• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN ABU GAMBUT SEBAGAI FILLER PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGGUNAAN ABU GAMBUT SEBAGAI FILLER PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON DENGAN PENGUJIAN MARSHALL"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN ABU GAMBUT SEBAGAI FILLER PADA CAMPURAN LAPIS

ASPAL BETON DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

Leo Sentosa

Teknik Sipil Universitas Riau, Pekanbaru, e-mail: [email protected] Enno Yuniarto

Teknik Sipil Universitas Riau, Pekanbaru, e-mail: [email protected]

Abstract

Peat ash, as waste from Pulp and Paper plant industries, is used in this re-search as alternative filler material which is cost effective. The objective is to determine asphalt optimum content (OMC) and marshall characterstics of bi-tuminous mixture using peat ash as filler. Gradation of Bituminous Mixture is in compliance with type VII of Bina Marga specifi-cation for asphalt concrete mix-tures. Variations of filler are 100% cement, 50% cement - 50% peat ash and 100% peat ash of total weight of filler. Result shows that OMC for 100% peat ash filler is 8.4%, higher than cement filler which is 6.65%. The stability of specimen using peat ash filler is 1097.9 kg, lower than specimen with cement filler which is 1211 kg. Marshall charac-teristics for asphalt concrete mixture using peat ash filler are VMA 20,6%, VIM 3.117%, flow 3.20 mm, MQ 344.5 kg/mm and IRS 91.2%. These Marshall char-acteristic of asphalt concrete mixture with peat ash filler could fulfills Bina Marga bituminous mixture requirement.

Keywords:

peat ash, filler, laston, characteristic of Marshall.

PENDAHULUAN

Campuran beraspal lapis aspal beton (Laston) atau umumnya dikenal sebagai aspal beton adalah salah satu konstruksi perkerasan lentur di lapisan permu-kaan (surface course). Jenis campuran beraspal ini merupakan campuran yang terdiri dari aspal dan agregat dengan gradasi menerus yang dicampur, dihampar lalu dipadatkan dalam keadaan panas. Campuran agregat tersebut terdiri dari agregat ka-sar, agregat halus dan filler. Material yang umum digunakan sebagai filler pada penyusunan campu-ran beraspal adalah semen portland, kapur, abu batu dan abu terbang (Fly Ash) yang mana persediaannya terbatas serta relatif mahal. Oleh se-bab itu perlu ditemukan alternatif pemanfaatan ba-han – baba-han lain dengan memanfaatkan potensi daerah setempat. Alternatif pemanfaatan tersebut antara lain dengan menggunakan material dari lim-bah industri yang persediaannya relatif banyak serta belum dikelola dengan baik. Alternatif itu antara lain penggunaan abu gambut yang meru-pakan limbah industri dari pabrik pengolahan kayu dan kertas.

Untuk menunjang kegiatan operasionalnya, salah satu industri pengolahan kayu dan kertas yang ada di Propinsi Riau, digunakan tanah gambut sebagai pengganti bahan bakar. Hasil pembakaran tanah gambut ini menghasilkan limbah berupa abu gam-but. Berdasarkan informasi dari PT. Indah Kiat Pulp and Paper, dalam satu kali produksi diperlu-kan tanah gambut sebanyak 42.6 ton/hari dan

menghasilkan limbah berupa abu gambut sebesar 0.6816 ton/hari. Sedangkan potensi tanah gambut menurut data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Siak, lokasi industri tersebut, adalah seluas 187.500 ha pada tahun 2001. Be-sarnya produksi limbah abu gambut tersebut belum dimanfaatkan.

Dalam penelitian ini, abu gambut dimanfaatkan se-bagai salah satu material penyusun campuran beras-pal yang difungsikan sebagai filler. Berdasarkan pengujian awal terhadap abu gambut, dari analisis saringan diperoleh hasil bahwa abu gambut 55% - 64,5 % lolos saringan no 200, syarat untuk filler minimal 65%, dan pengujian atteberg limit menun-jukkan bahwa abu gambut memiliki PI atau bahan non plastis, sesuai dengan persyaratan untuk filler. Berdasarkan data tersebut dihipotesa bahwa abu gambut bisa dimanfaatkan sebagai filler campuran beraspal. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kadar aspal optimum untuk campuran aspal beton dengan filler abu gambut dan menentukan pengaruh penggunaan abu gambut sebagai filler campuran as-pal beton terhadap karakteristik Marshall.

Campuran Beraspal

Campuran yang mengandung aspal (bituminous mixture) merupakan suatu campuran antara agregat dan aspal yang diikat menjadi suatu campuran yang solid dan biasanya digunakan dalam konstruksi perkerasan jalan raya khususnya jenis konstruksi dengan sistim perkerasan lentur. Ada beberapa jenis

(2)

campuran aspal yang biasa digunakan dalam perkerasan lentur konstruksi jalan raya, mulai dari campuran yang bergradasi senjang (gap graded), campuran bergradasi menerus (dense graded) dan campuran bergradasi terbuka (open graded). Tu-juan dari pembuatan campuran beraspal adalah un-tuk mendapatkan suatu hasil akhir campuran yang ekonomis antara agregat dan aspal dan diharapkan mempunyai jumlah aspal cukup untuk menjamin keawetan campuran, nilai stabilitas yang cukup un-tuk dapat memikul beban, kadar rongga yang cu-kup untuk menampung penambahan pemadatan dan workability yang cukup untuk memudahkan pengerjaan. (Siswosoebrotho, B.I., 1996)

Aspal Beton

Aspal beton adalah suatu lapisan pada konstruksi perkerasan jalan raya yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang mempunyai gradasi

menerus yang dicampur, lalu dihamparkan dan di-padatkan dalam kondisi panas pada suhu tertentu (Sukirman, 1993).

Aspal beton merupakan salah satu jenis lapis per-mukaan yang umum dipakai di Indonesia yang ber-fungsi sebagai lapisan konstruksi yang menahan dan menyebarkan beban roda, lapis kedap air serta sebagai lapis aus (wearing course).

Campuran yang diuji dengan melakukan test Mar-shall harus memenuhi persyaratan – persyaratan Bina Marga (1989), SNI No. 1737 – 1989 – F seperti yang tertera pada Tabel 1 dan Tabel 2. Bina Marga (1989) menyatakan bahwa agregat campuran untuk aspal beton harus mempunyai gradasi yang menerus dari butiran yang kasar sam-pai yang halus dan harus memenuhi salah satu gradasi seperti yang tertera pada Tabel.3. Tabel 1. Persyaratan Campuran Lapis Aspal Beton

L.L. Berat (2x75 tumb) L.L. Sedang (2x50 tumb) L.L. Ringan (2x35 tumb) Sifat Campuran

Min Max Min Max Min Max

Stabilitas (kg) 550 - 450 - 350 -

Kelelehan (mm) 2,0 4,0 2,0 4,5 2,0 5,0

Marshall Quotient, (Stabilitas/Kelelehan) (kg/mm) 200 350 200 350 200 350

Rongga dalam campuran, VIM (%) 3 5 3 5 3 5

Rongga dalam agregat, VMA (%) Lihat Tabel 2.5

Indeks Perendaman (%) 75 - 75 - 75 -

Sumber: Bina Marga (1989), SNI No. 1737 – 1989 – F

Tabel 2. Persentase Minimun Rongga Dalam Agregat

Ukuran Maksimum Nominal Agregat (mm) Persentase Minimum Rongga Dalam Agregat

No. 16 1,18 23,5 No. 8 2,36 21,0 No. 4 4,75 18,0 3/8 inch 9,50 16,0 ½ inch 12,50 15,0 ¾ inch 19,00 14,0 1 inch 25,00 13,0 1 ½ inch 37,50 12,0 2 inch 50,00 11,5 2 ½ inch 63,00 11,0

Sumber: Bina Marga (1989), SNI No. 1737 – 1989 – F

Tabel 3. Batas – Batas Gradasi Menerus Agregat Campuran.

No. Campuran I II III IV V VI VII VIII IX X XI

Gradasi/Tekstur Kasar Kasar Rapat Rapat Rapat Rapat Rapat Rapat Rapat Rapat Rapat Tebal padat (mm) 20 – 40 25 – 50 20 – 40 25 – 25 40 – 65 50 – 75 40 – 50 20 – 40 40 – 65 40 – 65 40 – 65

Ukuran saringan % berat yang lolos saringan

1 ½” (38.1 mm) - - - 100 - - - - - 1” (25.4 mm) - - - - 100 90 – 100 - - 100 100 - ¾” (19.1 mm) - 100 - 100 80 – 100 82 – 100 100 - 80 – 100 85 – 100 100 ½” (12.7 mm) 100 75 – 100 100 80 – 100 - 72 – 90 80 – 100 100 - - - 3/8” (9.52 mm) 75 – 100 65 – 85 80 – 100 70 – 90 60 – 80 - - - 65 – 85 56 – 78 74 – 92 no. 4 (4.76 mm) 35 – 55 35 – 55 55 – 75 50 – 70 48 – 65 52 – 70 54 – 72 62 – 80 46 – 65 36 – 60 48 – 70 no. 8 (2.38 mm) 20 – 35 20 – 35 35 – 50 35 – 50 35 – 50 40 – 56 42 – 58 44 – 60 34 – 54 27 – 47 33 – 53 no. 30 (0.59 mm) 10 – 22 10 – 22 18 – 29 18 – 29 19 – 30 24 – 36 26 – 38 28 – 40 20 – 35 13 – 28 15 – 30 no. 50 (0.27 mm) 6 – 16 6 – 16 13 – 23 13 – 23 13 – 23 16 – 26 18 – 28 20 – 30 16 – 26 9 – 20 10 – 20 no. 100 (0.149 mm) 4 – 12 4 – 12 8 – 16 8 – 16 7 – 15 10 – 18 12 – 20 12 – 30 10 – 18 - - no. 200 (0.074 mm) 2 – 8 2 – 8 4 – 10 4 – 10 1 – 8 6 – 12 6 – 12 6 – 12 5 – 10 4 – 8 4 – 9

(3)

Bahan Pengisi (Filler)

Bahan Pengisi (filler) adalah suatu bahan berbutir ha-lus yang lolos saringan No. 30 dimana persentase be-rat yang lolos saringan No. 200 minimal 65%. Bahan filler dapat berupa abu batu, kapur, semen atau bahan non plastis lain (Bina Marga, 1989). Menurut ASTM (1989) bahan filler harus terdiri dari material mineral yang dapat dibagi secara halus seperti abu batu, terak, kapur, semen, abu terbang atau material min-eral lain yang sesuai. Pada saat pemakaian, bahan tersebut harus cukup kering untuk bergerak secara bebas dan bebas dari penggumpalan. Bahan filler berasal dari abu batu, terak dan bahan yang serupa yang bebas dari bahan–bahan organik dan mempun-yai nilai indeks plastisitas < 4. Bahan pengisi (filler) harus kering dan bebas dari bahan lain yang meng-ganggu dan apabila dilakukan pengujian analisa saringan secara basah, harus memenuhi gradasi seperti pada Tabel 4.

Menurut Shahrour and Saloukeh (1992), kualitas dan banyaknya filler yang digunakan dalam campu-ran aspal panas sangat berpengaruh dalam kinerja campuran aspal panas. Filler umumnya menambah kekakuan pada aspal beton, tingkat kekakuannya berubah tergantung pada jenis filler dan jumlahnya. Tabel 4. Gradasi Bahan Pengisi

Ukuran Saringan Persentase Berat yang lolos

No. 30 (0,590 mm) 100 No.50 (0,279 mm) 95 – 100 No. 100 (0,149 mm) 90 – 100 No. 200 (0,074 mm) 65 – 100

Sumber : Bina Marga (1989), SNI No. 1737 – 1989 – F

Abu Gambut

Abu gambut adalah sejenis abu terbang yang meru-pakan sisa pembakaran tanah gambut. Pemanfaatan tanah gambut sebagai salah satu alternatif bahan bakar yaitu sebagai bahan bakar penggerak pabrik pada industri berskala besar. Seperti PT. Indah Kiat Pulp and Paper yang beroperasi di Perawang, Ka-bupaten Siak, Propinsi Riau. Sisa pembakaran tanah gambut tersebut yang berupa abu terbang, kemudian di tangkap dengan media uap air. Selanjutnya di alirkan ke tempat pembuangan. Berdasarkan infor-masi yang diperoleh dari PT. Indak Kiat Pulp and

Paper, sampai saat dilakukan penelitian ini, abu gambut tersebut belum dimanfaatkan secara optimal hanya di tumpuk pada areal penumpukan.

Secara visual abu gambut adalah material berwarna abu – abu dengan bentuk butiran yang halus, padat dan bulat. Dari hasil pra penelitian, abu gambut tersebut 55% - 64,5 % lolos saringan no.200 ( 0,075 mm) dan bersifat non plastis.

METODE

Pengujian dilakukan di laboratorium Jalan Raya UNRI, Kampus Bina Widya, Panam, Pekanbaru. Pengujian yang dilakukan adalah pengujian karak-teristik Marshall skala laboratorium terhadap cam-puran beraspal dengan filler abu gambut dan dengan filler semen portland tipe I produksi PT. Semen Padang sebagai pembanding. Abu gambut yang digunakan berasal dari PT. Indah Kiat Pulp and Pa-per, yang berada di Perawang, Kabupaten Siak, Riau. Agregat kasar dan agregat halus berasal dari agregat sungai kampar, aspal yang digunakan adalah produksi British Petrolium.

Sebelum digunakan sebagai filler, abu gambut dikeringkan dalam oven dan disaring dengan sarin-gan no. 200 (0,075 mm). Abu gambut yang lolos saringan no. 200 tersebut yang digunakan sebagai filler. Gradasi agregat yang digunakan adalah gradasi tipe VII spesifikasi Bina Marga untuk Laston. Untuk mengetahui pengaruh dan perbandingan abu gambut sebagai filler maka penggunaan dua macam filler tersebut divariasikan. Variasi penggunaan filler adalah 100% abu gambut, 50% abu gambut – 50% Semen dan 100% semen. Metoda pengujian adalah mengacu pada standar Bina Marga, baik pengujian bahan maupun pengujian Marshall.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengujian Aspal

Pengujian terhadap aspal bertujuan untuk mengeta-hui kelayakan aspal yang digunakan sebagai bahan pengikat campuran.

Tabel 5. Hasil Pengujian Aspal

Spesifikasi No Jenis Pengujian Metode Pengujian

Min Max Sat Hasil Pengujian

1 Penetrasi (25°C, 5 detik) SNI 06-2456-1991 60 79 0,1 mm 71,75

2 Titik Lembek Aspal SNI 06-2434-1991 48 58 °C 53

3 Kehilangan Berat (163°C, 5 jam) SNI 06-2440-1991 - 0,8 % 0.01761 4 Daktilitas (25°C, 5 cm/menit) SNI 06-2432-1991 100 - Cm 114

5 Berat jenis (25°C) SNI 06-2441-1991 1 - - 1,038

(4)

Pengujian dilakukan sesuai dengan standar Bina Marga dan harus memenuhi persyaratan yang telah diberikan oleh standar Bina Marga. Hasil pengujian dari sifat–sifat fisik aspal penetrasi 60/70 dapat dilihat pada Tabel 5. Dari hasil pengujian, aspal yang digunakan memenuhi syarat untuk campuran aspal beton.Dari hasil pengujian seperti tercantum dalam tabel diatas, dapat diketahui bahwa aspal yang digunakan layak dan memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan pengikat campuran. Hasil Pengujian Agregat

Pengujian terhadap agregat bertujuan untuk menge-tahui kelayakan agregat sebagai bahan penyusun campuran Laston. Agregat yang digunakan harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan Bina Marga seperti pada Tabel 6.

Dari hasil pengujian dapat diketahui bahwa agregat yang digunakan memenuhi persyaratan sebagai ba-han penyusun campuran laston.

Hasil Pengujian Filler

Dari pengujian analisis saringan, abu gambut 64,5% lolos saringan no.200, dari hasil tersebut sedikit dibawah persyaratan yang ditetapkan Bina Marga. Sedangkan semen lebih 95% lolos saringan no. 200. Selain gradasi, data yang perlu diketahui adalah be-rat jenis. Bebe-rat jenis tersebut digunakan dalam proses perhitungan dalam perancangan campuran. Pada proses pencampuran, komposisi agregat meru-pakan persentase dari perbandingan berat masing-masing fraksi agregat terhadap berat total. Bahan

yang memiliki berat jenis yang lebih kecil, secara volumetrik akan lebih banyak dibutuhkan dalam campuran. Selain itu untuk menentukan berat jenis teoritis campuran diperlukan data berat jenis masing-masing campuran.

Hasil pengujian berat jenis filler dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Pengujian Filler

No Jenis pengu-jian Metode pengujian Sat

Hasil Pen-gujian 1 Berat Jenis Semen SNI 15-2531-1991 gr/cm 3 3.027 2 Berat Jenis Abu Gambut SNI 15-2531-1992 gr/cm 3 2.035

Hasil Pengujian Marshall Campuran Laston Penentuan kadar aspal optimum berdasarkan stan-dar Bina Marga adalah menggunakan metode pita dengan menggunakan 5 karakteristik Marshall yaitu menjabarkan grafik hasil stabilitas, kelelehan (flow), VIM, VMA dan Marshall Qoutient (MQ).

Kadar aspal optimum tertinggi berada pada kom-posisi filler 100% abu gambut dan terendah pada komposisi filler 100% semen, seperti yang terlihat pada Tabel 8 dan Gambar 1. Hal ini disebabkan oleh berat jenis abu gambut yang lebih rendah di-bandingkan berat jenis semen sehingga secara volumetrik, dengan berat yang sama, filler abu gambut lebih banyak dibandingkan dengan filler100% semen sehingga dibutuhkan lebih

Tabel 6. Hasil Pengujian Agregat Kasar Dan Halus

Spesifikasi No Jenis pengujian Metode pengujian

Min Max

Sat Hasil Pengujian

1 Berat jenis Agregat Kasar

- Berat Jenis Bulk 2,5 - gr/cm3 2.692

- Berat Jenis SSD - - gr/cm3 2,613

- Berat jenis apparent - - gr/cm3 2.749

- Berat jenis Efektif - - gr/cm3 2,620

- Penyerapan

SNI 03-1969-1990

- 3 % 0.833

2 Pengujian Abrasi Los Angeles SNI 03-2417-1991 - 40 % 31.55 3 Aggregate Impact Value (AIV) BS 812:part 3:1975 - 30 % 18.93 4 Berat Jenis Agregat Halus

- Berat Jenis Bulk 2,5 - gr/cm3 2.681

- Berat Jenis SSD - - gr/cm3 2.644

- Berat jenis apparent - - gr/cm3 2.756

- Berat jenis Efektif - - gr/cm3 2.668

- Penyerapan

SNI 03-1970-1990

(5)

banyak aspal untuk menyelimuti permukaan filler abu gambut. Selain volumetriknya, tingkat pen-yerapan abu gambut yang lebih tinggi juga menye-babkan kadar aspal yang dibutuhkan menjadi tinggi.

Hasil Pengujian Marshall Campuran laston yang di uji seperti pada Tabel 8, kadar aspal optimum yang tinggi akan menghasilkan nilai VIM yang kecil, seperti yang terlihat pada Gambar 2. Ini disebabkan karena rongga antar agregat yang ada dalam cam-puran telah terisi dengan aspal. Hal ini bisa dilihat pada Gambar 3. Nilai VFA laston dengan filler abu gambut lebih tinggi dari pada laston dengan filler semen. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

100% Sem en 50% Semen - 50% Abu Gam but

100% Abu Gam but

Variasi Filler K a d a r A s p a l O p ti m u m ( % )

Gambar 1. Hubungan Variasi Filler dengan Kadar Aspal Optimum (KAO)

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5

100% Semen 50% Semen - 50% Abu Gambut 100% Abu Gambut Variasi Filler V IM ( % )

Gambar 2. Hubungan Variasi Filler dengan Nilai VIM 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86

100% Semen 50% Semen - 50% Abu Gambut 100% Abu Gambut Variasi Filler V F A ( % )

Gambar 3. Hubungan Variasi Filler dengan Nilai VFA

Tabel 8. Hasil Pengujian Marshall Campuran Laston

Sifat Campuran

Aspal Beton dengan Filler 100% Semen

Aspal Beton den-gan Filler 50% Semen - 50% Abu

Gambut

Aspal Beton den-gan Filler 100% Abu Gambut

Syarat Bina Marga Untuk Lalu lintas Berat

Kadar Aspal Optimum (%) 6.65 7.75 8.4 -

Barat Isi/ Kepadatan (gr/cc) 2.379 2.319 2.264 -

Stabilitas (kg) 1211 1190.7 1102.1 Min 550

Kelelehan (mm) 3.57 3.43 3.2 2 - 4

Marshall Quotient, (Stabilitas/Kelelehan)

(kg/mm) 339.473 346.816 344.501 200 - 350

Rongga dalam campuran, VIM (%) 3.851 3.202 3.117 3 - 5

Rongga dalam agregat, VMA (%) 18.2 19.656 20.607 Min 13

Rongga Terisi Aspal, VFA (%) 78.93 83.715 84.875 -

CAD (gr/cc) 2.220 2.139 2.074 -

(6)

1040 1060 1080 1100 1120 1140 1160 1180 1200 1220

100% Semen 50% Semen - 50% Abu Gambut 100% Abu Gambut Variasi Filler S ta b il it a s ( k g )

Gambar 4. Hubungan Variasi Filler dengan Nilai Stabilitas

Jika dilihat nilai stabilitasnya, laston dengan filler semen memiliki stabilitas lebih tinggi dari pada las-ton dengan filler abu gambut. Nilai ini masih di atas persyaratan Bina Marga. Bina Marga memberi batasan stabilitas minimum untuk lalu lintas berat sebesar 550 kg.

Tetapi jika dilihat dari nilai kepadatannya, seperti pada Gambar 5, laston dengan filler semen memiliki kepadatan yang lebih tinggi dari pada laston dengan filler abu gambut. Secara teorotis campuran yang memiliki kepadatan yang lebih tinggi akan memiliki stabilitas yang lebih tinggi pula.

2.200 2.220 2.240 2.260 2.280 2.300 2.320 2.340 2.360 2.380 2.400

100% Semen 50% Semen - 50% Abu Gam but

100% Abu Gam but

Variasi Filler B e ra t Is i (g r/ c c )

Gambar 5. Hubungan Variasi Filler dengan Nilai Kepadatan (Berat Isi)

Nilai kepadatan laston dengan filler abu gambut yang lebih rendah, disebabkan oleh perbedaan berat jenis antara abu gambut dengan semen dan nilai VMA yang lebih tinggi seperti yang terlihat pada Gambar 6. 16.5 17 17.5 18 18.5 19 19.5 20 20.5 21

100% Semen 50% Semen - 50% Abu Gam but 100% Abu Gambut Variasi Filler V M A ( % )

Gambar 6. Hubungan Variasi Filler dengan VMA Nilai kelelehan laston dengan filler abu gambut juga lebih rendah dari pada laston dengan filler semen, seperti yang terlihat pada gambar 7. Hal ini akan berpengaruh pada nilai MQ, karena nilai MQ merupakan perbandingan antara stabilitas dengan Kelelehan. Stabilitas yang tinggi dan nilai flow rendah menghasilkan nilai MQ yang tinggi. Nilai MQ merupakan indikator dari kekakuan campuran. Nilai MQ yang rendah mengindikasikan kekauan campuran laston yang rendah pula atau lebih flexible. Jika dilihat pada Gambar 8, nilai MQ las-ton dengan filler abu gambut lebih rendah dari pada laston dengan filler semen.

3 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6

100% Semen 50% Semen - 50% Abu

Gam but

100% Abu Gam but

Variasi Filler F lo w ( m m )

Gambar 7. Hubungan Variasi Filler dengan Flow

334 336 338 340 342 344 346 348

100% Semen 50% Semen - 50% Abu Gambut 100% Abu Gambut Variasi Filler M a rs h a ll Q u o ti e n t (K g /m m )

Gambar 8. Hubungan Variasi Filler dengan Mar-shall Quotient (MQ)

(7)

Nilai keawetan campuran di indikasikan dengan nilai IRS, Bina Marga memberikan batasan mini-mum nilai IRS adalah 75%. Hasil pengujian menun-jukkan bahwa laston dengan filler abu gambut memiliki nilai IRS yang lebih tinggi dari nilai minimum Bina Marga walaupun lebih rendah dari laston dengan filler semen. Seperti yang terlihat pada Gambar 9. 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98

100% Semen 50% Sem en - 50% Abu Gam but 100% Abu Gambut Variasi Filler IR S ( % )

Gambar 9. Hubungan Variasi Filler dengan Nilai IRS

SIMPULAN

Dari penelitian terhadap campuran aspal beton den-gan menggunakan abu gambut sebagai filler dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Laston dengan filler abu gambut memerlukan kadar aspal yang lebih tinggi dari pada laston dengan filler Semen

2. Nilai stabilitas, VIM, CAD, dan IRS campuran laston dengan filler abu gambut lebih rendah dari pada campuran laston dengan filler semen. 3. Campuran aspal beton dengan filler abu gam-but secara umum memenuhi standar Bina Marga.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih yang sebesar-besarnya kami ucapkan kepada Saudara Ary Junaidy, ST., yang telah mem-bantu menyelesaikan penelitian ini di laboratorium.

REFERENSI

AASHTO, 1990, “Standard Specification for Transportation Material and Methods of

Sampling and Testing – Part II Test – 15th Edition”, AASHTO Publication, USA. ASPHALT INSTITUTE, 1993, “Mix Design

Meth-ods for Asphalt Concrete and Other Hot Mix Types – Manual Series No. 2(MS – 2) – Sixth Edition”, Asphalt Institute, USA.

ASTM, 1989, “Annual Book of ASTM Standards – Section 4 – Construction”, ASTM, USA. Bina Marga, 1990, ”SK SNI M 58-1990-03, Metode

Pengujian Campuran Aspal dengan Alat Marshall”, Departemen PU, Jakarta.

Bina Marga, 1989, ”SNI No. 1737-1989-F, Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton Untuk Jalan Raya”, Departemen PU, Jakarta. BPS Propinsi Riau, 2001, ”Riau Dalam Angka

2001”, Badan Pusat Statistik Propinsi Riau, Pekanbaru.

British Standard Institution, , 1985, “BS 594: Speci-fications for Constituent Material and Asphalt Mixture, Hot Rolled Asphalt for Roads and Other Paved Areas”, London.

British Standard Institution, 1975, “BS 812 Method for Sampling and Testing of Mineral Aggre-gates, Sands and Fillers”, London.

Leo Sentosa, 2001, ”Kinerja Laboratorium Campuran Hot Rolled Asphalt dengan Abu Sawit sebagai Filler”, Tesis Magister STJR – ITB, Bandung

Leo Sentosa, 2004, “Abu Sawit Sebagai Bahan Filler alternatif Pada Campuran Beraspal”,

Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dosen

Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik UNRI, 29 Mei 2004 , Pekanbaru, .

Shahrour and Saloukeh, 1992, “Effect of Quality and Quantity of Locally Produce Filler (Passing Sieve no. 200) on Asphaltic Mixture in Dubai”, ASTM Special Technical Publi-cation, USA.

Siswosoebrotho, BI., (1996), “Bottom Ash dalam Campuran Hot Rolled Asphalt (HRA)”, Makalah yang disampaikan dalam Lokakarya di Universitas Lampung Bandar Lampung pada Agustus 1996.

Sukirman, Silvia, 1995,”Perkerasan Lentur Jalan Raya”, CV. Nova Bandung.

Sukirman, Silvia, 2003, ”Beton Aspal Campuran Panas”, Granit, Jakarta.

(8)

Gambar

Tabel 2. Persentase Minimun Rongga Dalam Agregat
Tabel 5. Hasil Pengujian Aspal
Tabel 6. Hasil Pengujian Agregat Kasar Dan Halus
Tabel 8. Hasil Pengujian Marshall Campuran Laston   Sifat Campuran
+3

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu telah dihasilkannya sebuah sistem yang dapat mengenali objek museum dengan memanfaatkan teknologi NFC pada

Reaksi tersebut akan menjadi jelas dalam gejala ketidakseimbangan atau sakit dalam hal ini reaksi yang terjadi dari tekanan akibat merokok adalah peningkatan frekuensi

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini. Oleh Siti

Pertama suami dapat meningkatkan peran serta dalam perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi baik masa hamil, bersalin hingga masa nifas, seperti mempersiapkan calon

Permasalah yang diangkat dalam penulisan laporan ini adalah (1) Bagaimana prosedur pembiayaan murabahah pada KSU BMT Mentari Bumi Kemangkon. (2) Apa kendala

Jika produk ini mengandung komponen dengan batas pemaparan, atmosfir tempat kerja pribadi atau pemantauan biologis mungkin akan diperlukan untuk memutuskan keefektifan ventilasi atau

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk : 1) Memperoleh model pembelajaran inkuiri terbimbing yang dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan representasi matematis

Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa penggunaan tepung limbah kulit kopi dalam ransum berpengaruh yaitu dapat meningkatkan pertambahan bobot badan burung puyuh, tetapi