasan fokus terhadap isu signifikan; dan

(12)

TABEL IV.2

Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya Kabupaten Jepara

NO

Lingkungan yang memiliki kondisi kurang sehat dapat menyebabkan timbulnya wabah penyakit seperti diare

Tingkat kemiskinan yang masih cukup tinggi membuat kondisi permukiman di beberapa titik menjadi cukup kumuh. Hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan

1. Kecukupan air baku untuk air minum Musim kemarau panjang yang terjadi masih sering menjadi musuh bagi penduduk Kabupaten Jepara, baik bagi petani atau bagi masyarakat yang memanfaatkan air sebagai sumber baku air minum. PDAM Kab. Jepara belum mampu melayani 100% penduduk di wilayah Kab. Jepara karena berbagai keterbatasan baik distribusi maupun sumber air baku. Selain itu, tingginya pembangunan industri juga menjadi masalah penggunaan air baku bagi masyarakat umum.

2. Pencemaran lingkungan oleh infrastruktur yang tidak berfungsi maksimal

Masih terbatasnya wilayah pelayanan mobil tinja milik Dinas Ciptaru dan Kebersihan menjadi salah satu hambatan bagi penyehatan lingkungan, karena masih sangat banyak penduduk yang belum memiliki septictank dan juga ada yang BABs di sungai maupun tanah kosong. Selain itu, limbah yang dihasilkan juga dapat mencemari lingkungan baik darat yang selanjutnya akan mencemari kondisi air tanah maupun badan sungai yang dapat berimbas pada ekosistem sungai.

3. Dampak kumuh terhadap kualitas lingkungan

(13)

2. Perumusan Afternatif Penyempurnaan KRP

Tujuan perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program untuk mengembangkan berbagai alternatif perbaikan muatan KRP dan menjamin pembangunan berkelanjutan. Setelah dilakukan kajian, dan disepakati bahwa kebijakan, rencana dan/atau program yang dikaji potensial memberikan dampak negatif pada pembangunan berkelanjutan, maka dikembangkan beberapa alternatif untuk menyempurnakan rancangan atau merubah kebijakan, rencana dan/atau program yang ada. Beberapa alternatif untuk menyempurnakan dan atau mengubah rancangan KRPmempertimbangkan antara lain:

a) Memberikan arahan atau rambu-rambu mitigasi terkait dengan kebijakan, rencana, dan/atau program yang diperkirakan akan menimbulkan dampak lingkungan atau bertentangan dengan kaidah pembangunan berkelanjutan. b) Menyesuaikan ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana, dan/atau

program.

c) Menunda, memperbaiki urutan, atau mengubah prioritas pelaksanaan kebijakan, rencana, dan/atau program.

d) Mengubah kebijakan, rencana, dan/atau program

Untuk Kabupaten/Kota yang telah menyusun dan memiliki dokumen KLHS RTRW Kabupaten/Kota, maka hasil olahan di dalam KLHS tersebut dapat dijadikan bahan masukan bagi kajian perlindungan lingkungan dalam RPIJM. KLHS merupakan instrumen lingkungan yang diterapkan pada tataran rencana-program. Sedangkan pada tataran kegiatan atau keproyekan, instrumen yang lebih tepat diterapkan adalah AMDAL, UKL-UPL. Dan SPPLH.

4.3.2 AMDAL, UKL-UPL DAN SPPLH

Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008 Tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yaitu:

1. Proyek wajib AMDAL

(14)

3. Proyek tidak wajib UKL-UPL tapi SPPLH

Gambar

TABEL IV.2

Referensi

Dokumen terkait

Panitia PMKP RS Putra Waspada Tulungagung bertugas dalam merencanakan dan mengkoordinir seluruh program kegiatan peningkatan mutu pelayanan dan keselamatan pasien

Berdasarkan analisis data penelitian ini diperoleh hasil bahwa tingkat literasi membaca di SD Muhammadiyah Bantul Kota, khusus kelas IV A, dari aspek tujuan membaca dan

Dengan ini menyatakan bahwa saya telah mendapatkan penjelasan menegani maksud dari pengumpulan data untuk penelitian tentang “ GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU

Selain itu, untuk mengetahui pengaruh aplikasi mikoriza terhadap intensitas penyakit rebah semai dan mengetahui pengaruh aplikasi mikoriza terhadap pengurangan

Simpulan dari penelitian ini adalah ada perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah diberikan teknik relaksasi Benson, ada perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan

Hal berikutnya yang dilakukan adalah mendatangi berbagai institusi di dalam dan luar negeri yang terkait dengan pengembangan surfaktan, institusi yang mengembangkan

Sebaliknya penggunaan strain U318 sebagai kultur tunggal dalam produksi urutan memperlihatkan pertumbuhan BAL yang lebih baik dengan kondisi BAL yang lebih stabil dibandingkan