BAB II
TINJAUAN UMUM PENGGUNAAN TINDAK TUTUR, KESANTUNAN, SERTA BENTUK-BENTUK DAN PENGGUNAAN TINDAK
TUTUR ILOKUSI PERMOHONAN DAN PENOLAKAN BAHASA JEPANG
2.1. Pengertian Tindak Tutur
Tindak tutur menurut Schmidt dan Richard dalam Purba (2002:77) adalah segala tindak tutur yang dilakukan melalui berbahasa, segala yang kita lakukan ketika kita berbahasa. Tindak berbahasa yang dimaksud bisa seperti melaporkan, menyatakan, memohon, meminta, mengkritik, menolak, dan lain sebagainya. Kemudian Chaer dan Agustina (2004:50) mendefinisikan bahwa tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu.
Jadi, tindak tutur adalah tindak berbahasa yang biasa dilakukan seperti melaporkan, menyatakan, mengkritik, memohon, meminta dan menolak, serta keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu.
2.2. Jenis-jenis Tindak Tutur
2.2.1 Tindak Tutur Lokusi
Tindak tutur menurut Yule (2006:83) merupakan tindak dasar tuturan atau menghasilkan suatu ungkapan linguistik yang bermakna. Kemudian Rahardi (2009:17) menambahkan definisi tindak tutur lokusi adalah tindak tutur dengan kata, frasa, dan kalimat sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa, kalimat itu sendiri. Tindak tutur lokusi biasanya menyampaikan informasi yang disampaikan oleh penutur. Kemudian tindak tutur lokusi disebut juga dengan the act of saying something. Berikut contoh tindak tutur lokusi :
A : 来週会議する予定です。
Raishuu kaigi suru yotei desu.
‘Minggu depan rapat’.
B : はい、わかりました。
Hai, wakarimashita.
‘Ya, mengerti’.
Dari percakapan di atas dapat dilihat A memberikan informasi kepada B bahwa minggu depan ada rapat. Jadi, tindak tutur lokusi pada percakapan di atas adalah “Raishuu kaigi suru yotei desu”.
Maka dapat disimpulkan bahwa tindak tutur lokusi merupakan ungkapan linguistik yang bermakna dan biasanya berbentuk informasi yang disampaikan oleh penutur.
2.2.2 Tindak Tutur Ilokusi
menambahkan bahwa tindak ilokusi ditampilkan melalui penekanan komunikatif suatu tuturan untuk membuat suatu pernyataan, tawaran, penjelasan, atau maksud-maksud komunikatif lainnya. Kemudian Rahardi (2009:17) juga mengungkapkan bahwa ada semacam daya atau force di dalamnya yang dicuatkan oleh makna dari sebuah tuturan. Tindak ilokusi bisa juga dinyatakan dengan ungkapan the act of doing something. Berikut contoh tindak tutur ilokusi :
母 :もう遅くなりましたよ。
Haha : Mou osoku narimashita yo.
Ibu ‘Sudah larut ya’.
子 :「部屋に入ります」
Ko : ( heya ni hairimasu )
Anak ‘( masuk ke kamar )’
Tindak tutur ilokusi bahasa Jepang dari percakapan diatas adalah “もう遅
く な り まし た よ” yang artinya “sudah larut ya”. Kalimat “sudah larut ya”
bermakna bahwa “ibu menyuruh anak-anak untuk tidur karena sudah larut malam”.
Jadi, tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang berkenaan dengan pemberian izin, penjelasan, penawaran, menyuruh, dan lain sebagainya dimana dalam tindak tutur tersebut terdapat makna yang dicuatkan dari sebuah tuturan.
2.2.3 Tindak Tutur Perlokusi
先生 :レらちゃん、読んでください。
Rera chan, yonde kudasai.
‘Rera, silahkan dibaca’.
レら : はい、わかりました。
Hai, wakarimashita.
‘Iya, mengerti’.
Dari percakapan diatas dapat dilihat bahwa guru menyuruh salah satu muridnya yang bernama rera untuk membaca. Rera dengan patuh langsung membaca apa yang guru katakan. Sikap rera tersebut menunjukkan tindak tutur perlokusi, dimana pada percakapan tersebut terdapat pada kalimat “はい、わか
りました” yang artinya “iya, mengerti”.
2.3 Kesantunan
Dalam sebuah tindak tutur kesantunan sangat penting digunakan agar tidak menyinggung perasaan antara penutur dan lawan tutur. Kesantunan juga berfungsi sebagai rasa hormat antara penutur dan lawan tutur.
Leech (1993:132) mengungkapkan kesantunan atau politeness adalah bentuk-bentuk interaksi dalam tingkah laku yang bertujuan untuk menciptakan dan memelihara keharmonian dalam berinteraksi sosial, melawan kekurangan-kekurangan yang berhubungan dengan pengendalian egosentris.
Lakoff dalam Rahardi (2009:27) menunjukkan bahwa kesantunan tuturan itu dapat dicermati dari tiga hal, yakni dari sisi keformalannya (formality), ketidaktegasannya (hesitancy), dan peringkat kesejajaran atau kesekawanannya.
mempertimbangkan jauh dekatnya jarak sosial (social distance between speaker and hearer), jauh dekatnya peringkat status sosial antara penutur dan mitra tutur (speaker and hearer relative power), dan tinggi rendahnya peringkat tindak tutur (degree of imposition between speaker and hearer). Jadi dapat disimpulkan bahwa kesantunan adalah tingkah laku setiap individu kepada individu lainnya pada saat berinteraksi atau berkomunikasi.
Di dalam suatu interaksi kesantunan mempunyai makna memperlihatkan kesadaran akan muka orang lain. Dalam hal ini kesantunan dapat menghilangkan jarak sosial atau keakraban dalam sebuah situasi.
Muka yang dimaksudkan oleh teori Brown Levinson dalam Yule (2006:107) terdiri atas positif face ‘muka positif’ dan negative face ‘muka negatif’. Muka positif mengacu pada keinginan untuk disetujui oleh orang lain (being approved). Muka negatif mengacu pada keinginan untuk menentukan sendiri ( self-determinating). Ron Scollon and Suzanne Wong Scollon dalam Rahardi (2002:39) menambahkan bahwa pada komunikasi interpersonal sesungguhnya, muka seseorang dapat dikatakan selalu berada dalam keadaan terancam ( face-treathened).
Kesantunan menurut Brown dan Levinson dalam Rahardi (2009:68) terdapat tiga skala penentu tinggi rendahnya perigkat kesantunan sebuah tuturan, yaitu :
(2) Skala peringkat status sosial antara penutur dan mitra tutur (the speaker and hearer relative power) atau sering disebut dengan peringkat kekuasaan (powe rating), yang didasarkan pada kedudukan asimetrik antara penutur dan mitra tutur.
(3) Skala peringkat tindak tutur atau sering disebut dengan rank rating atau lengkapnya adalah didasarkan pada kedudukan relatif tindak tutur yang satu dengan tindak tutur lainnya.
2.3.1 Kesantunan dalam Bahasa Jepang
Kesantunan dalam bahasa Jepang disebut keigo. Sudjianto (2004:189) berpendapat bahwa pada dasarnya keigo dipakai untuk menghaluskan bahasa yang dipakai orang pertama (pembicara atau penulis) untuk menghormati orang kedua (pendengar atau pembaca) dan orang ketiga (yang dibicarakan). Jadi yang dipertimbangkan pada saat menggunakan keigo adalah konteks tuturan termasuk orang pertama, orang kedua, dan orang ketiga.
Sachiko Ide dan Megumi Yoshida dalam Irwan (2010:13-15), menjelaskan bahwa keigo ditentukan oleh :
1. Tingkat Keakraban, misalnya ketika berbicara dengan orang yang baru dikenal, seseorang akan menggunakan bentuk sopan seperti はじめまし
て 、 私 は パ イ ジ ョ で す 。 ど う ぞ よ ろ し く 。’senang berkenalan
dengan Anda, saya Paijo.’
Jika seusia, mereka menggunakan ragam percakapan biasa. Hubungan
Senpai-Kohai ‘senior-junior’ ternyata sangat kuat di antara pelajar Jepang, khususnya di antara pelajar yang berada dalam satu kelompok maupun di perusahaan dan lingungan kerja. Senpai akan menggunakan ragam bahasa biasa dan kohai menggunakan bahasa sopan.
3. Hubungan Sosial, maksudnya adalah hubungan antara majikan dan pekerja, penyedia jasa dan pengguna jasa, guru dan murid. Hubungan ini disebut hubungan profesionalitas. Pada umumnya orang yang mempunyai status sosial lebih tinggi akan menggunakan ragam bahasa biasa dan bawahan akan menggunakan ragam bahasa sopan atau sangat sopan.
4. Status Sosial. Orang yang berstatus sosialnya tinggi akan menggunakan bahasa sopan seperti keluarga kaisar, kantor, berita, dan sebagainya. 5. Jenis Kelamin. Tuturan akan dianggap lebih akrab jika berbicara dengan
sesama jenis kelamin.
7. Situasi. Orang-orang akan menggunakan tingkatan bahasa yang berbeda bergantung pada situasi, bahkan ketika berbicara dengan orang yang satu tingkat. Ketika mereka bertengkar bahasa yang digunakan dapat berubah dari bentuk sopan menjadi akrab atau dari akrab menjadi sopan.
2.3.2 Jenis-jenis Kesantunan dalam Bahasa Jepang 2.3.2.1Sonkeigo
Hirai dalam Sudjianto (2004:190) berpendapat bahwa sonkeigo dipakai bagi segala sesuatu yag berhubungan dengan atasan sebagai orang yang lebih tua usianya atau lebih tinggi kedudukannya, yang berhubungan dengan tamu, atau yang berhubungan dengan lawan bicara (termasuk aktifitas dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya). Sonkeigo juga merupakan cara bertutur kata yang secara langsung menyatakan rasa hormat terhadap lawan bicara. Masih dalam Sudjianto (2004:190) Oishi Shotaro menambahkan bahwa sonkeigo juga merupakan cara menaikkan derajat orang yang dibicarakan. Berikut contoh
sonkeigo :
A : 昨日はどこへ行きましたか。
Kinou wa doko he ikimashitaka.
‘Kemarin pergi kemana ?’
B : 昨日先生のお宅へいらしゃいました
Kinou sensei n otaku he irashaimashita.
。
‘Kemarin pergi ke rumah guru’.
Percakapan di atas menunjukkan bentuk sonkeigo. Kata いらしゃいました
pergi ke rumah guru”. Kata “guru” pada kalimat tersebut menunjukkan sonkeigo
dimana “guru” adalah orang ketiga yang dihormati.
2.3.2.2 Kenjoogo
Hirai Masao dalam Sudjianto (2004:192) menyebut kenjoogo dengan istilah
kensoogo. Kensoogo adalah cara bertutur kata yang menyatakan rasa hormat terhadap lawan bicara dengan cara merendahkan diri sendiri. Masih dalam Sudjianto, Oishi Shotaro (1985:27) mengartikan kensoogo sebagai keigo yang menyatakan rasa hormat terhadap lawan bicara atau terhadap teman orang yang dibicarakan dengan cara merendahkan orang yang dibicarakan termasuk benda-benda, keadaan, aktifitas, atau hal-hal lain yang berhubungan dengannya. Berikut contoh kenjoogo :
ナース : ここに住所と名前を書いてください
Naasu : Koko ni juusho to namae wo kaite kudasai.
。
Perawat ‘Tolong tuliskan nama dan alamatnya disini’. お客さん : はい、わかりました。
Okyakusan : Hai, wakarimashita.
Tamu ‘Ya, saya mengerti’.
Percakapan diatas menunjukkan bentuk kenjoogo. Kata 書いてください pada kalimat “ここに住所と名前を書いてください” yang artinya “ Tolong
2.3.2.3 Teineigo
Menurut Hirai dalam Sudjianto (2004:194) teineigo adalah cara bertutur kata dengan sopan santun yang dipakai oleh pembicara dengan saling menghormati atau menghargai perasaan masing-masing. Masih dalam Sudjianto (2004:194), Oishi Shotaro menegaskan bahwa pemakaian teineigo sama sekali tidak ada hubungannya dengan menaikkan atau menurunkan derajat orang yang dibicarakan. Jadi, teineigo adalah suatu bentuk kesantunan bahasa Jepang yang digunakan untuk saling menghormati. Berikut contoh teineigo :
A : いっしょに朝ごはんを食べませか
Isshoni asa gohan wo tabemasenka.
。
‘Mari kita sarapan bersama’.
B : はい。
Hai .
‘Iya’.
Percakapan di atas menunjukkan bentuk teineigo. Kata 食べませか pada
kalimat “いっしょに朝ごはんを食べませか” yang artinya “mari kita sarapan
bersama”. Kata 食べませか tersebut dipakai untuk saling menghormati antara penutur dan lawan tutur.
1. Bentuk-bentuk dan Penggunaan Tindak Tutur Ilokusi Permohonan
Berikut bentuk-bentuk tindak tutur ilokusi memohon dalam bahasa Jepang menurut Iori dalam Zulaika (http:// repository.unri.ac.id/ xmlui/ itstream/ handle / 123456789/ 1553/ Jurnal%20Ita%20Zulaika.pdf? sequence=1) adalah sebagai
a. Verba te kudasai
Bentuk sopan yang digunakan kepada orang yang mempunyai hak/pangkat yang sama atau orang yang lebih rendah kedudukannya, dalam pengungkapan makna permohonan verba te kudasai biasa digunakan kepada orang yang belum akrab.
b. Verba te kudasaimasenka
Bentuk verba te kudasaimasenka adalah ungkapan untuk mengungkapkan makna permohonan sesuai dengan apa yang dimaksud oleh pendengar. Maksudnya sesuai dengan apa yang menjadi lumrah menurut pemikiran si lawan bicara. Ungkapan ini mempunyai tingkat kesopanan yang tinggi, dan juga merupakan permohonan yang memberi beban yang berat kepada lawan bicara dan juga ungkapan yang dipakai untuk memohon kepada orang yang lebih tinggi yang sebenarrnya kita tidak pantas untuk meminta pertolongan.
c. Verba te kuremasenka
Bentuk ini sama dengan bentuk ~te kudasaimasenka, hanya saja tingkat kesantunannya saja yang berbeda. Bentuk ~te kuremasenka kedudukannya lebih rendah dibandingkan dengan ~te kudasaimasenka.
d. Verba te moraemasenka
sama dengan ~te kuremasenka. Jadi, dengan kata lain bentuk ~te moraemasenka
dan ~te kuremasenka bisa digunakan kepada siapa saja, sebagai rasa hormat terhadap lawan tutur (Nihongo No Kiso II).
e. Verba te itadakemasenka
Dalam buku Minna no Nihongo II pola kalimat ini digunakan pada waktu pembicara meminta persetujuan dari lawan bicara terhadap perilaku sendiri. pola
`te itadakemasenka digunakan oleh orang yang kedudukannya lebih tinggi untuk meminta orang yang kedudukannya lebih rendah agar melakukan sesuatu. Misalnya, orang tua dan anak, kakak dan adik, atasan dan bawahan, dan sebagainya.
f. Verba te kure
Merupakan bentuk biasa dari ~te kudasai. Ungkapan ini juga diucapkan secara langsung kepada lawan bicara. Ungkapan ~te kure biasanya dipakai oleh laki-laki ketika lawan bicaranya keluarga, teman yang dekat/akrab, seusia, maupun orang yang lebih muda.
g. Verba te
Selain dari teori Iori dalam Zulaika ada juga pola memohon menurut Kaneko Shiro dalam Irwan (2010:20) yang dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu :
a. お願いをするOnegai wo Suru (Membuat Permohonan)
Ragam memohon ini di dalam penggunaannya mengandung sifat mulai dari
hikui ‘rendah’ sampai permohonan yang bersifat takai ‘tinggi’. Permohonan ini dibagi atas beberapa bagian, yaitu :
1. Verbaて(verba te)
Merupakan perubahan bentuk verba dari bentuk kamus ke dalam bentuk ~te. Berikut contoh nya :
ちょっと来て。’Ke sini sebentar’.
2. Verbaてもらえる(verba te moraeru)
Digunakan ketika memohon sesuatu pada lawan bicara. Pada umumnya lawan bicara adalah teman akrab atau orang yang lebih muda. Berikut contoh nya :
ここに来てもらえる?’Tolong ke sini?’
3. Verba てくれる(verba te kureru)
4. Verbaてもらえない (verba te moraenai)
Bentuk memohon yang lebih sopan dari bentuk ~te moraeru. Bentuk ini merupakan bentuk negatif dari moraeru, tetapi tidak menunjukkan makna negatif. Shiro mengelompokkan bentuk imi ke dalam ragam yang digunakan kepada orang dekat seperti teman, keluarga, dan lain-lain. Shiro juga tidak memberi contoh pada ragam ini.
5. Verbaてくれない (verba te kurenai)
Shiro mengelompokkan bentuk ini ke dalam ragam memohon yang digunakan kepada orang yang dekat hubungannya dengan penutur seperti teman, keluarga dan lain-lain. Bentuk ini berasal dari bentuk ~te kureru dan di ubah menjadi ke dalam bentuk negatif. Seperti contoh berikut ini :
辞書、かしてくれない?’Pinjam kamusnya ?’
6. Verbaてください (verba te kudasai)
Bentuk ~te kudasai lebih halus dari bentuk ~te kure. Shiro menambahkan bentuk ini digolongkan lagi kepada ungkapan memohon yang bersifat lebih umum
‘mottomo ippanteki’. Lawan bicara atau penutur beranggapan bahwa hal yang diinginkan oleh penutur adalah hal yang wajar. Bentuk ini merupakan bentuk permohonan yang bersifat sopan. Seperti contoh berikut ini :
7. Verbaてもらえますか (verba te moraemasuka)
Bentuk ini lebih halus dari bentuk ~te moraeru. Adanya bentuk kata kerja
~masu menunjukkan kesopanan ungkapan tersebut. Seprti contoh berikut ini : ペンチを貸してもらえますか。’Boleh pinjam tang?’
8. Verbaてくれますか (verba te kuremasuka)
Bentuk ini lebih sopan dari bentuk ~te kureru. Adanya kata bantu kata kerja
~masu menunjukkan makna sopan. Shiro tidak memberikan contoh untuk ragam ini.
9. Verbaもらえませんか (verba te moraemasenka)
Bentuk ini lebih sopan dari ~te moraemasuka dan merupakan bentuk negatifnya, ~masu dihilangkan lalu ditempel ~masen dan ditambah ka sebagai penanda kalimat tanya. Shiro menambahkan ragam ini dikelompokkan ke dalam
yaya teinei ‘agak sopan’. Shiro tidak memberi contoh pada ragam ini.
10. Verbaてくれませんか (verba te kuremasenka)
Bentuk ini lebih halus dari ~te kuremasuka. Perubahan ke dalam bentuk negatif ~masenka, menunjukkan ungkapan tersebut lebih sopan. Shiro menambahkan ragam memohon ini dikelompokkan ke dalam yaya teinei ‘agak sopan’. Seperti contoh berikut ini :
11. Verbaていただけますか (verba te itadakemasuka)
Verba bentuk ~te ini diikuti oleh itadaku adalah bentuk tuturan yang sopan dan dengan berubah menjadi ~te itadakemasuka menunjukkan makna yang lebih sopan. Shiro tidak memberikan contoh pada ragam ini.
12. Verbaてくださいますか (verba te kudasaimasuka)
Bentuk ini berasal dari bentuk~te kudasaru, ru mengalami konjugasi menjadi ~saimasu dan ditambah dengan penanda kalimat tanya ~ka. Shiro tidak memberikan contoh untuk ragam ini.
13. Verbaていただけませんか (verba te itadakemasenka)
Bentuk ini berasal dari bentuk ~te itadaku, kemudian diubah menjadi
itadakemasenka yang menunjukkan tingkatan yang lebih sopan lagi, sehingga dikatakan bentuk ini adalah bentuk yang sangat sopan. Shiro mengelompokkan bentuk ini ke dalam hijouni teinei ‘sangat sopan’. Seperti pada contoh berikut ini :
委任状を書いていただけませんか。’Bisa tolong tuliskan surat kuasa?’
14. Verbaくださいませんか (verba te kudasaimasenka)
Bentuk ini berasal dari ~te kudasaru dan lebih sopan dari ~te kudasai. Sama seperti ~te itadakemasenka, bentuk ini mengandung makna yang sangat sopan. Shiro mengelompokkan lagi ke dalam hijouni teinei ‘sangat sopan’. Seperti pada contoh berikut ini :
b. 許可をお願いするKyoka wo Suru (Meminta Izin)
Digunakan pada waktu memohon izin sesuatu dengan menggunakan bentuk verba を~さ(せて). Shiro memberikan beberapa contoh sebagai berikut :
1.~さ(せて) ~sa (sete)
写真、撮らせて。(友達に)’Fotokan’ (kepada teman)
2. ~さ(せて)くれる ~sa (sete) kureru
電話、使わせてくれる。(友 達に)’Boleh pinjam telpon?’ (kepada
teman)
3. ~さ(せて)くれない ~sa (sete) kurenai
留学させてくれない。(親に)’Izinkan saya belajar di luar negeri?’
(kepada orang tua)
4. ~さ(せて)ください ~sa (sete) kudasai ‘Tolong izinkan saya belajar di luar negeri’
5. ~さ(せて)もらえますか ~sa (sete) moraemasuka
意 見 を 言 わ せ て も ら え ま す か 。’Boleh saya mengeluarkan pendapat
6. ~ さ(せ て) い た だ け ま せ ん か /く だ さ い ま せ ん か ~sa (sete) itadakemasenka/kudasaimasenka
明日、使わせていただけませんか くださいませんか。’Besok boleh
saya menggunakannya?’
c. そ の ほ か の お 願 い の 表 現 Sono Hoka no Onegai no Hyougen (Ungkapan Memohon yang Lainnya)
Menunjukkan ungkapan yang digunakan untuk memaparkan keadaan sekarang seperti perasaan, keadaan, dan keinginan. Hal tersebut dilakukan agar penutur memahami hal yang diinginkan. Kalimat yang di dalam kurung adalah kalimat yang sebenarnya ingin diucapkan. Seperti pada contoh berikut ini :
• のどがカラカラなんですけど...(水を飲ませてください)
‘Kerongkongan saya kering...’ (izinkan saya minum) • 子供が寝ているので...(静かにしてください)
‘Anak saya sedang tidur...’ (mohon tenang)
2. Bentuk-bentuk dan Penggunaan Tindak Tutur Ilokusi Penolakan
Dalam melakukan penolakan, penutur harus mengetahui kapan dan bagaimana memakai bentuk yang tepat sesuai dengan tingkat keakraban, usia, hubungan sosial, status sosial, jenis kelamin, keanggotaan kelompok, dan situasi.
Literatur.pdf
a. Penolakan Secara Langsung
) terbagi atas dua, yakni penolakan secara langsung dan penolakan secara tidak langsung.
Penolakan langsung atau direct merupakan bentuk yang menampilkan tindak ilokusi penolakan yang jelas, tidak bermakna ambigu dan lebih ringkas. (1) Menggunakan verba performatif. Penutur menolak ajakan dugaan
menggunakan verba yang menunjukkan tindakan penolakan. Contoh :
会長 : 彼はドキュメントの状態を盗んだので、解雇される
べきだと思う。どうですか。
Kaichou : Kare wa dokyumento no jyoutai wo nusunda node, kaiko sareru beki da to omou. Doudesuka?
Kepala Direksi ‘Karena dia telah mencuri dokumen negara, saya pikir dia harus dipecat’.
部長 : 断りです。私たちは最初のしょうこを見つけなけれ
ばなりません。
Buchou : Kotowari desu. Watashi tachi wa saisho no shouko wo mitsukenakereba narimasen.
Kepala Bagian ‘Saya menolak. Kita harus menemukan bukti terlebih Dahulu’.
Percakapan diatas merupakan bentuk penolakan yang menggunakan verba performatif adalah “断りです” yang artinya “menolak”. Penolakan ini digunakan
(2) い や. Dalam Kamus Gakken Kokugo Daijiten, ‘iya’ berarti hoshiinai youdesu ‘tidak ada keinginan’,ki ni iranai youdesu ‘tidak seperti itu’,
konomashikunai youdesu ‘seperti tidak diinginkan’, kirai dearu ‘benci’. Contoh :
A : レンさん、明日いっしょに Twilightという映画を見よう。
Ren san, ashita isshoni Twilight to iu eiga wo miyou.
Ren, besok nonton bareng film Twilight yuk?
B : いや
Iyada, mita yo.
だ、見たよ。
‘Tidak, aku sudah nonton’.
Dari percakapan diatas bentuk penolakan yang digunakan adalah “いや”
yang artinya “tidak”. Penolakan ini digunakan ketika lawan tutur adalah seusia atau orang yang lebih muda.
(3) Ungkapan ketidaksanggupan. Lawan tutur mengungkapkan ketidaksanggup-annya kepada penutur.
Contoh :
A : タくん、英語のことを教えてくれませんか。
Ta kun, eigo no koto wo oshiete kuremasenka.
‘Ta kun, tolong ajarkan bahasa Inggris ya?’
B : すみません、英語ができません
Sumimasen, eigo ga dekimasen.
。
Percakapan diatas merupakan bentuk penolakan yang menggunakan ketidaksanggupan adalah “できません” ‘tidak bisa’. Penolakan ini digunakan
ketika lawan tutur adalah senpai, seusia, orang yang mempunyai status sosial yang tinggi, dan orang yang mempunyai hubungan jauh dengan penutur.
b. Penolakan Secara Tak Langsung
Penolakan tidak langsung atau indirect merupakan bentuk yang tidak termasuk kedalam ketiga kategori di atas. Pada bentuk penolakan ini dilakukan melalui beberapa tahap dan dapat dimengerti setelah pengajak menangkap maksud penolakan dari respon yang diberikan tersebut.
(1) Pernyataan penyesalan atau permintaan maaf didalam kasus penolakan, penggunaan bentuk ini dipakai dengan maksud untuk mengungkapkan penyesalan penutur karena tidak dapat menyanggupi ajakan penutur.
Contoh :
先生 : 来週子供の結婚式に来てくれる。
Sensei : Raishuu kodomo no kekkon shiki ni kureru.
Guru ‘Minggu depan datang ya ke pesta pernikahan anak saya’.
学生 : 申し訳ありません
Gakusei : Moushi wake arimasen. Raishuu wa chotto…
。来週はちょっと...
Murid ‘Maaf. Minggu depan…’
訳ありません” yang artinya “maaf”. Penolakan ini digunakan ketika lawan tutur
adalah guru, atasan, dan orang yang mempunyai status sosial yang tinggi lainnya.
(2) Alasan, penyebab, penjelasan. Bentuk ini digunakan lawan tutur untuk menjelaskan mengapa lawan tutur tidak dapat memenuhi ajakan penutur. Contoh :
A :ザちゃん、明日はショピングに行かない。
Za chan, ashita ha shopingu ni ikanai.
‘Za chan, besok shoping yuk’.
B : あのう、用事があるから
Anou, youji ga aru kara.
。
‘Hmm, saya ada urusan’.
Percakapan diatas merupakan bentuk penolakan yang menggunakan alasan, penyebab, penjelasan mengapa menolak ajakan penutur adalah “用事があるから”
yang artinya “ada urusan”. Penolakan ini digunakan ketika lawan tutur adalah siapa saja, di sesuaikan dengan ragam bahasa yang digunakan oleh penutur.
(3) Penawaran alternatif. Penutur mengusulkan alternatif lain sebagai pengganti ajakan yang ditolak dengan maksud tetap menjaga hubungan baik dengan penutur.
Contoh :
A : 今週の土曜日いっしょにショピングに行こうか。
Konshuu no doyoubi isshoni shopingu ni ikouka.
‘Sabtu minggu ini pergi shoping bareng yuk’.
Soudesu ne. watashi nara saraishuu no doyoubi no houga ii
njyanai. Denim suupa ni waribiki ga aru souna node.
‘Oh gitu. Tapi kalau menurut saya sabtu dua minggu ke depan lebih baik ya. Karena sepertinya akan ada diskon di toko Denim’.
Percakapan diatas merupakan bentuk penolakan yang menggunakan penawaran alternatif lain demi menjaga hubungan baik dengan penutur adalah “私 なら...のほうがいい” yang artinya “menurut saya....lebih baik”. Penolakan ini digunakan ketika lawan tutur adalah siapa saja, di sesuaikan dengan ragam bahasa yang digunakan oleh penutur.
(4) Avoidance atau penghindaran. Penutur menggunakan taktik menunda memberikan respon atas ajakan yang diberikan.
(1) Nonverbal a. Diam Contoh :
A :さっきの会議で、私の意見はどう思いますか。
Sakki no kaigi de, watashi no iken wa dou omouimasuka.
‘Pada rapat tadi, bagaimana menurut anda mengenai ide saya?’
B : ...
(2) Verbal
a. Membuat candaan. Contoh :
A : 私と結婚してくれる。
Watashi to kekkon shite kureru.
‘Maukah kamu menikah dengan ku?’
B : ハハ、それはありえないよ。君の奥さんがもう2人
だよ。
Haha, sore wa arienai yo. Kimi no okusan mou futari da yo.
‘Haha, itu tidak mungkin ya. Kamu sudah memiliki dua orang istri’.
Percakapan diatas merupakan bentuk penolakan dengan cara membuat candaan tawa agar penutur tidak tersinggung, namun memiliki maksud yang serius untuk menolak penutur. Bentuk penolakan yang menunjukkan candaan tawa pada percakapan diatas adalah “ハハ、それはありえないよ。
君の奥さんがもう2人だよ” yang artinya “Haha, itu tidak mungkin ya.
Kamu sudah memiliki dua orang istri”. Penolakan seperti ini digunakan ketika lawan tutur adalah seusia, teman, orang yang lebih muda.
b.Mengulang bagian dari pernyataan.
A : あのう、できればつぎのミーティングは月曜日の午後 に変更させていただけないでしょうか。
Anou, dekireba tsugi no miitingu wa getsuyoubi no gogo ni
‘Uhm, apakah bisa kalau rapat selanjutnya di ubah menjadi hari senin sore?’
B : あれ?月曜日の午後ですか
Are? Getsuyoubi no gogo desuka.
。
‘Ha? Hari senin sore?’
Percakapan diatas merupakan bentuk penolakan yang menggunakan pengulangan bagian dari pernyataan penutur adalah “あれ?月曜日の午後 で す か” yang artinya “ha?hari senin sore?”. Penolakan ini digunakan
ketika lawan tutur adalah teman, seusia, rekan kerja, atau orang yang lebih muda.
b. Penundaan. Contoh :
秘書 : 会長、つぎの会議は明後日にしましょうか。
Hisho : Kaichou, tsugi no kaigi wa asatte ni shimashouka.
Sekretaris ‘Pak Kepala Direksi, rapat selanjutnya dilakukan dua hari mendatang?’
会長 : ちょっと考えておきますね。
Kaichou : Chotto kangaete okimasu ne.
Kepala Direksi ‘Biarkan saya berpikir sebentar’.
Selain dari teori Beebe, Takahashi & Uliss Weltz bentuk penolakan secara tidak langsung di kemukakan oleh Anggreni (2008:6-7), yaitu :
(1) Pernyataan tentang pendapat positif atau persetujuan penutur mengungkapkan pendapat yang positif atas ajakan yang ditawarkan. Contoh :
A : つまらなくならないように、つぎの会議はレストランでや
ればどうでしょうか。
Tsumaranaku naranai youni, tsugi no kaigi wa resutoran de
yareba dou deshouka.
‘Agar tidak bosan, bagaimana kalau rapat selanjutnya di restoran?’
B : たしかに、それはいい考えだが
Tashika ni, sore wa ii kangae daga, okane wo kakaranai youni
tsuujyou no douro ni kaisha de yatta houga ii njyanai ka to
omoimasu.
、お金をかからないように 通常の道路に会社でやったほうがいいんじゃないかと思い ます。
‘Sebenarnya, hal itu ide yang bagus ya, tetapi menurut saya apakah tidak lebih baik di kantor seperti biasanya daripada menghabiskan uang ?’
(2) Pengisi waktu jeda. Bentuk ini digunakan sebagai pengisi waktu antara selesainya tuturan yang dituturkan penutur dengan dimulainya tuturan penolakan yang akan diucapkan lawan tutur.
Contoh :
A : 明日映画を見ませんか。
Ashita eiga wo mimasenka.
‘Besok nonton film yuk?’
B : あのー
Anou, ashita wa chotto...
、明日はちょっと...
‘Uhm, besok...’
Percakapan diatas merupakan bentuk penolakan yang menggunakan pengisi waktu jeda adalah “あのー” yang artinya “hmm”. Penolakan ini digunakan ketika
lawan tutur adalah seusia, teman, keluarga, dan orang yang lebih muda.
(3) Terima kasih atau apresiasi. Penutur mengekspresikan rasa terima kasihnya atas ajakan yang ditawarkan kepadanya. Contoh :
A :リーンさん、来月私と両親は日本へいく予定で、いっしょ
に行きませんか。
Riin san, raigetsu watashi to ryoushin wa nihon he iku yotei de,
isshoni ikimasenka.
‘Riin san, bulan depan saya dan orang tua saya pergi ke Jepang. Apakah kamu ingin ikut bersama?’
B : 大変ありがたい話ですが、
Taihen arigatai hanashi desu ga, indo he iku no de dekinai to
omoimasu.
インドへいくのでできないと 思います。
Percakapan diatas merupakan bentuk penolakan yang menggunakan kata terima kasih atau apresiasi adalah “大変ありがたい話ですが…” yang artinya
“sungguh terima kasih tetapi...”. Penolakan ini digunakan ketika lawan tutur adalah orang yang hubungan jauh dengan penutur, orang yang berstatus sosial tinggi dan usia yang lebih tua.
Kemudian Kana juga menambahkan bentuk-bentuk penolakan dalam bahasa Jepang
(1) あのう、すみませんが...
A : ミタさん、いっしょに昼ごはんを食べませんか。
Mita san, isshoni hirugohan wo tabemasenka.
‘Mita san, makan siang bersama yuk’.
B : あのう、すみませんが
Anou, sumimasenga danjiki desu.
断食です。
‘Hmm, maaf tapi saya puasa’.
Pada percakapan diatas, bentuk penolakannya adalah “あのう、すみ
ませんが...” yang artinya “hmm, maaf ...”. Penolakan ini digunakan ketika
lawan tutur adalah orang yang hubungannya dekat, keluarga, seusia, orang yang lebih muda, dan teman.
(2) すみません、ちょっと...
A : レラさん、今日はいっしょに散歩しましょうか。
Rera san, kyou wa isshoni sanpo shimashouka.
B :すみませんが、明日はちょっと
Sumimasen ga, ashita wa chotto....
...
‘Maaf, tapi besok..’
Pada percakapan diatas, bentuk penolakannya adalah “すみませんが、
明 日 は ち ょ っ と” yang artinya “maaf, tapi besok..”. Penolakan ini