• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Pembuatan Sediaan Tablet Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) Dengan Menggunakan Berbagai Jenis Bahan Pengikat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Pembuatan Sediaan Tablet Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) Dengan Menggunakan Berbagai Jenis Bahan Pengikat"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tanaman

Temulawak berasal dari kawasan Indonesia dan telah tersebar diseluruh nusantara. Banyak dimanfaatkan masyarakat dalam bentuk jamu dan obat lainnya. Temulawak hanya bisa tumbuh dan berproduksi dengan baik di daratan rendah sampai pegunungan (daratan tinggi) yakni mulai 5–1200 m di atas permukaan laut, tumbuh liar di tempat yang agak terlindung, seperti di bawah naungan hutan jati juga cocok dibudidayakan di lahan perkarangan dan dikebun. Tumbuhan ini hidup pada berbagai jenis tanah seperti tanah liat, berpasir, tetapi untuk mendapatkan rimpang yang berkualitas baik diperlukan tanah yang subur yang mengandung banyak unsur hara (Rukmana, 2006).

2.1.1 Klasifikasi tanaman

Klasifikasi tanaman temulawak menurut Rukmana (2006) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae Genus : Curcuma

(2)

2.1.2 Sinonim tanaman

Sinonim tanaman temulawak menurut Dalimartha (2006) adalah C. Zerumbed majus Rumph.

2.1.3 Nama asing tanaman

Kiang huang (China), harida; haldi (India Pakistan), halud (Bengali), kurkum (Arab), zardcchobacch (Persia), menjal (Tamil), kunong-huyung (Indochina) (Dalimartha, 2006).

2.1.4 Nama daerah tanaman

Nama daerah tumbuhan temulawak adalah koneng gede (Jawa Barat), temulabak (Jawa tengah), tetemulawak (Sumatera) dan kunyit ketumbu (Aceh) (Tommo (Bali), tommon (Sulawesi Selatan), karbanga (Ternate), temolobak (madura) (Afifah, 2003; Dalimartha, 2006).

2.1.5 Morfologi tanaman

Temulawak merupakan tanaman tahunan, berbatang semu, berwarna hijau dan cokelat gelap. Tinggi batangnya antara 1,5 cm sampai 2 cm, paling tinggi dibanding kerabat-kerabat semarganya. Batangnya tersusun atas upih-upih daun, seperti halnya upih-upih daun yang ada dalam pisang tegak lurus dan berumpun. Daunnya berbentuk seperti mata lembing jorong agak melonjong (oblong elliptic). Telapak daunnya berwarna hijau tua, bergaris-garis cokelat, lebarnya antara 1 cm sampai 2,5 cm dan berbintik-bintik jernih hijau muda (Ahmad, 2007).

(3)

temulawak berukuran paling besar diantara semua rimpang genus Curcuma. Oleh karena itu walau nama daerah temulawak bermacam-macam tetap mengandung arti yang sama, yaitu temu yang besar (Ahmad, 2007).

Rimpang temulawak terdiri atas rimpang induk (empu) dan rimpang anakan (cabang). Rimpang induknya berbentuk bulat seperti telur dan berwarna kuning tua atau cokelat kemerahan. Bagian dalamnya berwarna jingga kecokelatan. Dari rimpang induk ini, keluar rimpang kedua yang lebih kecil. Arah pertumbuhannya ke samping, berwarna lebih muda dengan bentuk bermacam-macam dan jumlahnya sekitar 3-7 buah. Jika dibiarkan tumbuh lebih dari satu tahun, akan tumbuh banyak rimpang lagi. Ujung rimpang cabang membengkak menjadi umbi kecil. Rimpang ini baunya harum dan rasanya agak pahit agak pedas (Ahmad, 2007).

Bunga temulawak pendek dan lebar, berkembang secara teratur, berwarna putih kuning atau kuning muda bercampur warna merah di puncaknya. Bunga mekar satu persatu secara bergiliran dari kantung-kantung daun pelindung yang memiliki 3-5 kuntum bunga (Ahmad, 2007).

2.1.6 Kandungan kimia

Kandungan kimia rimpang temulawak menurut Hayani (2006) adalah sebagai berikut zat warna kuning (kurkumin), serat, pati, kalsium oksalat, minyak atsiri, pati, alkaloid, flavonoid, triterpenoid dan glikosida lebih dominan dibanding tannin, saponin dan steroid.

2.1.7 Manfaat tanaman temulawak

(4)

penambah nafsu makan, pereda batuk, asma, sariawan, diare, rematik, lelah, penghilang rasa sakit, anti bakteri/jamur, antidiabetes, antidiare, anti oksidan, anti tumor, diuretik, depresi dan lain sebagainya. Minyak atsiri temulawak berkhasiat sebagai fungistatik pada beberapa jenis jamur dan bakteriostatik pada mikroba Staphyllococcus sp. dan Salmonella sp, mengurangi perut kembung akibat metabolisme lemak dan menurunkan kadar kolesterol darah yang tinggi dan antitumor (Dalimartha, 2006).

Konsumsi temulawak pada orang sehat juga sangat penting untuk memelihara kesehatan fungsi hati dan menjaga stamina tubuh. Usia antara 20-60 tahun merupakan usia produktif untuk melakukan berbagai aktivitas yang berat dan melelahkan. Salah satu penyebab menurunnya fungsi hati adalah faktor kelelahan sehingga kerja hati menjadi bertambah berat. Hal ini menyebabkan tubuh rentan untuk tertular virus hepatitis yang berbahaya karena virus ini mampu bertahan dan menetap di dalam tubuh, bersifat kronis serta dalam perjalanan selanjutnya berpotensi merusak hati, ukurannya mengecil dan mengeras (sirosis hati) dan dapat berakhir menjadi kanker hati (Suharjo, 2010).

2.2 Ekstraksi

(5)

diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2000).

Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu:

a. Cara dingin

1. Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruang (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.

2. Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru samai sempurna

(exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahaan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perklorat) yang jumlahnya 1–5 kali bahan.

b. Cara panas

(6)

pada residu pertama samai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi semurna.

2. Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. 3. Digesti adalah maserasi kinetik atau dengan pengadukan yang kontinu

pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50 oC.

4. Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98 oC) selama waktu tertentu (15-20 menit).

5. Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30 menit) dan temperatur sampai titik didih air.

2.3 Uraian Sediaan Tablet 2.3.1 Pengertian tablet

Definisi tablet menurut Farmakope Indonesia edisi III adalah sediaan padat

(7)

edisi IV tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi.

Tablet merupakan jenis sediaan yang banyak digunakan sampai sekarang karena memberikan dosis yang tepat pada pemakaiannya, mudah pemakaiannya, mudah pengemasannya, stabilitas kimia dan aktifitas fisiologis dari bahan-bahan obat cukup baik, sebagai bentuk sediaan solid yang mengandung satu atau lebih zat aktif dengan atau tanpa berbagai eksipien (yang meningkatkan mutu sediaan tablet, kelancaran sifat aliran bebas, sifat kohesifitas, kecepatan disintegrasi dan sifat antilekat) dan dibuat dengan mengempa campuran serbuk dalam mesin tablet. Tablet kempa adalah unit bentuk sediaan solid, dibuat dengan mengempa suatu campuran serbuk yang mengandung zat aktif dengan atau tanpa bahan tanbahan atau bahan tertentu yang dipilih guna membantu dalam proses pembuatan dan untuk menciptakan sifat-sifat sediaan tablet yang dikehendaki (Banker dan Anderson, 1994; Siregar dan Wikarsa, 2010).

Menurut Banker dan Anderson (1994), tablet yang dinyatakan baik harus memenuhi syarat, yaitu:

a.Memiliki kemampuan dan daya tahan terhadap pengaruh mekanis selama proses produksi, pengemasan dan distribusi.

b.Bebas dari kerusakan seperti pecah pada permukaan dari sisi-sisi tablet.

c. Dapat menjamin kestabilan fisik maupun kimia dari zat berkhasiat yang terkandung didalamnya.

d.Dapat membebaskan zat berkhasiat dengan baik sehingga memberikan efek pengobatan seperti yang dikehendaki.

(8)

Menurut Ansel (1989), ada tiga metode pembuatan tablet kompresi yang berlaku yaitu metode granulasi basah, metode granulasi kering dan cetak langsung.

a. Granulasi basah

Metode ini merupakan metode pembuatan yang paling banyak digunakan dalam memproduksi tablet kompresi. Langkah-langkah yang diperlukan dalam pembuatan tablet dengan metode ini dapat dibagi sebagai berikut: menimbang dan mencampur bahan-bahan, pembuatan granulasi basah, pengayakan granul basah, pengeringan, pengayakan granul kering, pencampuran bahan pelicin dan bahan penghancur, pembuatan tablet dengan kompresi (Ansel, 1989).

Bahan aktif, pengisi dan disintegran dicampur hingga homogen. Bahan pengikat ditambahkan untuk mencampur serbuk dengan cara pengadukan. Massa serbuk terbasahi oleh bahan pengikat hingga massa tersebut mempunyai konsistensi lembab. Kemudian massa lembab tersebut dilewatkan pada mesh. Setelah itu ditempatkan pada wadah yang sesuai dan dimasukkan dalam lemari pengering. Setelah kering, granul tersebut dikurangi ukuran partikelnya dengan melewatkannya pada pengayakan mesh yang ukurannya lebih kecil. Ukuran ayakan tergantung pada diameter punch. Kemudian ke dalam granul kering ditambahkan lubrikan atau glidan sebagai serbuk fine untuk meningkatkan aliran granul, kemudian dicetak menjadi tablet (Sahoo, 2007).

b. Granulasi kering

(9)

menghasilkan partikel yang berukuran lebih besar (granul). Dengan metode ini, baik bahan aktif ataupun bahan pengisi harus memiliki sifat kohesif supaya massa yang jumlahnya besar dapat dibentuk. Metode ini khususnya untuk bahan-bahan yang tidak dapat diolah dengan metode granulasi basah, karena kepekaannya terhadap uap air atau karena tidak tahan terhadap pemanasan (Ansel, 1989).

c. Kompresi/cetak langsung

Cetak langsung berarti mengompres tablet secara langsung dari bahan bubuk tanpa memodifikasi sifat fisik bahan tablet tersebut. Metode ini berlaku untuk bahan kimia berbentuk kristal yang memiliki karakteristik kompresibilitas dan sifat alir yang baik seperti: garam kalium (klorat, klorida, bromida), natrium klorida, amonium klorida, methenamine, kalsium laktat, asetosal dan lain-lain (Sahoo, 2007).

(10)

2.3.3 Uraian bahan pengikat 2.3.3.1 Amilum manihot

Amilum manihot berbentuk serbuk, tidak berbau dan tidak berasa berwarna putih atau sedikit putih dengan pH 4,5-7,0 dan mengandung 17-20% amilosa. Tidak larut dalam etanol 96% dan air dingin, amilum mengembang secara langsung dalam air pada suhu 37°C. Larut dalam pelarut dimetilsulfoksida dan dimetilformamida. Amilum mengandung amilosa linear dan amilopektin bercabang, yaitu dua polisakarida dengan dasar a-(D)-glukosa. Amilum manihot juga disebut tapioka (Rowe, dkk., 2009).

Amilum merupakan suatu bahan tambahan farmasi yang biasa digunakan sebagai bahan pengembang, pengering(diluen), serta bahan pengikat pada tablet maupun kapsul. Pada penggunaannya sebagai diluen pati digunakan untuk persiapan pada ekstrak herbal dan memfasilitasi pencampuran pada proses formulasi. Penggunaanya sebagai lubrikan jumlah amilum yang digunakan biasanya 3-10%, sedangkan pada pembuatan pasta amilum sebagai pengikat granulasi basah tablet biasanya digunakan pada konsentrasi 3-20% (tergantung pada tipe amilum) dan sebagai desintegran biasanya digunakan pada konentrasi 3-25%. Amilum sangat baik jika digunakan sebagai bahan penghancur, namun pada penggunaan konsentrasi yang terlalu tinggi dapat meningkatkan friabilitas serta capping pada tablet (Rowe, dkk., 2009).

2.3.3.2 Polivinilpirolidon (PVP)

(11)

berwarna putih kekuningan, tidak berbau dan hampir tidak berasa dan merupakan serbuk yang higroskopis (Rowe, dkk., 2009).

PVP merupakan salah satu bahan tambahan farmasi yang biasanya digunakan sebagai desintegran, agen pensuspensi, bahan tambahan granulasi dan sebagai bahan pengikat tablet baik dalam cetak langsung maupun granulasi basah. Povidon di tambahkan pada campuran serbuk pada bentuk kering ataupun digranulasi dengan penambahan alkohol atau larutan hidroalkoholik. Obat atau zat aktif dengan kelarutan rendah dapat meningkat apabila dicampur dengan povidon. Sebagai bahan pengikat konsentrasi yang digunakan adalah 0,5-5% Povidon biasanya menghasilkan sifat adesi, elastisitas dan kekerasan yang baik . Povidon larut dalam asam, kloroform, etanol, keton, metanol dan air; praktis tidak larut dalam eter, hidrokarbon dan minyakk mineral (Rowe, dkk., 2009).

2.3.3.3 Natrium karboksimetilselulosa (Na CMC)

Na CMC berbentuk serbuk dengan warna putih atau hampir putih, tidak berasa dan tidak berbau, titik didih 227°C, pH antara 6,0-8,5, mengandung air kurang dari 10%. Na CMC bersifat higroskopis dan menyerap air secara cepat pada suhu diatas 37°C, praktis tidak larut dalam aseton, etanol, eter dan toluen serta sangat mudah terdispersi dalam air pada segala temperatur. Na CMC merupakan salah satu bahan tambahan farmasi yang biasanya digunakan sebagai agen emulsi, agen penstabiliasi, desintegran, pengikat dan diluen. Penggunaanya sebagai bahan pengikat pada konsentrasi 1-4%, penggunaan diatas 15% dapat menurunkan kekerasan tablet. (Rowe, dkk., 2009).

2.3.4 Komposisi tablet

(12)

penghancur dan pelincin. Tablet tertentu mungkin memerlukan pemacu aliran, zat warna, zat perasa dan pemanis (Lachman, dkk., 1994).

Komposisi umum dari tablet adalah zat berkhasiat, bahan pengisi, bahan pengikat atau perekat, bahan pengembang dan bahan pelicin. Kadang-kadang dapat ditambahkan bahan pewangi (flavoring agent), bahan pewarna (colouring agent) dan bahan-bahan lainnya (Ansel, 1989).

a. Pengisi

Pengisi diperlukan bila dosis obat tidak cukup untuk membuat bulk. Selain itu pengisi dapat juga ditambahkan untuk memperbaiki daya kohesi sehingga dapat dicetak langsung atau untuk memacu aliran (Lachman, dkk., 1994). Bahan-bahan pengisi yaitu: laktosa, amilum, manitol, sorbitol, avicel, kalsium sulfat dihidrat, kalsium karbonat dan lain-lain (Siregar dan Wikarsa, 2010).

b. Pengikat

Bahan pengikat digunakan untuk memberikan kekompakan dan daya tahan tablet, juga menjamin penyatuan beberapa partikel serbuk dalam butir granulat (Voigt, 1995).

Pengikat yang umum digunakan yaitu: amilum, gelatin, glukosa, gom arab, natrium alginat, Na CMC, PVP dan veegum (Soekemi, dkk., 1987)

c. Penghancur/disintegran

(13)

d. Pelicin

Bahan pelicin ditambahkan untuk meningkatkan daya alir granul-granul pada corong pengisi, mencegah melekatnya massa pada punch dan die, mengurangi pergesekan antara butir-butir granul dan mempermudah pengeluaran tablet dari die. Bahan pelicin yaitu: metalik stearat, talk, asam stearat, senyawa lilin dengan titik lebur tinggi, amilum maydis (Soekemi, dkk., 1987).

2.3.5 Uji preformulasi

Sebelum dicetak menjadi tablet, massa granul perlu diperiksa apakah memenuhi syarat untuk dapat dicetak. Preformulasi ini menggambarkan sifat massa sewaktu pencetakan tablet, meliputi waktu alir, sudut diam dan indeks tap. Pengujian waktu alir dilakukan dengan mengalirkan 100 gram massa granul melalui corong. Waktu yang diperlukan tidak lebih dari 10 detik, jika tidak maka akan dijumpai kesulitan dalam hal keseragaman bobot tablet. Hal ini dapat diatasi dengan penambahan bahan pelicin (Cartensen, 1977).

Pengukuran sudut diam digunakan metode corong tegak, granul dibiarkan mengalir bebas dari corong ke atas dasar. Serbuk akan membentuk kerucut, kemudian sudut kemiringannya diukur. Semakin datar kerucut yang dihasilkan, semakin kecil sudut diam, semakin baik aliran granul tersebut (Voigt, 1995).

(14)

2.3.6 Evaluasi tablet a. Kekerasan tablet

Kekerasan adalah parameter yang menggambarkan ketahanan tablet dalam melawan tekanan mekanik seperti goncangan, kikisan dan terjadi keretakan talet selama pembungkusan, pengangkutan dan pemakaian. Kekerasan ini dipakai sebagai ukuran dari tekanan pengempakan. Kekerasan tablet biasanya 4 – 8 kg, tablet dengan kekerasan kurang dari 4 kg akan didapatkan tablet yang cenderung rapuh, tapi bila kekerasan tablet lebih besar dari 8 kg akan didapatkan tablet yang cenderung keras (Parrot, 1971).

Kekerasan tablet dipengaruhi oleh perbedaan massa granul yang mengisi die pada saat pencetakan tablet dan tekanan kompressi. Selain itu, berbedanya nilai kekerasan juga dapat diakibatkan oleh variasi jenis dan jumlah bahan tambahan yang digunakan pada formulasi. Bahan pengikat adalah contoh bahan tambahan yang bisa menyebabkan meningkatnya kekerasan tablet bila digunakan terlalu pekat (Lachman, dkk., 1994).

b. Friabilitas

(15)

c. Waktu hancur

Supaya komponen obat sepenuhnya tersedia untuk diabsorpsi dalam saluran pencernaan, maka tablet harus hancur dan melepaskan obatnya ke dalam cairan tubuh untuk dilarutkan. Daya hancur tablet juga penting untuk tablet yang mengandung bahan obat (seperti antasida atau diare) yang tidak dimaksudkan untuk diabsorpsi tetapi lebih banyak bekerja setempat dalam saluran cerna. Dalam hal ini daya hancur tablet memungkinkan partikel obat menjadi lebih luas untuk bekerja secara lokal dalam tubuh (Ansel, 1989).

Waktu hancur tablet adalah waktu yang dibutuhkan untuk hancurnya tablet dalam medium yang sesuai sehingga tidak ada bagian tablet yang tertinggal diatas kasa alat pengujian. Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu hancur adalah sifat fisika kimia granul dan kekerasan tablet, kecuali dinyatakan lain, waktu hancur tablet tidak bersalut tidak boleh lebih dari 15 menit. Waktu hancur yang semakin cepat maka akan semakin cepat pula pelarutan dari bahan berkhasiat sehingga akan lebih cepat berkhasiat dalam tubuh (Lachman, dkk., 1994).

d. Keseragaman bobot

(16)

bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata-rata yang ditetapkan kolom B (Ditjen POM, 1979).

Tabel 2.1 Persyaratan keseragaman bobot

Bobot Rata-rata

Penyimpangan terhadap bobot rata-rata

A B

25 mg atau kurang 15% 30%

26 mg sampai 15 mg 10% 20%

151 mg sampai 300 mg 7,5% 15%

Gambar

Tabel 2.1 Persyaratan keseragaman bobot

Referensi

Dokumen terkait

[r]

169 Emulator Aplikasi Game Java Pada Handphone Yang Dijalankan Pada Komputer PDF 170 Aplikasi Jaringan Saraf Tiruan Untuk Prakiraan Beban Listrik Se Malang Raya PDF 171 Rancang

[r]

[r]

Peningkatan Lembaga Usaha Industri Forum Rembug Klaster FPESD Jawa Tengah, Sekretariat ( Minus 23,75%) Pelaksanaan Pelatihan Teknis bagi Klaster pisang raja bulu Kendal

Keseimbangan makanan yang masuk ke dalam tubuh (nutrition intake) dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi. Anak yang makanannya tidak cukup baik maka daya tahan tubuhnya

Dalam melakukan peranan antarpersonal khususnya pada peranan pengurus sebagai pemimpin simbolis, dapat lihat dari pengurus yang telah melakukan beberapa hal seperti

Oleh karena itu sebagai upaya peningkatan pengetahuan siswa sekolah dasar, peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian terkait dengan pengaruh model peer