• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Efisiensi

Menurut Soeharjo dan Patong (1973:135-137) kemungkinan ada pendapatan yang besar itu diperoleh dari investasi yang berlebihan, karena itu analisa pendapatan selalu diikuti dengan pengukuran efisiensi. Beberapa ukuran efisiensi adalah :

1. Penerimaan untuk rupiah (Rp) yang dikeluarkan (R/C Ratio)

Apabila dalam proses produksi dikeluarkan biaya Rp. 1.000 setelah produksi berakhir. Jika dalam suatu daerah berhasil disusun angka perbandingan penerimaan dan pengeluaran untuk berbagai tanaman dan ternak maka dengan mudah dapat dibandingkan efisiensi usahatani. Kegiatan petani dengan R/C Ratio 3,7 lebih efisien dari petani dengan angka R/C Ratio 1,5 karena untuk tiap Rp. 1.000 yang dikeluarkan diperoleh penerimaan Rp. 3.700 pada akhir produksi dibandingkan dengan yang hanya memperoleh penerimaan Rp. 1.500.

2. Penerimaan untuk tiap pekerja

Angka ini diperoleh dari membagi penerimaan dengan jumlah pekerja pada usahatani itu ukuran ini juga digunakan untuk mengukur efisiensi usahatani cara yang hampir sama ialah mengukur efisiensi dengan ukuran penerimaan untuk tiap jam kerja.

3. Penerimaan untuk rupiah (Rp) yang diinvestasikan

Angka ini diperoleh dari membagi penerimaan dengan jumlah investasi pada awal produksi. Angka ini menunjukkan percepatan perputaran modal alternatif lain yang tersedia dari modal yang diinvestasikan dalam usahatani ialah menyimpan modal tersebut dengan bunga tertentu. Karena itu efisiensi perputaran modal dapat dibandingkan dengan bunga modal yang diberikan oleh bank.

Konsep efisiensi semakin diperjelas oleh Miller dan Meiners (2000) dalam Khazanani dan Nugroho (2010:7-8) yang membagi efisiensi menjadi dua jenis yaitu:

(2)

2 1. Efisiensi Teknis atau technical efficiency mengharuskan adanya proses produksi yang dapat memanfaatkan input yang lebih sedikit demi menghasilkan output dalam jumlah yang sama.

2. Efisiensi Ekonomis adalah konsep yang digunakan dalam efisiensi ekonomi adalah meminimalkan biaya artinya suatu proses produksi akan efisien serta ekonomis pada suatu tingkatan output apabila tidak ada proses lain yang dapat dihasilkan output serupa dengan biaya yang lebih murah.

Efisiensi juga diartikan upaya penggunaan input yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi sebesar-besarnya.

Menurut Soekartawi (1993) dalam Abas (2012:15-16) ada tiga kegunaan mengukur efisiensi yaitu:

1. Sebagai tolak ukur untuk memperoleh efisiensi relatif, mempermudah perbandingan antara unit ekonomi satu dengan lainnya.

2. Apabila terdapat variasi tingkat efisiensi dari beberapa unit ekonomi yang ada maka dapat dilakukan penelitian untuk menjawab faktor-faktor apa yang menentukan perbedaan tingkat efisiensi.

3. Informasi mengenai efisiensi memiliki implikasi kebijakan karena manajer dapat menentukan kebijakan perusahaan secara tepat.

Ditambahkan oleh Soekartawi (2002) dalam Abas (2012:15-16) seorang petani atau produsen sebelum mengelola usahataninya akan mempertimbangkan antara biaya dan pendapatan, dengan cara mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien, guna memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif jika seorang petani dapat mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki sebaik mungkin dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya menghasilkan keluaran (output) melebihi masukan (input). Sedangkan menurut Rahim dan Hastuti (2007:123-124) efisiensi dapat didefinisikan sebagai peningkatan rasio keluaran (output) – masukan (input) yang dapat dicapai dengan cara yaitu :

1. Output tetap konstan sedangkan input mengecil. 2. Output meningkat sedangkan input tetap.

(3)

3 3. Output meningkat dalam kadar yang lebih tinggi dari pada peningkatan

input.

4. Output menurun dalam kadar lebih rendah ketimbang penurunan input. B. Usahatani

Menurut Suratiyah (2006:8), usahatani adalah bagaimana seorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sedangkan menurut Vink (1984) dalam Suratiyah (2006:9) Usahatani adalah ilmu yang mempelajari norma-norma yang digunakan untuk mengatur usahatani agar memperoleh pendapatan yang setinggi-tingginya.

Menurut Prawirokusumo (1990) dalam Suratiyah (2006:9) Ilmu Usahatani adalah ilmu terapan yang membahas bagaimana membuat atau menggunakan sumberdaya secara efisien pada suatu usaha pertanian, peternakan, atau perikanan. Selain itu juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana membuat dan melaksanakan keputusan pada usaha pertanian, peternakan, atau perikanan untuk mencapai tujuan yang telah disepakati petani, peternak, atau nelayan tersebut. Ditambahkan oleh Rahim dan Hastuti (2007:158) adalah tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih, dan pestisida) dengan efektif, efisien, dan kontinu untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga pendapatan usahataninya meningkat.

1. Tumpangsari

Tumpangsari (intercropping) adalah usaha penanaman 2 (dua) tanaman atau lebih secara bersama-sama pada lahan dan waktu yang sama. Dengan sistem tumpangsari tanaman dapat menggunakan sumber daya lingkungan lebih baik karena tanaman-tanaman yang mempunyai perbedaan dalam penyerapan hara akan saling berkomplemen dan akan memberikan kompensasi penggunaan hara yang lebih efektif apabila ditanam bersamaan, (Sukamto, 2003:485). Sedangkan sistem tanam tumpang gilir (relay cropping) adalah cara bercocok tanam dimana satu bidang lahan ditanami dengan dua atau lebih jenis tanaman dengan

(4)

4 pengaturan waktu panen dan tanam. Pada sistem ini, tanaman kedua ditanam menjelang panen tanaman musim pertama. Contohnya adalah tumpang gilir antara tanaman jagung yang ditanam pada awal musim hujan dan kacang tanah yang ditanam beberapa minggu sebelum panen jagung, (Sukamto, 2003:484).

2. Usahatani Seledri

Seledri Apium graveolensL., adalah sayuran daun dan tumbuhan obat yang biasa digunakan sebagai bumbu masakan. Seledri biasanya tumbuh dengan ketinggian 1 sampai 2 kaki. Batangnya agak keras dan bergalur, memiliki daun majemuk (segmented) dengan tepi bergerigi. Seledri mengeluarkan bunga kecil yang berwarna putih yang nantinya berkembang menjadi buah dengan biji yang halus. Tanah yang basah dengan sifat asam merupakan lingkungan pertumbuhan yang sesuai untuk seledri. Biji seledri memiliki bau yang khas dengan rasa agak pahit, (Najib, 2010:2).

Seledri merupakan salah satu sayuran yang populer didunia, asal-usul tanaman ini diduga telah dikenal 1000 tahun sejenis tumbuhan liar di Asia. Seledri termasuk salah satu jenis sayuran daerah sub tropis yang beriklim dingin. Di Indonesia iklimnya panas (tropis). Seledri dapat tumbuh didataran rendah sampai dataran tinggi, (Rukmana, 1995:11).

3. Usahatani Sawi

Sawi termasuk tanaman sayuran daun dari Cruciferae yang mempunyai nilai ekonomi tinggi setelah kubis-krop, kubis bunga, dan broccoli. Jenis tanaman ini berkembang didaerah subtropis dan maupun tropis. Sejak repelita I sampai sekarang, sawi mendapat prioritas penelitian dan pengembangan bersama kelompok kubis-kubisan lainnya. Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik (BPS) tentang survei pertanian produksi tanaman sayuran di Indonesia tahun 1991, luas panen sawi adalah 35.868 hektar (4,35%) dari luas panen sayuran nasional dengan produksi 322.164 ton (7,23%) dari produksi sayuran nasional, (Rukmana, 1994:11).

(5)

5

4. Usahatani Tomat

Tomat Lycopersicum esculentum Mill sudah tidak asing lagi bagi masyarakat karena sebagai tanaman sayuran tomat memegang peranan yang penting dalam pemenuhan gizi masyarakat, (Hartati, 2000:2). Tomat adalah tanaman yang paling mudah dijumpai. Warnanya yang cerah sungguh menarik, selain kaya vitamin C dan A konon dapat mengobati bermacam penyakit, (Galuh, 2010:1). Ditambahkan oleh Wiryanta, (2002:4) tomat banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia dan dunia konsumsi tomat segar dan olahan meningkat terus seiring dengan kebutuhan manusia pada gizi yang seimbang. Perkembangan penanaman tomat juga banyak mengalami kemajuan. Saat ini, penanaman tomat sistem konvensional sudah banyak ditinggalkan dan beralih ke sistem tanam yang lebih maju, selain dikonsumsi segar, buah tomat juga dimanfaatkan untuk berbagai industri misalnya sambal, saus, minuman, jamu, dan kosmetik. Sebagai bahan makanan kandungan gizi buah tomat tergolong lengkap.

C. Biaya Usahatani

Biaya (cost) adalah nilai-nilai dari semua korbanan ekonomis yang tidak dapat dihindari atau diperlukan, yang dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan suatu produk. Biaya dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya Tetap (fixed cost) adalah biaya yang besarnya tidak bergantung pada besarnya produksi. Misalnya, tanah, bangunan, alat produksi tahan lama, tenaga kerja tetap. Biaya Variabel (variable cost) adalah biaya yang berubah-ubah besarnya sesuai dengan besarnya produksi. Misalnya, pupuk, bibit, obat-obatan, makanan, dan lain-lain, (Departemen Pertanian, 1999:65-67).

Menurut Daniel (2004:37), biaya usahatani dapat dikenal dua macam biaya, yaitu biaya tunai atau biaya yang dibayarkan dan biaya tidak tunai atau biaya yang tidak dibayarkan. Biaya yang dibayarkan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar upah tenaga kerja luar keluarga, biaya untuk pembelian input produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan, dan bawon panen. Kadang-kadang juga termasuk biaya untuk iuran pemakaian air dan irigasi, pembayaran zakat, dan

(6)

6 sebagainya. Sedangkan biaya yang tidak dibayarkan adalah biaya yang tidak secara langsung dibayarkan tetapi dalam konteksnya biaya itu tetap dibayarkan salah satu dari biaya itu adalah biaya tenaga kerja keluarga. Selanjutnya ditambahkan oleh Hanafie (2010:199-200), dalam analisis ekonomi, biaya diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan sesuai dengan tujuan spesifik dari analisis yang dikerjakan, yaitu sebagai berikut. 1) Biaya-biaya yang berupa uang tunai (misalnya, untuk upah kerja, persiapan atau penggarapan lahan, serta biaya-biaya untuk membeli pupuk dan obat-obatan), serta biaya-biaya-biaya-biaya yang dibayarkan in-natura (misalnya, biaya-biaya panen, bagi hasil, sumbangan-sumbangan, dan pajak). Biaya produksi dapat pula dikelompokkan menjadi biaya tetap dan biaya tidak tetap atau biaya variabel. 2) Biaya tetap adalah semua jenis biaya yang besar-kecilnya tidak tergantung pada besar-kecilnya produksi. Yang termasuk dalam kelompok biaya tetap, misalnya sewa tanah yang berupa uang atau pajak, yang penentuanya berdasarkan luas lahan. Jumlah biaya tetap adalah konstan. Selain biaya tersebut, hampir semua biaya termasuk dalam kelompok biaya tidak tetap karena besar-kecilnya berhubungan langsung dengan besar-kecilnya produksi. Yang termasuk dalam kelompok biaya tidak tetap, misalnya biaya-biaya untuk bibit, persiapan, serta pengolahan lahan dll., 3) Biaya rata-rata adalah biaya produksi total dibagi dengan jumlah produksi, biaya total adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produksi. Biaya total ini pun seringkali belum memasukkan nilai tenaga kerja keluarga dan biaya lain-lain dari dalam keluarga sendiri yang juga dimasukkan ke dalam proses produksi, yang sukar ditaksir nilainya. Yang penting untuk diperhatikan adalah biaya batas. Biaya batas adalah tambahan biaya yang harus dikeluarkan petani untuk menghasilkan satu kesatuan tambahan hasil produksi. Tambahan biaya yang dikeluarkan petani/pengusaha untuk mendapatkan satu satuan produk pada suatu tingkat produksi tertentu disebut biaya marjinal.

(7)

7 D. Penerimaan dan Pendapatan Usahatani

1. Penerimaan Usahatani

Menurut Suratiyah (2006: 65) penerimaan (revenue) usahatani adalah seluruh pendapatan yang diperoleh dari usahatani selama satu periode diperhitungkan dari hasil penjualan atau penaksiran kembali. Sedangkan menurut Rahim dan Hastuti (2007:165) penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Ditambahkan oleh Soekartawi et al, (2011:76-77) Penerimaan usahatani (farm receipt) didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani, dan mencakup yang berbentuk benda. Jadi, nilai produk usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaan tunai usahatani.

2. Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya, atau dengan kata lain pendapatan meliputi pendapatan kotor atau penerimaan total dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor/penerimaan total adalah nilai produksi komoditas pertanian secara keseluruhan sebelum dikurangi biaya produksi (Rahim dan Hastuti, 2007:166).

Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan total dan biaya-biaya. Penerimaan total merupakan hasil kali produksi total dengan harganya. Biaya yang di maksud dalam pengertian ini adalah biaya keseluruhan, baik itu biaya tetap (misalnya, sewa tanah, pembelian alat-alat pertanian, dan lain-lain) maupun biaya tidak tetap (misalnya, biaya yang diperlukan untuk membeli bibit, pupuk, obat-obatan, dan lain-lain). Masing-masing input produksi tersebut dikalikan dengan harganya. pendapatan dalam usahatani tidak selamanya harus dinyatakan dengan rupiah atau dalam bentuk uang, usahatani subsistem lebih mementingkan keuntungan dalam bentuk maksimisasi produk (Hanafie, 2010:203).

(8)

8 E. Analisis Usahatani

1. R/C (Return Cost) Ratio

Menurut Rahim dan Hastuti (2007:167), analisis R/C (Revenue Cost Ratio)

merupakan perbandingan (ratio/nisbah) antara penerimaan (revenue) dan biaya

(cost). Selanjutnya menurut Soekartawi (1995) dalam Abas, (2012:20), komponen biaya dapat dianalisis keuntungan usahatani dengan menggunakan analisis R/C

Ratio. R/C adalah singkatan dari (Revenue/Cost Ratio) atau dikenal sebagai perbandingan antara penerimaan dan biaya. Analisis ini digunakan untuk mengetahui apakah usahatani itu menguntungkan atau tidak dan layak untuk dikembangkan. Jika hasil R/C Ratio lebih dari satu maka usahatani tersebut menguntungkan, sedangkan jika hasil R/C Ratio sama dengan satu maka usahatani tersebut dikatakan impas atau tidak mengalami untung dan rugi dan apakah hasil R/C Ratio kurang dari satu maka usahatani tersebut mengalami kerugian.

2. B/C (Benefit Cost) Ratio

Analisis B/C (Benefit Cost Ratio) lebih menekankan pada kriteria-kriteria investasi yang pengukurannya diarahkan pada usaha-usaha untuk membandingkan, mengukur, serta menghitung tingkat keuntungan suatu usahatani, (Departemen Pertanian, 1999: 105-106). Ditambahkan oleh Rahim dan Hastuti, (2007:168-9) bahwa analisis B/C (Benefit Cost Ratio) merupakan perbandingan (ratio atau nisbah) antar manfaat (benefit) dan biaya (cost). Pada analisis B/C ratio dipentingkan. adalah besarnya manfaat. Selain itu analisis B/C

ratio dapat digunakan untuk membandingkan 2 (dua) atau lebih usaha, pertanian seperti usahatani tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan. Jika hasil B/C Ratio lebih besar dari satu maka usahatani tersebut menguntungkan (tambahan manfaat/penerimaan lebih besar dari tambahan biaya). Serta jika hasil B/C Ratio kurang dari satu maka usahatani tersebut mengalami kerugian (tambahan biaya lebih besar dari tambahan penerimaan). Dan apabila hasil B/C Ratio sama dengan satu, maka usahatani tersebut impas (tambahan penerimaan sama dengan tambahan biaya).

(9)

9 F. Penelitian Terdahulu

Lestari, et al. (2011) melakukan penelitian Analisis Pendapatan dan Titik Impas Usahatani Mentimun Cucumis sativus l. Di Desa Bangunrejo Kecamatan Tenggarong Seberang Kabupaten Kutai Kartanegara. Dengan menggunakan metode Survei. Teknik Analisis Data menggunakan Analisis Pendapatan dengan rumus π = TR-TC dan Analisis Titik Impas Harga dengan rumus BEP Harga = TC/Q, Analisis Titik Impas Penerimaan dengan rumus BEP Penerimaan dan Analisis Titik Impas Produksi dengan rumus BEP Produksi dan hasil penelitian 1) Pendapatan usahatani mentimun sebesar Rp. 216.792.683,33 dengan rata-rata Rp 6.022.018,68 responden-1 dengan skala usaha 0,42 ha. 2) Titik impas harga penjualan usahatani mentimun Rp. 1.177,05 kg-1, untuk titik impas volume produksi 8.765,81 kg, dan untuk titik impas penerimaan sebesar Rp. 9.100.796,83 responden-1 dengan skala usaha rata-rata 0,42 ha.

Tiku (2008) melakukan penelitian Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah Menurut Sistem Mina Padi dan Sistem Non Mina Padi. Dengan menggunakan metode Survei. Teknik Analisis Data menggunakan Analisis Pendapatan π = TR–TC dan Teknik Analisis Perbandingan Biaya dan Pendapatan (R/C Ratio) yang dinyatakan dengan rumus π = TR/TC dan hasil analisis pendapatan usahatani dapat diketahui bahwa sistem mina padi pendapatan atas biaya tunai dan atas biaya tidak tunainya lebih besar dari sistem non mina padi jika tidak terserang penyakit. Sedangkan jika terserang penyakit, yang terjadi justru sebaliknya. Dari hasil analisis dengan rata-rata lahan yang sama sistem mina padi menghasilkan pendapatan yang lebih besar dari sistem non mina padi. Demikian halnya dengan perbandingan pendapatan dan biaya usahatani sistem mina padi lebih besar dari sistem non mina padi. Namun pada saat terserang penyakit, sistem non mina padi justru lebih menguntungkan.

Hoddi, et al, (2011), melakukan penelitian Analisis Pendapatan Peternakan Sapi Potong. Dengan menggunakan metode Survei. Teknik Analisis Data menggunakan Analisis Pendapatan yang dinyatakan dengan rumus π = TR-TC dan hasil penelitian usaha peternakan sapi potong di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru menguntungkan dengan rata-rata pendapatan per tahun yang

(10)

10 diperoleh peternak pada stratum A dengan kepemilikan sapi 7-10 ekor sebesar Rp. 3.705.159/Tahun, stratum B dengan kepemilikan sapi 11-15 ekor sebesar Rp. 6.131.045/Tahun dan stratum C dengan kepemilikan sapi 15 ekor ke atas sebesar Rp. 9.140.727/Tahun.

Patilima (2012), melakukan penelitian mengenai Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi Ladang Dan Usahatani Padi Sawah dengan menggunakan metode Survei. Teknik Analisis Data menggunakan Analisis Statistik Uji Z, Analisis Pendapatan dengan rumus π = TR-TC, analisis R/C Ratio

dengan rumus π = TR/TC, dan analisis B/C Ratio hasil penelitiannya yaitu 1) Terdapat perbedaan yang signifikan pada pendapatan usahatani padi sawah dan usahatani padi ladang. 2) Pendapatan yang diperoleh pada usahatani padi sawah mencapai Rp. 15.830.153 per musim tanam dan pendapatan yang diperoleh pada usahatani padi ladang mencapai Rp. 19. 118.004 per musim tanam. 3) Hasil R/C

Ratio diperoleh untuk usahatani padi sawah 4,77 dan usahatani padi ladang 5,22 sehingga menguntungkan. 4) Peralihan padi sawah ke usahatani padi ladang per satu musim tanam lebih menguntungkan dengan B/C Ratio 11,17.

Abas (2012), melakukan penelitian mengenai Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi pada Usahatani Tomat dengan menggunakan metode Survei. Teknik Analisis Data menggunakan Analisis Fungsi Cobb-Douglas dengan rumus

, analisis biaya dan penerimaan serta mendapatkan

hasil bahwa penggunaan faktor-faktor produksi (luas lahan, bibit, pupuk organik, pupuk anorganik, dan tenaga kerja) dengan menggunakan rumus π = TR/TC dan hasil penelitian bahwa penggunaan faktor-faktor produksi yang tidak efisien adalah tenaga kerja sedangkan yang belum efisien adalah luas lahan, pupuk organik, dan pupuk anorganik dengan skala ekonomi berada pada skala ekonomi usaha yaitu Increasing Return To Scale artinya setiap penambahan 1 satuan input

atau faktor produksi menyebabkan penambahan output (produk tomat) sebesar 1,106 kilogram.

(11)

11 G. Kerangka Pikir

Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka maka disusun kerangka penulisan teoritis sebagai berikut :

Gambar 1. Kerangka Penulisan Teori Analisis Efisiensi Usahatani Dengan

Pendekatan Keuntungan Pada Tumpang Sari Tanaman Seledri,

Sawi, dan Tomat.

Usahatani Tanaman Hortikultura/Sayuran

Usahatani Seledri Usahatani Sawi Usahatani Tomat

Pendapatan/Keuntungan (π = TR – TC) R/C Ratio Pendapatan/Keuntungan (π = TR – TC) R/C Ratio Pendapatan/Keuntungan (π = TR – TC) R/C Ratio B/C Ratio Efisiensi Usahatani Peralihan Usahatani yang lebih menguntungkan Peralihan Usahatani yang lebih menguntungkan

(12)

12 Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat bahwa terdapat berbagai macam tanaman hortikultura, salah satunya adalah tanaman sayur-sayuran. Tanaman ini dapat dibudidayakan secara tumpangsari. Sistem tanam secara tumpangsari sangat efektif untuk petani dan untuk meningkatkan pendapatan. Biaya total (TC) merupakan pengeluaran tunai usahatani yang ditujukan oleh jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Penerimaan (TR) merupakan nilai uang yang diperoleh dari hasil penjualan produk usahataninya. Pendapatan ditentukan oleh produksi, harga produksi, dan biaya produksi. Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan (TR) dengan biaya total (TC). Bila penerimaan lebih besar dari total biaya, maka usahatani menguntungkan, dan bila total penerimaan lebih kecil dari total biaya maka usahatani merugi. Untuk melihat apakah usahatani mana yang paling menguntungkan dan untuk melihat peralihan usahatani dari beberapa usahatani yang diusahakan maka dapat digunakan analisis B/C Ratio.

H. Hipotesis

1. Usahatani tumpang sari seledri, sawi dan tomat menguntungkan untuk petani. 2. Usahatani tomat lebih efisien diantara ketiga usahatani tumpang sari.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Penulisan Teori Analisis Efisiensi Usahatani Dengan

Referensi

Dokumen terkait

Seperti halnya yang kita ketahui bahwa perubahan waktu adalah suatu faktor penentu dalam terjadinya suatu proses perubahan sosial, karena dengan terus menerus seiring dengan

Kotler dan Amstrong (2008) menjelaskan mengenai proses keputusan pembelian oleh konsumen yang terdiri dari lima tahapan yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi,

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel

Untuk menjamin kelancaran/ketertiban kegiatan belajar-mengajar, diminta kepada Bapak/Ibu/Asisten Dosen agar tidak mengganti secara sepihak hari/jam kuliah yang telah

Karakteristik substrat maupun sedimennya pada Kawasan Pantai Ujong Pancu sendiri memiliki karateristik sedimen yang didominasi oleh pasir halus dimana pada

Voltmeter untuk mengukur tegangan antara dua titik, dalam hal ini adalah tegangan pada lampu 3, voltmeter harus dipasang secara paralel dengan beban yang hendak diukur, posisi

Yang pertama dilakukan pengukuran konsentrasi partikel terhadap 3 produk obat nyamuk one push aerosol kemudian dibandingkan berdasarkan waktu penyemprotannya yaitu pada

o Tata laksana alergi susu sapi pada kelompok ini adalah pemberian susu formula berbahan dasar susu sapi dengan susu formula terhidrosilat ekstensif (untuk kelompok dengan