• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMIKIRAN HASAN AL-BANNA TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK DALAM METODE PENDIDIKAN AKHLAK - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PEMIKIRAN HASAN AL-BANNA TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK DALAM METODE PENDIDIKAN AKHLAK - Test Repository"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

PEMIKIRAN HASAN AL-BANNA TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK DALAM METODE PENDIDIKAN AHKLAK

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Disusun oleh

MASRUL HAKIM 111 11 015

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

ِّ لَع

ِّ وَاِّاوُم

ِّ مُكَِّدَلا

ِّ

َِّزِِّ يَْغِِّنَمَزِلَِّن وُ قِّوُل َمَِّ مُهَّ نِِّاِف

ِّ مُكِنَم

Didiklah anak-anak kamu, sesungguhnya mereka diciptakan untuk menghadapi zaman yang berbeda dengan zaman kamu ini

(H.R. Bukhari)

Jika kau ingin, kau harus menginginkannya

Jika kau menginginkannya, itu akan menjadi milikmu

(8)

Skripsi ini penulis persembahkan kepada pihak-pihak yang penulis anggap mempunyai peran penting dalam hidup-Ku

1. Terima kasih kepada kedua orang tua, yaitu Almarhum Bapak Ali Mahsun dan Ibu Isrodah yang senantiasa tulus memberikan dukungan dan doa restunya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan di IAIN Salatiga.

2. Kedua saudaraku, Nur Hidayah dan Ida Royani yang selalu menjadi penyemangat selama penyusunan skripsi ini.

3. Kepada Bapak Drs. Abdul Syukur, M.Si yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama penyusunan skripsi.

(9)

اِّنحمرلاِّللهاِّمسب

ميحرل

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan taufiqnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sholawat serta salam kami haturkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya ke jalan kebenaran dan keadilan.

Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi syarata guna

untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan. Adapun jugul skripsi ini adalah “PEMIKIRAN HASAN AL-BANNA TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK DALAM METODE PENDIDIKAN AHKLAK”.

Penulisan skripsi ini tidak lepas dari berbagai pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun meteriil. Dengan penuh kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan PAI IAIN Salatiga

(10)
(11)

pendidikan akhlak. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing : Drs. Abdul Syukur, M.Si.

Kata Kunci: Pemikiran Hasan Al-Banna, Pendidikan Akhlak.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemikiran Hasan Al-Banna tentang pendidikan akhlak metode pendidikan akhlak.

Fokus masalah dalam penelitian ini adalah : 1) Bagaimana pemikiran Hasan Al-Banna tentang pendidikan akhlak? 2) Bagaimana metode pendidikan akhlak menurut pemikiran Hasan Al-Banna? Mengingat kajiannya merupakan penelitian literarur/studi pustaka (library research) maka metode yang digunakan adalah analisis isi dari buku tersebut (content analisis).

Hasil penelitian ini menyimpulkan pemikiran Hasan Al-Banna mengenai konsep pendidikan akhlak yakni terbentuknya pribadi Islami (pendidikan yang mampu membentuk pribadi/kepribadian muslim yang saleh secara individual/ahli ibadah maupun sosial), seperti pribadi yang berakhlak kepada Allah, pribadi yang berakhlak kepada diri sendiri, pribadi yang berakhlak terhadap sesama Kriteria tersebut mengupayakan seorang muslim untuk hidup dengan segenap eksisitensi yang dimiliki yang berupa akal dan hati, maupun rohani dan jasmani. Selain itu, dalam konsep akhlak Al-Banna mengedepankan sikap toleransi dalam menyikapi berbagai khilafiyah untuk menjaga persatuan umat Islam.

(12)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN BERLOGO ... ii

HALAMAN DEKLARASI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv

HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... v

HALAMAN PENGESAHAN ... vi

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Kajian Pustaka ... 7

F. Penegasasan Istilah ... 9

G. Metode Penelitian ... 12

(13)

B. Kondisi Sosial ... 19

C. Latar Belakang Pendidikan ... 23

D. Hubungan Sosial Politik dan Pemikiran Hasan E. Al-Banna ... 26

F. Karya-Karya ... 27

BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN HASAN AL-BANNA TENTANG KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK A. RisalahTa‟alim ... 31

1. Pendahuluan ... 31

2. Isi ... 32

3. Penutup ... 43

B. Pendidikan Akhlak dalam RisalahTa‟alim ... 44

1. Tujuan ... 44

2. Materi ... 46

3. Metode ... 51

BAB IV PEMBAHASAN A. Analisis Pemikiran Hasan Al-Banna ... 53

1. Analisis Tujuan Pendidikan ... 53

2. Analisis Materi Pendidikan Akhlak ... 59

3. Analisis Metode Pembentukan Akhlak ... 80

B. Implikasi pemikiran hasan al-banna tentang metode pendidikan akhlak ... 91

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 101

(14)
(15)

A. Latar Belakang Masalah

Akhlak merupakan hal yang sangat penting dalam pendidikan. Terbentuknya akhlak yang mulia merupakan tujuan pendidikan Islam dari dimensi moral. Gejala kemerosotan moral dewasa ini sudah benar-benar menghawatirkan. Kejujuran, kebenaran, keadilan, tolong menolong dan kasih sayang sudah tertutup oleh penyelewengan, penipuan, penindasan, saling menjegal dan saling merugikan. Usaha-usaha pembinaan akhlak melalui berbagai lembaga pendidikan dan melalui berbagai macam metode terus dikembangkan.

Pembinaan akhlak semakin terasa diperlukan terutama pada saat di mana semakin banyak tantangan dan godaan sebagai dampak dari kemajuan di bidang iptek. Saat ini misalnya orang akan dengan mudah berkomunikasi dengan apapun yang ada di dunia ini, yang baik atau yang buruk, karena ada alat telekomunikasi. Peristiwa baik atau buruk dengan mudah dapat dilihat melalui televisi, internet, film, buku-buku, tempat-tempat hiburan yang menyuguhkan adegan maksiat, demikian pula produk obat-obat terlarang, minuman keras dan pola hidup materialistik dan hedonistik semakin menggejala, semua ini jelas membutuhkan pembinaan akhlak.

Berdasarkan kejadian-kejadian yang terjadi diakhir-akhir ini, merupakan awal dari kemunduran yang dialami umat Islam, dimana makin menunjukkan eksistensinya sebagai pusat peradaban.

(16)

Maka peneliti mendasarkan pada pemikiran dari Hasan Al-Banna untuk dijadikan tolak ukur dalam memperbaiki akhlak yakni ide arabisme (Islam tidak pernah bangkit tanpa bersatunya bangsa Arab, memperjuangkan Islam melalui sebuah tradisi penegakan Islam yakni keluarga (al-usrah) menekankan pada aspek penegakan syari'at Islam yang penuh dengan keyakinan dan keikhlasan dalam batasan tertentu. Selain itu, dalam bidang pendidikan mementingkan aspek akal dan rohani sekaligus, dilandasi oleh Al-Qur'an dan Hadist serta memiliki corak keislaman yang jelas.

(17)

Fenomena di atas menggambarkan betapa pembinaan akhlak membutuhkan usaha dan penanganan yang sungguh-sungguh, yang ditujukan untuk mengembangkan potensi rohaniah dalam diri manusia. Oleh karena itu, sangat penting untuk memformat pembelajaran akhlak yang dimulai dari perencanaan, palaksanaan, pengawasan dan evaluasi yang efektif, sistemik, integratif dan komprehensif. Pembentukan akhlak ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa akhlak adalah hasil usaha pembinaan, bukan terjadi dengan sendirinya. Potensi rohaniah yang ada dalam diri manusia, termasuk di dalamnya akal, nafsu, amarah, fitrah, kata hati, nurani dan situasi dibina secara optimal dengan cara dan pendekatan yang tepat. Adu domba dan fitnah, menjilat, menipu, mengambil hak orang lain sesuka hati dan perbuatan-perbuatan maksiat lainnya. Kemerosotan moral yang demikian itu lebih mengkhawatirkan lagi, karena bukan hanya menimpa kalangan orang dewasa dalam berbagai jabatan, kedudukan dan profesinya, melainkan juga telah menimpa kepada para pelajar tunas-tunas muda yang diharapkan dapat melanjutkan perjuangan membela kebenaran, keadilan dan perdamaian masa depan (Nata, 2003:189).

(18)

cita- cita yang tinggi. Hal ini karena umat tersebut akan menghadapi berbagai tuntutan dari sebuah masyarakat baru. Suatu tuntutan yang tidak akan dipenuhi kecuali dengan kesempurnaan akhlak dan ketulusan jiwa yang lahir dari iman yang menghunjam dalam dada dan komitmen yang menancap kuat dalam hati, pengorbanan yang besar, dan mental yang tahan uji. Hanya Islamlah yang mampu mencetak kepribadian yang serupa itu, dan ia pula yang menjadikan kebersihan dan kesucian jiwa sebagai pondasi bagi bangunan dan kejayaan umat (Al-Banna, 2012:107-108).

Pada kesempatan yang lain Hasan Al-Banna juga mengatakan,

“Berakhlaklah dengan segala keutamaan dan berpegang teguhlah dengan

kebenaran. Jadilah kalian orang-orang yang kuat dengan akhlak, orang-orang yang punya izzah dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepada kalian berupa keimanan orang-orang mukmin dan kemuliaan orang-orang yang

takwa lagi shalih” (Al-Banna, 2012:213). Sebagaimana dalam firman Allah SWT, QS. Al-Syams ayat 9-10 yang berbunyi:

Artinya: 9. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, 10. dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.

(19)

dan kemunduran. Oleh sebab itu mempersiapkan generasi muda yang berakhlak mulia adalah sangat penting didalam dunia pendidikan (Sholikhun, 2008: 3). Sehingga, diharapkan akan muncul generasi-generasi Islam yang dapat menuruti kemauan-kemauan imperalis, pemalas dan senang hidup mewah/berfoya-foya dan selalu mementingkan kepentingan pribadi dengan segala cara mengesampingkan urusan bangsa.

Mendasarkan pada paparan diatas dalam skripsi ini peneliti ingin mengkaji Pemikiran Hasan Al-Banna tentang Pendidikan Akhlak dalam metode pendidikan ahlak.

B. Fokus Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini secara umum pemikiran Hasan Al-Banna tentang urgensi pendidikan akhlak dalam membangun moral bangsa. Rumusan masalah dapat diperinci, sebagai berikut:

1. Bagaimana pemikiran Hasan Al-Banna tentang pendidikan akhlak? 2. Bagaimana metode pendidikan akhlak menurut pemikiran Hasan

Al-Banna?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian, sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pemikiran Hasan Al-Banna tentang pendidikan akhlak 2. Untuk mengetahuiMetode pendidikan akhlak menurut pemikiran Hasan

(20)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik teoritis maupun praktis, antara lain:

1. Manfaat teoritis

a. Pengamat pendidikan akhlak sebagai masukan yang berguna, menambah wawasan dan pengetahuan mereka tentang keterkaitan pemikiran Hasan Al-Banna mengenai Metode pendidikan akhlak. b. Penelitian ini ada relevansinya dengan Ilmu Agama Islam khususnya

Program Studi Pendidikan Agama Islam, sehingga hasil pembahasannya berguna menambah literatur tentang nilai-nilai pendidikan akhlak.

c. Penelitian ini semoga dapat memberikan konstribusi positif bagi para akademisi khususnya penulis untuk mengetahui lebih lanjut tentang keterkaitan pemikiran Hasan Al-Banna mengenai pendidikan akhlak. 2. Manfaat praktis

a. Diharapkan skripsi ini dijadikan bahan acuan bagi remaja muslim agar mempunyai akhlaqul karimah dan karakter yang baik.

(21)

E. Kajian Pustaka

Berdasarkan penelusuran terhadap hasil-hasil penelitian khususnya skripsi, penulis menemukan beberapa skripsi yang berhubungan dengan penelitian ini, diantaranya:

1. Skripsi yang dibahas oleh saudari Dwi Ari Setyani, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Walisongo Semarang tahun 2004, yang berjudul

“Aspek-aspek Pendidikan Kepribadian Menurut Hasan Al-Banna”. Skripsi ini membahas tentang aspek-aspek pendidikan kepribadian menurut Imam Hasan Al-Banna, yang meliputi aspek aqidah, intelektual, moral, sosial serta fisik. Kelima aspek tersebut dalam prosesnya harus berdasarkan pada dasar Islam yang benar, yaitu berdasar pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sistem pendidikan yang dibangun Al-Banna berdasar atas pendekatan pemahaman hakikat manusia sebagai pribadi yang holistik, yang meliputi aspek fikriyah, ruhaniyah dan jasmaniyah. Sebagai konsekuensi logisnya, maka pada tataran aplikasinya pendidikan diarahkan kepada pembentukan aspek-aspek tersebut secara seimbang dan integral. 2. Skripsi yang dibahas oleh saudari Isniyatun, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

Keguruan IAIN Walisongo Semarang tahun 2014, yang berjudul “Konsep

(22)
(23)

Berdasarkan beberapa skripsi diatas, belum ada sumber tulisan yang secara khusus meneliti tentang pemikiran Hasan Al-Banna tentang pendidikan dalam metode pendidikan akhlak. Penelitian-penelitian tersebut diatas berfokus pada aspek-aspek pendidikan kepribadian dan konsep pendidikan Akhlak menurut Hasan Al-Banna mengenai seorang yang berakhlak Islami harus memiliki sepuluh kriteria.

Fokus penulis disini adalah pemikiran Hasal Al-Banna tentang pendidikan akhlak. Jadi penulis setuju dengan konsep pemikiran Hasan Al-Banna jika diterapkan di jaman sekarang sehingga penelitian ini bersifat melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk melengkapi data tentang pendidikan akhlak.

F. Penegasan Istilah

Untuk mempermudah pemahaman dan penelitian serta menghindari kesalahpahaman terhadap judul skripsi ini, maka terlebih dahulu penyusun akan mengemukakan batasan dari istilah-istilah serta maksud yang terkandung dalam judul. Adapun istilah-istilah yang menurut penyusun perlu penjelasan, sebagai berikut :

1. Pemikiran Hasan Al-Banna

(24)

menggali masalah-masalah operasional dan aktual pendidikan Islam untuk dibidik dari dimensi fondasional dan strukturalnya serta bagaimana mengembangkan pemikiran pendidikan Islam sebagaimana tertuang dan terkandung dalam literatur-literatur pendidikan Islam.

2. Pendidikan Akhlak

Pendidikan secara umum dapat diartikan sebagai suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar agar anak didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak dan budi mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Sedangkan secara husus pendidikan itu adalah suatu proses yang disadari untuk mengembangkan potensi individu sehingga memiliki kecerdasan spiritual, emosional serta Intelegtual dan berketerampilan untuk siap hidup di tengah-tengah masyarakat (Riyanto dan Handoko, 2004:40).

Pendidikan/ mendidik adalah memberi tuntunan kepada manusia yang belum dewasa untuk menyiapkan agar dapat memenuhi sendiri tugas hidupnya atau denagn secara singkat: pendidikan adalah tuntunan kepada pertumbuhan manusia mulai lahir sampai tercapainya kedewasaan, dalam arti jasmaniah dan rokhaniah. ( Ekosusilo, 1990: 14).

(25)

Akhlak secara bahasa artinya tabiat, perangai, adat istiadat, sedangkan secara istilah akhlak adalah hal-hal berkaitan dengan sikap, perilaku, dan sifat manusia dalam berinteraksi dengan dirinya, dengan makhluk lain dan dengan Tuhannya (Depag RI, 1983:104).

Sedangkan menurut Imam al-Ghazali, Akhlak adalah suatu sifat yang mendalam/berakar/menyatu benar dalam jiwa/hati yang menimbulkan perbuatan dengan mudah tampa difikirkan dan dipertimbangkan terlebih dahulu (Saputra, 2005:52).

Ahlak erat kaitannya dengan perbuatan. Bila seseorang melakukan perbuatan baik maka perbuatan tersebut di katakan mulia. Sebaliknya bila seseorang melakukan perbuatan buruk maka perbuatan tersebut di katakan aklak yang buruk

Akhlak adalah suatu sistem nilai yang mengatur tindakan dan pola pikir sikap manusia di muka bumi. Adapun sistem nilai terbut antara lain adalah ajran islam, dengan al-qur’an dan sunnah rosul sebagai sumber nilainya, dan ijtihat sebagai metode berfikir islami. Adapun tindakan dan pola sikap yang dimaksut meliputi berbagai pola hubungan dengan allah sesama manusia dan dengan alam

(26)

Dengan dasar-dasar akhlak, keutamaan perangai, tabiat agar dimiliki dan diterapkan dalam diri manusia menjadi adat kebiasaan pada suatu kelompok tertentu yang merupakan persatuan dari orang-orang secara bersamaan asal keturunan, bahasa, adat dan sejarah dibawah pemerintahan sendiri sehingga mencapai masa depan yang cerah dengan sudut pandang Islam yang bertujuan untuk mempersiapkan menjadi manusia mandiri yang berkualitas dan berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara serta agama.

G. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai berikut : 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Skripsi ini menggunakan pendekatan hermeneutika. Pendekatan ini penulis pakai karena hermeneutika sangat relevan untuk menafsirkan berbagai gejala, peristiwa, simbol maupun nilai-nilai yang terkandung dalam ungkapan bahasa (Kaelan, 2005: 80). Dalam hal ini yang diungkap adalah pemikiran Hasan Al-Banna tentang urgensi pendidikan akhlak.

(27)

2. Objek Penelitian

Pada skripsi ini yang menjadi objek penelitian adalah pemikiran Hasan Al-Banna tentang pendidikan akhlak.

3. Sumber Data

a. Data primer yaitu, data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti atau petugas-petugasnya dari sumber pertamanya (Suryabrata, 2005:39). Data primer dalam penelitian ini adalah karya Hasan Al-Banna dalam

Konsep Pembaruan Masyarakat Islam terj. Su’adi Sa’ad, Risalat al Ta‟alim wa al Usrah, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin 1 dan

Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin 2, terj. Anis Matta.

b. Data sekunder dalam penelitian ini adalah karya-karya penulis lain yang membahas tentang pendidikan akhlak, baik dalam bentuk buku, jurnal, artikel maupun karya ilmiah lainnya. Beberapa sumber yang penulis gunakan sebagai data sekunder, antara lain: buku, jurnal, artikel dan sumber lain yang relevan dengan penelitian.

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data secara holistik integrative relevan dengan fokus, maka teknik pengumpulan data yang akan dipakai menggunakan metode dokumentasi. Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data melalui dokumen. Dokumen disini bisa berupa buku, surat kabar, majalah, jurnal, ataupun internet yang relevan dengan tema penelitian ini.

5. Teknik Analisis Data

(28)

suatu komunikasi sebagaimana terungkap dalam literatur-literatur yang memiliki relevansi dengan tema penelitian ini yang berorientasi pada upaya mendeskripsikan sebuah konsep atau memformulasikan suatu ide pemikiran melalui langkah-langkah penafsiran pemikiran-pemikiran dari Hasan Al-Banna.

Selain analisis isi, peneliti juga menggunakan teknik analisis semiotik, karena obyek kajian berupa teks, maka nantinya juga akan dikaji bahasa dari teks yang digunakan tersebut. Semiotik merupakan Kajian tanda yang ada dalam kehidupan, artinya segala sesuatu yang ada dkalam kehidupan dapat dilihat sebagai tanda, yakni sesuatu yang harus diberi makna (Hoed, 2011:3).

Adapun langkah-langkahnya analisisnya sebagai berikut:

a. Memilih data dengan pembacaan dan pengamatan secara cermat terhadap pemikiran Hasan Al-Banna yang didalamnya terkandung konsep pendidikan akhlak.

b. Mengkategorikan ciri-ciri atau komponen pesan yang mengandung nilai-nilai pendidikan akhlak dalam setiap pemikiran Hasan Al-Banna. c. Menganalisis relevansi pemikiran Hasan Al-Banna tentang pendidikan

akhlak.

(29)

Secara umum dalam penulisan skripsi ini terbagi dari beberapa bagian pembahasan teoritis dan pembahasan empiris dari dua pokok pembahsan tersebut kemudian penulis jabarkan menjadi lima bab. Adapun perinciannya, sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan, dalam bab ini penulis akan mengemukakan pokok-pokok pikiran yang mendasari penulisan skripsi ini. Pokok-pokok-pokok tersebut antara lain : latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kajian pustaka, penegasan istilah, metode penelitian, sistematika penulisan.

Bab II Biografi Tokoh, pada bab ini dipaparkan tentang gambaran biografi Hasan Al-Banna.

Bab III Deskripsi Pemikiran Hasan Al-Banna tentang Konsep Pendidikan Akhlak.

Bab IV Pembahasan, penulis menguraikan metode pemikiran Hasan Al-Banna tentang pendidikan akhlak.

(30)

A. Riwayat Hidup

Hasan bin Ahmad bin Abdurrahman Muhammad Al-Banna, atau yang dikenal dengan Hasan Al-Banna lahir di Mahmudiyah (Nu’man, 2004:137), sebuah kota kecil di propinsi Buhairah, kira-kira 9 mil dari arah barat daya kota Kairo Mesir pada bulan Oktober 1906 M. Syaikh Abdurrahman Al-Banna, kakek Hasan Al-Banna adalah seorang pembesar sekaligus konglomerat desa Syamsyirah. Dia memiliki dua anak laki-laki, Ahmad dan Muhammad. Ahmad menghabiskan waktunya untuk menuntut ilmu di Al Azhar, sedangkan Muhammad bekerja di desa. Ketika Abdurrahman Al-Banna meninggal, keduanya berselisih tentang warisan. Ahmad mengalah dan meninggalkan desa untuk menetap di Mahmudiyah. Syaikh Ahmad (ayah Hasan Al-Banna) bekerja sehari-hari sebagai tukang reparasi jam dan sisa waktunya dimanfaatkan untuk mengajar fiqih, tauhid serta hafalan Al-Qur’an berikut tajwid. Ia memiliki perpustakaan yang dipenuhi beragam buku ilmu– ilmu Islam. Ketika penduduk Mahmudiyah membangun masjid, mereka meminta agar syaikh Ahmad mengawali khutbah jum’at di masjid tersebut. Saat itu penduduk Mahmudiyah sangat kagum dengan keilmuan dan retorika bicaranya, sehingga ia diminta menjadi khatib dan imam masjid setempat. Ia membagi waktu antara mengajar dan memperbaiki jam.

Syaikh Ahmad mengajar fiqih empat madzhab dan kitab-kitab sunan. Ia mengajar kitab Al Muwatha‟ Imam Malik, Musnad Imam Syafi’i, serta

(31)

menyusun beberapa buku, antara lain Bada‟i‟u al Minan fi jam‟i wa tartib Musnad al-Syafi‟i wa al-sunan, sekaligus memberi tahqiq dan syarahnya. Ia juga menyusun satu juz di antara kitab empat Imam Musnad, juga menyusun

Musnad Imam Ahmad dengan judul Fath al Rabbany fi Tartib Musnad al Imam Ahmad al-Syaibany. Syaikh Ahmad menikah dengan seorang wanita dari keluarga Abu Qaura dan dikaruniai lima anak laki-laki dan dua anak perempuan, Hasan Al-Banna merupakan anak sulung (Assisi, 2006:382-383). Hasan Al-Banna lahir dari keluarga yang cukup terhormat dan dibesarkan dalam suasana keluarga Islam yang taat. Sebagai seorang ayah, Syeikh Ahmad mencita-citakan putranya (Hasan) sebagai mujahid (pejuang) disamping seorang mujaddid (pembaharu).

Syaikh Ahmad, memperhatikan dengan sungguh–sungguh perkembangan dan pertumbuhan Banna. Sejak kecil, ia menuntun Al-Banna menghafal Al-Qur’an dan mengajarkannya ilmu-ilmu agama: sirah nabawiyyah, ushul fiqh, hadits dan gramatika bahasa Arab. Syaikh Ahmad memotivasi Al-Banna untuk gemar membaca dan menelaah buku-buku yang ada di perpustakaan yang ia miliki yang sebagian besar isinya merupakan referensi utama khazanah keislaman. Perhatian Syaikh Ahmad terhadap pertumbuhan Al-Banna tidak terbatas pada cara ia memperoleh pengetahuan ilmiah dan wawasan teoritis, bahkan ia juga mengajarkan ilmu dan amal sekaligus sehingga Al-Banna dapat berkomitmen dengan perilaku dan akhlak islami dan kepribadiannya pun tersibghah dengan nilai-nilai agama.

(32)

bersama-sama pergi ke maktab (perpustakaan) untuk menghafal Al-Qur’an dan menulis di papan. Ia sudah hafal dua pertiga Al-Qur’an, sedangkan aku baru sepertiga dari surat Al-Baqarah sampai At-Taubah. Kami selalu pulang bersama dari maktab dan mencium tangan ayah. Tangan itu pula yang mengajari kami Sirah Nabawiyah, Ushul Fiqh, dan Nahwu. Saat itu, kami memiliki kurikulum yang digunakan ayah untuk mengajar kami. Untuk pelajaran fiqh, ia belajar fiqh Imam Hanafi dan aku Imam Malik. Untuk nahwu, ia belajar kitab Al fiyah dan aku kitab Milhat al I‟rab.

(33)

hadirin yang terdiri dari para ulama, seperti Al-Mukarram Syaikh Muhammad Al Zahran, dan Al-Mukarram Syaikh Muhaisin (Nu’man, 2004:137). Hasan Al-Banna lahir dan besar dalam keluarga yang religius dan memiliki semangat yang besar dalam mempelajari ilmu-ilmu agama.

B. Kondisi Sosial

Pada tanggal 18 Desember tahun 1914 Inggris mengumumkan prektoratnya terhadap Mesir, mengumumkan berakhirnya khilafah Islamiyah atas Mesir, menyingkirkan Khedive Abbas, dan menunjuk Husain Kamil sebagai pengganti dan memberinya gelar sultan. Kondisi umat Islam di Mesir dan dunia pada umumnya saat itu berada dalam penjajahan bangsa Eropa, dan keadaan tersebut berpengaruh pada tatanan nilai-nilai sosial masyarakat, politik, ekonomi dan pendidikan (Qaradhawi, 1991:2-3). Pendidikan yang diadopsi dari Eropa melahirkan pemahaman-pemahaman nilai-nilai sosial, budaya, agama dan pendidikan yang bercorak Barat. Hukum Islam diabaikan dan ditinggalkan, digantikan dengan hukum-hukum positif buatan manusia, kebiasaan Barat dan peradaban asing mendominasi kehidupan umat Islam, terutama kaum terpelajar. Hal ini disebabkan oleh penjajahan Barat yang memegang kendali pendidikan. Akibat dari pola pendidikan Barat tersebut maka muncullah generasi-generasi yang menyandang nama Islam tetapi berwatak Barat (Eropa).

Tahun 1920 merupakan masa gejolak politik dan intelektual di Mesir. Perebutan kekuasaan terjadi antara partai Wafd dan partai Konstitusi Liberal

(34)

menimbulkan perpecahan yang muncul setelah meletusnya revolusi 1919, gelombang kekufuran dan nihilisme pascaperang melanda dunia Islam, serangan terhadap tradisi dan ortodoksi yang semakin menjadi dengan adanya revolusi Kemal di Turki yang diorganisasi menjadi gerakan intelektual dan pembebasan sosial mesir, aliran-aliran non Islam di Universitas Mesir memberikan pandangan bahwa universitas tidak bisa menjadi universitas yang sesungghnya jika ia tidak melakukan revolusi melawan agama dan menyerang tradisi sosial yang berasal dari agama. Selain itu, buku-buku, surat kabar, dan majalah yang beredar mempropagandakan gagasan yang tujuan intinya melemahkan posisi agama.

Hasan Al-Banna yang saat itu baru berusia 13 tahun sudah menunjukkan jiwa patriotisme. Al-Banna ikut berdemonstrasi dan mendeklamasikan puisi-puisi yang berisi semangat nasionalisme. Mengenai revolusi 1919 Al-Banna menuturkan dalam memoarnya,

Masih tergambar dibenak saya, peristiwa ketika beberapa tahun tentara Inggris menduduki kota dan mendirikan kamp-kamp di berbagai tempat. Sebagian mereka mulai berinteraksi dengan sebagian penduduk setempat. Bahkan mulai melakukan tindakan kasar dan penakalan terhadap penduduk dengan menggunakan sabuk kulitnya. Akibatnya orang-orang yang masih memiliki rasa nasionalisme pun menjauh dari orang-orang Inggris itu, mereka harus menanggung akibatnya. Saya juga masih ingat bagaimana penduduk melakukan siskamling, mereka melakukan jaga malam secara bergantian selama beberapa hari agar tentara-tentara Inggris itu tidak menyatroni rumah-rumah penduduk dan merampas kehormatan penghuninya.

(35)

kemanusiaan mereka. Hal tersebut sangat terlihat dalam beberapa tulisan Al-Banna. Ahmad Isya 'Asyur mengungkapkan hal ini di dalam karyanya

Ceramah-Ceramah Hasan Al-Banna: Hasan Al-Banna menggambarkan dan mengartikan penjajahan yang dialaminya dengan penggambaran seperti yang tertera didalam kitab suci (Q.S An-Naml:34):

Artinya: Dia berkata: “Sesungguhnya raja-raja itu apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya dan menjadikan penduduknya yang mulia itu menjadi hina. Dan demikian pulalah

yang akan mereka perbuat”. (Departemen Agama RI, 2005:597).

Makna penjajahan bagi Al-Banna meliputi kerusakan yang bersifat ilmiah, kerusakan ekonomi, kerusakan kesehatan, kerusakan moral dan seterusnya, diantara indikasinya adalah kehinaan, serba kekurangan dan kemiskinan, lalu menjadikan penduduknya yang mulia itu menjadi hina”, keadaan ini sekaligus yang menunjukkan hilangnya indikasi kehidupan (eksistensi) bangsa terjajah itu. Sementara bagi penjajah akan muncul kezaliman dan arogansi. Untuk masa modern Hasan Al-Banna menyatakan akan terjadi perubahan negatif (destruktif) setiap kali penjajahan memasuki sebuah negeri. Perubahan negatif tersebut terjadi pada aspek akhlaknya yang rusak, jiwanya yang melemah, muncul berbagai kezaliman, ilmu pengetahuan mengalami berbagai kematian dan kejahilan/kebodohan merajalela ('Asyur, 2000:246).

(36)

(1924) ini melahirkan gelombang kemurtadan dan gaya hidup bebas, hal ini terlihat dalam penuturan Al-Banna yang dikutip oleh Abdul Muta'al Al Jabbari, Pada dekade yang saya lalui di Kairo kala itu, semakin merajalela arus kekuasaan. Kebebasan berpendapat dan berfikir dianggap sebagai kebenaran rasio. Kerusakan moral dan akhlak dianggap sebagai kebebasan individu. Gelombang kemurtadan dan gaya hidup bebas melanda sangat deras tanpa ada penghalangnya, didukung oleh berbagai kasus dan situasi yang mengarah kesana (Al-Jabari, 1999:10).

Tahun 1927 Al-Banna mendapat tugas baru sebagai guru di Ismailiyah. Ismailiyah merupakan kota yang didominasi oleh pihak asing dari Inggris. Di kota ini tidak hanya terdapat kamp-kamp militer Inggris, tetapi juga terdapat perusahaan Terusan Suez, sebuah dominasi asing yang sempurna atas fasilitas- fasilitas publik. Kesenjangan ekonomi sangat terlihat di kota ini, rumah-rumah mewah milik orang asing dihadapakan dengan rumah-rumah buruh yang menyedihkan yang merupakan penduduk pribumi Mesir.

Terdapat dua persoalan sosial-politik yang melingkupi Hasan Al-Banna ketika ia berupaya melakukan pembaharuan dan perbaikan umat Islam saat itu. Hal tersebut bisa dicermati dari teks perkataan Hasan Al-Banna yang

dikutip Abdul Muta’al Al Jabbari berikut ini:

(37)

terjerumus dalam lembah kebodohan yang gelap gulita. Pemuda dan pelajar melata-lata di padang kebingungan dan kebimbangan, aqidah menjadi rusak dan agama bergantian dengan kekafiran. Persoalan lain mengenai kondisi Mesir pada saat itu adalah dari sisi elite politik dan elite agama/para ulama (Al-Jabari, 1999:11).

Hal tersebutlah yang memotivasi Al-Banna untuk bangkit dari ketertindasan yang dialami bangsa Mesir sampai akhirnya ia mendirikan jama’ah al-Ikhwan al-Muslimun bersama 6 orang pekerja di kamp Inggris yang biasa mendengarkan ceramah-ceramah yang ia sampaikan.

C. Latar Belakang Pendidikan

Hasan Al-Banna memulai Pendidikan di Madrasah Diniyah Al-Rasyad saat berusia delapan tahun. Madrasah Diniyah Al-Rasyad bisa dibilang istimewa dalam bidang materi yang diajarkan dan metodologi yang diterapkan. Selain, mempelajari materi-materi yang lazim dipelajari di madrasah, di Madrasah Diniyah Al-Rasyad juga diajarkan hafalan dan pemahaman hadits. Madrasah ini mengadopsi pola pengajaran pada lembaga pendidikan yang bagus. Pemilik Madrasah al Rasyad, Syaikh Muhammad Zahran termasuk di antara orang pertama setelah ayahnya yang banyak mempengaruhi perkembangan pemikiran Al-Banna.

Al-Banna belajar di Madrasah ini hingga berusia dua belas tahun. Karena kesibukan Syaikh Zahran, ia menyerahkan pengelolaan madrasah kepada ustadz-ustadz lain yang menurut Al-Banna tingkat keilmuan, kekuatan ruhani, serta akhlak ustadz-ustadz tersebut kurang setara dengan Syaikh Zahran. Hal inilah yang membuat Al-Banna memutuskan untuk pindah ke

(38)

2004:26-28). Di Madrasah I’dadiyah inilah untuk pertama kali Al-Banna mengikuti organisasi-organisasi keagamaan. Al-Banna menjadi ketua Perhimpunan Akhlak Mulia, sebuah organisasi yang bertujuan menghukum anggota-anggotanya atas setiap pelanggaran moral yang mereka lakukan. Suatu sistem denda yang berat pun diterapkan pada seluruh anggota yang mencaci maki saudara dan keluarga mereka atau bersalah menurut agama (Mitchell, 2005:4). Organisasi inilah yang mempengaruhi kepribadian Al-Banna, menjadikan dia konsisten dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya yang ia terapkan dalam sikap dan perilakunya (Ashari, 2001:63).

(39)

dispensasi dari kepala sekolah. Al-Banna berjanji untuk segera menyelesaikan hafalan tersebut (Al-Banna, 2004:34). Di Damanhur Al-Banna semakin aktif mengikuti tarekat sufi. Sejak saat itu, pemikiran Al-Banna banyak dipengaruhi oleh ajaran – ajaran sufisme terutama ajaran figur puncak sufisme, yaitu Abu Hamid Al-Ghazali (1058-1111 M).

Pandangan Al-Ghazali terhadap pendidikan yang ia baca dari kitab

Ihya‟ Ulum al-din membuat Al-Banna berpandangan bahwa melanjutkan pendidikan formal adalah hal yang sia-sia. Pada tahun terakhir pendidikannya di Madrasah Mu’allimin, Al-Banna mengalami pertentangan batin dalam dirinya antara kecintaan menuntut ilmu dan keyakinan akan faedah menuntut ilmu bagi individu maupun masyarakat serta pandangan Al-Ghazali yang menganjurkan cinta kepada sains dan ilmu pengetahuan (demi sains dan ilmu pengetahuan itu sendiri), dan pandangan yang mengatakan bahwa menuntut ilmu terbatas pada hal-hal yang diperlukan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban agama dan meraih kehidupan yang lebih baik. Salah satu guru Al-Banna berhasil menyingkirkan keraguan-keraguan tersebut dan Al-Al-Banna bersedia melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi (Al-Banna, 2004:62).

(40)

sekolah tinggi keguruan yang utama dan dengan berkembangnya sistem universitas sekuler di Mesir, Al-Azhar menjadi semakin bertambah tradisional (Mitchell, 2005:5-6). Dalam lingkungan pendidikan tersebut Hasan Al-Banna mampu mengorganisasikan kelompok mahasiswa Al-Azhar dan Dar Al-Ulum yang melatih diri berkhotbah di masjid-masjid. Dalam kesempatan belajar di Kairo, Hasan Al-Banna sering berkunjung ke toko-toko buku yang dimiliki oleh gerakan Shalafiyah pimpinan Rasyid Ridha, dan aktif membaca Al-Manar dan berkenalan dengan murid-murid Abduh lainnya (Kholik, 1999:254).

Hasan Al-Banna menamatkan pendidikan di Dar Al-Ulum pada tahun 1927 dalam usia 21 tahun kurang beberapa bulan. Al-Banna diminta Departemen Pendidikan untuk mengajar di Ismailia. Awalnya Al-Banna ragu dengan tugas tersebut, atas dorongan ayah dan guru-gurunya, Al-Banna memutuskan untuk bersedia menerima tawaran itu (Al-Banna, 2004:102-103). Pada tanggal 19 September 1927 meninggalkan Kairo menuju Ismailia untuk menempati rumah baru dan melaksanakan tugas yang baru pula sebagai guru di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (Al-Banna, 2004:105).

D. Hubungan Sosial Politik dan Pemikiran Hasan Al-Banna

(41)

Kesadaran ini telah tumbuh sampai pada tingkat menganggap berbagai partisipasi yang ia lakukan sebagai jihad yang wajib dilaksanakan, padahal saat itu ia masih menekuni dunia tasawwuf. Ketika kuliah di Darul ulum, terjadi friksi antara kubu partai Wafd dan Ahrar Dusturi, yang disusul dengan berbagai kasus lainnya. Hal itu menjadi topik pembicaraan dosen dan mahasiswa. Para dosen selalu mengemukakan pandangan mereka secara jelas. Hal ini berpengaruh pada perkembangan politik Al-Banna.

Ketika tinggal di Ismailia, Al-Banna melihat kolonialisme Inggris begitu tampak sangat vulgar. Tidak hanya pangkalan Inggris, tetapi di sana juga berdiri Terusan Suez yang mereka kuasai, para pekerja di dalamnya merasakan perbudakan yang sangat menyakitkan. Perusahaan ini memonopoli bidang-bidang pelayanan umum dan urusan perekonomian Ismailia (Ruslan, 2000:181-184).

E. Karya-Karya

Hasan Al-Banna mewariskan dua karya monumental yaitu

(42)

Muslimin dan penerbit Al-„Itishom dengan judul Risalah Dakwah Hasan Al -Banna. Majmu‟ah Rasail terdiri dari beberapa risalah antara lain sebagaimana yang disebutkan oleh Ali Abdul Halim Mahmud, yaitu:

1. Risalah “Akidah” ditulis pada tahun 1350 H/1931M, dalam risalah ini Al -Banna mengumumkan targetdan tujuan Ikhwan sejalan dengan masa pertumbuhannya. Dalam risalah ini juga ditetapkan berbagai dimensi dakwah Islamiyah, serta menegaskan sejak semula bahwa target Ikhwan adalah untuk mewujudkan kebaikan duniawi dan ukhrawi.

2. Risalah “Dakwah Kami” ditulis pada tahun 1936 M. Berisi tentang program dan tujuan Ikhwan. Dalam risalah ini Al-Banna membagi masyarakat ke dalam empat tipe manusia, yaitu orang mukmin, orang yang ragu-ragu, orang yang oportunis, dan orang yang memusuhi. Al-Banna juga menjelaskan bahwa dakwah Ikhwan menyentuh semua sendi kehidupan. Artinya Islam adalah agama yang mengatur seluruh dimensi kehidupan manusia.

3. Risalah “Ke Mana Kami Membawa Umat”, ditulis pada tahun 1936 M didalamnya dibahas masalah agama, politik, dan nasionalisme secara jelas dan meyakinkan.

(43)

Islam. Dalam risalah ini pula Hasan Al-Banna mencantumkan Indonesia sebagai salah satu negara yang harus mendapat perhatian oleh orang-orang Islam karena Indonesia sebagai negara dengan populasi penduduk muslim terbesar di dunia yang masih berada dalam jajahan Belanda.

5. Risalah “Untukmu Para Pemuda”, ditulis juga pada tahun 1936 M, didalamnya Al-Banna menjelaskan bentuk amal Islami yang hendaknya dilaksanakan para pemuda. Amal itu berupa pembentukan pribadi muslim, rumah tangga muslim, masyarakat muslim, pemerintah muslim, dan bangsa muslim dengan menyatukan seluruh negara Islam yang sudah dipecah belah akibat perbedaan politik. Al-Banna juga menjelaskan bahwa keberhasilan suatu konsep ditentukan oleh empat faktor yakni keimanan, keikhlasan, semangat dan usaha.

6. Risalah yang ditujukan kepada Konferensi Pelajar, merupakan teks pidato yang disampaikan Al-Banna pada bulan Muharram 1357 H /Maret 1938 M dihadapan para pelajar muslim. Di dalamnya Al-Banna menyinggung masalah Islam dan politik, kebebasan berpendapat sebagai hal yang sangat penting dalam mencari kebenaran.

7. Risalah “Ikhwanul Muslimin di Bawah Bendera Al-Qur’an” ini adalah pidato yang disampaikan Al-Banna pada tanggal 14 Shafar 1358 H /4 April 1939 M, berisi ajakan untuk kembali kepada Islam yaitu menyandarkan segala sendi kehidupan pada Al-Qur’an dan Al-Sunnah. 8. Risalah “Antara Kemarin dan Hari Ini”, ditulis pada tahun 1942 M. Di

(44)

9. Risalah “Pengarahan”, ditulis pada tahun 1943 M. Di dalamnya Al-Banna mengungkapkan program pendidikan dan pembinaan jama’ah, serta target dan sarana pendidikan mereka. (Mahmud, 2004:365-397)

(45)

BAB III

DESKRIPSI PEMIKIRAN HASAN AL-BANNA TENTANG KONSEP

PENDIDIKAN AKHLAK

A. Risalah Ta’alim

Risalah ta’alim ditulis oleh Hasan Al-Banna pada tahun 1934 M. Risalah ini merupakan puncak dari berbagai risalah yang Al pendidikan jama’ah Ikhwanul Muslimin. Adapun bagian-bagian yang ada dalam risalah ta’alim, sebagai berikut: (Mahmud,1997:392)

1. Pendahuluan

Risalah Ta’alim hanyalah satu dari sekian banyak risalah yang pernah ditulis Hasan Al-Banna. Pada awal mukaddimahnya ia mengatakan;

Inilah risalahku untuk ikhwan mujahidin dari kalangan Ikhwanul Muslimin yang telah beriman kepada keluhuran dakwahnya dan kepada validitas fikrahnya. Mereka memiliki tekad yang tulus untuk hidup bersamanya dan mati atas namanya. Kepada mereka sajalah uraian ringkas ini kupersembahkan. Ia bukan pelajaran-pelajaran yang harus dihafal, tetapi merupakan petunjuk-petunjuk yang harus diamalkan. Marilah beraktifitas, wahai saudaraku yang berhati tulus (Al-Banna, 2008:289).

Meskipun Hasan Al-Banna menggunakan redaksi yang mengkhususkan risalah ini kepada kelompok tertentu, tetapi ajaran, kewajiban dan nasihat-nasihat yang terkandung didalamnya tidak khusus hanya untuk mereka saja. Risalah tersebut berlaku umum bagi setiap orang yang hendak menempuh jalan Nabi Muhammad SAW dan menapaki jalannya.

(46)

Hal itu karena apa yang diserukan Al-Banna adalah kebenaran, sedangkan kebenaran tidak terbatas hanya untuk orang tertentu saja. Ia dibuat untuk diperebutkan oleh orang-orang yang serius berusaha (Al Washli, 2001:20). 2. Isi

Risalah ta‟alim dapat dikatakan sebagai rangkuman dari berbagai risalah

yang pernah ditulis Hasan Al-Banna. Isinya mudah, ringkas, padat, dan jelas

(Thahan, 2007: 2). Risalah Ta’alim terbagi menjadi dua bagian, yakni arkan albai‟at (rukun-rukun bai’at) dan wajibat al akh al „amil (kewajiban seorang

aktifis). Adapun pengertian baiat adalah:

Baiat merupakan janji setia untuk taat. Seolah-olah orang yang berbaiat tidak boleh menentang perintah. Ia harus menaati perintah, baik saat lapang maupun sempit. Apabila ia membaiat seorang pemimpin, ia harus meletakkan tangannya di atas tangannya sebagai tanda telah terjadinya sebuah janji. Seperti inilah pengertian baiat dari dari segi bahasa dan syariat. Pengertian ini pulalah yang terkandung dalam hadits mengenai baiat yang dilakukan oleh Nabi SAW (Thahan, 2007:385).

a. Arkan Al-Bai‟at

(47)

tujuannya, Rasul adalah qudwahnya, jihad adalah jalannya, dan mati di jalan Allah adalah cita-citanya yang tertinggi (Al-Washli, 2001:20).

Di antara hal penting yang diwujudkan oleh risalah ta‟alim

pada sedikit halamannya adalah berupa penjelasan mengenai berbagai hal yang diperlukan oleh gerakan Islam dari yang global menjadi rinci, dari yang remang menjadi jelas. Misalnya permasalahan bai’at, selama ini istilah bai’at hanya dikenal dengan makna janji setia mengamalkan wirid tertentu atau untuk taat pada figur syaikh tertentu. Risalah Ta’alim hadir dengan penjelasan tentang batasan–batasan arkan al bai’at yang dibutuhkan dewasa ini, bahwa ia adalah:

1) Pemahaman, bai’at untuk memahami Islam secara benar.

Pemahaman yang dimaksud oleh Al-Banna adalah bahwa ikhwan yakin bahwa fikrah yang mereka yakini adalah fikrah islamiyah yang bersih dan hendaknya pula ikhwan memahami Islam dalam batas ushul al isyrin (20 prinsip). Adapun dua puluh prinsip tersebut menjelaskan tentang:

a) Islam adalah sistem yang sempurna.

b) Memperkenalkan sumber-sumber hukum Islam dan kaidah memahaminya.

c) Pengaruh iman, ibadah, dan mujahadah.

d) Menggunakan sebab (sarana) selama bukan sarana jahiliyah. e) Pendapat imam adalah adalah pemutus masalah-masalah yang

(48)

f) Neraca untuk menimbang pendapat-pendapat para ulama dan etika para pendahulu umat ini

g) Ijtihad, taklid, dan kemadzhaban

h) Perbedaan dalam masalah furu’ dan etika dalam menghadapinya

i) Iman kepada Allah dan sifat-sifat-Nya. j) Bid’ah, definisi, hukum dan jenisnya

k) Kriteria mencintai orang-orang saleh, batas-batas kewalian, dan hukum menetapkan karamah bagi mereka

l) Disyari’atkannya ziarah kubur dan bid‟ah yang dimunculkan orang di dalamnya

m) Doa dan tawassul

n) Tradisi dan adat istiadat bisa dijadikan landasan selama tidak mengubah prinsip-prinsip syariat

o) Akidah dan perbuatan hati

p) Syariat lebih didahulkan dibanding akal

q) Kriteria dan batas-batas pengkafiran menurut ahlul haq (Al-Banna, 2009: 162-167).

2) Keikhlasan, bai’at untuk berikhlas.

(49)

kemajuan, atau keterbelakangan. Dengan itulah, ia menjadi tentara fikrah dan aqidah, bukan tentara kepentingan dan ambisi pribadi. 3) Amal/aktifitas, bai’at untuk berAktifitas.

Al-amal (aktifitas) menurut Al-Banna adalah merupakan buah dari ilmu dan keikhlasan. Al-amal terdiri dari tujuh tahapan yakni:

a) Perbaikan diri sendiri

b) Membentuk rumah tangga yang Islami

c) Mengarahkan masyarakat menebarkan kebaikan d) Pembebasan tanah air

e) Memperbaiki keadaan pemerintahan

f) Mengembalikan eksistensi kenegaraan bagi umat Islam

g) Kepeloporan internasional dengan menyebarkan dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia (Al-Banna, 2009: 169).

4) Jihad, bai’at untuk melakukan jihad.

Jihad menurut Al-Banna adalah sebuah kewajiban yang tetap hukumnya hingga hari kiamat. Hal ini merupakan kandungan

dari apa yang disabdakan Rasulullah saw: “Barangsiapa mati

sementara ia belum pernah berperang atau berniat untuk berperang,

ia mati dalam keadaan jahiliyah”. Urutan pertama jihad adalah

(50)

5) Pengorbanan, bai’at untuk berkorban dengan segala yang dimiliki. Tadhhiyah (pengorbanan) adalah pengorbanan jiwa harta, waktu, kehidupan, dan segala sesuatu yang dimiliki oleh seseorang untuk meraih tujuan. Tidak ada perjuangan di dunia ini, kecuali harus disertai dengan pengorbanan (Al-Banna, 2009: 171).

6) Kepatuhan, bai’at untuk taat.

Taat (kepatuhan) adalah menjalankan perintah dan merealisasikannya dengan serta merta, baik dalam keadaan sulit maupun mudah, saat bersemangat maupun malas.

7) Keteguhan, bai’at untuk teguh.

Yang dikehendaki dengan tsabat (keteguhan) adalah bahwa seorang ikhwan hendaknya senantiasa bekerja sebagai mujahid di jalan yang mengantarkan pada tujuan, betapa pun jauh jangkauannya dan lama waktunya, sehingga bertemu dengan Allah dalam keadaan demikian, sedangkan ia telah berhasil mendapatkan salah satu dari dua kebaikan; meraih kemenangan atau syahid di jalan-Nya.

8) Loyalitas, bai‟at untuk memberikan loyalitas.

(51)

9) Ukhuwwah/persaudaraan, bai‟at untuk berukhuwwah

Yang dimaksud dengan ukhuwwah menurut Al-Banna adalah berpadunya hati dan ruhani dengan ikatan aqidah. Aqidah merupakan ikatan yang paling kokoh dan berharga. Ukhuwah merupakan wujud keimanan, sedangkan perpecahan adalah wujud kekufuran. Kekuatan yang paling utama adalah kekuatan persatuan, tidak ada persatuan tanpa didasari kecintaan. Cinta yang paling rendah terwujud dengan lapang dada, sedangkan puncaknya adalah itsar (mementingkan orang lain dari pada diri sendiri). Al-Banna mengutip sebagaimana yang terdapat dalam QS. Al-Hasyr: 9.

mereka Itulah orang orang yang beruntung (Departemen Agama RI, 2005:546).

Al-Banna juga memberi penjelasan bahwa ikhwan yang tulus menganggap saudara-saudaranya yang lain lebih berhak daripada

dirinya sendiri (Al-Banna, 2009: 175). Al-Banna mengutip

Artinya: “dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi

(52)

10)Percaya, bai‟at untuk tsiqah (percaya) kepada pemimpin.

Tsiqah (kepercayaan) menurut Al-Banna adalah rasa puasnya seorang tentara atas komandannya, dalam hal kapasitas kepemimpinan maupun keikhlasannya, dengan kepuasan mendalam yang menghasilkan perasaan cinta, penghargaan, penghormatan, dan ketaatan (Al-Banna, 2009: 175).

b. Wajibat Al-Akh„amil

Adapun wajibat al akh „amil (kewajiban-kewajiban aktifis) merupakan hal yang harus ditunaikan ikhwan sebagai bentuk implementasi pada arkan al-bai‟at/rukun-rukun bai‟at (Al-Banna, 2009: 177). Kata wajib yang dimaksud dalam risalah ini bukan berarti wajib secara syar’i, melainkan berarti segala bentuk komitmen yang harus dipegang teguh seorang ikhwan (Hawwa, 2002:141). Al-Banna melalui dua bagian dari risalahnya itu telah berhasil menjelaskan hal-hal yang sangat diperlukan oleh setiap pribadi muslim dewasa ini untuk bangkit secara benar bersama kaum muslimin lainnya demi meraih cita-cita. Dalam kedua bagian ini, Risalah Ta’alim merinci segala sesuatu yang diperlukan oleh pribadi muslim dewasa ini agar tidak mengulangi kesalahan–kesalahan masa lalu, di samping menjelaskan petunjuk-petunjuk untuk meniti masa depan.

Adapun bagian kedua dari risalah ta‟alim (wajibat al-akh

(53)

merealisasikannya. Kewajiban-kewajiban itu disarikan dari nash-nash Al-Qur’an dan Sunnah yang mengharuskan setiap muslim dengan hak-hak tersebut, baik secara wajib, sunah, maupun sekedar anjuran. Hal-hal tersebut merupakan penyempurna kepribadian Islam yang ideal (Al-Washli, 2001:21). Kewajiban-kewajiban itu, sebagai berikut: 1) Memiliki wirid harian dari Al-Qur’an tidak kurang dari satu juz

dan berusaha untuk khatam dalam waktu tidak lebih dari satu bulan dan tidak kurang dari tiga hari.

2) Memperbaiki bacaan Al-Qur'an, memperhatikan dan merenungkan artinya. Selain itu dianjurkan mengkaji sirah Nabi dan sejarah para salaf, membaca hadits Rasul Allah saw, menghafal minimal empat puluh hadits ditekankan untuk al-arba'in al-nawawiyah dan mengkaji risalah tentang pokok-pokok aqidah dan cabang-cabang fiqih.

3) Bersegera melakukan general check up secara berkala atau berobat, saat terasa ada penyakit, memperhatikan faktor-faktor penyebab kekuatan dan perlindungan tubuh, dan menghindari faktor-faktor penyebab lemahnya kesehatan.

4) Menghindari berlebihan dalam mengkonsumsi kopi, teh, minuman suplemen dan semisalnya, boleh meminum hanya dalam keadaan darurat dan hendaknya menghindar sama sekali dari rokok.

5) Memperhatikan urusan kebersihan dalam segala hal.

(54)

7) Menepati janji dan tidak mengingkarinya dalam kondisi apapun. 8) Pemberani dan tahan uji.

9) Senantiasa bersikap tenang dan berkesan serius, dengan tidak menghalangi diri dari canda yang benar dan tertawa dalam senyum.

10)Memiliki rasa malu yang kuat, berperasaan sensitif, sangat peka dengan kebaikan dan keburukan, bersikap rendah hati tanpa menghina diri.

11)Bersikap adil dan benar dalam memutuskan perkara dalam setiap situasi.

12)Menjadi pekerja keras dan terlatih dalam menangani Aktifitas sosial.

13)Berhati kasih, dermawan, toleran, pemaaf, lemah lembut kepada manusia maupun binatang, berperilaku baik dalarn berhubungan dengan semua orang.

14)Pandai membaca dan menulis, memperbanyak menelaah terhadap risalah ikhwan, koran, majalah, dan tulisan-tulisan lainnya.

15)Memiliki proyek usaha ekonomi, utamakan proyek mandiri meskipun kecil, dan mencukupkan dengan apa yang ada betapa pun tingginya kapasitas keilmuan yang dimiliki.

(55)

tersebut kecuali jika ia benar-benar bertentangan dengan tugas-tugas dakwah.

17)Memperhatikan penunaian tugas-tugas, kualitas dan kecermatannya, tidak boleh menipu, dan hendaklah menepati kesepakatan.

18)Memenuhi hak diri sendiri dengan baik, memenuhi hak-hak orang lain dengan sempurna dan tidak boleh menunda-nunda penunaian hak tersebut.

19)Menjauhi judi dengan segala macamnya dan hendaklah menjauhi mata pencaharian yang haram.

20)Menjauhi riba dalam setiap aktifitas.

21)Memelihara kekayaan umat Islam secara umum dengan mendorong berkembangnya pabrik-pabrik dan proyek-proyek ekonomi Islam.

22)Memiliki kontribusi finansial dalam dakwah dan menunaikan kewajiban zakat sesuai dengan kemampuan.

23)Menyimpan sebagian dari penghasilan untuk persediaan masa-masa sulit walaupun sedikit.

24)Bekerja semampu yang bisa dilakukan untuk menghidupkan tradisi Islam dan mematikan tradisi asing dalam setiap aspek kehidupan dan berusaha menjaga sunnah dalam setiap Aktifitas.

(56)

26)Senantiasa merasa diawasi oleh Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan ibadah-ibadah sunah, seperti shalat malam, puasa tiga hari di tiap bulan (minimal) dan dzikir dalam setiap keadaan.

27)Memperbaiki kualitas bersuci dan berusaha untuk senantiasa dalam keadaan berwudhu.

28)Memperbaiki kualitas shalat, senantiasa tepat waktu dalam menunaikannya dan berusaha berjamaah di masjid jika memungkinkan.

29)Berpuasa Ramadhan, berhaji jika mampu dan berusaha menyiapkannya jika saat ini belum mampu.

30)Senantiasa menyertai diri dengan niat jihad dan cinta mati syahid. 31)Senantiasa memperbarui taubat dan istighfar serta berhati-hati

terhadap segala dosa, baik kecil maupun besar.

32)Berjihad melawan hawa nafsu dengan sungguh-sungguh agar dapat mengendalikannya, menundukkan pandangan, menahan emosi dan mengarahkannya pada hal-hal yang halal.

33)Menjauhi khamr dan seluruh makanan atau minuman yang memabukkan sejauh-jauhnya.

34)Menjauhi pergaulan dengan orang jahat dan sahabat yang tidak bermoral serta menjauhi tempat-tempat maksiat.

(57)

36)Mengetahui anggota katibah satu persatu dengan pengetahuan yang lengkap, berusaha senantiasa hadir di majelis mereka dan tidak absen, kecuali karena udzur darurat, dan memegang teguh sikap itsar dalam pergaulan dengan mereka.

37)Menghindari hubungan dengan organisasi atau jamaah apapun jika hubungan itu tidak membawa maslahat bagi fikrah, terutama jika diperintahkan untuk itu.

38)Menyebarkan dakwah di mana pun dan memberi informasi kepada pemimpin tentang segala kondisi yang melingkupinya (Al-Banna, 2009: 177-182).

3. Penutup

Pada bagian akhir risalah ta‟alim Al-Banna mengatakan,

Inilah bingkai global dakwahmu dan penjelasan ringkas fikrahmu. Engkau dapat menghimpun prinsip-prinsip ini dalam lima slogan: Allah ghayatuna (Allah adalah tujuan kami), Ar-Rasul qudwatuna (Rasul adalah teladan kami), Al-Qur'an syir'atuna (Qur’an adalah undang-undang kami), Al-Jihad sabiluna (jihad adalah jalan kami), dan Asy-Syahadah umniyyatuna

(Mati syahid adalah cita-cita kami). Engkau pun juga bisa menghimpunnya dalam lima kata berikut: kesederhanaan, tilawah, shalat, keprajuritan, dan akhlak (Al-Banna, 1991:302).

Al-Banna dalam penutup Risalah Ta’alim juga berpesan agar ikhwan bersungguh-sungguh dalam mengamalkan bimbingan-bimbingan

(58)

dan kebajikan serta ridha di akhirat. Penutup ini diakhiri Al-Banna dengan mengutip QS. Ash-Shaff: 10-14, berbunyi: (Al-Banna, 2009: 183)

Artinya: “10. akan tetapi Barangsiapa (di antara mereka) yang mencuri -curi (pembicaraan); Maka ia dikejar oleh suluh api yang cemerlang. 11. Maka Tanyakanlah kepada mereka (musyrik Mekah): "Apakah mereka yang lebih kukuh kejadiannya ataukah apa [malaikat, langit, bumi dan lain-lain] yang telah Kami ciptakan itu?" Sesungguhnya Kami telah menciptakan mereka dari tanah liat. 12. bahkan kamu menjadi heran (terhadap keingkaran mereka) dan mereka menghinakan kamu. 13. dan apabila mereka diberi pelajaran mereka tiada mengingatnya. 14. dan apabila mereka melihat sesuatu tanda kebesaran Allah, mereka sangat menghinakan.

B. Pendidikan Akhlak dalam Risalah Ta’alim

1. Tujuan

(59)

Artinya: “dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu

apa yang telah kamu kerjakan” (Departemen Agama RI, 2005:203).

Adapun pendidikan akhlak yang terdapat dalam Risalah Ta’alim bertujuan untuk membentuk pribadi muslim yang ideal berada di rukun ketiga yakni al amal. Pribadi muslim tersebut hendaknya memiliki sepuluh kriteria, sebagai berikut:

g. Mujahadah terhadap dirinya sendiri h. Penuh perhatian akan waktunya i. Rapi urusannya

j. Bermanfaat bagi yang lain (Al-Banna, 2008:302).

(60)

seluruh aspek yang dibutuhkan manusia yakni aspek ketuhanan, aspek akhlak, aspek akal, aspek jasmani, aspek sosial, dan aspek ekonomi sebagaimana pemikirannya tentang pendidikan Islam yang tidak terbatas pada salah satu aspek kehidupan manusia yang biasanya setiap aspek tersebut menjadi fokus para pakar pendidikan.

Pendidikan Islam tidak memfokuskan seluruh perhatiannya pada aspek rohani atau jasmani saja seperti yang dilakukan oleh kaum sufi dan pakar etika, atau aspek pemikiran rasional saja seperti yang biasa dilakukan oleh para filsuf dan kaum rasionalis, atau aspek pelatihan fisik dan kemiliteran saja seperti yang dilakukan oleh kalangan militer, atau aspek pendidikan sosial saja sebagaimana yang dilakukan oleh para reformis sosial.

Sesungguhnya pendidikan Islam memperhatikan seluruh aspek tersebut. Karena ia adalah tarbiyah (pendidikan) untuk segenap eksistensi manusia, baik akal dan hati, rohani dan jasmani maupun akhlak dan perilaku. Sebagaimana tarbiyah ini menyiapkan manusia untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan keburukannya, dengan segala pahit dan manisnya. Oleh karena itu, harus ada perhatian terhadap pendidikan jihad (tarbiyah jihadiyah) dan pendidikan sosial secara serentak, agar seorang muslim tidak hidup terpisah dari relita masyarakat sekitarnya (Al-Qaradhawi, 2005:57-59).

2. Materi

(61)

dan jamaah (Al-Qaradhawi, 2005:13). Demikian pula penjelasan tentang

pendidikan akhlak yang terdapat dalam Risalah Ta’alim. Adapun materi pendidikan akhlak dalam Risalah Ta’alim adalah sebagai berikut:

a. Dalam arkan al-bai‟at

1) Pengarahan untuk berikhlas

Yang kami kehendaki dengan ikhlas adalah bahwa seorang al-akh muslim dalam setiap kata-kata, Aktifitas, dan jihadnya, semua harus dimaksudkan semata-mata untuk mencari ridha Allah dan pahala-Nya (Al-Banna, 2008:301).

2) Pengarahan untuk berukhuwah

Yang saya maksud dengan ukhuwah adalah terikatnya hati dan ruhani dengan ikatan aqidah (Al-Banna, 2008:314-315). b. Dalam ushul al „isyrin

1) Ma‟rifah (mengenal) kepada Allah dengan cara mentauhidkanNya dan menyucikan (dzat)-Nya adalah setinggi-tinggi tingkatan aqidah Islam.

Ma‟rifah (mengenal) Allah, mengesakan-Nya dan Maha sucikan-Nya adalah setinggi tinggi akidah Islam (Al-Banna, 2008:296). 2) Penghormatan kepada Nabi Muhammad dan Salafussalih

Setiap orang boleh diambil atau ditolak katakatanya, kecuali

Al-Ma'shum (Rasulullah) saw. Setiap yang datang dari kalangan salaf dan sesuai dengan Kitab dan Sunah, kita terima. Jika tidak sesuai dengannya, maka Kitabullah dan Sunnah RasulNya lebih utama untuk diikuti (Al-Banna, 2008:294).

3) Berpedoman kepada Al Qur’an dan sunnah

(62)

4) Menggunakan sarana selama bukan sarana jahiliyyah

Jimat, jampi, wada’, ramal, mengaku hal yang gaib dan semisalnya adalah kemungkaran yang wajib diberantas. Kecuali jimat yang berasal dari ayat Al-Qur’an atau jampi yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW (Al-Banna, 2008:293).

5) Menyikapi bid‟ah

Segala bentuk bid’ah dalam agama yang tidak mempunyai dasar pijakan, tetapi dianggapbaik oleh hawa nafsu manusia, baik berupa penambahan maupun pengurangan, adalah kesesatan yang wajib diperangi dan diberantas menggunakan cara yang sebaik-baiknya, yang tidak menimbulkan keburukan yang lebih parah (Al-Banna, 2008:296).

Bid‟ah idhafiyah, bida‟ah tarkiyah dan iltizam (menentukan waktu, tempat dan jumlah bilangan) terhadap ibadah-ibadah yang muthlaqah (ibadah yang tidak ditentukan waktu, tempat dan bilangannya) adalah masalah khilafiyah dalam bab fiqih. Masing-masing orang memiliki pendapat dalam masalah tersebut. Namun tidaklah mengapa jika dilakukan penelitian untuk sampai pada hakikatnya dengan adil dan argumentasi (Al-Banna, 2008:297). 6) Etika dalam perbedaan hal furu‟

Perbedaan paham dalam masalah furu‟ hendaklah tidak menjadi faktor pemecah belah agama, tidak menyebabkan permusuhan, dan tidak juga kebencian (Al-Banna, 2008:295).

7) Mencintai orang saleh

Mencintai orang-orang salih, menghormati mereka dan memuji mereka karena amal-amal baik mereka yang tampak adalah bagian dari taqarrub kepada Allah SWT (Al-Banna, 2008:297).

8) Ziarah kubur sesuai syari‟at

Ziarah kubur, kubur siapa saja adalah sunnah yang disyariatkan dengan cara-cara yang diajarkan oleh Rasulullah SAW (Al-Banna, 2008:298).

9) Berdoa dan tawassul

(63)

c. Dalam wajibat al-akh al-amil

1) Menjaga kebersihan

Hendaklah engkau memperhatikan masalah kebersihan dalam segala hal, menyangkut tempat tinggal, pakaian, tempat makan, badan, dan kerja karena agama ini dibangun atas dasar kebersihan (Al-Banna, 2008:320).

2) Jujur dalam berkata

Hendaklah engkau jujur dalam berkata, janganlah sekali-kali berdusta (Al-Banna, 2008:320).

3) Menepati janji

Hendaklah engkau menepati janji, jangan mengingkarinya dalam kondisi apapun (Al-Banna, 2008:321).

4) Pemberani, bersedia mengakui kesalahan, adil terhadap diri sendiri, dan mampu mengendalikan diri saat marah.

Hendaklah engkau menjadi pemberani dan tahan uji. Keberanian yang paling utama dalah sikap terus terang dalam kebenaran dan ketahanan dalam menyimpan rahasia, mengakui kesalahan adil terhadap diri sendiri, dan menguasai diri ketika marah (Al-Banna, 2008:321).

5) Serius tanpa menghalangi canda yang benar

Hendaklah engkau menjadi orang yang memiliki wibawa yang lebih mengutamakan keseriusan. Akan tetapi, hendaklah kewajiban tersebut tidak menghalangimu dari canda yang benar dan tertawa dalam senyum (Al-Banna, 2008:321).

6) Malu dalam keburukan

Hendaklah engkau memiliki rasa malu yang kuat, perasaan yang halus, peka terhadap kebaikan dan keburukan, yakni bahagia untuk yang pertama dan merasa tersiksa untuk yang kedua (Al-Banna, 2008:321).

7) Tawadhu’ secara proporsional

(64)

engkau menuntut posisi yang lebih rendah dari martabatmu agar engkau mencapai martabatmu yang sesungguhnya (Al-Banna, 2008:321).

8) Adil dalam memutuskan hukum

Hendaklah engkau menjadi orang adil, yang memutuskan hukum dengan benar dalam segala keadaan (Al-Banna, 2008:322). 9) Pemaaf

Hendaklah engkau menjadi orang yang berhati lembut, dermawan, lapang dada, pemaaf, melupakan kesalahan orang lain, lemah lembut, santun dan berkasih sayang terhadap sesama manusia maupun hewan (Al-Banna, 2008:322).

10)Menyeimbangkan hak dan kewajiban

Hendaklah engkau baik-baik dalam menuntut hakmu dan tunaikanlah hak orang lain dengan sempurna, tanpa dikurangi, tanpa harus diminta, dan jangan sekali-kali menunda-nunda/penunaian hak tersebut (Al-Banna, 2008:324).

11)Melaksanakan tugas dengan baik

Hendaklah engkau benar-benar memperhatikan pelaksanaan kerjamu, dalam hal kualitas, profesionalisme, kejujuran, dan ketepatan waktu (Al-Banna, 2008:324).

12)Meningkatkan kemampuan membaca dan menulis

Hendaklah engkau meningkatkan kemampuan baca tulis. Dan hendaklah engkau memperbanyak mengkaji risalah-risalah, majalah-majalah ikhwan dan sejenisnya (Al-Banna, 2008:323). 13)Spesialisasi keilmuan

Dan hendaklah engkau memperdalam (menekuni) keilmuan dan keahlianmu, bila engkau memiliki spesialisasi (Al-Banna, 2008:322).

14)Mengekang hawa nafsu

(65)

15)Mengoptimalkan waktu untuk hal yang bermanfaat

Bersungguh-sungguhlah memelihara waktu, karena ia adalah kehidupan, jangan gunakan waktumu untuk hal yang tidak bermanfaat (Al-Banna, 2008:328).

16)Menghidupkan tradisi Islam

Hendaklah engkau berusaha semampunya untuk menghidupkan tradisi-tradisi Islam dan menghilangkan tradisi-tradisiasing dalam setiap aspek kehidupan (Al-Banna, 2008:326).

17)Aktif dalam agenda-agenda sosial

Hendaklah engkau menjadi orang yang banyak Aktifitas, yang terlatih memberikan pelayanan-pelayanan sosial (Al-Banna, 2008:322).

18)Berpartisipasi secara finansial dalam dakwah

Hendaklah engkau ikut berpartisipasi dalam dakwah dengan memberikan sebagian hartamu (Al-Banna, 2008:325).

19)Menunaikan kewajiban zakat dan menyisihkan sebagian harta untuk orang yang membutuhkan.

Tunaikanlah kewajiban zakat hartamu, dan sisihkanlah sebagian yang jelas dari hartamu untuk orang yang meminta dan orang fakir yang tidak meminta, betapapun kecilnya penghasilanmu (Al-Banna, 2008:325).

3. Metode

Adapun metode yang di gunakan Hasan Al-Banna dalam membentuk pribadi yang berakhlak mulia adalah dengan amalan-amalan, sebagai berikut:

a. Membiasakan diri dengan memiliki wirid harian dari Al-Qur’an untuk dibaca, didengarkan, dan dihayati maknanya.

b. Menghafal minimal 40 hadits (disarankan) al-arba‟in al-nawawi

(66)

d. Mengkaji risalah pokok-pokok akidah dan cabang-cabang dalam fiqh (Al-Banna, 2012:177).

e. Memperbaiki kualitas shalat dan berusaha melaksanakannya secara berjamaah di masjid.

f. Merasa diawasi oleh Allah dan mengingat akhirat serta memperbanyak amalan sunnah yakni shalat malam, berpuasa sunnah minimal 3 hari tiap bulan dan memperbanyak dzikir dalam berbagai kesempatan. g. Berusaha senantiasa dalam keadaan berwudhu.

h. Senantiasa memperbarui taubat dan istighfar serta menyediakan waktu sebelum tidur untuk bermuhasabah.

i. Menjaga diri dari hal-hal yang haram.

j. Menekuni usaha ekonomi dan bersemangat wiraswasta.

(67)

BAB IV PEMBAHASAN

A. Analisis Pemikiran Hasan Al-Banna

1. Analisis Tujuan Pendidikan

Khasanah dunia pendidikan tujuan merupakan salah satu hal yang sangat penting, karena tujuan pendidikan menentukan arah yang akan dituju dan sasaran yang hendak dicapai melalui proses pendidikan. Adapun tujuan pendidikan yang paling pokok menurut Hasan Al-Banna sebagaimana yang ia jelaskan dalam Risalah Ta’alim adalah perwujudan anak didik yang mampu memimpin dunia dan membimbing manusia kepada ajaran Islam. Hasan Al-Banna menjelaskan tujuan pendidikan ini dalam beberapa tingkatan yang meliputi tingkat individu, keluarga, masyarakat, organisasi, politik, negara sampai tingkat dunia (Al-Banna, 2009:170). Dalam pembahasan ini tentunya yang paling relevan untuk dikaji adalah tujuan pendidikan dalam tingkat individu karena individu merupakan sasaran utama porgram pendidikan. Menurut Hasan Al-Banna tujuan pendidikan individu mengarah pada perwujudan nilai-nilai Islam dalam membentuk pribadi muslim yang ideal.

Tujuan pendidikan menurut Hasan Al-Banna berorientasi untuk merealisasikan identitas Islam, yakni membentuk kepribadian muslim. Kepribadian muslim menurut Hasan Al-Banna haruslah pribadi yang saleh secara individual (ahli ibadah) maupun sosial yang dijiwai semangat Al-Qur’an dan Al-Hadits, artinya kepribadian muslim yang aktif dan

Referensi

Dokumen terkait

S ebelumnya, mohon maaf atas keterlambatan kami dalam penerbitan newsletter kali ini. Mohon maaf pula atas ketiadaan Tautan Pekan di awal bulan Maret, karena

Foreign Tourism atau wisatawan asing adalah orang yang melakukan perjalanan wisata yang datang memasuki suatu negara lain yang bukan merupakan negara dimana dia biasanya

Ketika admin memilih pengisian data barang maka form input data kategori barang akan ditampilan dan admin mengisikan data sesuai dengan item yang ada pada interface..

akan kita dapatkan dan digaransi oleh Local Exchange Carriers , sebagai contoh misal kita menyewa frame Relay circuit dengan CI R 128 Kb, pada saat traffic perusahaan lain sedang

Makan merupakan rangkaian gerak dalam mencari dan memilih pakannya dan suatu pola yang tetap. Aktivitas harian dari perilaku makan adalah sama disebabkan oleh burung jantan dan

Sebagai seorang yang ikut dalam pergerakan nasional dan perjuangan kebangsaan , meskipun ia seorang bangsawan , yang oleh ka rena itu pada masa revolusl dahulu

Peran merupakan suatu konsep perilaku apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.. Peran dapat dilakukan sebagai perilaku individu

Hasil Penelitian dapat mengetahui sebaran kelerengan terlandai dan tercuram, topogafi terendah dan tertinggi, pola pemanfaatan lahan yang tergunakan, dan titik sumber air,