• Tidak ada hasil yang ditemukan

Arahan Kebijakan dan Rencana Strategis Infrastruktur Bidang Cipta karya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Arahan Kebijakan dan Rencana Strategis Infrastruktur Bidang Cipta karya"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

3 - 1

BAB

3

Arahan Kebijakan dan Rencana Strategis

Infrastruktur Bidang Cipta karya

3.1

. Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya dan Arahan Penataan Ruang

3.1.1 Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya

Tujuan dan sasaran strategis bidang Cipta Karya merupakan visi dari Kementrian PU-PR tahun 2015-2019

Terwujudnya infrastruktur permukiman dan perumahan rakyat yang handal dalam mendukung Indonesia

yang berdaulat, Mandiri dan berkpribadian berlandaskan Gotong royong” Infrastruktur Pekerjaan Umum dan

Perumahan Rakyat yang handal di artikan sebagai tinggkat dan kondisi ketersediaan, keterpaduan serta

kualitas dan cakupan pelayanan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, yang produktif dan

cerdas, bekeselamatan, mendukung kesehatan masyarakat, menyeimbangkan pembangunan, memenuhi

kebutuhan dasar, serta berkelanjutan yang berasaskan gotong royong guna mencapai masyarakat yang lebih

sejahtera.

Ada pun peta strategi kemeterian PU-PR dalam mewujudkan visi tersebut di gambarkan dalam gambar 3.1

Berdasarkan Renstra Kementerian PU-PR 2015 – 2019 sasaran strategis yang fokus perhatian Dirjen Cipta

Karya adalah meningkatkan kualitas dan cakupan pelayanan infrastruktur permukiman di perkotaan dan

pedesaan.

Adapun Indikator Kinerja dari Dirjen Ciptakarya meliputi

1. Meningkatnya Konstribusi terhadap pemenuhan kebutuhan air minum bagi masyarakat.

2. Menigkatnya konstribusi terhadap pemenuhan kebutuhan hunian dan permukiman yang layak.

(2)

3 - 2

Gambar 3.1 Peta Strategi Kementrian PU-PR 2015 - 2019

3.1.2

Arahan Penataan Ruang

Salah satu aspek yang penting di dalam suatu perencanaan adalah aspek pelaksanaan

rencana. Aspek ini merupakan suatu petunjuk yang jelas untuk menerapkan rencana yang

ada sehingga struktur ruang yang dituju akan tercapai. Disamping itu aspek pelaksanaan

rencana dapat juga memberikan gambaran secara jelas kepada Pemerintah maupun

pelaksana pembangunan, untuk melihat berbagai kemungkinan bisa tidaknya suatu rencana

dilaksanakan pada situasi keterbatasan biaya serta keterbatasan waktu pelaksanaan.

A.

Pentahapan Perencanaan Pembangunan

Dalam pentahapan ini, pembangunan Kota Lhokseumawe dilaksanakan sesuai dengan

pertimbangan berikut :

a. Dimensi waktu perencanaan sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor

26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

b. Potensi, daya tampung ruang, dan kendala yang dihadapi.

(3)

3 - 3

Oleh karena itu pelaksanaan rencana dibagi dalam pembangunan jangka pendek dan jangka

menengah. Pembangunan jangka menengah dilaksanakan dalam jangka waktu 10 tahun dan

lima tahun, dijabarkan melalui pembangunan jangka pendek per tahun. Dengan demikian

tahapan rencana pembangunan Kota Lhokseumawe terbagi menjadi 2 (dua) tahap

pembangunan, yaitu :

-

Tahap I tahun 2011 - 2020

-

Tahap II tahun 2021

2030

Untuk menyusun urutan pelaksanaan program pembangunan di dalam suatu kota dapat

dilihat dari bobot kepentingannya atau program mana yang harus diprioritaskan dan

program mana yang harus ditangguhkan, yang disusun dalam suatu indikasi program. Untuk

kepentingan tersebut, dilakukan pengelompokan prioritas pelaksanaan program.

Pengelompokkan tersebut disusun berdasarkan kriteria sebagai berikut:

a. Prioritas Pertama, sifatnya pengadaan atau penyediaan sarana yang belum ada serta

mempunyai kebutuhan yang mendesak.

b. Prioritas Kedua, sifatnya peningkatan atau penambahan sarana yang sudah ada serta

mempunyai kebutuhan yang mendesak.

c. Prioritas Ketiga, sifatnya peningkatan atau penambahan sarana yang sudah ada serta

mempunyai kebutuhan yang tidak mendesak.

d. Prioritas Keempat, sifatnya mengevaluasi dari program-program diatas, dan pengadaan/

penyediaan sarana yang belum terselesaikan.

Secara teoritis penanganan pembangunan ini ada beberapa cara, yaitu pembangunan baru,

perbaikan (pengaturan dan penataan dalam arti rehabilitasi tanpa perubahan fungsi), serta

renewable dalam arti perbaikan dan perubahan fungsi.

a. Pembangunan baru

(4)

3 - 4

Pembangunan terminal regional terpadu (penumpang dan barang) sebagai pusat

kegiatan primer (melayani lingkup regional) di Alu Awe dan sub terminal yang melayani

angkutan dalam kota dan daerah pinggiran (labi-labi).

Penambahan elemen ruang pada pusat-pusat utama dan pusat pelayanan kota, seperti

landmark, taman, open space, perdagangan dan jasa, pelayanan umum, perkantoran,

dan sebagainya.

Pembangunan prasarana kota, seperti jalan dan jembatan, saluran drainase, pelayanan

air bersih, reservoir dan sumber air bersih, saluran air kotor, jaringan listrik, tempat

pembuangan sampah, dan sebagainya.

Pengembangan kawasan wisata (wisata alam dan budaya) seperti pengembangan

pantai Ujong Blang, pantai utara Kecamatan Blang Mangat, Pantai Semadu, dan

Kawasan Reservoir.

b. Perbaikan

Perbaikan adalah penanganan terhadap kawasan kegiatan ataupun komponen ruang yang

harus diperbaiki lingkungannya, diatur, ditata sehingga kawasan tersebut secara fisik

mempunyai kualitas lingkungan yang baik. Adapun perbaikan yang dilakukan di Kota

Lhokseumawe adalah sebagai berikut :

Kawasan pelayanan ekonomi seperti kawasan perdagangan Pasar Kota dan Pasar

Tradisional.

Kawasan pelayanan sosial, seperti gedung-gedung langgar/meunasah, pelayanan

kesehatan, SD/Ibtidaiyah, SLTP/Tsanawiyah, dan sebagainya.

Perbaikan kampung kumuh dengan menyediakan prasarana lingkungan yang memadai

seperti air bersih, saluran pembuangan limbah/kotoran rumah tangga dan drainase.

Saluran drainase, secara umumnya yang terdapat di sepanjang jaringan jalan Kota

Lhokseumawe sebagai pengendali banjir.

Perbaikan dan peningkatan sarana TPI (Tempat Pelelangan Ikan) beserta pasar ikan.

c. Urban Renewable

(5)

3 - 5

Kawasan Pusong Lama, Kampung Jawa dan sekitarnya yang terdapat sekitar pusat kota

beserta fasilitas penunjangnya dalam memperbaiki kualitas lingkungan.

Kawasan perdagangan yang kurang aktif yang terdapat di Pasar Pagi (Tradisonal) agar

lebih intensif lagi fungsinya dan pelayanannya serta lebih panjang aktivitasnya hingga

sore hari.

Kawasan Pasar Kota dengan mengatur fungsi grosir dan eceran yang didukung oleh area

parkir dan bongkar muat barang.

Pelaksanaan pembangunan sebagaimana diketahui oleh semua pihak dilakukan secara

bertahap yang dimulai dari kawasan dan sektor yang mempunyai tingkat kepentingan tinggi

sampai rendah. Untuk tahapan pembangunan ini, maka tahap pembangunan I lebih

ditekankan pengelolaan dan pelaksanaannya oleh pemerintah. Sedangkan untuk tahap

selanjutnya dilakukan oleh masyarakat baik perorangan maupun lembaga. Namun untuk

kegiatan dengan tujuan komersial bersifat swasta dikelola atau ditangani oleh

masyarakat/swasta, seperti pembangunan:

Kawasan perdagangan/toserba, dan jasa komersial

Kegiatan industri hilir (pendukung)

Fasilitas pendidikan/kesehatan yang dikelola perorangan atau unit usaha.

Hiburan/rekreasi dan pariwisata, dan sebagainya.

B.

Tahap Pelaksanaan dan Indikasi Program Pelaksanaan

a)

Pembangunan Tahap I (2011 - 2020)

Tahap pelaksanaan pembangunan I dapat dikatakan sebagai tahap persiapan, untuk

memberikan dasar-dasar bagi tahap pembangunan selanjutnya. Yang harus dilakukan pada

tahap ini lebih mengarah pada persiapan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam

rencana kota ini. Hal tersebut dapat dimulai dengan mengesahkan RTRW Kota Lhokseumawe

menjadi Qanun Kota Lhokseumawe sehingga mempunyai kekuatan hukum untuk dilaksanakan,

serta mempersiapkan kebijaksanaan-kebijaksanaan khusus, misalnya menyangkut

pengendalian penggunaan tanah dalam bentuk kebijaksanaan pemberian IMB, Advice Planning,

dan lain-lain. Tahapan berikutnya dilanjutkan dengan mempersiapkan rencana kota pada tahap

yang lebih lanjut, yakni berupa Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) dan Rencana Teknik

Ruang Kota (RTRK). Sejalan dengan progam tersebut, dilaksanakan pembangunan fisik yang

(6)

3 - 6

3.1.3

. Arahan Wilayah Pengembangan Strategis

Dalam UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengatur mengenai muatan dalam Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW). Salah satunya muatan yang diatur adalah penetapan kawasan dan arahan

pengembangan wilayah strategis. Kawasan strategis yang dimaksud adalah kawasan yang penataan

ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam lingkup wilayah.

Kriteria penetapan kawasan strategis mengacu pada PP No.26 tahun 2008 tentang RTRWN sebagaimana

dijelaskan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1

Kriteria Penetapan Kawasan Strategis

No. Sudut Kepentingan

Kawasan Strategis Kriteria

1. Pertahanan dan

keamanan a. diperuntukan bagi kepentingan pemeliharaan keamanan dan pertahanan negara berdasarkan geostrategi nasional;

b. diperuntukan bagi basisi militer, daerah latihan militer, daerah pembuangan amunisi dan peralatan pertahanan lainnya, gudang amunisi, daerah uji coba sistem persenjataan, dan/atau kawasa industri sistem pertahanan; atau

c. merupakan wilayah kedaulatan negara termasuk termasuk pulau-pulau kecil terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga dan/atau laut lepas. 2. Pertumbuhan

a. memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh;

ekonomi b. memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi kabupaten;

c. memiliki potensi ekspor;

d. didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi;

e. memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi;

f. berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan kabupaten dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan kabupaten;

g. berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam rangka mewujudkan ketahanan energi kabupaten; atau

h. ditetapkan untuk mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal.

3. Sosial dan budaya a. merupakan tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau budaya kabupaten;

b. merupakan prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya serta jati diri bangsa; c. merupakan aset kabupaten atau interkabupaten yang harus dilindungi dan

dilestarikan;

d. merupakan tempat perlindungan peninggalan budaya kabupaten;

e. memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya; atau

f. memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial skala kabupaten. 4. Pendayagunaan

sumber daya alam

(7)

3 - 7

No. Sudut Kepentingan

Kawasan Strategis Kriteria

dan/atau teknologi antariksa, serta tenaga atom dan nuklir;

tinggi; dan/atau

b. memiliki sumber daya alam strategis kabupaten;

c. berfungsi sebagai pusat pengendalian dan pengembangan antariksa;

d. berfungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan nuklir; atau

e. berfungsi sebagai lokasi penggunaan teknologi tinggi strategis. 5. Fungsi dan daya

a. merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati; dukung lingkungan

hidup

b. merupakan aset kabupaten berupa kawasan lindung yang ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atau fauna yang hampir punah atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau dilestarikan; c. memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun

berpeluang menimbulkan kerugian negara;

d. memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro;

e. menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup;

f. rawan bencana alam kabupaten; atau

g. sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan.

Sumber : PP No. 26 Tahun 2008

Kawasan Strategis Nasional ditetapkan dengan PP No.26 Tahun 2008 tentang RTRWN. Kawasan

Strategis Nasional yang terdapat dalam wilayah Kota Lhokseumawe adalah Kawasan Industri

Lhokseumawe (KIL). Penetapan kawasan strategis ini didasarkan pada sudut kepentingan pertumbuhan

ekonomi.

Kawasan strategis yang berada di Kota Lhokseumawe terdiri dari Kawasan Strategis Nasional yang

ditetapkan dalam RTRWN, Kawasan Strategis Provinsi yang ditetapkan dalam RTRW Aceh dan Kawasan

Strategis Kota yang ditetapkan dalam RTRW Kota Lhokseumawe. Lebih jelas dapat dijelaskan pada Tabel

(8)

3 - 8

Tabel 3.2

Penetapan Kawasan Strategis Di Kota Lhokseumawe

No. Sudut Kepentingan Kawasan Strategis

Kawasan Strategis Di Kota Lhokseumawe

A. Kawasan Strategis Nasional

1. Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Industri Lhokseumawe

B. Kawasan Strategis Provinsi

1. Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Koridor Banda Aceh-Lhokseumawe-

Langsa-Kuala Simpang

C. Kawasan Strategis Kota

1. Pertumbuhan Ekonomi

a.Kawasan Perdagangan Cunda

b.Kawasan Industri Sedang

c.Kawasan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pusong d.Kawasan Wisata Pantai Pulau Semadu, Ujong Blang, Pulau

Darut dan KP3;

e.Kawasan Wisata Krueng Cunda f. Kawasan Perkantoran

g.Kawasan Permukiman Blang Crum h.Kawasan Koridor Jalan Elak 2. Fungsi dan daya dukung

a.Kawasan Rawan Bencana Abrasi Pantai

lingkungan hidup

b.Kawasan Waduk (Reservoir)

Sumber : PP No. 26 Tahun 2008

3.1.4

. Arahan Rencana Pembangunan Daerah

(9)

3 - 9

Kawasan Strategis Provinsi ditetapkan dalam RTRW Provinsi Aceh. Kawasan Strategis Provinsi yang

terdapat dalam wilayah Kota Lhokseumawe adalah Koridor Banda Aceh-Lhokseumawe-Langsa-Kuala

Simpang. Penetapan kawasan strategis ini didasarkan pada sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi.

Kawasan Strategis Koridor Banda Aceh-Lhokseumawe-Langsa-Kuala Simpang ditetapkan karena

memiliki sektor unggulan sehingga perlu didorong pertumbuhan ekonominya dan pertumbuhan

ekonomi selayaknya dikendalikan agar tidak turun kinerja kawasannya. Kawasan strategis provinsi ini

dalam wilayah Kota Lhokseumawe terletak di sepanjang koridor Jalan Arteri Banda Aceh-Medan dimulai

dari perbatasan dengan Kabupaten Aceh Utara di Kecamatan Muara Satu hingga perbatasan dengan

Kabupaten Aceh Utara di Kecamatan Blang Mangat.

B.

Kawasan Strategis Kota

Kawasan Strategis Kota ditetapkan dalam RTRW Kota Lhokseumawe. Kawasan Strategis Kota yang

ditetapkan berdasarkan pada sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi adalah Kawasan Pangkalan

Pendaratan Ikan (PPI) Pusong, Kawasan Wisata Pantai Ujong Blang, Kawasan Wisata Pantai Pulau

Semadu, dan Kawasan Perdagangan Cunda. Sedangakan penetapan Kawasan Strategis Kota yang

ditetapkan berdasarkan pada sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup adalah

Kawasan Pantai Kota.

B.1 Kawasan Strategis Pengembangan Kota Lhokseumawe

1. Kawasan Perdagangan Cunda

Kawasan Cunda yang berada di Kecamatan Muara Dua direncanakan sebagai pusat

perdagangan yang dapat melayani Kota Lhokseumawe maupun wilayah sekitarnya. Terdapat

beberapa permasalahan yang perlu ditangani, antara lain pemanfaatan lahan yang belum

optimal, percampuran sirkulasi pergerakan kendaraan dan orang, lahan perparkiran yang

belum memadai. Dengan demikian diperlukan penataan kawasan tersebut sehingga dapat

berfungsi sebagai mana yang direncanakan.

2. Kawasan Industri Menegah

Kawasan Industri Menegah ini terdapat di Jeulikat, Kecamatan Blang Mangat. Kawasa ini

direncanakan sebagai pusat kegiatan industri pengolahan dalam skala menengah. Penyediaan

ruang bagi kegiatan industri ini adalah untuk pengembangan industri pengolahan pertanian,

perkebunan, dan peternakan yang cukup potensial dengan dukungan dari wilayah sekitarnya

sebagai penyedia bahan baku.

(10)

3 - 10

Kawasan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) di Pusong direncanakan untuk dikembangkan agar

menjadi kawasan perikanan yang maju di Kota Lhokseumawe. Kawasan PPI Pusong ini

dilengkapi dengan dermaga, tempat pendinginan (coldstorage) dan sarana pendukung lainnya.

Kegiatan lain yang dekat dan terkait dengan Kawasan PPI Pusong yaitu adanya kawasan

permukiman nelayan, dan kawasan perdagangan.

4. Kawasan Wisata Pantai

a. Kawasan Wisata Pantai Pulau Semadu

Kawasan Wisata Pantai di Pulau Semadu merupakan salah satu objek wisata pantai yang

potensial untuk dikembangkan. Kawasan pantai ini telah lama menjadi kawasan wisata

pantai, akan tetapi memiliki prasarana dan sarana yang memadai. Dengan demikian

diperlukan adanya penataan terhadap kawasan ini. Diharapkan dengan tertatanya

kawasan ini dapat memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah dan menjadi

objek wisata unggulan di Kota Lhokseumawe.

b. Kawasan Wisata Pantai Ujong Blang

Kawasan Wisata Pantai di Ujong Blang direncanakan menjadi kawasan wisata yang dapat

memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah. Kawasan pantai ini telah lama

menjadi kawasan wisata pantai, akan tetapi dalam perkembangannya saat ini diperlukan

penataan kembali. Dengan adanya penataan kembali kawasan pantai di Ujong Blang ini

diharapkan dapat menjadi salah satu objek wisata pantai yang dapat dinikmati baik oleh

masyarakat Kota Lhokseumawe maupun masyarakat sekitarnya.

c. Kawasan Wisata Pantai KP3

Kawasan Wisata Pantai di Pulau Semadu merupakan salah satu objek wisata pantai yang

potensial untuk dikembangkan. Kawasan pantai ini telah lama menjadi kawasan wisata

pantai, akan tetapi memiliki prasarana dan sarana yang memadai. Dengan demikian

diperlukan adanya penataan terhadap kawasan ini. Diharapkan dengan tertatanya

kawasan ini dapat memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah dan menjadi

objek wisata unggulan di Kota Lhokseumawe.

d. Kawasan Wisata Krueng Cunda

Kawasan Kreung Cunda yang berada di Kecamatan Banda Sakti dan Muara Dua. Kawasan

ini direncanakan sebagai kawasan wisata sungai yang meliputi penataan objek kawasan

sekitar Kreung Cunda. Selain objek wisata, dikembangkan pula atraksi/kegiatan wisata

(11)

3 - 11

e. Kawasan Koridor Jalan Elak

Kawasan Koridor Jalan Elak ini merupakan kawasan yang memiliki potensi untuk

berkembang. Fungsi Jalan Elak ini sebagai Jalan Kolektor 1 cukup strategis untuk

pengembangan Kota Lhokseumawe. Kawasan Koridor Jalan Elak ini dikembangkan sebagai

kawasan perdagangan Kota Lhokseumawe.

f. Kawasan Perkantoran Banda Sakti

Kawasan Perkantoran Banda Sakti merupakan kawasan yang pengembangan kegiatan

perkantoran Kota Lhokseumawe. Kawasan ini berada di daerah Mon Geudong, Kecamatan

Banda Sakti. Untuk memenuhi kebutuhan untuk kegiatan perkantoran cukup mendesak,

maka kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan strategis.

5. Kawasan Permukiman Baru

Untuk memenuhi kebutuhan permukiman Kota Lhokseumawe pada masa yang akan datang,

maka diperlukan ruang untuk pengembangan permukiman. Kecamatan Banda Sakti sebagai

pusat Kota Lhokseumawe saat ini tidak memungkinkan lagi untuk menampung kebutuhan

ruang untuk pengembangan permukiman. Wilayah lain yang cukup potensial untuk di

kembangkan sebagai lahan permukiman salah satunya adalah di daerah Blang Crum,

Kecamatan Muara Dua.

B.2 Kawasan Strategis Pengembangan dari Sudut Kepentingan Daya Dukung Lingkungan

Hidup

1. Kawasan Rawan Abrasi Pantai Kota

Kawasan pantai yang berada di sepanjang Kota Lhokseumawe merupakan kawasan yang rawan

terhadap bencana abrasi. Dengan demikian memerlukan penanganan segera dan terencanakan.

Walaupun saat ini telah dibangun tanggul penahan ombak, akan tetapi tidak dapat

mempertahankan kondisi lahan pantai, sehingga dapat mengurangi luas wilayah Kota

Lhokseumawe. Selain itu perlu diperhatikan pula dengan adanya kegiatan masyarakat yang

bermatapencaharian sebagai nelayan dan kegiatan wisata pantai.

2. Kawasan Waduk (Reservoir)

Kawasan waduk (reservoir) berada di Kecamatan Banda Sakti. Fungsi waduk (reservoir) ini adalah

sebagai pengendali banjir yang terintegrasi dengan jaringan drainase di Kota Lhokseumawe.

Untuk mempertahankan fungsi waduk (reservoir) dalam menjaga keberlangsungan kondisi

lingkungan di Kota Lhokseumawe, maka perlu adanya penanganan yang terencanakan dan

berkelanjutan. Selain itu perlu diperhatikan pula adanya kegiatan masyarakat yang berwisata di

(12)

3 - 12

3.2

. Rencana Strategis Infrastruktur Bidang Cipta Karya

i.

Visi dan Misi Pengembangan Kawasan Permukiman

ii.

Rencana Pembanguanan dan Pengembangan Kawasan Permukiman kabupaten/kota

Penyelenggaraan RKP tidak dapat dipisahkan dari kebijakan pengembangan dan pembangunan

kabupaten/kota secara keseluruhan. Berdasarkan Undang-Undang (UU) No. 25 Tahun 2004 tentang

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, tiap kabupaten/kota diamanatkan memiliki dokumen

perencanaan pembangunan yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)

yang kemudian diterjemahkan dalam rencana 5 (lima) tahunan di dalam Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah (RPJMD). Selain itu dari sisi ruang, UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

mengamanatkan tiap kabupaten/kota memiliki dokumen rencana tata ruang yang tertuang dalam

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten/kota berikut dengan rencana rincinya. Dalam bidang

permukiman dan infrastruktur perkotaan, SPPIP/RP2KP merupakan strategi yang dapat digunakan sebagai

acuan bagi pembangunan permukiman dengan tetap mengacu dan terintegrasi dengan arah

pembangunan.

Agar penanganan permukiman kumuh menjadi prioritas pembangunan di perkotaan, maka disusun

rencana-rencana aksi dalam hal ini diantaranya adalah muatan dalam dokumen RKP. Untuk mewujudkan

rencana pembangunan permukiman kumuh di perkotaan yang terencana, menyeluruh, terpadu dan

berkelanjutan maka dari itu dokuman RKP yang disusun harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah

(RTRW) Kabupaten/Kota. Mengacu pada amanah UU No. 26 Tahun2007 tentang penataan Ruang, RTRW

merupakan alat pengaturan pengendalian dan pengarahan pemanfaatan ruang di wilayah

Kabupaten/kota. Oleh karena itu RTRW merupakan amanah acuan spasial terutama dalam perumusan

kebijakan pokok bagi arah pemanfaatan ruang dan sinergitasnya terhadap penyusunan rencana aksi

Penanganan permukiman kumuh. Dokuman RKP-KP disusun dengan mensinergikan semua

kegiatan/dokumen perencanaan kawasan kumuh perkotaan yang disusun melalui fasilitas kegiatan

ke-Cipta Karya-an maupun kegiatan/dokumen perencanaan yang disusun melalui fasilitasi pemerintah

daerah sendiri. Kedudukan RKP dalam rencana pembangunan dipahami sebagai berikut :

 RKP adalah produk Pemerintah Kabupaten/Kota

(13)

3 - 13

iii.

Penetapan Kawasan Permukiman Proiritas

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penilaian lokasi menurut indikator kekumuhan dan penentuan skala

prioritas penanganan serta diskusi bersama team pokjanis menghasilkan kesepakatan bahwa 11 kawasan

(gampong) akan dikeluarkan dari Surat Keputusan (SK) Walikota Tahun 2014 tentang penetapan lokasi

perumahan dan permukiman kumuh.

3.2.2

Rencana Induk Penyediaan Air Minum (RISPAM)

A.

Rencana Sistem Pelayanan

Rencana Pengembangan SPAM

Berdasarkan analisa peta-peta di atas, maka dalam rencana system pengembangan penyediaan air

bersih di Kota Lhokseumawe harus memperhatikan lokasi sumber mata air yang ada, sistem jaringan

pipa eksisting yaitu pipa PDAM beserta dengan sumur pompanya, jumlah penduduk yang

bersangkutan, dan keadaan topografi Kota Lhokseumawe. Lokasi sumber mata air di Kota

Lhokseumawe berdasarkan hasil survey tahun 2015 yang berjumlah 8 sumber tidak semuanya

dimanfaatkan karena arahan sistem penyediaan air bersih nantinya menggunakan sistem pengambilan

air sumber secara gravitasi. Sistem gravitasi ini digunakan sehubungan dengan permasalahan biaya

operasional yang cukup tinggi. Apalagi pada saat ini kondisi Perusahaan Daerah Air Minum sebagai

lembaga pengelola pemenuh kebutuhan akan air bersih (air minum) penduduk Kota Lhokseumawe

mengalami defisit anggaran karena tingginya biaya pembuatan dan perawatan sumur pompa yang saat

ini kondisinya sudah banyak yang tidak berfungsi dan bahkan beberapa diantaranya yang masih aktif

sudah banyak yang mengalami pendangkalan sumur (debit air berkurang). Pemilihan sistem gravitasi

dipilih juga karena alas an kondisi topografi Kota Lhokseumawe yang relatif datar (tidak bergelombang)

dari utara ke selatan. Dengan adanya data dan fakta di atas, maka dalam pembuatan rencana sistem

pengembangan penyediaan air bersih Kota Lhokseumawe untuk mengatasi permasalahan kebutuhan

air yang semakin bertambah akan dipetakan menjadi 3 (tiga) sistem pengembangan, dengan alasan

cukup efektif dan efisien dalam membantu penyediaan dan pendistribusian air bersih kepada

penduduk yang belum terjangkau air bersih. Selain itu, pembagian sistem pengembangan penyediaan

air bersih juga didasarkan atas 3 (tiga) pembagian wilayah pendistribusian air PDAM, yakni

pendistribusian wilayah barat, tengah, dan timur. Sistem pengembangan penyediaan air bersih ini

nantinya akan dibuatkan suatu sarana bangunan fisik yang berfungsi sebagai bak penampung air

sumber yang rencananya akan diletakkan pada posisi elevasi terendah dari sistem tersebut. Kemudian

dengan adanya air tampungan tersebut dapat didistribusikan kepada penduduk yang berada di daerah

(14)

3 - 14

Hal ini dilakukan sebagai langkah awal dalam memenuhi kekurangan air penduduk yang sudah maupun

yang belum/bukan menjadi pelanggan PDAM. Untuk sistem pengembangan penyediaan air bersih

lainnya akan dilakukan hal yang sama dalam hal pemanfaatan dan pendistribusiannya. Adapun

penjelasan mengenai 3 (tiga) sistem pengembangan penyediaan air bersih Kota Lhokseumawe akan

diuraikan sebagai berikut:

A. Sistem Pengembangan Penyediaan Air Bersih 1

Dalam sistem pengembangan penyediaan air bersih 1 ini, sumber air yang dimanfaatkan yaitu

:

 Sumber air Kr. peusangan (Q = 100 lt/dt ; elevasi = 28 m dpl)  Sumber air Kr. mane (Q = 50,6 lt/dt ; elevasi = 26 m dpl)

Dari kedua sumber mata air diatas, maka posisi bak penampung (Bak Penampung 1) akan

diletakkan di sumber mata air sebagai sumber mata air dengan elevasi paling rendah. Apabila

kapasitas debit kelima sumber mata air tersebut dikumpulkan menjadi satu di Bak Penampung

1/Tampungan, maka debit yang diperoleh sebesar 65,2 lt/dt. Debit akumulasi tersebut,

nantinya akan digunakan sebesar 80 % saja atau sekitar 52,16 lt/dt dengan alasan pengaruh

kehilangan air selama proses pengumpulan dan tentunya tidak mungkin menggunakan

sumber air 100 % atau sepenuhnya. Dengan adanya tampungan ini, debit yang ada dapat

membantu kekurangan suplei air di wilayah sebagian Kelurahan , Kelurahan.

B. Sistem Pengembangan Penyediaan Air Bersih 2

Sistem pengembangan penyediaan air bersih 2 ini, sumber mata air yang dimanfaatkan yaitu

:

 Sumber air Kr. keuresek (Q = 32,2 lt/dt ; elevasi = 32 m dpl)  Sumber air Lhok Gajah (Q = 22.1 lt/dt ; elevasi = 45 m dpl)  Sumber air Seuneubok (Q = 14,2 lt/dt ; elevasi = 22,8 m dpl)  Sumber air Jeulekat (Q = 21,6 l/dt ; elevasi = 33,6 m dpl)

Dari sumber mata air yang ada pada sistem ini, maka posisi bak penampung (Bak Penampung

2) akan diletakkan di hilir sumber mata air jelekat sebagai sumber mata air dengan elevasi

paling rendah, yaitu secara administratif terletak di wilayah .Kota Lhokseumawe Apabila

kapasitas debit kelima sumber mata air tersebut dikumpulkan menjadi satu di Bak

Penampung 2/Tampungan, maka debit yang diperoleh sebesar ebit akumulasi tersebut,

nantinya juga akan digunakan sebesar 80 % saja atau sekitar sitas debit yang terkumpul di

Bak Penampung 2, akan mambantu pendistribusian air pada wilayah Kecamatan Muara Dua

(15)

3 - 15

C. Rencana Pengembangan Air Bersih Kota Lhokseumawe

Proyeksi kebutuhan air minum hingga akhir tahun perencanaan (2027) dapat dihitung sebagai

berikut :

Kebutuhan Rumah Tangga : 1.280 lt/dt

Kebutuhan Komersial/Perkantoran : 256 lt/dt

Kebutuhan Industri : 256 lt/dt

Kebutuhan Hidran/Kran Umum : 128 lt/dt

Asumsi Tingkat Kebocoran 15% : 192 lt/dt

Total Kebutuhan Air bersih Kota Lhokseumawe 2027 adalah = 2112 lt/dt

Distribusi air bersih direncanakan menggunakan sistem perpipaan bercabang, dimana pipa

jaringan primer dengan diameter 400 mm/18 inch ditanam di sepanjang jalan utama kota dan

jalan utama lingkungan, dan jaringan pipa sekunder dengan diameter 200 mm – 250 mm

ditanam disepanjang jalan lokal, sedangkan pipa yang menuju ke rumah-rumah berdiameter

100 mm – 175 mm. Seluruh wilayah Kota Lhokseumawe diprioritaskan untuk pengembangan

jaringan air minum ini karena seluruh wilayah Kota Lhokseumawe tidak memiliki sumber air

permukaan dan sumur dangkal yang kualitas airnya memenuhi syarat kesehatan untuk

dikonsumsi. Ada wacana untuk membangun WTP untuk memenuhi kebutuhan air minum

Kota Lhokseumwe.

i.

Rencana Penurunan Kebocoran Air Minum

Disamping memenuhi kebutuhan air untuk rumah tangga perusahaan air minum biasanya juga

melayani kebutuhan untuk non rumah tangga. Kebutuhan non rumah tangga atau non domestik

adalah kebutuhan yang selain untuk keperluan rumah tangga dan sambungan kran umum, seperti

penyediaan air untuk sarana sosial, tempat ibadah, sekolah, rumah sakit, asrama dan juga untuk

keperluan komersial, seperti industri, hotel, perdagangan, pelabuhan, serta untuk pelayanan jasa

umum. Untuk kota kecil dan sedang konsumsi air untuk keperluan non domestik tidak seberapa besar

namun pada kota-kota besar kebutuhan air untuk keperluan ini dapat mencapai 30 % dari kebutuhan

domestik.

Pada sebuah sistem penyediaan air bersih tidak dapat lepas dari adanya kehilangan air. Secara umum

kehilangan air yang terjadi pada sistem penyediaan air bersih dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu

:

1. Kehilangan air akibat faktor teknis, misalnya :

(16)

3 - 16

 Meter yang dipasang pada pipa konsumen kurang baik

 Kehilangan air pada instalasi pengolahan.

 Pemasangan perpipaan di rumah konsumen yang kurang baik, dan lain-lain

2. Kehilangan air akibat faktor non teknis, misalnya :

 Kesalahan membaca meter air

 Kesalahan dalam penjumlahan atau pengurangan data  Kesalahan pencatatan hasil pembacaan meter air  Pencurian air atau pemasangan sambungan liar  Kesalahan pembuatan rekening air, dan lain-lain

Untuk mengatasi permasalahan kebocoran yang terjadi saat ini maka dengan ini PDAM akan

merencanakan beberpa strategi perencanaan penurunan kebocoran yang ada di Kota Lhokseumawe

diantaranya :

A. Strategi Aspek Teknis :

1. Program Rncana Penurunan Kebocoran mencakup :

Pendeteksian kebocoran air secara lebih efektif.

Pengelolaan tekanan air dan pengendalian level tekanan air.

Membenahi sistem, dengan pemeliharaan, penggantian dan rehabilitasi.

Meningkatkan kecepatan dalam merespon laporan untuk perbaikan kebocoran pipa.

Penataan kembali wilayah pelayanan dan membaginya kedalam beberapa sub-zona

pelayanan.

Pengujian meter-meter air pada unit sambungan pelanggan.

Membenahi cara perekatan atau pemasangan meter air.

Penggantian meter air.

Memperbaiki cara pembacaan meter air.

Mengidentifikasi lokasi-lokasi sambungan liar.

Pemetaan atas sistem pelayanan air minum untuk aspek teknis dan nonteknis

Melaksanakan survey khusus pendeteksian kebocoran dan tekanan air pada sistem jaringan

perpipaan, baik yang berupa kebocoran karena pipa pecah, retak, maupun rembasan dari

sambungan pipa.

Pengadaan Leak detector sebagai alat pendeteksi kebocoran yang akurat.

Konsolidasi Sumber Daya yang Dimiliki.

Mendorong Partisipasi Masyarakat Pelanggan.

Pemberian ‘Reward and Punishment.

(17)

3 - 17

Tim Khusus Penurunan NRW memiliki kewajiban menyusun Laporan Pelaksanaan kegiatan,

yang selanjutnya didistribusikan kepada pihak terkait yang berkepentingan, baik di

lingkungan internal maupun eksternal

2. Program Rncana Penurunan Kebocoran dan Kerugian yang Jelas mencakup 5 Komponen :

Menurunkan kesalahan pada meter air (meter error), dengan cara pengujian,

perekatan yang baik, dan penggantiannya.

Menurunkan kesalahan oleh manusia (human error), dengan cara pelatihan,

standarisasi, pelaporan dan auditing.

Menurunkan kesalahan oleh komputer (computer error), dengan cara auditing,

checking, analisa rutin, upgrade.

Menurunkan pencurian air, dengan cara pendidikan, tindakan hukum, tindakan

prabayar, pembatasan tekanan, dan pengendalian aliran.

Penurunan tingkat kebocoran di sistem distribusi menjadi sebesar 15% untuk

peningkatan cakupan pelayanan Kota Lhokseumawe sebesar 85% sesuai dengan

target S

DG’s.

B. Strategi Aspek Kebijakan :

Pengukuran pada produksi dan konsumsi harus rutin dilakukan sepenuhnya.

Semua unit meter air pada instalasi produksi, harus dikalibrasi sekurang-kurang

sekali dalam satu bulan.

Seluruh meter air yang ada di setiap unit pelanggan domestik, harus diganti setiap 7

(tujuh) tahun sekali, dan untuk unit. pelanggan industri masa penggantiannya 4 (empat)

tahun sekali.

Seluruh sistem jaringan pipa distribusi, sekurang-kurangnya setahun sekali harus

dilakukan pengecekan kebocoran.

Seluruh wilayah pelayanan yang ada dan yang direncanakan, harus merupakan zona-zona

pelayanan yang dapat diisolasi sepenuhnya untuk dapat dimonitor dengan baik apabila

terjadi kebocoran pipa atau pencurian air.

Setiap kilometer segmen pipa distribusi, apabila mengalami pecah atau retak atau bocor,

sebanyak 3 (tiga) kali dalam setahun, maka segmen pipam tersebut harus diganti dengan

(18)

3 - 18

Unit-unit Sambungan Rumah (SR) dibuat dari bahan yang tahan karat, tidak mudah pecah

dan sulit direkayasa oleh orang-orang yang bukan ahlinya. Untuk itu perlu dilakukan

pengecekan berkala oleh petugas PDAM pada SR.

C. Strategi Aspek Kebijakan :

Analisis manajemen pembiayaan dilakukan terhadap kemauan dan kemampuan membayar

(willingness and ability to pay) masyarakat Kota Mataram terhadap pelayanan PDAM.Untuk

selanjutnya dibuat skema pembiayaan, sehingga dapat bersifat berkelanjutan dengan

efisiensi biaya yang optimal.

3.2.3

. Strategi Sanitasi Kota (SSK)

i.

Kerangka Kerja Pembangunan Sanitasi

Tujuan, Sasaran dan Strategi Sanitasi

Tujuan strategis merupakan penjabaran atau implementasi pernyataan misi yang akan dicapai atau

dihasilkan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun mendatang. Dengan diformulasikannya tujuan strategis

ini maka Kota Lhokseumawe dapat secara tepat mengetahui arahan untuk mencapai visi dan misi

dengan mempertimbangkan sumber daya daerah dan kemampuan yang dimiliki secara aktual maupun

potensial. Untuk mendukung pencapaian tujuan maka ditetapkan sasaran sesuai dengan misi sebagai

berikut:

1. Tujuan misi pertama adalah Mewujudkan Tata Kelola dan Kualitas Pemerintahan Daerah yang Baik, dengan sasaran sebagai berikut :

1) Terwujudnya implementasi UUPA secara cepat dan akurat melalui implementasi berbagai

turunan UUPA yang mengikat dalam upaya pencapaian keutuhan, perdamaian abadi dan

percepatan pembangunan yang berkelanjutan;

2) Terwujudnya penyelenggaraan pemerintah yang bermartabat, baik, bersih dan amanah serta

bebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme, dengan mengedepankan kualitas kerja dan

profesionalisme;

3) Terwujudnya birokrasi yang kuat melalui mengoptimalkan pelayanan publik, menjaga

kelangsungan pembangunan yang berkelanjutan serta tersedianya ruang dialog publik yang

bebas dan bertanggung jawab serta peningkatan peran serta dan partisipasi masyarakat sipil

(19)

3 - 19

4) Terciptanya tata kelola pemerintahan yang tertib sesuai dengan peraturan perundang-undangan

dengan penguatan sistem kelembagaan yang memiliki nilai-nilai demokrasi yang diitik-beratkan

kepada prinsip-prinsip trnsparansi, akuntabilitas, non-diskriminasi dan kemitraan;

5) Terciptanya kemandirian keuangan daerah untuk peningkatan pembangunan dan kesejateraan

masyarakat.

2. Tujuan misi kedua adalah Mewujudkan nilai-nilai budaya Aceh dan nilai-nilai Dinul Islam di semua sektor kehidupan masyarakat, dengan sasaran sebagai berikut :

1) Meningkatkan pemahaman dan penghayatan masyarakat terhadap sejarah Aceh sebagai nilai

budaya dalam tatanan kehidupan;

2) Terwujudnya masyarakat Kota Lhokseumawe yang berkualitas dan memiliki karakter islami;

3) Meningkatnya pemahaman, penghayatan, pengamalan dan ketaatan masyarakat serta

aparatur pemerintah terhadap pelaksanaan nilai-nilai Dinul Islam;

3. Tujuan misi ketiga memiliki dua poin diantaranya adalah Memperkuat struktur ekonomi, ketahanan pangan dan penanggulangan kemiskinan, dengan sasaran sebagai berikut :

1) Terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif serta

terwujudnya sektor pertanian, industri, perdagangan dan pariwisata menjadi basis aktivitas

ekonomi yang dikelola secara efisien sehingga menghasilkan komoditas unggulan yang

berkualitas;

2) Meningkatnya kesejahteraan sosial bagi seluruh lapisan masyarakat;

3) Menurunnya angka kemiskinan absolut dengan perbaikan pendapatan dan pemberdayaan

kemandirian masyarakat melalui perluasan lapangan usaha;

4) Meningkatnya luasan areal baru lahan pertanian, perikanan dan peternakan serta

produktivitasnya;

5) Meningkatnya Pemberdayaan dan kemandirian masyarakat dengan penyediaan fasilitas

usaha mikro;

6) Meningkatnya pemulihan dan pertumbuhan sosial ekonomi;

7) Pengembangan sektor pertanian berbasis komoditi unggulan sesuai dengan sumber daya

alam dan agro ekosistem wilayah.

Mewujudkan wisata yang berkonsep islami di semua sektor pariwisata, dengan sasaran sebagai

berikut :

1) Meningkatkan perekonomian masyarakat dan meningkatkan PAD daerah melalui sektor

(20)

3 - 20

4. Tujuan misi keempat memiliki dua poin diantaranya adalahMeningkatkan kualitas Pendidikan dan sumber daya manusia yang sesuai dengan nilai-nilai azas keislaman, dengan sasaran sebagai

berikut :

1) Terwujudnya pendidikan yang berkualitas pada pendidikan dasar, pendidikan menengah,

pendidikan dayah dan pendidikan tinggi dalam menjawab tantangan global dan kebutuhan

ketenagakerjaan;

2) Terwujudnya pemerataan kesempatan belajar seluruh lapisan masyarakat;

3) Terwujudnya pengembangan mutu dan pembinaan layanan pendidikan yang berkualitas;

4) Mewujudkan Kota Lhoksemawe sebagai pusat pendidikan;

5) Terciptanya SDM pada bidang Pemuda dan Olahraga.

Meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat Kota Lhokseumawe, dengan sasaran sebagai berikut :

1) Mewujudkan Kota Lhoksemawe sebagai pusat kesehatan;

2) Terwujudnya layanan kesehatan yang berkualitas;

3) Terwujudnya kesehatan masyarakat yang optimal.

5. Tujuan misi kelima memiliki dua poin diantaranya adalahMewujudkan integrasi infrastruktur dan energi untuk meningkatkan pembangunan yang berkelanjutan, dengan sasaran sebagai berikut :

1) Terciptanya integrasi infrastruktur di berbagai sektor pembangunan secara berkelanjutan

melalui pemanfaatan tata ruang dan dokumen perencanaan yang telah ditetapkan serta

sesuai dengan kebutuhan, manfaat, potensi dan daya dukung lingkungan yang terpadu;

2) Terciptanya manajemen pelayanan pembangunan.

3.2.4

. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)

i.

Program Pembangunan dan Lingkungan

A.

Konsep Struktur Tata Bangunan

Konsep pembentukan struktur tata bangunan adalah sebagai berikut:

Melestarikan bangunan yang bernilai sejarah.

Peningkatan kualitas bangunan melalui peningkatan kualitas visual, penataan bentuk dan

posisi massa bangunan, pengaturan pola perpetakan, menambahkan elemen pada bangunan

sebagai bagian untuk mewujudkan citra kawasan, dan lain sebagainya.

Mengatur kesan tata ruang bangunan yang meliputi pengaturan terhadap KDB, KLB, GSB,

ketinggian bangunan, ketinggian elevasi/ peil bangunan, serta orientasi bangunan.

Desain ulang dilakukan terhadap bangunan - bangunan yang tidak sesuai dengan skenario

dan konsep perencanaan dan lingkungan sekitarnya. Konsep desain ulang diberikan dalam

bentuk rekomendasi untuk menyesuaikan desain bangunan dengan kondisi bangunan

(21)

3 - 21

B.

Konsep Struktur Tata Lingkungan

Konsep struktur tata lingkungan adalah sebagai berikut :

Menjaga nilai-nilai norma ke islaman dan kelestarian adat serta budaya setempat.

Tetap menjaga kelestarian dan kualitas lingkungan.

Garis sempadan bangunan mengikuti peraturan yang berlaku.

Menyediakan fasilitas untuk kepentingan masyarakat banyak (umum).

Untuk menjaga keseimbangan sumber daya air maka tiap rumah tangga diwajibkan membuat

sumur resapan air limbah.

Adanya pengelolaan sampah secara kolektif

Pembuangan limbah rumah tangga sebelum dibuang harus melalui proses yang memenuhi

syarat sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan.

Jalur-jalur hijau dan tempat-tempat larangan membangun yang ditetapkan dengan peraturan

daerah (qanun).

Mengelola kegiatan sesuai dengan peruntukan lokasi yang diarahkan.

ii.

Rencana Umum dan Panduan Rancangan

Panduan umum dan panduan rancangan merupakan ketentuan-ketentuan tata bangunan dan

lingkungan yang memuat rencana peruntukan lahan makro dan mikro, rencana perpetakan, rencana

tapak, rencana sIstem pergerakan, rencana aksesibilitas lingkungan, rencana prasarana dan sarana

lingkungan, rencana wujud visual bangunan, dan ruang terbuka hijau. Panduan rancangan didalam

pembahasan ini bersifat melengkapi dan menjelaskan secara rinci panduan umum yang telah

ditetapkan, meliputi ketentuan dasar implementasi rancangan dan prinsip-prinsip pengembangan

rancangan kawasan Perdagangan Cunda Kota Lhokseumawe. Rencana umum merupakan

ketentuan-ketentuan rancangan tata bangunan dan lingkungan yang bersifat umum dalam mewujudkan

lingkungan kawasan perencanaan yang layak huni, berjati diri, produktif dan berkelanjutan. Kota

Lhokseumawe merupakan kumpulan berbagai jenis sarana dan prasarana kegiatan yang saling

berinteraksi dengan intensitas yang berbeda-beda, sesuai dengan karakteristik masing-masing. Sarana

dan prasarana kegiatan tersebut merupakan elemen kota yang tersebar di seluruh wilayah kota. Secara

umum sarana dan prasarana kegiatan dapat dibedakan menjadi 3 bagian yaitu :

a. Fasilitas sosial budaya, meliputi :

Pendidikan

Kesehatan

(22)

3 - 22

b. Fasilitas sosial ekonomi, meliputi :

Perdagangan

Jasa

Perkantoran, dan lain-lain.

c. Infrastruktur dan utilitas :

Jalan

Terminal

Air bersih

Drainase

Listrik

Telepon, dan lain-lain.

Untuk mencapai hubungan yang serasi dan harmonis antara elemen-elemen, terutama dalam

hubungannya dengan struktur ruang kota, maka penempatan elemen-elemen tersebut perlu diatur

dalam suatu pola yang didasarkan pada karakteristik tiap elemen serta tingkat hubungan

masing-masing.

iii.

Rencana Investasi

A. Prioritas Dan Rencana Investasi

Untuk mewujudkan tujuan pembangunan yang telah dirumuskan bagi pengembangan dan

penataan Kota Lhokseumawe, maka produk RTBL Kawasan Perdagangan Cunda ini diharapkan

dapat menghasilkan suatu rencana yang jelas dan realistis. Rencana yang dibuat harus dapat

dijabarkan dari program-program pembangunan menjadi proyek-proyek yang dapat dilaksanakan

dengan pertimbangan ketersediaan dana serta persiapan aparatur dan perundang-undangan. Pada

prinsipnya, penyusunan suatu rencana perlu disesuaikan dengan kemampuan serta keterbatasan

pelaksanaan dan pengelolaan pembangunan yang berkaitan dengan :

1. Ketersediaan dana pembangunan

2. Kemampuan aparatur pelaksana dan pengelolaan proyek pembangunan

3. Tingkat kebutuhan penanganan ( tingkat kepentingan ) setiap masalah yang terjadi

4. Ketersediaan waktu untuk menangani setiap masalah

Prioritas yang akan dilakukan pada penyusunan tahap pelaksanaan program pembangunan

(23)

3 - 23

Berdasarkan tingkat kepentingan/kebutuhan yang mendesak.

Memperhatikan sektor-sektor yang dianggap dapat mendorong pertumbuhan

ekonomi dan kesejahteraan penduduk.

Mempertimbangkan masalah-masalah yang harus segera ditangani dan antisipasi

terhadap masalah yang mungkin timbul.

Mempertimbangkan partisipasi dan aspirasi masyarakat serta keterkaitan pengusaha

swasta/investor untuk pengembangan suatu kegiatan tanpa bantuan, atau dengan

bantuan pemerintah.

Mempertimbangkan sektor-sektor kegiatan kota yang mempunyai tingkat

perkembangan tinggi.

Mempertimbangkan aspek efisiensi dan efektivitas pembangunan

Bagian ini memuat rincian tahapan dan program-program pembangunan yang akan diterapkan di

Kota Lhokseumawe berkenaan dengan penyusunan RTBL Kawasan Perdagangan Cunda.

Pelaksanaan program pembangunan ditentukan sesuai dengan skala prioritasnya, mengingat

adanya keterbatasan sumber dana pembangunan. Sesuai dengan pentahapan pelaksanaan, tiap

komponen RTBL Kawasan Perdagangan Cunda dijabarkan ke dalam bentuk indikasi program

pembangunan, lokasi, tahapan pelaksanaan, sumber dana, serta institusi pelaksana program

tersebut. Sesuai dengan sifatnya kegiatan yang lebih rinci dari rencana-rencana yang ada seperti

RTRW, RDTR maka indikasi program dijabarkan kedalam program tahunan dengan

mempertimbangkan aspek-aspek teknis pelaksanaan dan pendanaannya. Komponen RTBL

Kawasan Perdagangan Cunda yang perwujudannya dijabarkan dalam bentuk indikasi program

pembangunan meliputi :

Program penataan bangunan

Program penataan lingkungan

B. Pembiayaan Pembangunan

Kebutuhan dana pembangunan pada dasarnya akan ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut :

a. Keterampilan Aparat (Human Skill)

b. Pengendalian dan Pengawasan Operasional (Operational Function)

c. Pertanggungjawaban (Responsibility and Accountability)

d. Koordinasi Perencanaan (Planning Coordination).

Faktor keterampilan aparat dapat mewarnai dan membentuk prakarsa-prakarsa (inisiatif) untuk

mengembangkan dan meningkatkan sumber pendapatan daerah khususnya bagi pembiayaan

(24)

3 - 24

keterampilan aparat yang tangguh, tanggap dan trengginas, disamping kejujuran yang memadai,

adalah kepastian peningkatan pendapatan yang terabaikan.

Berdasarkan hasil perkiraan diketahui bahwa dana yang dibutuhkan untuk membiayai rencana

atau program-program yang sudah disusun cukup besar, biaya ini merupakan hasil perhitungan

dari mulai tahap pra konstruksi berupa pembebasan lahan, pembersihan lahan, dan sebagainya;

tahap konstruksi yang merupakan tahap pelaksanaan atau pembangunan; serta tahap pasca

kontruksi berupa biaya operasional, pemeliharaan, dan sebagainya. Biaya pembangunan atau

pelaksanaan rencana tersebut dihitung berdasarkan masing-masing peruntukan. Untuk

menghasilkan angka perhitungan yang lebih rinci dapat dilakukan studi yang lebih detail untuk

masing-masing peruntukan.

C. Sumber Pembiayaan Pembangunan

Disamping pembiayaan yang bersumber dari pemerintah daerah, maka dalam era otonomi daerah

ini perlu diusahakan dan ditingkatkan pembiayaan yang berasal dari pihak swasta dan swadaya

masyarakat. Pada dasarnya pembiayaan pembangunan dapat dilaksanakan dengan menggunakan

sumber-sumber pendanaan sebagai berikut :

1. Pendapatan Asli Daerah, terdiri dari :

a) Hasil pajak daerah;

b) Hasil retribusi daerah;

c) Hasil perusahaan daerah milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang

dipisahkan;

d) Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

2. Dana Perimbangan, yang terdiri dari:

a) Bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak

atas Tanah dan Bangunan dan penerimaan dari sumber daya alam;

b) Dana alokasi umum;

c) Dana alokasi khusus.

3. Pinjaman Daerah.

4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Dari ketentuan tersebut di atas, maka pendapatan daerah itu dapat dibedakan ke dalam dua jenis

yaitu, pertama pendapatan asli daerah, kedua pendapatan non asli daerah. Kedua komponen

pendapatan dibatas, merupakan tolok ukur apakah suatu daerah otonom mampu mengatur dan

mengurus rumah tangganya sendiri, karena untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang luas,

(25)

3 - 25

dikelola oleh suatu daerah otonom, melainkan pula perlu adanya dukungan keuangan daerah yang

memadai dengan diindikasikan oleh kemajuan daerah otonom dalam menggali sumber-sumber

keuangan sendirinya. Dalam era otonomi daerah sebagaimana yang diisyaratkan pada

Undang-Undang Nomor 32 dan 33 Tahun 2004, kemandirian daerah telah menjadi bagian yang sangat

penting dalam menilai suatu daerah otonom mampu melaksanakan fungsi-fungsi pemerintah

secara lebih efektif dan efisien. Kemandirian dalam konteks otonomi, sering diindikasikan dengan

kemampuan suatu daerah otonom dalam mengatur dan mengurusi rumah tangganya sendiri,

dan secara lebih spesifik kemandirian ini selalu diindikasikan dengan kemampuan keuangan

daerah terutama Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam membiayai perbelanjaan daerah. Secara

umum, kondisi keuangan Pemerintah Kota Lhokseumawe masih ditandai oleh Pos Pendapatan Asli

Daerah (PAD) terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang relatif rendah, sehingga

dalam pelaksanaan otonomi daerah masih selalu ketergantungan kepada struktur keuangan

pemerintah pusat, yang dilaksanakan melalui dana perimbangan baik melalui format transfer Dana

Alokasi Umum (DAU) maupun Dana Alokasi Khusus (DAK). Jika dikaitkan dengan berbagai

kewenangan yang akan dikelola dan banyaknya pelimpahan pegawai terutama eks instansi

vertikal, maka struktur keuangan daerah yang mengandalkan sumber Pendapatan Asli Daerah

(PAD), dimana proporsi PAD terhadap APBD masih relatif kecil, jelas merupakan salah satu kendala

dalam pelaksanaan otonomi daerah yang luas, bertanggungjawab dan mandiri. Sedangkan

jenis-jenis pendapatan yang sampai sekarang masih merupakan sumber pendapatan asli daerah (PAD)

adalah sebagai berikut:

1. Pajak Daerah

a. Pajak Hotel dan Restoran

b. Pajak Reklame

c. Pajak Penerangan Jalan

2. Retribusi Daerah

a. Retribusi Pelayanan Kesehatan

b. Retribusi Pelayanan Persampahan dan Kebersihan

c. Retribusi penggantian biaya cetak KTP dan Akte Catatan Sipil

d. Retribusi parkir kendaraan bermotor

e. Retribusi pasar

f. Retribusi stasiun Bis dan Taksi

(26)
(27)

3 - 27

3.2.5

. Matriks Rencana Strategis Infrastruktur Bidang Cipta Karya

Tabel 3.3 Matriks Rencana Strategis Infrastruktur Bidang Cipta Karya

(28)
(29)
(30)

Gambar

Gambar 3.1 Peta Strategi Kementrian PU-PR 2015 - 2019
Tabel  3.1
Tabel  3.2
Tabel 3.3 Matriks Rencana Strategis Infrastruktur Bidang Cipta Karya

Referensi

Dokumen terkait

Pada dasarnya prinsip kerja buzzer hampir sama dengan loud speaker, jadi buzzer juga terdiri dari kumparan yang terpasang pada diafragma dan kemudian kumparan

SISTEM DTMF SEBAGAI PENGENDALI JARAK JAUH PADA RANCANG BANGUN PERANGKAT KERAS ALAT PENGHANCUR SAMPAH ORGANIK PENGHASIL PUPUK PADAT.. (2016 : xvii + 65halaman + 46gambar

Hubungan Sikap dan Norma Subyektif Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi dengan Intensi Menggunakan Alat Kontrasepsi Setelah Kelahiran Anak Pertama pada Wanita Usia Subur yang

4 Menurut Sanafiah Faisal yang dikutip oleh Spradly mengemukakan bahwa sampel sebagai sumber data atau sumber informasi sebaiknya yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

Pada lansia hal yang menjadi sumber stres bisa berupa : kondisi fisik yang semakin menurun sehingga tidak sekuat pada masa muda dulu dan seringkali diikuti dengan

Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan di bidang psikologi pendidikan terutama yang menyangkut

Namun, sebagai tanda rahmad-Nya dan sebagai bukti kasih sayang-Nya, Dia telah menjelma kepada manusia para Matahari bimbingan-Nya, para lambang keesaan ilahiah-Nya, dan

Kegiatan pengumpulan bukti audit diperoleh dari hasil wawancara dan hasil check list dengan Bagian IT dan karyawan yang berhubungan dengan sistem informasi persediaan, serta