• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengawasan

2.1.1 Pengertian Pengawasan

Pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki (Ranupandojo, 1990 : 109).

Sedangkan Siagian dalam Silalahi (1992 : 175) mengemukakan pengertian pengawasan yaitu proses pengamatan dari pada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan, bahwa pengawasan adalah proses untuk menjaga agar kegiatan terarah menuju pencapaian tujuan seperti yang direncanakan dan bila ditemukan penyimpangan-penyimpangan diambil tindakan koreksi.

2.1.2 Tujuan Pengawasan

Dalam rangka meningkatkan Disiplin kerja pegawai negeri sipil dengan tujuan untuk mencapai tujuan organisasi sangat perlu diadakan pengawasan, karena pengawasan mempunyai beberapa tujuan yang sangat berguna bagi pihak-pihak yang melaksanakan. Menurut Ranupandojo (1990 : 109) tujuan pengawasan adalah mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki.

(2)

Sedangkan Soekarno dalam Gouzali Saydam (1993 : 197) mengemukakan tujuan pengawasan antara lain adalah :

1) Untuk mengetahui apakah suatu kegiatan sudah berjalan sesuai dengan rencana.

2) Untuk mengetahui apakah suatu kegiatan sudah sesuai dengan instruksi. 3) Untuk mengetahui apakah kegiatan telah berjalan efisien.

4) Untuk mengetahui kesulitan-kesulitan dan kelemahan-kelemahan dalam kegiatan.

5) Untuk mencari jalan keluar bila ada kesulitan, kelemahan atau kegagalan kearah perbaikan.

2.1.3 Prinsip-prinsip Pengawasan

Agar fungsi pengawasan mencapai hasil yang diharapkan, maka pimpinan organisasi atau unit organisasi yang melaksanakan fungsi pengawasan harus mengetahui dan menerapkan prinsip-prinsip pengawasan. George R. Terry dalam Winardi (1986 : 396) mengemukakan bahwa prinsip pengawasan yang efektif membantu usaha-usaha kita untuk mengatur pekerjaan yang direncanakan untuk memastikan bahwa pelaksanaan pekerjaan tersebut berlangsung sesuai dengan rencana.

Sedangkan menurut Silalahi (1992 : 178) prinsip-prinsip pengawasan adalah:

1) Pengawasan harus berlangsung terus menerus bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan atau pekerjaan.

2) Pengawasan harus menemukan, menilai dan menganalisis data tentang pelaksanaan pekerjaan secara objektif.

(3)

3) Pengawasan bukan semata-mata untuk mencari kesalahan tetapi juga mencari atau menemukan kelemahan dalam pelaksanaan pekerjaan.

4) Pengawasan harus memberi bimbingan dan mengarahkan untuk mempermudah pelaksanaan pekerjaan dalam pencapaian tujuan.

5) Pengawasan tidak menghambat pelaksanaan pekerjaan tetapi harus menciptakan efisiensi (hasil guna).

6) Pengawasan harus fleksibel.

7) Pengawasan harus berorientasi pada rencana dan tujuan yang telah ditetapkan (Plan and Objective Oriented).

8) Pengawasan dilakukan terutama pada tempat-tempat strategis atau kegiatan-kegiatan yang sangat menentukan atau control by exception. 9) Pengawasan harus membawa dan mempermudah melakukan tindakan

perbaikan (Corrective Action).

2.1.4 Bentuk-bentuk Pengawasan

Bentuk-bentuk atau tipe pengawasan menurut Mansoer (1989 : 158-159) sebagai berikut :

1. Pengawasan Pra Kerja

Bentuk pengawasan pra kerja ini sifatnya mempersiapkan antisipasi permasalahan yang akan datang. Sifatnya mengarahkan keadaan yang akan terjadi di masa datang, sebagai peringatan untuk tidak dilanggar. Pengawasan bentuk ini memberikan patokan kerja dan tidak memandori kerja.

(4)

Pengawasan yang dilakukan pada saat tugas diselenggarakan, memungkinkan manajer melakukan perbaikan di tempat pada waktu penyimpangan diketahui. Perbaikan secara langsung sebelum penyimpangan terlalu jauh terjadi, yang mungkin akan sangat sukar meluruskannya, lebih menguntungkan pengawasan ini ialah supervisi. Supervisi langsung memungkinkan manajer melakukan tindakan koreksi langsung pula.

3. Pengawasan Pasca Kerja

Pengawasan dilakukan sesudah kegiatan atau pekerjaan berlangsung dan sudah berselang waktu yang lama. Kelemahannya ialah penyimpangan baru diketahui setelah pekerjaan seluruhnya selesai, sehingga tidak mungkin diperbaiki lagi.

2.1.5 Cara Pengawasan

Agar pengawasan yang dilakukan seorang atasan efektif, maka haruslah terkumpul fakta-fakta di tangan pemimpin yang bersangkutan. Guna maksud pengawasan seperti ini, ada beberapa cara untuk mengumpulkan fakta-fakta menurut Manullang (2004 : 178-180) yaitu :

1. Pengawasan Melalui Peninjauan Pribadi

Peninjauan pribadi (personal inspection, personal observation) adalah mengawasi dengan jalan meninjau secara pribadi. Sehingga dapat dilihat pelaksanaan pekerjaan. Cara pengawasan ini mengandung segi kelemahan,bila timbul syak wasangka dari bawahan. Cara seperti ini memberi kesan kepada bawahan bahwa mereka diamat-amati secara keras dan kuat sekali. Sebagai

(5)

alasan karena dengan cara ini kontak langsung antara ata san dengan bawahan dapat dipererat.

2. Pengawasan Melalui Laporan Lisan

Dengan cara ini, pengawasan dilakukan dengan mengumpulkan fakta-fakta melalui laporan lisan yang diberikan bawahan. Wawancara yang diberikan ditujukan kepada orang-orang atau segolongan orang tertentu yang dapat memberi gambaran dari hal-hal yang ingin diketahui, terutama tentang hasil sesungguhnya (actual result) yang dicapai oleh bawahannya. Dengan cara ini kedua belah pihak aktif, bawahan memberikan

laporan lisan tentang hasil pekerjaannya dan atasan dapat menanyakannya lebih lanjut untuk memperoleh fakta-fakta yang diperlukan.

3. Pengawasan Melalui Laporan Tertulis

Laporan tertulis (written report) merupakan suatu pertanggung jawaban kepada atasan mengenai pekerjaan yang dilaksanakannya, sesuai dengan instruksi dan tugas-tugas yang diberikan atasannya kepadanya. Dengan laporan tertulis yang diberikan oleh bawahan, maka atasan dapat membaca apakah bawahan-bawahan tersebut melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya dengan penggunaan hak-hak atau kekuasaan yang didelegasikan kepadanya.

4. Pengawasan Melalui Laporan Kepada Hal-hal yang Bersifat Khusus

Pengawasan yang berdasarkan kekecualian atau control by exception adalah suatu sistem pengawasan dimana pengawasan itu ditujukan kepada soal-soal

(6)

kekecualian. Jadi pengawasan hanya dilakukan bila diterima laporan yang menunjukkan adanya peristiwa-peristiwa yang istimewa.

2.1.6 Standar Pengawasan

Sebelum kegiatan pengawasan itu dilakukan perlu ditentukan standar atau ukuran pengawasan. Manullang (2004 : 186-187) menggolongkan jenis-jenis standar pengawasan ke dalam tiga golongan besar, yaitu :

1. Standar dalam Bentuk Fisik (physical standard), adalah semua standar yang dipergunakan untuk menilai atau mengukur hasil pekerjaan bawahan dan bersifat nyata tidak dalam bentuk uang. Meliputi :

a. Kuantitas hasil produksi b. Kualitas hasil produksi c. waktu

2. Standar dalam Bentuk Uang, adalah semua standar yang dipergunakan untuk menilai atau mengukur hasil pekerjaan bawahan dalam bentuk jumlah uang. Meliputi :

a. Standar biaya b. Standar penghasilan c. Standar investasi

3. Standar Intangible, adalah standar yang biasa digunakan untuk mengukur atau menilai kegiatan bawahan diukur baik dengan bentuk fisik maupun dalam bentuk uang. Misalnya untuk mengukur kegiatan bagian atau kepala bagian hubungan kemasyarakatan atau mengukur sikap pegawai terhadap perusahaan.

(7)

2.1.7 Proses Dasar Pengawasan

Proses pengawasan adalah serangkaian kegiatan di dalam melaksanakan pengawasan terhadap suatu tugas atau pekerjaan dalam suatu organisasi. Proses pengawasan ini terdiri dari beberapa tindakan (langkah pokok) tertentu yang bersifat fundamental bagi semua pengawasan manajerial. Menurut George R. Terry dalam Winardi (1986 : 397) mengemukakan bahwa pengawasan merupakan suatu proses yang dibentuk oleh tiga macam langkah-langkah, meliputi :

1) Mengukur hasil pekerjaan.

2) Membandingkan hasil pekerjaan dengan standar dan memastikan perbedaan (apabila ada perbedaan).

3) Mengoreksi penyimpangan yang tidak dikehendaki melalui tindakan perbaikan.

Sedangkan Ranupandojo (1990 : 109) menyatakan bahwa proses pengawasan biasanya meliputi empat kegiatan utama, yaitu :

1. Menentukan ukuran atau pedoman baku atau standar.

2. Mengadakan penilaian terhadap pekerjaan yang sudah dikerjakan. 3. Membandingkan antara pelaksanaan pekerjaan dengan pedoman baku

yang ditetapkan untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.

4. Mengadakan perbaikan atau pembetulan atas penyimpangan yang terjadi, sehingga pekerjaan yang dikerjakan sesuai dengan apa yang direncanakan.

Pengawasan menurut Hani Handoko (1995 : 363) biasanya terdiri paling sedikit lima tahap, sebagai berikut :

(8)

1. Penetapan standar pelaksanaan (perencanaan)

Tahap pertama dalam pengawasan adalah penetapan standar pelaksanaan. Standar mengandung arti sebagai suatu satuan pengukuran yang dapat digunakan sebagai patokan untuk penilaian hasil-hasil, tujuan, sasaran, kuota, dan target pelaksanaan dapat digunakan sebagai standar.

2. Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan

Penetapan standar adalah sia-sia bila tidak disertai berbagai cara untuk mengukur pelaksanaan kegiatan nyata. Oleh karena itu tahap kedua dalam pengawasan adalah menentukan pengukuran pelaksanaan kegiatan secara tepat.

3. Pengukuran pelaksanaan kegiatan nyata

Setelah frekuensi pengukuran dan sistem monitoring ditentukan, pengukuran dilakukan sebagai proses yang berulang-ulang dan terus menerus. Ada berbagai cara untuk melakukan pengukuran pelaksanaan, yaitu pengamatan (observasi), laporan-laporan baik tertulis maupun lisan. Metoda-metoda otomatis dan inspeksi, pengujian (test) atau dengan pengambilan sampel.

4. Pembandingan pelaksanaan kegiatan dengan standar dan penganalisaan penyimpangan-penyimpangan.

Perbandingan pelaksanaan nyata dengan pelaksanaan yang direncanakan atau standar yang telah ditetapkan merupakan tahap yang paling mudah dilakukan, tetapi kompleksitas dapat terjadi pada saat menginterprestasikan adanya penyimpangan (deviasi).

(9)

Penyimpangan-penyimpangan harus dianalisa untuk menentukan mengapa standar tidak dapat dicapai.

5. Pengambilan tindakan korektif bila perlu

Bila hasil analisa menunjukkan perlunya tindakan koreksi, tindakan ini harus diambil. Tindakan koreksi dapat diambil dalam berbagai bentuk. Standar mungkin diubah, pelaksanaan diperbaiki, atau keduanya dilakukan bersamaan. Menurut Manullang (2004 : 184) untuk mempermudah dalam merealisasi tujuan, pengawasan harus perlu dilalui beberapa fase atau urutan pelaksanaan yang terdiri dari :

a. Menetapkan alat ukur (standard)

Alat penilai atau standar bagi hasil pekerjaan bawahan, pada umumnya terdapat baik pada rencana keseluruhan maupun pada rencana-rencana bagian. Dengan kata lain, dalam rencana itulah pada umumnya terdapat standar bagi pelaksanaan pekerjaan. Agar alat penilai itu diketahui benar oleh bawahan, maka alat penilai itu harus dikemukakan, dijelaskan kepada bawahan. Dengan demikian atasan dan bawahan bekerja dalam menetapkan apa yang menjadi standar hasil pekerjaan bawahan tersebut.

b. Mengadakan penilaian (evaluate)

Dengan menilai dimaksudkan membandingkan hasil pekerjaan bawahan (actual result) dengan alat pengukur (standar) yang sudah ditentukan. Jadi pimpinan membandingkan hasil pekerjaan bawahan

(10)

yang senyatanya dengan standar sehingga dengan perbandingan itu dapat dipastikan terjadi tidaknya penyimpangan.

c. Mengadakan tindakan perbaikan (corective action)

Dengan tindakan perbaikan diartikan, tindakan yang diambil untuk menyesuaikan hasil pekerjaan nyata yang menyimpang agar sesuai dengan standar atau rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Tindakan perbaikan itu tidak serta merta dapat menyesuaikan hasil pekerjaan yang senyatanya dengan rencana atau standar. Oleh karena itulah, perlu sekali adanya laporan-laporan berkala sehingga segera sebelum terlambat dapat diketahui terjadinya penyimpangan-penyimpangan, serta dengan tindakan perbaikan yang akan diambil, pelaksanaan pekerjaan seluruhnya dapat diselamatkan sesuai dengan rencana.

2.1.8 Karakteristik Pengawasan yang Efektif

Agar dapat efektif setiap pengawasan harus memenuhi kriteria tertentu. Kriteria penting bagi pengawasan yang baik menurut pendapat Ranupandojo (1990 : 114) yaitu :

1) Informasi yang akan diukur harus akurat

(11)

3) Sistem Pengawasan yang dipergunakan harus mudah dimengerti oleh orang lain

4) Pengawasan harus dititik beratkan pada kegiatan-kegiatan strategis

5) Harus bersifat ekonomis, artinya biaya pengawasan harus lebih kecil dibandingkan dengan hasilnya

6) Pelaksanaan pengawasan sesuai dengan struktur organisasi

7) Harus sesuai dengan arus kerja atau sesuai dengan sistem dan prosedur yang dilaksanakan dalam organisasi

8) Harus luwes dalam menghadapi perubahan-perubahan yang ada

9) Bersifat memerintah dan dapat dikerjakan oleh bawahan

10) Sistem pengawasan harus dapat diterima dan dimengerti oleh semua anggota organisasi.

2.2 Disiplin

2.2.1 Pengertian Disiplin

Kata disiplin itu sendiri berasal dari bahasa Latin “discipline” yang berarti “latihan atau pendidikan kesopanan dan kerohanian serta pengembangan tabiat”. Hal ini menekankan pada bantuan kepada pegawai untuk mengembangkan sikap yang layak terhadap pekerjaannya dan merupakan cara pengawas dalam membuat peranannya dalam hubungannya dengan disiplin. Menurut Keith David dalam Mangkunegara (2001 : 129), menyatakan bahwa

(12)

disiplin kerja dapat diartikan sebagai pelaksanan manajemen untuk memperteguh pedoman-pedoman organisasi.

Sedangkan pendapat Sastrohadiwiryo (2003 : 291) disiplin kerja dapat didefinisikan sabagai suatu sikap menghormati, menghargai, patuh, dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya. Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Kesadaran disini merupakan sikap seseorang yang secara sukarela menaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Jadi, dia akan mematuhi atau mengerjakan semua tugasnya dengan baik, bukan atas paksaan. Sedangkan kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan peraturan perusahaan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis (Hasibuan, 2003 : 193-194).

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa Disiplin kerja pegawai negeri sipil merupakan sikap atau tingkah laku yang menunjukkan kesetiaan dan ketaatan seseorang atau sekelompok orang terhadap peraturan yang telah ditetapkan oleh instansi atau organisasinya baik yang tertulis maupun tidak tertulis sehingga diharapkan pekerjaan yang dilakukan efektif dan efesien.

2.2.2 Disiplin Bagi Pegawai Negeri

Untuk mencapai tujuan nasional diperlukan adanya pegawai negeri sebagai unsur aparatur negara dan merupakan abdi masyarakat yang penuh dengan ketaatan dan sadar akan tanggung jawabnya untuk mmenyelenggarakan

(13)

tugas pemerintahan dan pembangunan. Untuk mewujudkan hal tersebut di atas maka diperlukan adanya peraturan yang memuat pokok-pokok kewajiban, larangan dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dijelaskan bahwa Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah kesanggupan Pegawai Negeri Sipil untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang- undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin.

ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini antara lain:

1. Peraturan disiplin pegawai negeri sipil adalah peraturan yang mengatur kewajiban, larangan dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati atau larangan dilanggar oleh pegawai.

2. Pelanggaran disiplin adalah pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja.

3. Hukuman disiplin adalah hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada PNS karena melanggar peraturan disiplin PNS.

4. Pegawai yang berwenang menghukum adalah pejabat yang diberi wewenag menjatuhkan hukuman disiplin pegawai.

5. Atasan pejabat yang berwenang menghukum adalah atasan langsung dari pejabat yang berwenang menghukum.

(14)

6. Perintah kedinasan adalah perintah yang diberikan oleh atasan yang berwenang mengenai atau yang ada hubunganya dengan kedinasan.

7. Peraturan kedinasan adalah perturan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang mengenai kedinasan atau yang ada hubungannya dengan kedinasan.

2.2.3 Tujuan Disiplin Kerja

Secara umum dapat disebutkan bahwa tujuan utama disiplin kerja adalah demi kelangsungan organisasi atau perusahaan sesuai dengan motif organisasi atau perusahaan yang bersangkutan baik hari ini maupun hari esok. Menurut Sastrohadiwiryo (2003 : 292) secara khusus tujuan disiplin kerja para pegawai, antara lain :

1) Agar para pegawai menepati segala peraturan dan kebijakan ketenagakerjaan maupun peraturan dan kebijakan organisasi yang berlaku, baik tertulis maupun tidak tertulis, serta melaksanakan perintah manajemen dengan baik.

2) Pegawai dapat melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya serta mampu memberikan pelayanan yang maksimum kepada pihak tertentu yang berkepentingan dengan organisasi sesuai dengan bidang pekerjaan yang diberikan kepadanya.

3) Pegawai dapat menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana, barang dan jasa organisasi dengan sebaik-baiknya.

(15)

4) Para pegawai dapat bertindak dan berpartisipasi sesuai dengan norma-norma yang berlaku pada organisasi.

5) Pegawai mampu menghasilkan produktivitas yang tinggi sesuai dengan harapan organisasi, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

2.2.4 Jenis-jenis Disiplin

T. Hani Handoko dalam Martoyo (1996 : 144) menggolongkan jenis-jenis disiplin antara lain :

1. Disiplin Preventif

Disiplin preventif merupakan kegiatan yang dilaksanakan dengan maksud untuk mendorong para pegawai agar sadar mentaati berbagai standar dan aturan, sehingga dapat dicegah berbagai penyelewengan atau pelanggaran. Yang utama dalam hal ini adalah ditumbuhkannya “self discipline” pada setiap pegawai tanpa kecuali.

2. Disiplin Korektif

Disiplin korektif merupakan kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran yang terjadi terhadap aturan-aturan, dan mencoba untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut. Kegiatan korektif ini berupa suatu bentuk hukuman atau tindakan pendisiplinan (disciplinary action), yang wujudnya dapat berupa “peringatan” ataupun berupa “schorsing”. Semua sasaran pendisiplinan tersebut harus positif, bersifat mendidik dan mengoreksi kekeliruan untuk tidak terulang kembali.

Sedangkan menurut Keith Davis dan John W. Newstrom dalam Triguno (1997 : 50-51), menyatakan bahwa disiplin mempunyai 3 (tiga) macam bentuk, yaitu :

(16)

1. Disiplin Preventif

Disiplin preventif adalah tindakan SDM agar terdorong untuk menaati standar atau peraturan. Tujuan pokoknya adalah mendorong SDM agar memiliki disiplin pribadi yang tinggi, agar peran kepemimpinan tidak terlalu berat dengan pengawasan atau pemaksaan, yang dapat mematikan prakarsa dan kreativitas serta partisipasi SDM.

2. Disiplin Korektif

Disiplin korektif adalah tindakan dilakukan setelah terjadi pelanggaran standar atau peraturan, tindakan tersebut dimaksud untuk mencegah timbulnya pelanggaran lebih lanjut. Tindakan itu biasanya berupa hukuman tertentu yang biasa disebut sebagai tindakan disipliner, antara lain berupa peringatan, skors, pemecatan.

3. Disiplin Progesif

Disiplin progresif adalah tindakan disipliner berulang kali berupa hukuman yang makin berat, dengan maksud agar pihak pelanggar bisa memperbaiki diri sebelum hukuman berat dijatuhkan.

2.2.5 Prinsip-prinsip Pendisiplinan

Prinsip-prinsip pendisiplinan yang dikemukakan Ranupandojo (1990 : 241-242) adalah :

1. Pendisiplinan dilakukan secara pribadi.

Pendisiplinan seharusnya dilakukan dengan memberikan teguran kepada pegawai. Teguran jangan dilakukan di hadapan orang banyak. Karena dapat

(17)

menyebabkan pegawai yang ditegur akan merasa malu dan tidak menutup kemungkinan menimbulkan rasa dendam yang dapat merugikan organisasi.

2. Pendisiplinan harus bersifat membangun.

Selain memberikan teguran dan menunjukkan kesalahan yang dilakukan pegawai, harus disertai dengan saran tentang bagaimana seharusnya berbuat untuk tidak mengulangi lagi kesalahan yang sama.

3. Pendisiplinan harus dilakukan sacara langsung dengan segera.

Suatu tindakan dilakukan dengan segera setelah terbukti bahwa pegawai telah melakukan kesalahan. Jangan membiarkan masalah menjadi kadaluarsa sehingga terlupakan oleh pegawai yang bersangkutan.

4. Keadilan dalam pendisiplinan sangat diperlukan.

Dalam tindakan pendisiplinan dilakukan secara adil tanpa pilih kasih. Siapapun yang telah melakukan kesalahan harus mendapat tindakan pendisiplinan secara adil tanpa membeda-bedakan.

5. Pimpinan hendaknya tidak melakukan pendisiplinan sewaktu pegawai absen.

Pendisiplinan hendaknya dilakukan dihadapan pegawai yang bersangkutan secara pribadi agar ia tahu telah melakukan kesalahan. Karena akan percuma pendisiplinan yang dilakukan tanpa adanya pihak yang bersangkutan.

6. Setelah pendisiplinan sikap dari pimpinan haruslah wajar kembali.

Sikap wajar hendaknya dilakukan pimpinan terhadap pegawai yang telah melakukan kesalahan tersebut. Dengan demikian, proses kerja dapat lancar kembali dan tidak kaku dalam bersikap.

(18)

2.2.6 Alat Untuk Mengukur Disiplin Kerja

Menurut Alfred R. Lateiner dalam Imam Soejono (1983 : 72), umumnya disiplin kerja pegawai dapat diukur dari :

1. Para pegawai datang ke kantor dengan tertib, tepat waktu dan teratur.

Dengan datang ke kantor secara tertib, tepat waktu dan teratur maka disiplin kerja dapat dikatakan baik.

2. Berpakaian rapi di tempat kerja.

Berpakaian rapi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi disiplin kerja pegawai, karena dengan berpakaian rapi suasana kerja akan terasa nyaman dan rasa percaya diri dalam bekerja akan tinggi.

3. Menggunakan perlengkapan kantor dengan hati-hati.

Sikap hati-hati dapat menunjukkan bahwa seseorang memiliki disiplin kerja yang baik karena apabila dalam menggunakan perlengkapan kantor tidak secara hati-hati, maka akan terjadi kerusakan yang mengakibatkan kerugian.

4. Mengikuti cara kerja yang ditentukan oleh organisasi.

Dengan mengikuti cara kerja yang ditentukan oleh organisasi maka dapat menunjukkan bahwa pegawai memiliki disiplin kerja yang baik, juga menunjukkan kepatuhan pegawai terhadap organisasi.

5. Memiliki tanggung jawab.

Tanggung jawab sangat berpengaruh terhadap disiplin kerja, dengan adanya tanggung jawab terhadap tugasnya maka menunjukkan disiplin kerja pegawai tinggi.

(19)

2.2.7 Faktor-faktor yang Dapat Meningkatkan Disiplin Kerja

Disiplin kerja yang tinggi merupakan harapan bagi setiap pimpinan kepada bawahan, karena itu sangatlah perlu bila disiplin mendapat penanganan intensif dari semua pihak yang terlibat dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan dari suatu organisasi / perusahaan.

Dalam menangani pelanggaran yang dilakukan bawahan perlu adanya kebijakan yang tegas guna mengoreksi, memperbaiki dan menghindari terulangnya pelanggaran kembali hal-hal yang negatif di masa-masa mendatang. Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pimpinan untuk memelihara disiplin pegawainya menurut Widodo (1981 : 98) antara lain :

1. Mengadakan pengawasan yang konsisten dan kontinyu

2. Memberi koreksi terhadap berbagai kekurangan dan atau kekeliruan 3. Memberi reward atau penghargaan walaupun dengan kata-kata terhadap

prestasi yang diraih bawahannya

4. Mengadakan komunikasi dengan bawahan pada waktu senggang yang diarahkan pimpinan

5. Mengubah pengetahuan bawahan, sehingga dapat meningkatkan nilai dirinya untuk kepentingan maupun organisasi / lembaga tempat bekerja 6. Memberikan kesempatan berdialog demi meningkatkan keakraban

antara pimpinan dan bawahan.

2.2.8 Tingkat dan Jenis Sanksi Disiplin Kerja

Tujuan utama pengadaan sanksi disiplin kerja bagi para tenaga kerja yang melanggar norma-norma organisasi adalah memperbaiki dan mendidik para tenaga kerja yang melakukan pelanggaran disiplin. Pada umumnya sebagai

(20)

pegangan pimpinan meskipun tidak mutlak, tingkat dan jenis sanksi disiplin kerja yang dikemukakan oleh Sastrohadiwiryo (2003 : 293 –294) terdiri atas sanksi disiplin berat, sanksi disiplin sedang, sanksi disiplin ringan.

1. Sanksi Disiplin Berat

Sanksi disiplin berat misalnya : a)Demosi jabatan yang setingkat lebih rendah dari jabatan atau pekerjaan yang diberikan sebelumnya. b) Pembebasan dari jabatan atau pekerjaan untuk dijadikan sebagai tenaga kerja biasa bagi yang memegang jabatan. c) Pemutusan hubungan kerja dengan hormat atas permintaan sendiri tenaga kerja yang bersangkutan. d) Pemutusan hubungan kerja tidak dengan hormat sebagai tenaga kerja di organisasi atau perusahaan.

2. Sanksi Disiplin Sedang

Sanksi disiplin sedang misalnya : a) Penundaan pemberian kompensasi yang sebelumnya telah dirancangkan sabagaimana tenaga kerja lainnya. b) Penurunan upah atau gaji sebesar satu kali upah atau gaji yang biasanya diberikan harian, mingguan, atau bulanan. c) Penundaan program promosi bagi tenaga kerja yang bersangkutan pada jabatan yang lebih tinggi.

3. Sanksi Disiplin Ringan

Sanksi disiplin ringan misalnya : a) Teguran lisan kepada tenaga kerja yang bersangkutan. b) Teguran tertulis. c) Pernyataan tidak puas secara tertulis.

Dalam penetapan jenis sanksi disiplin yang akan dijatuhkan kepada pegawai yang melanggar hendaknya dipertimbangkan dengan cermat, teliti, dan

(21)

seksama bahwa sanksi disiplin yang akan dijatuhkan tersebut setimpal dengan tindakan dan perilaku yang diperbuat. Dengan demikian, sanksi disiplin tersebut dapat diterima dengan rasa keadilan. Kepada pegawai yang pernah diberikan sanksi disiplin dan mengulangi lagi pada kasus yang sama, perlu dijatuhi sanksi disiplin yang lebih berat dengan tetap berpedoman pada kebijakan pemerintah yang berlaku.

2.2.9 Hubungan Pengawasan dengan Disiplin Pegawai

Dalam melaksanakan suatu kegiatan atau pekerjaan, suatu organisasi bagaimanapun bentuk dan bergerak di bidang apapun sudah pasti mempunyai suatu tujuan tertentu. Untuk mencapai tujuan tersebut banyak sekali usaha yang dilakukan, tenaga, waktu dan dana. Agar tujuan dapat dicapai secara efektif dan efisien maka diperlukan pengawasan.

Pengawasan dimaksudkan agar tujuan dan sasaran kegiatan usaha unit-unit pemerintahan dapat tercapai secara berdaya guna dan berhasil guna ynag duilaksanakan sesuai dengan tugas pokok, fungsi, rencana atau program, pembagian dan pendelegasian tudas, rumusan kerja, pedoman pelaksanaan san peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun sudah menjadi tabiat manusia bahwa mereka selalu ingin bebas lepas tanpa terikat oleh peraturan apapun juga. Demikian pula halnya dalan pekerjaan, para pegawai cenderung ingin bebas dari segala ikatan atau peraturan yang ada. Dalam keadaan inilah maka selalu diperlukan pengawasan dalam artian pengawas yang berfungsi sebagi pendidik dan pengarah terhadap proses pelaksanaan pekerjaan. Dengan adanya pengawasan seperti demikian maka sedikit banyaknya akan terbiasa melaksanakan pendisiplinan.

(22)

Untuk melihat lebih lanjut hubungan pengawasan dengan disiplin, kita dapat melihat pendapat Suwardi (1992:30) yang menyatakan pengawasan yang efektif manuntut tingkat kepemimpinan yang tertinggi, meliputi pembentukan moral, mengembangkan kerjasama, kemampuan menanamkan disiplin dan mengenai sifat-sifat manusia. Berdasarkan uraian diatas dapatlah disimpulkan bahwa untuk menegakan disiplin kerja maka pengawasan sengatlah diperlukan. Karena adanya pengawasan maka para pegawai diharapkan akan dapt berbuat dan bertingkah laku sesuai dengan yang diinginkan oleh organisasi, yang pada kahirnya akan menetukan pencapaian tujuan yang telah di tentukan sebelumnya.

2.3Defenisi Konsep

Konsep adalah istilah atau defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1995:33). Konsep teoritis diajukan menjawab permasalahan yang diteliti, maka perlu diadakan defenisi konsep.

Berdasarkan teori yang telah dijabarkan pada sebelumnya, diperoleh dua konsep yaitu:

1. Pengawasan adalah keseluruhan rangkaian tindakan, kegiatan atau usaha untuk mengawasi dan mengendalikan bawahan serta organisasi atau unit organisasinya secara terus-menerus demi tercapainya tata tertib kelancaran pelaksanaan tugas atau pekerjaan dan tercapainya hasil atau tujuan secara efektif dan efisien sesuai dengan program dan keterlaluan yang berlaku.

(23)

2. Disiplin adalah perwujudan dari sikap dan tindakan para pegawai yang sesuai dengan ketentuan atau peraturan yang berlaku dalam pelaksanaan tugas.

2.4Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel atau suatu informasi ilmiah yang amat membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 1995:46-47).

Defenisi operasional adalah unsur yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur variabel melalui indikator- indikatornya :

1. Pengawasan sebagai variabel bebas ( X ) dengan indikator sebagai berikut :

a. Pemantauan

Yaitu memeriksa langsung perihal atau orangnya sendiri di tempat dimana peristiwa terjadi dan dimana bawahan bertugas.

b. Pemeriksaan

Yaitu pengawasan yang dilakukan melalui pengamatan, pencatatan, penyelidikan dan penelaahan secara cermat dan sistematis serta melalui penilaian terhadap segala yang ada kaitannya dengan pekerjaan.

c. Bimbingan dan Pengarahan

Yaitu segala kegiatan yang dilakukan pimpinan dalam memberikan saran terhadap pelaksanaan tugas.

(24)

d. Tindakan Disiplin

Yaitu segala usaha yang dilakukan pimpinan terhadap bawahan dalam rangka memberikan sanksi bagi yang melanggar ketentuan yang berlaku.

e. Tindakan Koreksi

Yaitu segala usaha yang dilakukan pimpinan untuk memperbaiki kesalahan – kesalahan atau penyimpangan tugas yang dilakukan oleh bawahan.

2. Disiplin Kerja sebagi variabel terikat ( Y ) dengan indikator sebagai berikut :

a. Kepatuhan terhadap atasan, memperhatikan dan melaksanakan segala tugas dan apa yang dianjurkan atau diperinthakan oleh atasan.

b. Ketaatan terhadap tata tertib dan peraturan, yaitu mengikuti ketentuan-ketentuan tentang tata tertib dan peraturan lainnya yang berlaku selama bekerja.

c. Ketaatan terhadap waktu, ketepatan dan keberadaan pada jam kerja yang ditentukan sesuai dengan peraturan yang ditetapkan.

d. Ketelitian dalam bekerja, melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, cermat dan hati-hati.

e. Ketertiban dalam bekerja, mengendalikan diri dan menciptakan suasana aman dan tenang selama bekerja.

(25)

f. Kesadaran akan pentingnya tugas atau pekerjaan, mengutamakan kepentingan tugas atau pekerjaan dari hal-hal lain.

g. Pelayanan, melayani kepentingan masyarakat sesuai dengan bidang tugas dan pekerjaan.

2.5Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari masalah yang diteliti dan memberikan alur untuk dapat membuktikan masalah yang diteliti. Pembuktian dari hipotesa tersebut memerlukan teori yang didukung oleh data dan fakta yang jelas. Berdasarkan masalah yang diteliti, maka penulis membuat hipotesa sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh yang positif antara pengawasan terhadap disiplin kerja (Ha).

2. Tidak terdapat pengaruh yang positif antara pengawasan terhadap disiplin kerja (Ho).

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini berarti hipotesis peneliti- an yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang menggunakan model pembelajar- an pendekatan taktis

Dalam laporan 30 Juli 2014, New Energy and Industrial Technology Development Organization (NEDO) menyatakan Jepang sudah sangat berdaya saing di bidang bahan bakar

Kemiringan lereng di Kecamatan Sukasada, dapat dilihat bahwa dari beragamnya kenampakan lereng yang ada di Kecamatan Sukasada yang tersebar di setiap

Dari permasalahan yang telah diuraikan pada latar belakang masalah di atas, dapat diketahui bahwa terdapat permasalahan mengenai pengaruh Pengawasan Internal

Fungsi pelabuhan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009 pada pasal 1 [8] menyatakan bahwa “Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan / atau perairan

Wacana dikatakan sebagai sebuah bentuk penggunaan bahasa. Penggunaan bahasa akan melibatkan siapa yang menggunakana bahasa, bagaimana menggunakannya,

insiden jaringan, serta bergantung sepenuhnya pada kerjasama dengan para-pihak yang terlibat dalam insiden jaringan terkait.. ID-CERT dibangun oleh komunitas dan hasilnya akan kembali