• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat dipaparkan sebagai berikut: energi panas matahari menyebabkan terjadinya proses

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat dipaparkan sebagai berikut: energi panas matahari menyebabkan terjadinya proses"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum

Air merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui dan cukup penting dalam mendukung kehidupan mahluk hidup. Pada dasarnya, air mengalami suatu siklus yang dapat dipaparkan sebagai berikut: energi panas matahari menyebabkan terjadinya proses evaporasi di laut atau badan air lainnya. Uap air tersebut akan terbawa oleh angin malintasi daratan yang bergunung-gunung maupun datar datar dan apabila keadaan atmosfer memungkinkan, maka sebagian dari uap air tersebut akan turun hujan. Sebagian dari air hujan akan tersimpan di permukaan tajuk dan daun, sebagian lainnya akan jatuh ke atas permukaan tanah melalui sela-sela daun atau mengalir ke bawah melalui permukaan batang pohon. Sebagian kecil air hujan tidak akan pernah sampai ke permukaan tanah, melainkan terevaporasi kembali ke atmosfer (dari tajuk) selama dan setelah berlangsungnya hujan (interception).

Air hujan yang dapat mencapai permukaan tanah, sebagian akan masuk (terserap) ke dalam tanah (infiltration). Air hujan yang tidak terserap ke dalam tanah akan tertampung sementara dalam cekungan-cekungan permukaan tanah (surface detention), untuk kemudian mengalir di atas permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah (surface runoff) yang selanjutnya masuk ke sungai. Air yang terinfiltrasi akan tertahan di dalam tanah oleh gaya kapiler yang selanjutnya akan membentuk kelembaban tanah. Apabila tingkat kelembaban tanah telah cukup jenuh, maka air hujan yang baru masuk ke dalam tanah akan bergerak secara lateral (horisontal), untuk selanjutnya pada tempat tertentu akan keluar lagi ke permukaan tanah (sub surface runoff) dan akhirnya mengalirnya ke

(2)

sungai. Alternatif lainnya, air hujan yang masuk ke dalam tanah akan bergerak vertikal menuju lapisan tanah yang lebih dalam dan menjadi bagian dari airtanah (ground water). Air tanah tersebut, terutama pada musim kemarau akan mengalir pelan-pelan ke sungai, danau atau tempat penampungan air alamiah lainnya.

2.2. Jenis – Jenis Tanah

Dalam pengertian sehari-hari apabila orang menyebut klasifikasi tanah maka yang dimaksud adalah klasifikasi alami. Terdapat berbagai macam sistem klasifikasi tanah yang ada di dunia, namun di Indonesia dikenal 3 (tiga) jenis klasifikasi tanah yang masing-masing dikembangkan oleh Pusat Penelitian Tanah Bogor, FAO/UNESCO dan USDA (United States Department of Agriculture = Departemen Pertanian Amerika Serikat). Nama-nama tanah dalam tingkat Jenis dan Macam tanah dalam sistem Pusat Penelitian Bogor yang disempurnakan (1982) sangat mirip dengan sistem FAO/UNESCO. Walaupun demikian nama-nama lama yang sudah terkenal tetap dipertahankan, tetapi menggunakan definisi-definisi baru. Jenis-jenis tanah yang ada adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Jenis – Jenis Tanah

NO. N A M A K E T E R A N G A N

1. Organosol Tanah organik (gambut) yang ketebalannya lebih dari 50 cm.

2. Litosol Tanah mineral yang ketebalannya 20 cm atau kurang. Di bawahnya terdapat batuan keras yang padu.

(3)

3. Rendzina Tanah dengan epipedon mollik (warna gelap, kandungan bahan organik lebih dari 1 %, kejenuhan basa 50 %), dibawahnya terdiri dari batuan kapur.

4. Grumusol Tanah dengan kadar liat lebih dari 30 % bersifat mengembang dan mengerut. Jika musim kering tanah keras dan retak-retak karena mengerut, jika basah lengket (mengembang).

5. Gleisol Tanah yang selalu jenuh air sehingga berwarna kelabu atau menunjukkan sifat-sifat hidromorfik lain.

6. Aluvial Tanah berasal dari endapan baru dan berlapis-lapis, bahan organik jumlahnya berubah tidak teratur dengan kedalaman. Hanya terdapat epipedon ochrik, histik atau sulfurik, kandungan pasir kurang dari 60 %.

7. Regosol Tanah bertekstur kasar dengan kadar pasir lebih dari 60 %, hanya mempunyai horison penciri ochrik, histik atau sulfurik.

8. Arenosol Tanah bertekstur kasar dari bahan albik yang terdapat pada kedalaman sekurang-kurangnya 50 cm dari permukaan atau memperlihatkan ciri-ciri mirip horison argilik, kambik atau oksik, tetapi tidak memenuhi syarat karena tekstur terlalu kasar. Tidak mempunyai horisin penciri kecuali epipedon ochrik.

(4)

9. Andosol Tanah-tanah yang umumnya berwarna hitam (epipedon mollik atau umbrik) dan mempunyai horison kambik; kerapatan limbak (bulk density) kurang dari 0,85 g/cm3, banyak yang mengandung amorf atau lebih dari 60 % terdiri dari abu vulkanik vitrik, cinders atau bahan pyroklastik lain.

10. Latosol Tanah dengan kadar liat lebih dari 60 %, remah sampai gumpal, gembur, warna tanah seragam dengan dengan batas-batas horison yang kabur, solum dalam (lebih dari 150 cm), kejenuhan basa kurang dari 50 %, umumnya mempunyai epipedon kambrik dan horison kambik.

11. Brunizem Seperti Latosol, tetapi kejenuhan basa lebih dari 50 %.

12. Kambisol Tanah dengan horisin kambik, atau epipedon umbrik atau molik. Tidak ada gejala-gejala hidromorfik (pengaruh air).

13. Nitosol Tanah dengan penimbunan liat (horison argilik). Dari horison penimbunan liat maksimum ke horison-horison di bawahnya, kadar liat turun kurang dari 20 %. Mempunyai sifat ortoksik (kapasitas tukar kation kurang dari 24 cmol (+) / kg liat.

14. Podsolik Tanah dengan horison penimbunan liat (horison argilik), dan kejenuhan basa kurang dari 50 %, tidak mempunyai horison albik.

(5)

15. Mediteran Seperti tanah Podsolik (mempunyai horison argilik) tetapi kejenuhan basa lebih dari 50 %.

16. Planosol Tanah dengan horison albik yang terletak diatas horison dengan permeabilitas lambat (misalnya horison argilik atau natrik) yang memperlihatkan perubahan tekstur nyata, adanya liat berat atau fragipan, dan memperlihatkan ciri-ciri hidromorfik sekurang-kurangnya pada sebagian dari horison albik.

17. Podsol Tanah dengan horison penimbunan besi, Alumunium Oksida dan bahan organik (sama dengan horison sporadik). Mempunyai horison albik.

18. Oksisol Tanah dengan pelapukan lanjut dan mempunyai horison oksik, yaitu horison dengan kandungan mineral mudah lapuk rendah, fraksi liat dengan aktivitas rendah, kapasitas tukar kation rendah (kurang dari 16 cmol (+) / kg liat). Tanah ini juga mempunyai batas-batas horison yang tidak jelas.

(6)

2.3. Infiltrasi dan Laju Infiltrasi 2.3.1 Infiltrasi

Air yang jatuh kepermukaan tanah, sebagian mengalir diatas permukaan tanah yang disebut (run - off) dan sebagian lagi akan masuk kedalam tanah sebagai infiltrasi. Sifat lapisan tanah menentukan cepat tidaknya air dapat masuk kedalam tanah.

Infiltrasi itu sendiri adalah masuk nya air kedalam tanah (Buckman and Brady, 1982; Foth and Turk, 1972; Schwab and Frevert, 1981; Steel, 1984: Setdjamidjadja dan Wirasmoko, 1994; Donahue, 1958; Selanjutnya Arsyad, 1986 mengemukakan bahwa infiltrasi adalah proses masuknya air kedalam tanah tetapi tidak selalu melalui permukaan atau secara vertikal. Sedangkan menurut Wisler dan Breater (1959) mengemukakan bahwa infiltrasi adalah suatu proses air memasuki lapisan permukaan tanah dan bergerak kebawah menuju water table.

Proses infiltrasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tekstur dan struktur tanah, persediaan air awal , kegiatan biologi dan unsur organik. Tanah remah akan memberikan kapasitas infiltrasi lebih besar dari pada tanah liat. Tanah dengan pori-pori jenuh airnya mempunyai kapasitas yang lebih kecil yang dibandingkan tanah kering (Arsyad, 1989).

Menurut Michael (1978), ada 3 metode dalam menentukan karakteristik infiltrsi tanah untuk merancang suatu sistem irigasi, yaitu

a. menggunakan ring infiltrometer

(7)

c. Menghitung infiltrasi akumulatif dari data aliran air. Namun metode yang paling umum digunakan adalah penggunaan ring infiltrometer.

Menurut Steel (1984) besar infiltrasi dapat dipengaruhi oleh beberapa hal sebagai berikut:

a. Karakteristik curah hujan dan kelembaban tanah

Curah hujan yang kecil kemungkinan akan diserap seluruhnya oleh tanah dan tidak akan menghasilkan run- off. Curah hujan yang besar menyebabkan pemadatan permukaan tanah diakibatkan oleh hantaman butir – butir hujan sehingga menurunkan infiltrasi. Hal ini banyak tertadi pada tanah yang tidak diolah dan tidak ditanami ataupun pada tanah – tanah yang sudah diolah tetapi belum ditanami. Hantaman butir – butir hujan segera menghilangkan porositas yang terbentuk karena pengolahan tanah. Curah hujan yang membesar akan meningkatkan kelembaban tanah dan menurunkan infiltrasi.

b. Karakteristik/ Struktur tanah Tanah

Semakin kecil ukuran pori permukaan tanah, maka akan smakin kecil pula laju infiltrasinya. Partikel tanah berukuran kecil seperti tanah liat akan memberikan ruang pori yang kecil pula, sementara pasir dan kerikil akan mengalami hal yang sebaliknya. Permukaan tanah yang mengandung koloid liat apabila dibasahi akan menurunkan infiltrasi

c. Tekstur tanah

Tanah dapat diklasifikasikan melalui 2 (dua) cara klasifikasi, yaitu klasifikasi alami dan klasifikasi teknis, dengan penjelasan sebagai berikut :

(8)

• Klasifikasi alami adalah klasifikasi tanah yang didasarkan atas sifat tanah yang dimilikinya tanpa menghubungkan dengan tujuan penggunaan tanah tersebut. Klasifikasi ini memberikan gambaran dasar terhadap sifat fisik, kimia dan mineralogi tanah yang dimiliki masing-masing kelas yang selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar untuk pengelolaan bagi berbagai penggunaan tanah. • Klasifikasi teknis adalah klasifikasi tanah yang didasarkan atas sifat-sifat tanah

yang mempengaruhi kemampuan tanah untuk penggunaan-penggunaan tertentu. (Contoh : klasifikasi kesesuaian lahan untuk perkebunan, tanah akan diklasifikasikan atas dasar sifat-sifat tanah yang mempengaruhi tanaman perkebunan tersebut seperti drainase tanah, lereng, tekstur tanah dan lainnya).

d. Penutupan tanah akibat Intensitas hujan

Penutupan permukaan tanah merupakan hal yang penting karena akan melindungi permukaan tanah terhadap pemadatan akibat hantaman butir – butir hujan. Tergantung kepada kerapatannya, penutupan permukaan tanah akan meningkatkan infiltrasi

e. Topografi Tanah

Kemiringan lahan juga akan mempengaruhi laju infiltrasi dimana laju infiltrasi dilahan yang datar akan lebih besar dari pada dilahan yang miring. kemiringan lereng dan panjang lereng adalah dua unsure topografi yang paling berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi. Selain memperbesar jumlah aliran permukaan, makin curamnya lereng juga memperbesar kecepatan aliran permukaan dengan demikian memperbesar energi angkut air. Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajad atau persen. Kecuraman lereng 100% sama dengan kecuraman 45o.

(9)

f. Persentase air, debu,dan liat dalam tanah g. Jumlah air didalam tanah

h. Bahan organic

Bahan organik adalah tanaman yang mati, jasad hidup yang mati serta humus. Unsur organic cenderung memperbaiki struktur tanah dan bersifat meningkatkan permeabilitas tanah, kapasitas tampung air dan kesuburan tanah. Kumpulan unsur organic di atas permukaan tanah dapat menghambat kecepatan air larian

2.3.2 Laju Infiltrasi

Laju Infiltrasi adalah banyaknya air yang masuk melalui tanah per satuan waktu, sedangkan kapasitas infiltrasi adalah laju air yang dapat memasuki tanah pada suatu saat (Arsyad, 1986). Sedangkan Wisler dan Brater (1959) mengemukakan bahwa kemampuan maksimum dari kondisi suatu tanah untuk melakukan atau engabsorbsi air tersebut disebut kapasitas infiltrasi.

Dalam menentukan infiltrasi suatu permukaan tanah yang dihitung adalah lajunya. Laju infiltrasi diberi satuan inci per jam atau millimeter perjam. Kemampuan suatu tanah dalam menyerap air hujan ada batas maksimumnya dan ini dinamakan kapasitas infiltrasi. Jadi jika curah hujan sama atau lebih besar daripada infiltrasi maka laju infiltrasi sama dengan kapasitas infiltrasi. Sedangkan run –off akan terjadi jika curah hujan melebihi infiltrasi.

(10)

Secara fisik terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap laju infiltrasi (Hansen, 1986) :

1. Jenis Tanah

Tanah berpasir umunya cenderung mempunyai laju unfiltrasi tingi, akan tetapi tanah liat cenderung mempunyai laju infiltrasi rendah.

2. Kepadatan Tanah

Makin padat suatu tanah makin kecil laju infiltrasinya sebab jumlah pori-pori tanah berkurang.

3. Kelembaban Tanah

Makin tinggi kadar air di dalam tanah, laju infiltrasi semakin kecil. Dengan demikian, infiltrasi yang terjadi pada suatu tanah makin lama makin kecil.

(11)

Tabel 2.2 Klasifikasi Laju Infiltrasi

Kelas Laju Infiltrasi (mm/jam) Sangat Cepat Cepat Agak Cepat Sedang Agak Lambat Lambat Sangat lambat >254 127 – 254 63 – 127 20 – 63 5 – 20 1 – 5 <1

Sumber: U.S. Soil Conservation

Pada gambar 2.1, Schwab dan Frevert (1981) memberikan ilustrasi yang baik dalam bentuk kurva tentang hubungan antara infiltrasi, curah hujan, dan run- off . Pada awalnya laju infiltrasi lebih besar daripada curah hujan. Beberapa saat kemudian laju infiltrasi terus menurun sampai akhirnya laju infiltrasi sama dengan curah hujan atau laju infiltrasi telah mencapai kapasitas infiltrasi, dalam gambar ditunjukkan sebagi perpotongan antara kurva infiltrasi dengan curah hujan. Dalam periode waktu yang singkat tersebut, run – off belum terjadi. Dimana dalam gambar, nilai run – off masih sama dengan nol. Ketika kapasitas curah hujan melebihi infiltrasi, run – off mulai terjadi. Laju infiltrasi terbesar biasanya terjadi padasaat permulaan hujan dan berangsur – angsur

(12)

berkurang hingga mencapai angka minimum yang konstan, maka untuk perhitungan potensial aliran permukaan digunakan angka minimum konstan.

Gambar 2.1 Bentuk umum kurva infiltrasi dan run – off , Sumber : Teori Schwab dan Frevert (1981)

Laju infiltrasi dapat dilustrasikan berdasarkan persamaan empiris horton tercantum dalam gambar 2.2

(13)

Keterangan: f = Laju infiltrasi pada t

Fc = Laju infiltrasi pada saat infiltrasi telah konstan

Fo = Laju infiltrasi awal

t = Konstanta

e = 2, 718281820

2.4. Identifikasi Permasalahan Air Tanah & Dampak Pemompaan Air Tanah 2.4.1. Permasalahan Air Tanah

Pertumbuhan penduduk yang cukup pesat saat ini dengan berbagai konflik kepentingan yang ada, menyebabkan manusia tidak lagi peduli tentang keseimbangan alam termasuk dengan melakukan pemompaan air tanah dengan tidak bijaksana. Adapun penyebab permasalahan yang terjadi dalam penggunaan air tanah yang sering terjadi saat ini adalah:

a. Peningkatan kebutuhan air dari waktu ke waktu b. Kesulitan masyarakat memperoleh air bersih c. Ketergantungan yang tinggi terhadap airtanah d. Keterbatasan kemampuan penyediaan airtanah e. Pertentangan kepentingan dalam penggunaan airtanah

f. Menjadikan air tanah sebagai sasaran memperoleh keuntungan ekonomi g. Penguasaan mata air secara sepihak

(14)

i. Kemerosotan kondisi dan lingkungan airtanah akibat kurangnya perhatian terhadap konservasi airtanah

j. Banyaknya pelaku yang menangani air tanah

2.4.2. Dampak Pemompaan Air Tanah

Adapun dampak secara teknis pemompaan air tanah yang berlebihan adalah:

a. Intrusi air laut

Intrusi air laut banyak terjadi di daerah sekitar pantai. Banyaknya penduduk dan kawasan-kawasan industri seperti di kota – kota besar yang memanfaatkan airtanah, semakin meningkatkan daya intrusi air laut ke daratan (sumur). Pengambilan airtanah secara besar-besaran berdampak pada kekosongan air di dalam tanah sehingga air laut merembes masuk seperti yang diilustrasikan pada gambar 2.3 dibawah ini.

(15)

b. Penurunan Tanah

Penurunan tanah (land subsidence) didefinisikan sebagai penurunan muka tanah sebagai fungsi dari waktu yang diakibatkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah pengambilan air tanah yang berlebihan (groundwater over exploitation). Penurunan tanah dapat menyebabkan kerusakan pada bangunan dan struktur seperti retak-retak dan amblasan, pembalikan arah sistem drainasi dan meningkatkan kemungkinan terjadinya bencana banjir.

c. Penurunan Muka Air Tanah

Pada saat ini dengan rusaknya hutan dan hilangnya daerah resapan air mengakibatkan muka airtanah semakin berkurang. Perbandingan air yang masuk dalam tanah dan yang diambil (dipompa) dari tanah sangat tidak seimbang, mengakibatkan penduduk sering kali mendapati sumur – sumur mereka semakin dalam dan jumlah air semakin berkurang.

d. Kekeringan

Dampak lain yang tidak secara langsung terjadi akibat eksploitasi air tanah yang berlebihan adalah kekeringan. Terutama eksploitasi airtanah yang tidak segera dipasokkan kembali ke lahan tersebut. Konservasi hutan yang kurang optimal, dalam jangka panjang memperparah kondisi tersebut.

e. Penurunan Kualitas Air Tanah

Penurunan kualitas airtanah yang diakibatkan oleh pemompaan air tanah berlebihan adalah kosongnya lapisan-lapisan tanah sehingga air dari sumber pencemaran merembes

(16)

masuk dalam air tanah. Di daerah perkotaan sebagian besar sumur penduduk tidak bisa digunakan lagi untuk kegiatan sehari-hari, karena banyak bahan pencemar yang masuk.

2.5. Upaya Pelestarian Air Tanah

Dampak pemompaan air tanah yang berlebihan menyebabkan kerugian lingkungan dan materi yang cukup besar. Oleh karena itu harus ada usaha-usaha secara dini dan berkelanjutan dalam mengatasi masalah ini.. Beberapa langkah efektif yang dapat dilakukan dalam mengatasi masalah air tanah tersebut adalah:

a. Pembatasan pengambilan air tanah haruslah dilakukan, pemantauan dengan sumur pengamat (pisometer) pada sumur produksi perlu dipertimbangkan.

b. Pengisian secara alami (natural recharge), yaitu upaya yang dilakukan tanpa adanya kegiatan fisik yang dibuat oleh manusia. Pengisian alami dapat terjadi pada ruang-ruang terbuka hijau, terutama pada lahan yang mempunyai jenis tanah yang porus. Oleh karena itu semua pihak, baik pemerintah maupun pemangku kepentingan (stake-holders) haruslah menyiapkan lahan bagi kepentingan ini. Selain itu pelestarian hutan terutama di daerah penyangga (buffer zone) haruslah dijaga dan dipertahankan serta ditingkatkan.

c. Pengisian buatan (artificial recharge), adalah upaya yang dilakukan dengan kegiatan fisik yang dilakukan oleh manusia. Berbagai teknologi dalam upaya pembuatan pengisian buatan telah banyak dilakukan, beberapa contoh adalah danau buatan, air suntikan dan sumur resapan (recharge well/injection well) termasuk pembuatan Lubang Resapan Biopori.

(17)

2.6 Air “Suntikan”

Air memang tidak pernah hilang, selalu dapat diperbaharui, tetapi menunggu satu siklus air yang lengkap mulai dari tanah – uap – awan – hujan – dan menjadi air tanah kembali, memerlukan jangka waktu yang cukup lama.Disamping itu, awan yang dibentuk dari uap air disuatu tempat belum tentu akan menjatuhkannya lagi ditempat tersebut. Banyak unsur iklim yang memperbaharuinya seperti angin dan lain – lain. Kalaupun awan tersebut menjatuhkan air tersebut pada tempat tersebut, juga belum tentu dapat meresap kedalam tanah hingga menjadi air tanah dangkal jika pada lokasi tersebut air hilang sebagai air permukaan.

Gambar 2.4. Siklus hidrologi

Menurut Handhadari (1996) siklus air dapat diperpendek dengan membuat artificial water recycling. Caranya air dikembalikan sebanyak – banyaknya kebumi untuk dimanfaatkan kembali. Air hujan tidak dibiarkan mengalir kedalam saluran pembuangan, kesungai, ataupun kelaut sebagaimana yang terjadi khususnya didaerah perkotaan.

(18)

Dengan demikian dihrapkan muka air tanah dangkalpun tetap akan terjaga dan tidak turun banyak pada waktu musim kemarau yang parah sekalipun

Proses artificial water recycling dengan cara memotong dan “ mencuri” ketersediaan air alami (bypass water cycle) melalui kemampuan sendiri melalui teknik “suntikan”. Teknik suntikan yang amat sederhana dapat dilakukan dengan cara membuat sumur resapan yaitu semacam septic tank ataupun Lubang Resapan Biopori. Teknik memaksa masuknya air hujan kedalam tanah dengan membuat sumur resapan ini sudah bukan hal yang baru lagi.

2.7. Lubang Resapan Biopori

Biopori adalah lubang sedalam 80-100 cm dengan diameter 10-30 cm, dimaksudkan sebagai lubang resapan untuk menampung air hujan dan meresapkannya kembali ke tanah. Biopori memperbesar daya tampung tanah terhadap air hujan, mengurangi genangan air, yang selanjutnya mengurangi limpahan air hujan turun ke sungai. Dengan demikian, mengurangi juga aliran dan volume air sungai ke tempat yang lebih rendah, seperti Jakarta yang daya tampung airnya sudah sangat minim karena tanahnya dipenuhi bangunan.

Teknologi biopori ini memanfaatkan aktifitas organisme kecil dan sejumlah mikroorganisme untuk menguraikan sampah organik di dalam lubang. Makhluk-makhluk yang hampir tidak pernah hadir dalam ruang sadar kita ini membuat lubang-lubang kecil di dinding lubang selama proses penguraian. Dalam waktu 2-4 minggu, proses penguraian menghasilkan pupuk yang berguna sebagai nutrisi tanaman dan menyehatkan tanah.

Teknologi peresapan konvensional yang telah diperkenalkan untuk peresapan air umumnya berukuran relatif besar. Karena dimensinya relatif besar, perlu dibuat

(19)

penguatan sebagian dindingnya serta perlu diisi dengan pasir, kerikil, dan ijuk; untuk menghindari longsornya dinding resapan. Bahan pengisi tersebut tidak dapat digunakan oleh biota tanah sebagai sumber energi dalam penciptaan biopori, sehingga bila terjadi penyumbatan permukaan resapan oleh bahan-bahan halus yang terbawa air yang tersaring oleh ijuk menyumbat rongga diantara ijuk. Pengumpulan volume air yang cukup besar ke dalam lubang yang relatif besar menyebabkan beban resapan yang relatif besar. Beban resapan adalah volume air yang masuk dalam lubang dibagi luas permukaan resapan (dinding dan dasar lubang). Beban resapan akan meningkat sejalan dengan peningkatan diameter lubang. Peningkatan beban resapan mengakibatkan penurunan laju peresapan air karena terlalu lebarnya zone jenuh air di sekeliling dinding lubang, apalagi bila sebagian permukaan resapan dikedapkan dengan penguat dinding.

Peresapan air ke dalam tanah dapat diperlancar oleh adanya biopori yang dapat diciptakan oleh fauna tanah dan akar tanaman. Untuk menyediakan lingkungan yang kondusif bagi penciptaan biopori di dalam tanah perlu disediakan bahan organik yang cukup di dalam tanah. Untuk memudahkan pemasukan bahan organik ke dalam tanah, perlu dibuat saluran menurut kontur atau lubang silindris ke dalam tanah.

Pembuatan saluran atau lubang silindris akan menjadi simpanan depresi yang dapat menahan sementara aliran permukaan untuk memberi kesempatan meresap ke dalam tanah. Dinding saluran atau lubang silindris menyediakan tambahan permukaan resapan air seluas dinding saluran atau lubang yang dibuat. Bila saluran atau lubang silindris diisi sampah organik, maka permukaan resapan tidak akan mengalami kerusakan atau penyumbatan karena dilindungi oleh sampah organik. Kumpulan sampah organik yang tidak terlalu besar dalam saluran atau lubang silindris akan menjadi habitat yang baik bagi fauna tanah terutama cacing tanah yang memerlukan perlindungan dari panas matahari dan kejaran pemangsanya, serta memperoleh makanan, kelembaban dan oksigen

(20)

yang cukup. Karena peningkatan laju peresapan air terjadi karena terbentuknya biopori maka sistem peresapannya diperkenalkan sebagai saluran peresapan biopori (SPB) dan lubang resapan biopori (LRB).

Pada proses penggalian Lubang Resapan Biopori dibutuhkan alat dan bahan sebagai berikut:

a. Alat bor biopori (dapat dibuat dari alat yang sederhana seperti: pipa paralon, bambu, linggis) atau alat sederhana lainnya yang dapat digunakan untuk menggali b. Campuran semen setebal 2 cm dan lebar 2-3 centimeter serta diberikan pengaman lubang resapan atau dapat juga menggunakan loster yang biasa digunakan sebagai lubang angin pada dinding wc ataupun bahan apa saja yang dapat ditemukan dilingkungan kita yang dapat digunakan untuk memperkuat lubang biopori

Dengan mempertimbangkan intensitas curah hujan dan laju resapan air disuatu wilayah maka akan dapat dihitung jumlah ideal Lubang Resapan Biopri perluasan area dengan rumus:

Jumlah Lubang = intensitas hujan (mm/jam) x luas bidang kedap air (m2) laju resapan air perlubang (liter / jam)

Intensitas hujan menyatakan besarnya curah hujan yang jatuh dalam suatu waktu yang singkat yaitu 5, 10, 15, atau 30 menit, yang dinyatakan dalam millimeter per jam atau cm per jam. Intensitas hujan dapat diklasifikasikan dalam tabel berikut ini:

(21)

Tabel 2.3. klasifikasi intensitas hujan kohnke dan Bertrand, Intensitas Hujan (mm/jam) Klasifikasi

< 6,25 6,25 – 12, 50 12, 50 – 50,00 >50,00 Rendah (Gerimis) Sedang Lebat Sangat Lebat

Sumber: sitanala arsyad, 1989: 73

Klasifikasi intensitas hujan dapat juga dinyatakan dengan cara sebagai berikut:

Pembuatan Lubang Resapan Biopori dapat dilakukan dengan mengikuti langkah – langkah sebagai berikut:

a. Siapkan alat bor biopori dan sekop untuk membersihkan tanah dari mata bor b. Tentukan lokasi yang akan digunakan

c. Buatlah lubang silindris dengan diameter 10 – 30 cm dengan kedalaman 80-100 cm dengan catatan tidak melampaui muka air tanah untuk daerah yang muka air tanah nya tinggi. Jarak antar lubang 50 – 100 cm

d. Mulut lubang dapat diperkuat dengan campuran semen selebar 2 – 3cm dengan tebal 2 cm dimulut lubang atau dapat menggunakan bahan losster yang biasa digunakan sebagai lubang angin pada dinding wc (bahan lain dapat juga digunakan selama bahan tersebut dianggap aman untuk digunakan)

e. Isi Lubang dengan sampah organik. Sampah organik ini perlu ditambahkan kedalam lubang yang isinya sudah menyusut karena proses pelapukan

(22)

f. Sampah organik perlu ditambahkan kedalam lubang yang isinya sudah berkurang dan menyusut akibat pelapukan

g. Kompos yang sudah terbentuk dalam lubang dapat diambil pada setiap akhir musim kemarau barsamaan dengan pemeliharaan lubang resapan

Bagian atas (tajuk) tanaman, dan serasah yang dihasilkan dapat menahan sebagian air hujan, serta melindungi permukaan tanah dari tumbukan butir hujan; sehingga agregat dan pori tanah tidak rusak dan peresapan air ke dalam tanah dapat dipertahankan. Akar tanaman tumbuh dan berkembang di dalam tanah mengeluarkan eksudat akar yang menjadi sumber makanan bagi biota tanah (fauna dan mikroba tanah). Akar tanaman dan fauna tanah mampu menciptakan biopori (biopore) yang berupa liang silindris yang mantap sehingga sangat efektif menyalurkan air dan udara ke dan di dalam tanah. Dibandingkan dengan pori makro di antara agregat tanah, biopori akan terus bertambah mengikuti perkembangan akar tanaman serta peningkatan populasi dan aktivitas fauna tanah.

Bahan mineral dan bahan organik yang dimakan cacing kemudian dikeluarkan menjadi kotoran cacing (castings) yang mempunyai bobot isi lebih rendah (1.15 g/cm3) dibandingkan dengan tanah sekitarnya yang berbobot isi 1.5 - 1.6 g/cm3 (McKenzie dan Dexter, 1987). Kotoran cacing tersebut merupakan agregat tanah yang stabil karena dimantapkan oleh senyawa organik berupa senyawa polisakarida yang dihasilkan oleh mikroba dan bahan 3. Adapum manfaat pembuatan Lubang Resapan Biopori dilingkungan kita dapat dijelaskan dalam uraian berikut ini:

a. Meningkatkan daya resapan air yang nantinya akan memperkecil kemungkinan air bisa tergenang dan pada akhirnya juga akan membantu mencegah penyakit yang terjadi akibat genangan air seperti malaria dan demam berdarah

(23)

b. Menyimpan persediaan air pada saat musim hujan sebagai cadangan air pada saat musim kemarau

c. Mengubah sampah organik menjadi kompos d. Memanfaatkan fauna tanah dan atau akar tanaman.

Sementara itu, Lubang resapan ini dianggap cukup aplikatif karena memiliki kelebihan sebagai berikut:

a. Berbentuk Liang Silindris sinambung dan bercabang keberbagai arah, sehingga mudah dilalui air dan udara meskipun pada tanah meskipun belum mengalami perkembangan struktur

b. Lebih kuat karena dindingnya dilapisi bahan organic yang dihasilkan di rhizosfir/ drillosphere

c. Menjadi tempat hunian biodversitas tanah

d. Tidak mudah tertutup akibat proses pengembangan liat meskipun tipe liat 2:1 e. Mudah ditembus oleh akar tanaman

Untuk kawasan terbangun seperti pemukiman dan perkotaan, di mana ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai daerah resapan sudah berkurang. Makin sempitnya permukaan resapan di wilayah perkotaan perlu ditanggulangi dengan memperluas permukaan peresapan vertikal ke dalam tanah. Pembuatan lubang resapan biopori ke dalam tanah secara langsung akan memperluas bidang permukaan peresapan air, seluas permukaan dinding lubang.

Dengan diameter lubang cukup kecil, LRB dapat dibuat menyebar pada tempat-tempat dimana air hujan akan terkumpul dengan membuat alur atau cekungan disesuaikan dengan desain taman yang sudah ada. Beberapa alternatif penempatan LRB adalah pada tempat yang aman dan tidak mengganggu estetika, seperti:

(24)

a. Saluran pembuangan air diubah menjadi saluran peresapan air

b. Di sekeliling pohon

c.Perubahan kontur taman

2.8. Metoda Mock

Hasil perkiraan debit limpasan (run off ) tidak bisa menggantikan dokumentasi data aliran sungai. Namun dalam hal dimana sangat dibutuhkan tersedianya data tersebut, maka diperlukan adanya penaksiran atau perkiraan. Ada banyak metoda untuk menaksir debit limpasan. Akurasi dari masing-masing metoda tersebut bergantung pada keseragaman dan keandalan data yang tersedia. Salah satu metoda tersebut adalah Metoda Mock. Metoda Mock adalah suatu metoda untuk memperkirakan keberadaan air

(25)

berdasarkan konsep water balance. Keberadaan air yang dimaksud di sini adalah besarnya debit suatu daerah aliran sungai. Data yang digunakan untuk memperkirakan debit ini berupa data klimatologi dan karakteristik daerah aliran sungai. Metoda Mock dikembangkan oleh Dr. F. J. Mock berdasarkan atas daur hidrologi. Metoda Mock merupakan salah satu dari sekian banyak metoda yang menjelaskan hubungan rainfall-runoff. Secara garis besar model rainfall-runoff bisa dilihat pada Gambar 1.3. Metoda Mock dikembangkan untuk menghitung debit bulanan rata-rata. Data-data yang dibutuhkan dalam perhitungan debit dengan Metoda Mock ini adalah data klimatologi, luas dan penggunaan lahan dari catchment area .

Evapotranspirasi Rainfall

Surface Run Off

Infiltrasi Total Run

Groundwater Run Off Gambar 2.5. Bagan alir model rainfall-runoff.

Pada prinsipnya, Metoda Mock memperhitungkan volume air yang masuk, keluar dan yang disimpan dalam tanah (soil storage ). Volume air yang masuk adalah hujan. Air yang keluar adalah infiltrasi, perkolasi dan yang dominan adalah akibat evapotranspirasi. Perhitungan evapotranspirasi menggunakan Metoda Penmann. Sementara soil storage adalah volume air yang disimpan dalam pori-pori tanah, hingga kondisi tanah menjadi jenuh. Secara keseluruhan perhitungan debit dengan Metoda Mock ini mengacu pada

Surface Storage

(26)

water balance , dimana volume air total yang ada di bumi adalah tetap, hanya sirkulasi dan distribusinya yang bervariasi. Proses perhitungan yang dilakukan dalam Metoda Mock dijelaskan secara umum dalam Gambar 2.6 berikut ini.

Gambar 2.6. Bagan alir perhitungan debit dalam Metoda Mock. A. Water Balance

Dalam siklus hidrologi, penjelasan mengenai hubungan antara aliran ke dalam (inflow) dan aliran keluar (outflow) di suatu daerah untuk suatu perioda tertentu disebut neraca air atau keseimbangan air (water balance).

Bentuk umum persamaan water balance adalah: P = Ea + ΔGS + TRO dengan: P = presipitasi. Ea = evapotranspirasi. Perhitungan Evapotranspirasi Potensial (Metoda Penman) Perhitungan Water Surplus Perhitungan Evapotranspirasi Aktual Perhitungan

(27)

ΔGS = perubahan groundwater storage . TRO = total run off.

Water balance merupakan siklus tertutup yang terjadi untuk suatu kurun waktu pengamatan tahunan tertentu, dimana tidak terjadi perubahan groundwater storage atau ΔGS = 0. Artinya awal penentuan groundwater storage adalah berdasarkan bulan terakhir dalam tinjauan kurun waktu tahunan tersebut. Sehingga persamaan water balance menjadi:

P = Ea + TRO

Beberapa hal yang dijadikan acuan dalam prediksi debit dengan Metoda Mock sehubungan dengan water balance untuk kurun waktu (misalnya 1 tahun) adalah sebagai berikut:

a. Dalam satu tahun, perubahan groundwater storage (ΔGS) harus sama dengan nol.

b. Jumlah total evapotranspirasi dan total run off selama satu tahun harus sama dengan total presipitasi yang terjadi dalam tahun itu. Dengan tetap memperhatikan kondisi-kondisi batas water balance di atas, maka prediksi debit dengan Metoda Mock diharapkan dapat akurat.

B. Data Iklim

Data iklim yang digunakan dalam Metoda Mock adalah presipitasi, temperatur, penyinaran matahari, kelembaban relatif dan data kecepatan angin. Secara umum data-data ini digunakan untuk menghitung evapotranspirasi. Dalam Metoda Mock, data-data-data-data iklim yang dipakai adalah data bulanan rata-rata, kecuali untuk presipitasi yang digunakan adalah jumlah data dalam satu bulan. Notasi dan satuan yang dipakai untuk data iklim ditabelkan pada Tabel 2.6

(28)

Tabel 2.4. Notasi dan Satuan Parameter Iklim

Data meteorologi Notasi Satuan

Presipitasi P Millimeter (mm)

Temperatur T Derajat Celsius (ºc)

Penyinaran Matahari S %

Kelembapan Relatif H %

Kecepatan Angin W Mile/ hari

Sumber : Sudirman 2002

C. Evapotranspirasi

Evapotranspirasi merupakan faktor penting dalam memprediksi debit dari data curah hujan dan klimatologi dengan menggunakan Metoda Mock. Alasannya adalah karena evapotranspirasi ini memberikan nilai yang besar untuk terjadinya debit dari suatu daerah aliran sungai. Evapotranspirasi diartikan sebagai kehilangan air dari lahan dan permukaan air dari suatu daerah aliran sungai akibat kombinasi proses evaporasi dan transpirasi. Lebih rinci tentang evapotranspirasi potensial dan evapotranspirasi aktual diuraikan di bawah ini.

1. Evapotranspirasi Potensial

Evapotranspirasi potensial adalah evapotranspirasi yang mungkin terjadi pada kondisi air yang tersedia berlebihan. Faktor penting yang mempengaruhi evapotranspirasi potensial adalah tersedianya air yang cukup banyak. Jika jumlah air selalu tersedia secara berlebihan dari yang diperlukan oleh tanaman selama proses transpirasi, maka jumlah air yang ditranspirasikan relatif lebih besar dibandingkan apabila tersedianya air di bawah keperluan.

(29)

Beberapa rumus empiris untuk menghitung evapotranspirasi potensial adalah rumus empiris dari: Thornthwaite, Blaney-Criddle, Penman dan Turc- Langbein-Wundt. Dari rumus-rumus empiris di atas, Metoda Mock menggunakan rumus empiris dari Penman. Rumus empiris Penman memperhitungkan banyak data klimatologi yaitu temperatur, radiasi matahari, kelembaban, dan kecepatan angin sehingga hasilnya relatif lebih akurat. Perhitungan evaporasi potensial Penman didasarkan pada keadaan bahwa agar terjadi evaporasi diperlukan panas.

Menurut Penman besarnya evapotranspirasi potensial diformulasikan sebagai berikut:

dimana:

H = energy budget, = R (1-r) (0,18 + 0,55 S) - B (0,56 – 0,092 d e ) (0,10 + 0,9 S) D = panas yang diperlukan untuk evapotranspirasi, = 0,35 (ea – ed) (k + 0,01w) A = slope vapour pressure curve pada temperatur rata-rata, dalam mmHg/oF. B = radiasi benda hitam pada temperatur rata-rata, dalam mmH2O/hari.

ea = tekanan uap air jenuh (saturated vapour pressure) pada temperature rata-rata (mmHg).

R = radiasi matahari, dalam mm/hari.

r = koefisien refleksi, yaitu perbandingan antara radiasi elektromagnetik (dalam sembarang rentang nilai panjang gelombang yang ditentukan)yang dipantulkan oleh suatu benda dengan jumlah radiasi yang terjadi, dan dinyatakan dalam persentasi

S = rata-rata persentasi penyinaran matahari bulanan, dalam persen (%).

ed = tekanan uap air sebenarnya (actual vapour pressure ), dalam mmHg. = ea x h. h = kelembaban relatif rata-rata bulanan, dalam persen (%).

(30)

k = koefisien kekasaran permukaan evaporasi (evaporating surface). Untuk permukaan air nilai k = 0,50 dan untuk permukaan vegetasi nilai k = 1,0.

w = kecepatan angin rata-rata bulanan, dalam mile/hari. Dimana:

maka bentuk yang sederhana dari persamaan evapotranspirasi potensial menurut Penman

adalah: E = E1 - E2 + E3

Formulasi inilah yang dipakai dalam Metoda Mock untuk menghitung besarnya evapotranspirasi potensial dari data-data klimatologi yang lengkap (temperatur, lama penyinaran matahari, kelembaban relatif, dan kecepatan angin). Besarnya evapotranspirasi potensial ini dinyatakan dalam mm/hari. Untuk menghitung besarnya evapotranspirasi potensial dalam 1 bulan maka kalikan dengan jumlah hari dalam bulan itu. Besarnya A, B dan ea tergantung pada temperatur rata-rata. Hubungan temperatur rata-rata dengan parameter evapotranspirasi ini ditabelkan pada Tabel 1.5. Besarnya radiasi matahari tergantung letak lintang. Besarnya radiasi matahari ini berubah-ubah menurut bulan, seperti Tabel II.7 pada halaman berikut ini. Koefisien refleksi sangat

(31)

berpengaruh pada evapotranspirasi. Tabel II.8 memuat nilai koefisien refleksi yang digunakan dalam Metoda Mock.

Tabel 2.5. Hubungan Temperatur Rata-rata dengan Parameter Evapotranspirasi A, B & ea Temperatur (º C) 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 A (mmHg/0F) 0,304 0,342 0,385 0,432 0,484 0,541 0,603 0,671 0,746 0,828 0,917 1,013 B (mmH2O/hari) 12,60 12,90 13,30 13,70 14,50 14,80 14,90 15,40 15,80 16,20 16,70 17,10 Ea (mmHg) 8,05 9,21 10,50 12,00 13,60 15,50 17,50 19,80 22,40 25,20 28,30 31,80 Sumber: Sudirman (2002).

Tabel 2.6. Nilai Radiasi Matahari pada Permukaan Horizontal Luar Atmosfir (mm/hari)

Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nop Des Tahun

50 LU 13,7 14,5 15,0 15,0 14,5 14,1 14,2 14,6 14,9 14,6 13,9 13,4 14,39

00 14,5 15,0 15,2 14,7 13,9 13,4 13,5 14,2 14,9 15,0 14,3 14,3 14,45

50 LS 15,2 15,4 15,2 14,3 13,2 12,5 12,7 13,6 14,7 15,2 15,1 15,1 14,33

100 LS 15,8 15,7 15,1 13,8 12,4 11,6 11,9 13,0 14,4 15,7 15,7 15,8 14,21

(32)

Tabel 2.7. Koefisien Refleksi, r

No Permukaan Koefisien refleksi (r)

1 Rata-rata permukaan bumi 40 % 2 Cairan salju yang jatuh diakhir musim

– masih segar

40 – 85 %

3 Spesies tumbuhan padang pasir dengan daun berbulu

30 – 40 %

4 Rumput, tinggi dan kering 31 – 33 % 5 Permukaan padang pasir 24 – 28 % 6 Tumbuhan hijau yang membayangi

seluruh tanah

24 – 27 %

7 Tumbuhan muda yang membayangi sebagian tanah

15 – 24 %

8 Hutan musiman 15 – 20 %

9 Hutan yang menghasilkan buah 10 – 15 %

10 Tanah gundul kering 12 – 16 %

11 Tanah gundul lembab 10 – 12 %

12 Tanah gundul basah 8 – 10 %

13 Pasir, basah – kering 9 – 18 % 14 Air bersih, elevasi matahari 5 % 15 Air bersih, elevasi matahari 14 %

(33)

2. Evapotranspirasi Aktual

Jika dalam evapotranspirasi potensial air yang tersedia dari yang diperlukan oleh tanaman selama proses transpirasi berlebihan, maka dalam evapotranspirasi aktual ini jumlah air tidak berlebihan atau terbatas. Jadi evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi yang terjadi pada kondisi air yang tersedia terbatas. Evapotranspirasi aktual dipengaruhi oleh proporsi permukaan luar yang tidak tertutupi tumbuhan hijau (exposed surface) pada musim kemarau. Besarnya exposed surface (m) untuk tiap daerah berbedabeda. F.J. Mock mengklasifikasikan menjadi tiga daerah dengan masingmasing nilai exposed surface ditampilkan pada Tabel II.10

Tabel 2.8. Exposed Surface, m

No m Daerah

1 0 % 3 Hutan primer, sekunder

2 10 – 40 % Daerah tererosi

3 30 – 50 % Daerah ladang pertanian

. Sumber: Sudirman (2002).

Selain exposed surface evapotranspirasi aktual juga dipengaruhi oleh jumlah hari hujan (n) dalam bulan yang bersangkutan. Menurut Mock rasio antara selisih evapotranspirasi potensial dan evapotranspirasi aktual dengan evapotranspirasi potensial dipengaruhi oleh exposed surface (m) dan jumlah hari hujan (n), seperti ditunjukan dalam formulasi sebagai berikut.

Dari formulasi diatas dapat dianalisis bahwa evapotranspirasi potensial akan sama dengan evapotranspirasi aktual (atau ΔE = 0) jika:

(34)

a. Evapotranspirasi terjadi pada hutan primer atau hutan sekunder. Dimana daerah ini memiliki harga exposed surface (m) sama dengan nol (0). b. Banyaknya hari hujan dalam bulan yang diamati pada daerah itu sama

dengan 18 hari.

Jadi evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi potensial yang memperhitungkan faktor exposed surface dan jumlah hari hujan dalam bulan yang bersangkutan. Sehingga evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi yang sebenarnya terjadi atau actual evapotranspiration , dihitung sebagai berikut:

Eactual = EP −ΔE D. Water Surplus

Water surplus didefinisikan sebagai air hujan (presipitasi) yang telah mengalami evapotranspirasi dan mengisi tampungan tanah (soil storage, disingkat SS). Water surplus ini berpengaruh langsung pada infiltrasi atau perkolasi dan total run off yang merupakan komponen debit. Persamaan water surplus (disingkat WS) adalah sebagai berikut:

WS = (P – Ea) + SS

Water surplus merupakan air limpasan permukaan ditambah dengan air yang mengalami infiltrasi. Tampungan kelembaban tanah (soil moisture storage , disingkat SMS) terdiri dari kapasitas kelembaban tanah (soil moisture capacity, disingkat SMC), zona infiltrasi, limpasan permukaan tanah dan tampungan tanah (soil storage SS). Besarnya soil moisture capacity (SMC) tiap daerah tergantung dari tipe tanaman penutup lahan (land cover) dan tipe tanahnya, seperti ditunjukkan dalam Tabel 1.9. Dalam studi yang dilakukan Mock di daerah aliran sungai di Bogor, ditetapkan besarnya kapasitas kelembaban tanah maksimum adalah 200 mm/bulan. Dalam Metoda Mock, tampungan kelembaban tanah dihitung sebagai berikut:

(35)

dengan:

ISMS = initial soil moisture storage (tampungan kelembaban tanah awal), merupakan soil moisture capacity (SMC) bulan sebelumnya. P–Ea = presipitasi yang telah mengalami evapotranspirasi.

Asumsi yang dipakai oleh Dr. F.J. Mock adalah air akan memenuhi SMC terlebih dahulu sebelum water surplus tersedia untuk infiltrasi dan perkolasi yang lebih dalam atau melimpas langsung (direct run off). Ada dua keadaan untuk menentukan SMC, yaitu:

a) SMC = 200 mm/bulan, jika P – Ea < 0.

Artinya soil moisture storage (tampungan tanah lembab) sudah mencapai kapasitas maksimumnya atau terlampaui sehingga air tidak disimpan dalam tanah lembab. Ini berarti soil storage (SS) sama dengan nol dan besarnya water surplus sama dengan P - Ea.

b) SMC = SMC bulan sebelumnya + (P – Ea), jika P – Ea < 0.

Untuk keadaan ini, tampungan tanah lembab (soil moisture storage ) belum mencapai kapasitas maksimum, sehingga ada air yang disimpan dalam tanah lembab. Besarnya air yang disimpan ini adalah P – Ea. Karena air berusaha untuk mengisi kapasitas maksimumnya, maka untuk keadaan ini tidak ada water surplus (WS = 0). Selanjutnya WS ini akan mengalami infiltrasi dan melimpas di permukaan (run off). Besarnya infiltrasi ini tergantung pada koefisien infiltrasi.

E. Limpasan Total

Air hujan yang telah mengalami evapotranspirasi dan disimpan dalam tanah lembab selanjutnya melimpas di permukaan (surface run off ) dan mengalami

perkolasi. Berikutnya, menurut Mock besarnya infiltrasi adalah water surplus (WS) dikalikan dengan koefisien Infiltrasi (if), atau: Infiltrasi (i) = WS x if. Koefisien infiltrasi ditentukan oleh kondisi porositas dan kemiringan daerah pengaliran. Lahan yang bersifat porous umumnya memiliki koefisien yang cenderung besar. Namun jika kemiringan

(36)

tanahnya terjal dimana air tidak sempat mengalami infiltrasi dan perkolasi ke dalam tanah, maka koefisien infiltrasinya bernilai kecil. Infiltrasi terus terjadi sampai mencapai zona tampungan air tanah (groundwater storage, disingkat GS). Keadaan perjalanan air di permukaan tanah dan di dalam tanah. Dalam Metoda ini, besarnya groundwater storage (GS) dipengaruhi oleh:

a. Infiltrasi (i). Semakin besar infiltrasi maka groundwater storage semakin besar pula, dan begitu pula sebaliknya.

b. Konstanta resesi aliran bulanan (K). Konstanta resesi aliran bulanan (monthly flow recession constan ) disimbolkan dengan K adalah proporsi dari air tanah bulan lalu yang masih ada bulan sekarang. Nilai K ini cenderung lebih besar pada bulan basah.

c. Groundwater storage bulan sebelumnya (GSom). Nilai ini diasumsikan sebagai konstanta awal, dengan anggapan bahwa water balance merupakansiklus tertutup yang ditinjau selama rentang waktu menerus tahunan tertentu.

Dengan demikian maka nilai asumsi awal bulan pertama tahun pertama

harus dibuat sama dengan nilai bulan terakhir tahun terakhir. Dari ketiga faktor di atas, Mock merumuskan sebagai berikut:

GS = { 0,5 x (1 + K) x i } + { K x GSom}

Seperti telah dijelaskan, metoda Mock adalah metoda untuk memprediksi debit yang didasarkan pada water balance . Oleh sebab itu, batasan-batasan water balance ini harus dipenuhi. Salah satunya adalah bahwa perubahan groundwater storage (ΔGS) selama rentang waktu tahunan tertentu adalah nol, atau (misalnya untuk 1 tahun):

(37)

Perubahan groundwater storage (ΔGS) adalah selisih antara groundwater storage bulan yang ditinjau dengan groundwater storage bulan sebelumnya. Perubahan groundwater storage ini penting bagi terbentuknya aliran dasar sungai (base flow, disingkat BF). Dalam hal ini base flow merupakan selisih antara infiltrasi dengan perubahan groundwater storage , dalam bentuk persamaan:

BF = i – ΔGS

Jika pada suatu bulan ΔGS bernilai negatif (terjadi karena GS bulan yang ditinjau lebih kecil dari bulan sebelumnya), maka base flow akan lebih besar dari nilai Infiltrasinya. Karena water balance merupakan siklus tertutup dengan perioda tahunan tertentu (misalnya 1 tahun) maka perubahan groundwater storage (ΔGS) selama 1 tahun adalah nol. Dari persaman di atas maka dalam 1 tahun jumlah base flow akan sama dengan jumlah infiltrasi. Selain base flow, komponen debit yang lain adalah direct run off (limpasan langsung) atau surface run off (limpasan permukaan). Limpasan permukaan berasal dari water surplus yang telah mengalami infiltrasi. Jadi direct run off dihitung dengan persamaan:

DRO = WS - i

Setelah base flow dan direct run off komponen pembentuk debit yang lain adalah storm run off , yaitu limpasan langsung ke sungai yang terjadi selama hujan deras. Storm run off ini hanya beberapa persen saja dari hujan. Storm run off hanya dimasukkan ke dalam total run off , bila presipitasi kurang dari nilai maksimum soil moisture capacity. Menurut Mock storm run off dipengaruhi oleh percentage factor, disimbolkan dengan PF. Percentage factor adalah persen hujan yang menjadi limpasan. Besarnya PF oleh Mock disarankan 5% - 10%, namun tidak menutup kemungkinan untuk meningkat secara tidak beraturan hingga mencapai 37,3%.

(38)

i. Jika presipitasi (P) > maksimum soil moisture capacity maka nilai storm run off = 0.

ii. Jika P < maksimum soil moisture capacity maka storm run off adalah jumlah curah hujan dalam satu bulan yang bersangkutan dikali percentage factor , atau: SRO = P x PF

Dengan demikian maka total run off (TRO) yang merupakan komponenkomponen pembentuk debit sungai (stream flow) adalah jumlah antara base flow, direct run off dan storm run off , atau:

TRO = BF + DRO + SRO

Total run off ini dinyatakan dalam mm/bulan. Maka jika TRO ini dikalikan dengan catchment area (luas daerah tangkapan air) dalam km2 dengan suatu angka konversi tertentu didapatkan besaran debit dalam m3/det.

F. Parameter Mock

Secara umum, parameter-parameter yang dijelaskan berikut ini mempengaruhi besarnya evapotranspirasi, infiltrasi, groundwater storage dan storm run off .

a. Koefisien refleksi (r), yaitu perbandingan antara jumlah radiasi matahari yang dipantulkan oleh suatu permukaan dengan jumlah radiasi yang terjadi, yang dinyatakan dalam persen. Koefisien refleksi ini berbeda-beda untuk tiap permukaan bumi. Menurut Mock, rata-rata permukaan bumi mempunyai harga koefisien refleksi sebesar 40%. Mock telah mengklasifikasikan tiap permukaan bumi dengan nilai koefisien refleksinya masing-masing. Koefisien refleksi untuk masing-masing permukaan bumi.

b. Exposed surface (m), yaitu asumsi proporsi permukaan luar yang tidak tertutupi tumbuhan hijau pada musim kering dan dinyatakan dalam persen. Besarnya harga m ini, tergantung daerah yang diamati. Mock mengklasifikasikan menjadi

(39)

tiga bagian daerah, yaitu hutan primer atau sekunder, daerah tererosi dan daerah ladang pertanian. Besarnya harga exposed surface ini berkisar antara 0% sampai 50% dan sama untuk tiap bulan.

c. Koefisien infiltrasi (if), adalah koefisien yang didasarkan pada kondisi porositas tanah dan kemiringan daerah pengaliran. Koefisien infiltrasi mempunyai nilai yang besar jika tanah bersifat porous, sifat bulan kering dan kemiringan lahannya tidak terjal. Karena dipengaruhi sifat bulan maka if ini bisa berbeda-beda untuk tiap bulan. Harga minimum koefisien infiltrasi bisa dicapai karena kondisi lahan yang terjal dan air tidak sempat mengalami infiltrasi.

d. Konstanta resesi aliran (K), yaitu proporsi dari air tanah bulan lalu yang masih ada bulan sekarang. Pada bulan hujan Nilai K cenderung lebih besar, ini berarti tiap bulan nilai K ini berbeda-beda. Harga K suatu bulan relatif lebih besar jika bulan sebelumnya merupakan bulan basah.

e. Percentage factor (PF), merupakan persentase hujan yang menjadi limpasan. Digunakan dalam perhitungan storm run off pada total run off . Storm run off hanya dimasukkan kedalam total run off bila P lebih kecil dari nilai maksimum soil moisture capacity. Besarnya PF oleh Mock disarankan berkisar 5%-10%, namun tidak menutup kemungkinan untuk meningkat secara tidak beraturan sampai harga 37,3%.

Notasi:

P = hujan (mm),

AET = nilai evapotranspirasi nyata (mm), ER = excess rainfall (mm),

DRO = direct runoff (mm), WS = water surplus (mm),

(40)

ΔSM = perubahan nilai kelembaban tanah (mm), SMC = soil moisture capacity (mm),

ISM = initial soil moisture (mm), ΔS = perubahan volume air tanah, GWS = ground water storage,

IGWS = initial ground water storage, BF = base flow,

TRO = total runoff (mm), QRO = debit simulasi (m3/dtk), P = presipitasi.

Ea = evapotranspirasi.

ΔGS = perubahan groundwater storage . TRO = total run off.

Gambar

Tabel 2.1  Jenis – Jenis Tanah
Tabel 2.2  Klasifikasi Laju Infiltrasi
Gambar 2.1  Bentuk umum kurva infiltrasi dan run – off , Sumber : Teori Schwab dan  Frevert (1981)
Gambar 2.3. Proses terjadinya intrusi air laut
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

DGDODK PHQJLQWHJUDVLNDQ WDQDPDQ GHQJDQ WHUQDN $GD EHUEDJDL PDFDP SROD LQWHJUDVL \DQJ ELDVD GLODNXNDQ GDODP VLVWHP SHUWDQLDQ WHUSDGX 3ROD \DQJ XPXP GLODNXNDQ ROHK SHWDQL GL %DQWXO

Hal tersebut dikarenakan kondisi awal operator saat membaca tombol sebelum dilakukanya perancangan dengan melihat patokan-patokan yang ada.Sehingga operator

Jenis Jumlah Harga Satuan/ Nilai Sisa Umur Tahun Ke. Alat Unit Unit (Rp) Total

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat peneliti simpulkan sebagai berikut: Pengelolaan evaluasi pembelajaran matematika dengan kurikulum

Program pendidikan dan pelatihan mengenai kesatwaan yang diberikan oleh PKBSI (Persatuan Kebun Binatang Seluruh Indonesia) yang biasa dilakukan dua tahun sekali,

Trouble process pada waste waiting dapat diberikan rekomendasi perbaikan yaitu peningkatan kedisiplinan operator dalam menuliskan protokol proses pada saat

Namun, praktek money politic menjadi sangat tidak wajar atau bahkan bisa menjadi masalah jika dilakukan oleh seseorang yang sangat diagungkan dan dihormati seperti

Komponen dasar kolektor pelat datar pemanas udara (secara singkat disebut kolektor udara) terdiri atas empat komponen utama yaitu penyerap ( absorber ) yang