• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN Latar Belakang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tantangan utama pembangunan peternakan sapi potong dewasa ini adalah permintaan kebutuhan daging terus meningkat sebagai akibat dari tuntutan masyarakat terhadap pemenuhan kebutuhan gizi yang bersumber dari protein hewani. Di lain pihak, kondisi pertambahan populasi ternak belum mampu mencukupi pemotongan yang cukup besar, sehingga pemerintah harus melakukan impor sapi bakalan dari luar. Guntoro (2006) mengungkapkan bahwa pada tahun 2005 konsumsi daging sapi masyarakat dinilai masih rendah yakni rata-rata 1,71 kg/kapita/tahun dari target yang dipersyaratkan Departemen Kesehatan dalam pemenuhan gizi masyarakat yakni rata-rata 3,5 kg/kapita/tahun.

Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah telah melakukan program pengembangan sapi potong pada beberapa wilayah yang tergolong sentra-sentra produksi, salah satu wilayahnya adalah Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara. Pemilihan lokasi pengembangan dinilai strategis karena didukung oleh berbagai ketersediaan sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan sebagai basis ekologi budidaya seperti padang rumput (meadows) seluas 34.279 ha, lahan potensi/persawahan (wet rice field) seluas 34.077 ha, tegalan/kebun (dryland/ garden) seluas 24.886 ha (BPS Kabupaten Konawe 2008). Di samping itu masyarakatnya sudah akrab mengusahakan sapi potong dalam sistem usahatani yang dikelola secara majemuk dengan jumlah peternak pada tahun 2005 adalah 15.561 jiwa (Disnak Kabupaten Konawe 2008).

Pembangunan peternakan Kabupaten Konawe pada hakekatnya dinilai belum optimal karena tingkat pendapatan masyarakat masih relatif rendah. Oleh karena itu, isu pokok pembangunan ke depan masih mengarah pada upaya peningkatan pendapatan, menciptakan lapangan kerja, mengentaskan masyarakat dari kemiskinan dan mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah.

Proses pembangunan merupakan upaya yang terus-menerus dilakukan dan kebijaksanaan dirumuskan sebagai suatu kegiatan pembinaan terhadap berbagai aktivitas usaha dalam memanfaatkan segala sumberdaya dan sumberdana yang dimiliki secara optimal untuk mencapai tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Soekartawi (1995) bahwa

(2)

melalui peningkatan produksi hasil pertanian/peternakan dapat diupayakan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Berbagai pendekatan telah dilakukan sebagai upaya menyelaraskan dengan kegiatan usaha yang digeluti para petani dan secara operasional keseluruhannya dituntut dapat memanfaatkan ketersediaan potensi sumberdaya alam secara optimal dalam menopang akselerasi dan sinkronisasi berbagai aspek program pembangunan yang telah dilakukan. Hal tersebut dipandang penting karena sektor pertanian masih merupakan salah satu sandaran utama perekonomian masyarakat dan penyumbang utama dalam pembangunan daerah.

Peternakan sapi potong adalah bagian dari sektor pertanian dan merupakan sub-sektor penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Kontribusinya sangat penting dalam penyediaan kebutuhan akan protein hewani dan sumber pendapatan dalam peningkatan kesejahteraan peternak. Sapi potong dipandang sebagai salah satu mesin penggerak (engine of growth) perekonomian masyarakat desa. Salah satu faktor pendorong pengembangan peternakan sapi potong adalah permintaan produksi sapi potong semakin meningkat, dipicu oleh pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin besar serta tingkat kesadaran masyarakat akan produk pangan bergizi tinggi juga semakin meningkat.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah berdampak terhadap berbagai kemajuan dalam pengembangan teknologi peternakan sapi potong, kemajuan-kemajuan tersebut memungkinkan peternak dapat meningkatkan kapasitas usahanya. Di lain pihak, kenyataan menunjukkan bahwa tingkat kemampuan dan partisipasi masyarakat dalam berusaha masih sangat rendah bahkan cenderung menurun khususnya dalam dekade terakhir.

Jumlah dan jenis permasalahan yang dihadapi bukan semakin berkurang, melainkan bertambah terus sesuai dengan perkembangan dan kemajuan sistem peternakan itu sendiri. Perkembangan teknologi dan kemajuan sistem berusaha ternak semakin membutuhkan cara-cara penanganan dengan keterampilan-keterampilan khusus yang lebih rumit dan membutuhkan banyak pemikiran karena sifat teknologinya cenderung mempergunakan peralatan dan sarana yang spesifik, sehingga dalam mengoperasionalkan membutuhkan persyaratan kondisional peternak yakni berbagai kompetensi harus dimiliki peternak.

(3)

Menurut Suparno (2001) kompetensi adalah kecakapan yang memadai dalam melakukan suatu tugas atau memiliki keterampilan yang disyaratkan. Kompetensi merupakan perbuatan rasional dan memuaskan dalam memenuhi tujuan yang diinginkan. Kecakapan tersebut dapat dicapai jika peternak memiliki kemampuan dalam mengkombinasikan pengetahuan, sikap, keterampilan dan berbagai faktor yang dibutuhkan untuk berperan secara efektif. Oleh karena itu peternak hanya akan melakukan perubahan ke arah pembaharuan kalau memiliki kompetensi untuk melakukan perubahan. Hal tersebut dapat terjadi bila peternak memperoleh pengetahuan yang cukup dan mampu mendukung terciptanya semangat untuk melakukan pembaharuan.

Masalah Penelitian

Sapi bali merupakan jenis sapi potong yang umum diusahakan oleh masyarakat Kabupaten Konawe dengan sistem pemeliharaan masih bertumpuh pada sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif serta dikelola secara turun-temurun. Usaha peternakan sapi potong pada umumnya masih ditempatkan sebagai cabang usaha dalam sistem usahatani yang dikelola secara majemuk.

Terdapat dua kategori utama basis ekologi budidaya yaitu lahan kering dan lahan persawahan. Penyebaran ternak di lahan kering terdapat pada 12 wilayah Kecamatan, sedangkan di lahan persawahan penyebarannya terdapat pada 13 Kecamatan. Lahan persawahan merupakan basis budidaya yang paling umum dimanfaatkan oleh peternak. Tahun 2007 jumlah populasi sapi potong yang diusahakan pada basis lahan persawahan adalah 27.174 ekor dengan jumlah peternak sebanyak 9.280 jiwa, sedangkan pada lahan kering jumlah populasi sebesar 9.312 ekor dengan jumlah peternak sebanyak 2.446 jiwa, sehingga total populasi yang diusahakan sebanyak 36.486 ekor (Disnak Kabupaten Konawe 2008).

Dekade terakhir, kinerja pengembangan sapi potong belum menunjukkan kinerja yang menggembirakan, bahkan dalam dua tahun terakhir, seiring dengan gencarnya program percetakan lahan persawahan, kinerja usaha sapi potong mengalami penurunan yang sangat tajam. Gencarnya pelaksanaan program perluasan areal persawahan, trend jumlah rumah tangga yang mengusahakan sapi potong dan kinerja pengembangannya mengalami penurunan. Tahun 2005

(4)

populasi sapi potong masih mencapai 44.554 ekor dan diusahakan oleh peternak sebanyak 14.588 jiwa. Selanjutnya pada tahun 2006 populasi mengalami penurununan menjadi 42.530 ekor dan hanya diusahakan oleh peternak sebanyak 12.518 jiwa. Penurunan masih terus berlanjut pada tahun 2007 yakni populasinya tinggal 36.486 ekor dan hanya diusahakan oleh peternak sebanyak 11.726 jiwa (Disnak Kabupaten Konawe 2008).

Alih fungsi lahan tampaknya membawa implikasi terhadap berkurangnya basis ekologi budidaya yang selama ini dimanfaatkan peternak sebagai padang penggembalaan pola pemeliharaan ekstensif dan semi intensif. Luas areal persawahan pada tahun 2006 sebesar 20.672,8 ha dan mengalami peningkatan yang cukup drastis pada tahun 2007 menjadi 22.126,4 ha (Distan Kabupaten Konawe 2008). Hal tersebut mengindikasikan bahwa perubahan basis ekologi budidaya, tidak diikuti dengan perubahan kompetensi pengelolaan dalam memanfaatkan sumberdaya alam baru yang tersedia di sekitarnya.

Secara ideal dengan dukungan teknologi, pengembangan sapi potong pada wilayah tersebut seharusnya dapat ditingkatkan karena pertambahan luas areal persawahan secara otomatis akan menghasilkan limbah pertanian berupa jerami yang melimpah dan dapat dimanfaatkan sebagai pakan sapi potong. Namun dukungan atau pemanfaatan teknologi membutuhkan cara penanganan yang lebih spesifik serta membutuhkan keterampilan-keterampilan khusus, sehingga memerlukan persyaratan kondisional peternak dalam memanfaatkan potensi sumberdaya yang tersedia dalam mengembangkan usahanya. Salah satu persyaratan kondisional yang mutlak diperlukan adalah kompetensi dalam pengelolaan usaha sapi potong.

Berdasarkan rumusan tersebut di atas, perlu diteliti faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi peternak dalam pengembangan usaha sapi potong di Kabupaten Konawe dengan beberapa pertanyaan penelitian berikut ini:

1. Sejauh mana tingkat kompetensi peternak sapi potong pada basis ekologi budidaya lahan persawahan dan lahan kering?

2. Variabel-variabel apa saja yang berhubungan dengan kompetensi peternak sapi potong pada basis ekologi budidaya lahan persawahan dan lahan kering?

(5)

3. Sejauh mana tingkat kinerja peternak sapi potong pada basis ekologi budidaya lahan persawahan dan lahan kering?

4. Sejauh mana hubungan variabel internal dan eksternal peternak dengan kompetensi pengelolaan usaha sapi potong pada basis ekologi budidaya lahan persawahan dan lahan kering?

5. Sejauh mana hubungan kompetensi dengan kinerja peternak sapi potong pada basis ekologi budidaya lahan persawahan dan lahan kering?

Tujuan Penelitian

Keberhasilan pengembangan sapi potong pada dasarnya adalah karya peternak, yang berarti bahwa secara filosofis peternak sebagai subyek pembangunan. Karena itu pengembangan “kompetensi” peternak menjadi fokus perhatian dalam mempersiapkan masyarakat menjadi mandiri dan mampu menentukan nasibnya sendiri. Berbagai model pengembangan usaha sapi potong telah dilakukan, namun masih dinilai belum mampu meningkatkan kompetensi peternak dalam berusaha sapi potong yang lebih efisien. Hal tersebut diduga akibat dari proses penyuluhan yang bertujuan memberi penyadaran kepada petani dan penentu kebijakan belum efektif. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan: 1. Menganalisis tingkat kompetensi peternak sapi potong pada basis ekologi

budidaya lahan persawahan dan lahan kering.

2. Menentukan variabel-variabel yang berhubungan dengan kompetensi peternak sapi potong pada basis ekologi budidaya lahan persawahan dan lahan kering. 3. Menganalisis tingkat kinerja peternak sapi potong pada basis ekologi budidaya

lahan persawahan dan lahan kering.

4. Menganalisis hubungan variabel internal dan eksternal peternak dengan kompetensi pengelolaan usaha sapi potong pada basis ekologi budidaya lahan persawahan dan lahan kering.

5. Menganalisis hubungan kompetensi dengan kinerja peternak sapi potong pada basis ekologi budidaya lahan persawahan dan lahan kering.

Kegunaan Penelitian

Keberhasilan pembangunan peternakan sapi potong ditentukan oleh efektivitas tiga sub-sistem yang saling terkait yaitu generating system (rantai

(6)

pemasok teknologi/inovasi), delivery system (penyebarluasan inovasi teknologi) dan receiving system (pengadopsi inovasi teknologi). Kegiatan penyuluhan merupakan delivery system yang memberi dukungan terhadap penyebarluasan informasi teknologi dalam bentuk pendidikan nonformal. Kegiatan penyuluhan semula hanya ditujukan kepada petani/peternak agar dapat melibatkan diri dalam berbagai kegiatan sektor produksi pertanian/peternakan. Dalam perkembangannya penyuluhan tidak hanya sebatas peningkatan produksi, tetapi harus dapat mengembangkan teknik-teknik baru guna meningkatkan efisiensi produksi dan pendapatan serta dapat memperoleh tingkat kehidupan yang lebih tinggi bagi diri dan keluarganya. Oleh karena itu kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Sebagai bahan informasi dan penyadaran bagi peternak tentang perlunya

memiliki kemampuan cerdas (kompetensi) dalam pemecahan masalah pengembangan sapi potong di Kabupaten Konawe.

2. Sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan metode penelitian ilmu penyuluhan pembangunan dalam mengintegrasikan pendekatan deskriptif kuantitatif.

3. Sebagai bahan masukan bagi pihak terkait (pemerintah) dalam merumuskan kebijakan dan strategi pembangunan peternakan sapi potong, khususnya strategi peningkatan kompetensi peternak dalam mewujudkan kinerja pengelolaan sapi potong yang lebih baik.

4. Secara akademis diharapkan akan memberikan perluasan wawasan bagi penelitian-penelitian serupa di kemudian hari.

Kerangka Pemikiran

Pembangunan peternakan sapi potong merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan pertanian. Sapi potong memberi sumbangan yang cukup besar terhadap perekonomian masyarakat dalam hal peningkatan pendapatan, memberi lapangan kerja dan penyumbang pendapatan daerah. Pada hakekatnya, keberhasilan pengembangan sapi potong ditentukan oleh kemampuan atau kompetensi sumberdaya manusia dalam mengelola sistem usaha sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Oleh karena itu, peningkatan kemampuan petani/peternak perlu terus ditingkatkan melalui proses pendidikan (Rogers 1983).

(7)

Pengembangan sapi potong menuntut dukungan ketersediaan sumberdaya manusia yang berkompeten dan berkemampuan tinggi agar dapat mengatur kebiasaan berusaha dan memecahkan masalah secara mandiri. Peningkatan kemampuan individu dalam konteks aktualisasi berkaitan erat dengan pengembangan diri sebagai suatu proses memperkuat ketahanan diri, agar dapat berinteraksi dengan lingkungan dalam rangka melaksanakan fungsi dan peranannya. Peternak yang berkemampuan dan memiliki kompetensi tinggi, memiliki kecakapan atau keterampilan yang memadai untuk melakukan suatu tugas yang disyaratkan.

Kinerja yang dapat ditampilkan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan tidak lepas dari faktor masyarakat itu sendiri. Menurut Kusai (1996) kemampuan untuk menentukan sikap menerima atau mengadopsi teknologi erat hubungannya dengan faktor internal peternak dan adanya dukungan faktor eksternal berupa lingkungan usaha yang memadai. Oleh karena itu kinerja pengembangan sapi potong tidak dapat dipisahkan dari kemampuan atau keahlian peternak berupa kompetensi dalam menerapkan teknologi: (1) pemilihan bibit, (2) perkandangan, (3) pemberian pakan, (4) mengawinkan ternak, (5) penanganan kesehatan ternak dan (6) pemasaran hasil secara efektif dan efisien.

Kompetensi peternak dibentuk oleh pengetahuan, keterampilan, sikap mental dan manajerial dalam melaksanakan sistem usaha secara optimal dalam kondisi normal ataupun situasi berbeda sesuai ukuran atau tujuan yang ditentukan. Secara teoritis, berkembang atau tidaknya kompetensi peternak dalam mengelola usaha sapi potong dipengaruhi oleh bayak hal dan dalam penelitian ini dikelompokkan dalam dua variabel yakni variabel internal dan eksternal. Variabel internal yang mempengaruhi meliputi: umur peternak, tingkat pendidikan, pengalaman berusaha, skala usaha, ketersediaan tenaga kerja, motivasi berusaha dan kekosmopolitan. Sedangkan variabel eksternal yang mempengaruhi meliputi: ketersediaan sarana produksi, layanan penyuluhan, keterlibatan peternak dalam kelompok dan akses kredit. Variabel internal dan eksternal sebagai peubah antecedent, sedangkan kompetensi yang tinggi berkorelasi dengan terciptanya kinerja peternak yang semakin meningkat merupakan konsekuensi. Keterkaitan

(8)

antara peubah kunci pada penelitian kompetensi peternak dalam pengelolaan usaha ternak sapi potong di Kabupaten Konawe, tersaji pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka konseptual kompetensi peternak dalam pengelolaan usaha sapi potong.

Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, dapat diturunkan hipotesis yang diuji kebenarannya dalam penelitian ini adalah :

H1 = Terdapat hubungan nyata antara variabel internal peternak dengan

kompetensi pengelolaan usaha sapi potong di Kabupaten Konawe.

H2 = Terdapat hubungan nyata antara variabel eksternal peternak dengan

kompetensi pengelolaan usaha sapi potong di Kabupaten Konawe.

H3 = Terdapat hubungan nyata antara kompetensi peternak dengan kinerja

pengelolaan usaha sapi potong di Kabupaten Konawe. H3 H2 H1 Variabel Internal: X1 Umur peternak X2 Tingkat pendidikan X3 Pengalaman berusaha X4 Skala usaha

X5 Ketersediaan tenaga kerja X6 Motivasi berusaha X7 Kekosmopolitan

Variabel Eksternal:

X8 Ketersediaan sarana produksi X9 Layanan penyuluhan X10 Keterlibatan dalam kelompok X11Akses kredit

Kompetensi Peternak dalam Pengelolaan Usaha Sapi Potong

(Y1)

1. Pengetahuan dalam hal: (a) pemilihan bibit (b) perkandangan (c) pemberian pakan (d) penanganan kesehatan (e) perkawinan

(f) pemasaran hasil, 2. Sikap dalam hal:

(a) pemilihan bibit (b) perkandangan (c) pemberian pakan (d) penanganan kesehatan (e) perkawinan

(f) pemasaran hasil 3. Keterampilan dalam hal:

(a) pemilihan bibit (b) perkandangan (c) pemberian pakan (d) penanganan kesehatan (e) perkawinan

(f) pemasaran hasil 4. Manajerial dalam hal:

(a) perencanaan usaha (b) evaluasi usaha

Kinerja Peternak (Y2):

 Produktivitas  Keuntungan

Gambar

Gambar 1 Kerangka konseptual kompetensi peternak dalam pengelolaan usaha sapi potong.

Referensi

Dokumen terkait

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan mulai dilaporkan pada tahun 2005 dan setiap penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue dan tahunnya cenderung meningkat.. Pada

Dalam kaitan dengan upaya yang sedang dilakukan, para informan mengungkapkan bahwa hal yang paling penting adalah memahami komunikasi interpersonal, menempatkan baik orang tua

4 Ketersedian tenaga listrik yan g dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan juga jaminan kualitas pelayana n merupakan syarat penting untuk meningkatkan tingkat

5 T.. Selain itu badan amil zakat yang didirikan oleh pemerintah kurang optimal, karena banyak masyarakat yang menyerahkan zakatnya secara pribadi ataupun kepada kyai

Setelah mempelajari bab ini siswa diharapkan dapat menjelaskan pengertian beriman kepada hari akhir, menyebutkan ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan hari akhir dan menceritakan

Program peningkatan mutu guru dibutuhkan oleh para guru SMP se- Kabupaten Banyumas. Agar efektif, program peningkatan mutu guru hendaknya berbasis pada kebutuhan

Dari hasil analisis persamaan regresi diatas, didapatkan hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa Electronic Word of Mouth dan Kualitas

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh dari variasi parameter pemakanan yang dilakukan dalam proses bubut terhadap kekasaran permukaan baja ST 37 menggunakan