BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Bahan Komposit
Komposit adalah suatu material yang terbentuk dari kombinasi dua atau lebih material pembentuknya melalui campuran yang tidak homogen, dimana sifat mekanik dari masing-masing material pembentuknya berbeda. Material komposit merupakan material non logam yang saat ini semakin banyak digunakan mengingat kebutuhan material disamping memprioritaskan sifat mekanik juga dibutuhkan sifat lain yang lebih baik misalnya ringan, tahan korosi dan ramah lingkungan [9]. Komposit merupakan bahan gabungan dua atau lebih yang terdiri dari komponen bahan utama (matriks) dan bahan rangka (reinforcement) atau penguat. Matriks berfungsi sebagai pengikat dari isian/ penguat tadi, dan jika dikenai beban ia akan terdeformasi dan mendistribusikan beban (tegangan) tadi keseluruh unsur-unsur isian penguat,dan berfungsi sebagai unsur penguat struktur komposit. Sedangkan material-material penguat pada umumnya merupakan unsur kekuatan komposit. Selain itu, material juga tahan terhadap panas, reaksi kimia, tahanan, atau konduktor listrik, dan sifat-sifat yang lain [1].
Adapun kelebihan-kelebihan material komposit dibandingkan material yang lain adalah [10]:
- Mempunyai ketahan terhadap degradasi lingkungan dan korosi yang baik. - Mempunyai nilai kekuatan dan kekakuan yang cukup tinggi.
- Mudah diproses sesuai dengan kebutuhan produk, misalnya diproses membuat profil aerodinamis.
- Komposit lebih stabil dengan konduktivitas termal yang rendah
Pembuatan atau perakitannya termasuk sederhana, sehingga dapat mengurangi biaya pembuatan.
2.2Antarmuka Dan Antarfasa
region). Definisi sederhananya yaitu sebuah antarmuka (interfaces) atau dengan kata lain permukaan membentuk batasan dalam konstituen. Pada beberapa kasus, daerah berdampingan sering juga dianggap sebagai fasa tambahan yang dinamakan dengan antarfasa (interphases). Sebagai contoh, pada lapisan serat gelas dalam plastik berpengisi dan bahan adesif yang mengikat lapisan bersamaan. Ketika terdapat suatu antarfasa maka akan terdapat dua antarmuka, yaitu pada permukaan antarfasa dan konstituen di tengahnya [11].
2.3Poliester Tidak Jenuh (Unsaturated Polyester Resin)
Poliester adalah polimer yang mengandung gugus fungsi ester pada rantai
utamanya. Berdasarkan pada struktur kimianya poliester dapat bersifat termoplastik atau
termoset, namun pada umumnya bersifat termoplastik. Poliester pada umumnya terbuat
dari asam karboksilat dan glikol yang mengalami reaksi polikondensasi. Jenis asam
karboksilat yang terkonversi menjadi produk inilah yang menentukan jenis polilester
jenuh (saturated) atau tidak jenuh (unsaturated). Poliester jenuh (saturated) dapat
terbuat dari asam karboksilat jenis terephthalic acid, dan hellip, poliester tidak jenuh
(unsaturated) dapat terbuat dari asam karboksilat jenis asam fumarik dan asam maleat ,
penggunaan asam tak jenuh dengan berbagai cara sebagai bagian dari asam dibasa, yang
menyebabkan terdapat ikatan tak jenuh dalam rantai utama poliester yang dihasilkan,
Gambar 2.1 Reaksi Pembentukan Poliester Tidak Jenuh [12]
Poliester merupakan resin yang paling banyak digunakan sebagai matrik pada
fiber glass untuk badan kapal, mobil, tandon air dan sebagainya. Umumnya resin
poliester mempunyai karakteristik tahan terhadap dingin relatif baik, sifat listriknya
terbaik diantara resin termoset, tahan terhadap asam kuat kecuali asam pengoksida, tetapi
lemah terhadap alkali. Kemampuan terhadap cuaca sangat baik, juga tahan terhadap
kelembaban dan sinar UV pada pemakaian outdoor. Pada umumnya resin poliester tak
jenuh ini disebut sebagai poliester. Bahan ini berupa cairan dengan viskositas yang
relatif rendah, mengeras pada suhu kamar dengan penggunaan katalis metal etil keton
peroksida (MEKP) yang berfungsi sebagai zat untuk mempersingkat waktu pengerasan.
Pada proses pengerasan tanpa menghasilkan gas sewaktu pengesetan seperti banyak
resin termoset yang lainnya [13].
Unsaturated Polyester Resin (UPR) yang digunakan dalam penelitian ini adalah seri Yukalac 157® BQTN-EX Series, dimana memiliki beberapa spesifikasi sendiri, yaitu :
Tabel 2.1 Spesifikasi Unsaturated Polyester Resin Yukalac 157® BTQN-EX [14]
Item Satuan Nilai Tipikal Catatan
2.4Metil Etil Keton Peroksida (MEKP)
Metil Etil Keton Peroksida (MEKP) adalah suatu bahan kimia yang dikenal dengan sebutan katalis. Katalis ini termasuk senyawa polimer dengan bentuk cair, berwarna bening. Fungsi dari katalis adalah mempercepat proses pengeringan (curing) pada bahan matriks suatu komposit. Semakin banyak katalis yang dicampurkan pada cairan matriks akan mempercepat proses laju pengeringan, tetapi akibat mencampurkan katalis terlalu banyak adalah membuatan komposit menjadi getas. Penggunaan katalis sebaiknya diatur berdasarkan kebutuhannya [15].
Reaksi curing yang terjadi pada matriks poliester tidak jenuh dengan katalis metil etil keton peroksida (MEKP) ditunjukkan pada Gambar 2.6.
Gambar 2.2 Reaksi Curing Poliester Tidak Jenuh [12] 2-amino-benzena 1,3- bis (metoksi benzena)
Poliester tidak jenuh
Stirena
Metil Etil Keton Peroksida
Curing
Mekanisme reaksi dari reaksi curing poliester tidak jenuh yaitu [16]:
a) Katalis peroksida terurai menjadi radikal bebas yang bertindak sebagai inisiator menyerang ikatan rangkap pada poliester tidak jenuh (R’’’=C4H9O2/ tersier butil
dioksi)
R'''OOR''' 2R'''O.
b) Akibat adanya serangan katalis yang merupakan radikal bebas akan membuat terbentuknya elekron tidak berpasangan pada poliester tidak jenuh.
C-CH=CH-C-R'-C-ORO
c) Elektron yang tidak berpasangan pada ikatan rangkap poliester tidak jenuh kemudian menyerang ikatan rangkap pada stirena sehingga terbentuklah suatu ikatan sambung silang antara poliester tidak jenuh dengan stirena.
[
C-CH CH-C-R'-C-ORO]
[
C-CH CH-C-R'-C-ORO]
Bentonit adalah tanah liat alami dari keluarga smektit. Bentonit adalah istilah
dari lempung yang termasuk kelompok dioktohedral. Secara geologi bentonit terjadi dari
hasil pelapukan, hidrotermal, akibat transformasi dan sedimentasi. Terdapat 2 jenis
bentonit alam yang umum dikenal serta digunakan, yaitu:
1. Na-bentonit
Bentonit ini mempunyai kemampuan mengembang hingga delapan kali apabila
dicelupkan di dalam air dan tetap terdispersi beberapa waktu di dalam air. Dalam
keadaan kering berwarna putih dan krem, pada keadaan basah dan terkena sinar
matahari akan berwarna mengkilap, mempunyai pH 8,5-9,8. 2. Mg, Ca-bentonit
Bentonit ini kurang mengembang apabila dicelupkan ke dalam air, mempunyai pH
4-7. Dalam keadaan kering berwarna abu-abu, biru, kuning, merah dan coklat.
Bentonit mengandung montmorillonit, dan sisanya sebagai mineral pengotor yang terdiri dari campuran mineral kuarsa, feldspar, kalsit, gipsum, dan lain-lain. Bentonit dapat digunakan sebagai material paduan karena merupakan
nanoreinforcement yang memiliki lapisan-lapisan berukuran nano [17].
Bentonit mempunyai kemampuan yang tinggi untuk menjernihkan warna seperti
pada pengolahan minyak yang berasal dari binatang atau tumbuh-tumbuhan [18].
Pemakaian yang lain adalah untuk pengecoran logam, pembuatan pelet konsentrat besi
dan logam lain, teknik sipil, sebagai bahan pemucat, katalis, dan lain-lain.
Penggunaan utama Ca-bentonit adalah untuk pembuatan Na-bentonit sintetis dan
lempung aktif. Selain itu, juga digunakan untuk pembersih minyak bakar, pelumas,
pembuatan Na-bentonit sintetis mempunyai lebih banyak keuntungan daripada lempung
lain, kecuali lempung asam, misalnya saat penggerusan, penyaringan dan pengeringan.
Selain itu, penggunaan Ca-bentonit untuk pembuatan Na-bentonit sintetis juga
menghasilkan produk sampingan yaitu precipitated calcium carbonate [17].
Bentonit memiliki kemampuan swelling yang besar serta sifar adesif yang banyak dieksploitasi oleh industri. Kemampuan bentonit untuk menyerap air sebagian disebabkan oleh ukuran kristal yang kecil dan memiliki muatan permukaan yang menarik molekul polar yang membuat bentonit dapat digunakan sebagai pengisi pada bahan polimer [19]. Penelitian tentang penggunaan bentonit sebagai pengisi pada bahan-bahan polimer telah banyak dilakukan diantaranya :
1. Juliani (2013) melakukan penelitian tentang penggunaan bentonit sebagai pengisi pada matriks high density polyethylene (HDPE) [1].
2. Othman (2007) membuat komposit polipropilen berpengisi bentonit [20].
3. Motawie dkk (2014) menggunakan bentonit yang telah dimodifikasi dengan surfaktan sebagai pengisi pada poliester tidak jenuh [21].
2.6Surfaktan
Surfaktan atau zat aktif permukaan merupakan molekul organik yang terdiri dari gugus liofilik (suka pelarut) dan gugus liofobik (tidak suka pelarut). Jika pelarutnya adalah air maka kedua gugus tersebut disebut sebagai hidrofilik dan hidrofobik. Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian, yaitu kepala dan ekor yang menunjukkan sifat yang berbeda. Bagian kepala bersifat hidrofilik (suka air) dan bagian ekor bersifat hidrofobik (tidak suka air). Bagian hidrofilik surfaktan merupakan ion logam atau senyawaan logam, sedangkan bagian hidrofobik surfaktan merupakan rantai hidrokarbon alkil atau alkilaril. Karena surfaktan terbentuk dari dua bagian yang memiliki kecenderungan yang berbeda itulah maka surfaktan dapat dikatakan memiliki kepribadian ganda. Surfaktan dapat dikelompokkan berdasarkan muatan pada gugus hidrofiliknya, antara lain:
1. Surfaktan non-ionik
2. Surfaktan kationik
Surfaktan kationik memiliki gugus hidrofilik yang bermuatan positif di dalam larutan. Umumnya surfaktan kationik merupakan senyawa amonium kuartener. Contoh surfaktan kationik adalah heksadesiltrimetil amonium bromida (HDTMA+Br-) C16H33N+(CH3)3Br- dan oktadesiltrometil amonium bromida
(OTMABr) C18H37N+(CH3)3Br-.
3. Surfaktan anionik
Surfaktan anionik memiliki gugus hidrofilik yang bermuatan negatif di dalam larutan. Surfaktan anionik mengandung gugus sulfat, sulfonat, atau karboksilat. Contoh surfaktan anionik diantaranya adalah alkyl sulphates, alkyl ethoxylate sulphate dan sabun.
4. Surfaktan zwitter ionik (amfoter)
Surfaktan zwitter ionik memiliki gugus hidrofilik yang dapat bermuatan positif (kationik), negatif (anionik) maupun tidak bermuatan (non-ionik) di dalam larutan, bergantung pada pH larutan. Umumnya surfaktan zwitter ionik merupakan senyawa betain dan asam amino. Contoh surfaktan zwitter ionik adalah alkyl betaine.
Dalam mineralogi, kapasitas pertukaran kation (KTK) atau cation exchange capacity (CEC) didefinisikan sebagai kapasitas mineral untuk dapat menyerap dan melakukan pertukaran kation. Nilai KTK dinyatakan dalam jumlah miliekuivalen ion (mek) per 100 gram mineral liat. Secara umum, kebanyakan jenis clay dan material organik di dalam tanah memiliki nilai KTK yang tinggi. Tipe clay yang berbeda memiliki nilai KTK yang beragam [22]. Bentonit memiliki nilai KTK 48,7490 mek/100 gram bentonit [23]. Penambahan surfaktan pada bentonit akan mengubah sifat bentonit yang semula bersifat hidrofilik berubah menjadi organofilik. Perubahan sifat bentonit merupakan hasil dari penggantian kation anorganik pada bentonit dengan kation organik surfaktan. Dengan masuknya surfaktan ke dalam bentonit, d-spacing pada bentonitpun bertambah besar (terinterkalasi) [5].
2.7Cetyltrimethylammonium Bromida (CTAB)
ukuran dari nanopartikel [24]. Cetyltrimethylammonium Bromida (CTAB) menawarkan kation CTA+ untuk digabungkan dengan kelompok karboksil yang terikat dengan permukaan fiber untuk membentuk pasangan ion [25]. Cetyltrimethylammonium Bromida (CTAB) juga digunakan secara luas sebagai bahan antiseptik, dan dapat ditemukan dalam berbagai produk rumah tangga seperti shampo, produk kondisioner rambut dan kosmetik [26]. Sebagai surfaktan, CTAB banyak digunakan sebagai buffer larutan untuk mengekstraksi DNA dan sebagai pemodifikasi permukaan dalam pembuatan komposit clay.
Gambar 2.3 Rumus Molekul CTAB
Permukaan clay yang bermuatan negatif dapat dimodifikasi dengan surfaktan
melalui reaksi pertukaran ion. Modifikasi ini menyebabkan clay yang semula hidrofilik
menjadi organofilik. Reaksi pertukaran ion memudahkan surfktan kationik terinterkalasi
ke dalam lapisan clay, sehingga menambah jarak basal spacing antarlapis clay. Polaritas
mineral clay dapat diganti dengan kation organik, dimana ion logam anorganik
melepaskan muatan negatif pada lapisan silikat. Reaksi antara CTAB dengan bentonit
ditunjukkan sebagai berikut [27]:
C19H42N+Br+ + Na+-bentonit C19H42N+-bentonit + Na+Br-…….…...(2.1)
2.8Titanium Dioksida
Titanium dioksida (TiO2) juga bisa disebut Titania atau Titanium (IV) oksida
merupakan bentuk oksida dari titanium secara kimia dapat dituliskan TiO2. Senyawa
ini dimanfaatkan secara luas dalam bidang anatas sebagai pigmen, bakterisida, pasta gigi, fotokatalis dan elektroda dalam sel surya. Titanium dioksida (TiO2) dapat
dihasilkan dari reaksi antara senyawa titanium tetraklorida (TiCl4) dan O2 yang
dilewatkan melalui lorong silika pada suhu 700oC. Senyawa TiO2 bersifat amfoter, terlarut secara lambat dalam H2SO4(aq) pekat, membentuk kristal sulfat dan
tembus cahaya, mempunyai warna putih, lembam, tidak beracun, dan harganya relatif murah. Titanium dioksida dapat dihasilkan dari proses sulfat ataupun klorin.
Titanium dioksida (TiO2) memiliki tiga fase struktur kristal, yaitu anatas,
rutil, brookit. Akan tetapi hanya anatas dan rutil saja yang keberadaanya di alam cukup stabil. Kemampuan fotoaktivitas semikonduktor TiO2 dipengaruhi oleh
morfologi, luas permukaan, kristanilitas dan ukuran partikel. Anatas diketahui sebagai kristal titania yang lebih fotoaktif daripada rutil. Hal ini disebabkan harga Eg TiO2 jenis anatas yang lebih tinggi yaitu sebesar 3,2 eV sedangkan rutil sebesar 3,0
eV. Harga Eg yang lebih tinggi akan menghasilkan luas permukaan aktif yang lebih besar sehingga menghasilkan fotoaktivitas yang lebih efektif.
Serbuk TiO2 dengan struktur rutil paling luas penggunaanya karena indeks
biasanya yang tinggi, warna yang kuat, dan sifat kimianya yang inert. Struktur anatas lebih baik untuk aplikasi sel surya berbasis sensitiser zat warna pada lapis tipis TiO2
[28].
2.9Metoda Penyediaan Komposit
Salah satu metoda penyediaan komposit yaitu metoda hand lay-up merupakan metoda yang digunakan untuk mencetak bahan polimer termoset yang mengalami pengeringan (curing) pada suhu ruangan. Reaksi kimia pada resin polimer diawali dengan adanya penambahan katalis yang mengakibatkan resin mengeras. Dalam pencetakan, sebuah cetakan terbuka (open mold) digunakan. Untuk mendapatkan permukaan yang baik, maka terlebih dahulu disemprotkan sebuah pigmen gel coat pada permukaan cetakan. Resin dan pengisi kemudian ditempatkan di cetakan. Udara yang masih ada dihilangkan dengan menggunakan kuas, roller, ataupun brush dabbing. Lapisan pengisi dan resin ditambahkan dengan tujuan untuk penebalan kemudian ke dalamnya ditambahkan katalis atau akselerator yang akan mengeringkan resin tanpa perlu adanya penambahan panas. Oleh karena itu, proses
curing pada metoda hand lay-up dikatakan berlangsung pada suhu ruangan. Metoda
Gambar 2.4 Metoda Hand Lay-Up [29]
2.10 Pengujian/Karakterisasi Bahan Komposit 2.10.1 Analisa Kekuatan Tarik (Tensile Strength)
Kekuatan tarik merupakan salah satu sifat bahan polimer yang terpenting dan sering digunakan untuk uji sifat suatu bahan polimer. Penarikan suatu bahan biasanya menyebabkan terjadi perubahan bentuk dimana penipisan pada tebal dan pemanjangan. Kekuatan tarik (tensile strength) suatu bahan ditetapkan dengan membagi gaya maksimum dengan luas penampang mula-mula, dimensinya sama dengan tegangan.
Pada peregangan suatu bahan polimer, pemanjangan tidak selalu berbanding lurus dengan beban yang diberikan, dan pada penurunan kembali beban,sebahagian regangannya hilang, karena bahan polimer bukan merupakan bahan sepenuhnya elastis tetapi ada sifat viskositasnya [30].
2.10.2 Analisa Kekuatan Bentur (Impact Strength)
Gambar 2.5 Spesimen V-Notch Metoda Charpy dan Izod [31]
Peralatan untuk melakukan kekuatan impak spesimen V-notch ditunjukkan pada Gambar 2.4. Beban didapat dari tumbukan pendulum yang dilepas dari ketinggian h. Spesimen diletakkan di dasar seperti pada Gambar 2.4. Ketika dilepas ujung pisau pada pendulum akan menghantam dan mematahkan spesimen pada titik ketoknya (notch) yang bekerja sebagai titik tegangan untuk benturan kecepatan tinggi. Pendulum terus berayun, naik sampai ketinggian maksimum h' yang lebih rendah dari h. Energi yang diserap, yang diukur dari perbedaan ketinggian h dan h' merupakan pengukuran kekuatan impak. Perbedaan antara metoda Charpy dan Izod yaitu bergantung pada peletakan support spesimen seperti ditunjukkan pada Gambar 2.5 [31].
Gambar 2.6 Skema Pengujian Impak [31]
2.10.3 Analisa Penyerapan Air oleh Komposit
Menurut Lokantara dan Suardan, penyerapan air (water-absorption) dalam komposit merupakan kemampuan komposit dalam menyerap uap air dalam waktu
Specimen
Anvil End of Swing
Pointer
Scale
tertentu. Penyerapan air pada komposit merupakan salah satu masalah terutama dalam penggunaan komposit di luar ruangan. Semua komposit polimer akan menyerap air jika berada di udara lembab atau ketika polimer tersebut dicelupkan di dalam air [32]. Salah satu sifat bentonit adalah dapat mengembang atau swelling, ketika struktur dari montmorillonit yang merupakan penyusun utama bentonit mengalami kontak dengan air, akan terjadi pertukaran ion dan air akan masuk ke antara lapisan. Hal ini dapat mengakibatkan pengembangan pada lapisan struktur montmorillonit. Hal ini membuktikan bahwa struktur dari clay dapat mempercepat laju penyerapan air. Penurunan ikatan antarmuka komposit menyebabkan penurunan sifat mekanis komposit tersebut. Karena itu, pengaruh dari penyerapan air sangat vital untuk penggunaan komposit berpenguat bentonit di lingkungan terbuka [32]. Adapun dari beberapa hasil penelitian sebelumnya didapatkan analisa penyerapan air komposit serat bambu yang dilakukan oleh Hirmawan (2011) mendapatkan penyerapan air sebesar 0,36% dan 2,27%. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Supraptiningsih (2012) mendapatkan nilai penyerapan air yang berkisar antara 0,960% sampai dengan 3,322% pada komposit PVC-CaCO3 berpengisi serbuk serat batang pisang [33-34]. Dari kedua penelitian
tersebut dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa kekuatan penyerapan air suatu komposit berkisar di bawah 5%.
2.10.4 Karakterisasi Fourier-Transform Infra-Red (FT – IR).
2.10.5 Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM)
Analisa SEM dilakukan untuk mempelajari sifat morfologi terhadap sampel. SEM adalah adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara mikroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen. Interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, sinar X, elektron sekunder, dan absorpsi elektron.
Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20 um dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan tofografi dengan segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan. Gambar toforgrafi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor yang diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar di monitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke dalam suatu disket. Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai konduktifitas yang tinggi, karena polimer mempunyai konduktifitas rendah, maka bahan perlu dilapisi dengan bahan konduktor (bahan pengantar) yang tipis. Bahan yang biasa digunakan adalah perak, tetapi jika dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik digunakan emas atau campuran emas dan pallladium [36].
2.11 Aplikasi Produk Komposit
Komposit berpengisi clay dapat diaplikasikan pada beberapa bidang seperti pengemasan, transportasi, elektronik, dan konstruksi. Struktur lapisan dari clay
seperti ketebalannya memiliki keunggulan dalam memperkuat matriks polimer, seperti kekakuan dan kekuatan, daya penghalang, dan ketahanan api. Sebagai kepedulian pada senyawa halogen pada lingkungan yang meningkat, clay ditemukan sebagai alternatif penahan api yang menarik untuk beberapa aplikasi, terutama pada transportasi, kabel, dan alat elektronik [37].
matriks polimer menghasilkan sifat tak terduga termasuk menurunkan permeabilitas gas, meningkatkan daya tahan terhadap pelarut, peningkatan sifat mekanik, stabilitas termal, dan daya tahan api. Karena kekuatan dan kekakuan tinggi yang dimilikinya
clay juga telah digunakan untuk meningkatkan performa dari polimer pada industri otomotif [37].