BAB III
TANGGUNG JAWAB PERUM DAMRI SEBAGAI ANGKUTAN BANDARA DENGAN PENUMPANG BUS
A. Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab Di Bidang Angkutan
Tanggungjawab dalam kamus bahasa Indonesia didefinisikan sebagai
keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. 22 Di dalam istilah Belanda disebutkan Verantwoordelijkatau bertanggungjawab yaitu wajib mengadakan
pertanggungjawaban, serta memikul tanggungjawab atas kemungkinan terjadinya
kerugian.23
1. Based on fault(prinsip tanggung jawab berdasarkan atas kesalahan)
Dalam ilmu hukum, khususnya hukum pengangkutan, dikenal dengan
adanya prinsip-prinsip tanggungjawab di bidang angkutan.Prinsip-prinsip
tanggungjawab ini berkaitan dengan tanggungjawab pengangkut untuk membayar
gantikerugian kepada pengguna jasa. Beberapa prinsip tanggungjawab tersebut
adalah:
Prinsip Based on Fault atau prinsip tanggungjawab berdasar atas kesalahan
diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata yang menyebutkan: “Tiap perbuatan
melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang
yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
Pasal ini dikenal dengan pasal tentang perbuatan melawan hukum
(onrechtmatigedaad).
Titik tolak pengertian perbuatanmelawan hukum adalah Pasal 1365
22
Ilham, Kamus Bahasa Indonesia,Mitra Jaya Publisher, Surabaya, 2010, hal 414. 23
KUHPerdata tersebut, sebagaimana diberi penafsiran dalam putusan Hoge Raad
(Mahkamah Agung) Belanda tanggal 31 Januari 1919, yang diikuti juga oleh
pengadilan di Indonesia. Menurut Yurisprudensi, suatu perbuatan melawan
hukum adalah suatu perbuatan yang:
a. Melanggar hak orang lain;
b. Bertentangan dengan kewajiban hukum yang berbuat;
c. Bertentangan dengan kepatutan yang terdapat dalam masyarakat tentang diri,
barang orang lain atau
d. Bertentangan dengan kesusilaan yang baik.
Tafsiran ini sangat luas, sehingga dalam bidang angkutan, pelanggaran lalu
lintas oleh pengangkut atau oleh pegawainya juga termasuk dalam perbuatan
melawan hukum, namun selama perbuatan itu tidak langsung mengenai
kewajibannya terhadap pengguna jasa angkutan, merupakan tanggungjawab
sendiri dari pengangkut, tetapi perbutan tersebut harus diperhitungkan apabila
karena perbuatan tersebut pihak pengguna jasa angkutan mengalami kerugian dan
akan mempunyai akibat terhadap masalah tanggungjawab pengangkut terhadap
pengguna jasa angkutan.
Akibat terpenting yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata adalah
tanggungjawab pihak yang melakukan perbuatan hukum, berupa kewajibannya
membayar ganti kerugian. Dapat dikemukakan bahwa tanggungjawab menurut
pasal tersebut adalah tanggungjawab berdasarkan atas kesalahan yang harus
dibuktikan oleh pihak yang menuntut ganti kerugian. Selain itu menurut Pasal
1366 KUHPerdata, tanggungjawab seseorang bisa juga diakibatkan karena
Pada prinsip ini jelas bahwa beban pembuktian ada pada pihak yang
dirugikan, artinya pihak yang dirugikan yang harus membuktikan bahwa
kerugiannya diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum, sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 1865 KUHPerdata: “setiap orang yang mendalilkan bahwa ia
mempunyai sesuatu hak atau guna meneguhkan haknya sendiri atau membantah
sesuatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan
adanya hak atau peristiwa tersebut”. Dan prinsip based on fault ini tidak
didasarkan pada perjanjian, tetapi dengan perbuatan melawan hukum tersebut juga
menimbulkan perikatan, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1353 KUHPerdata.
2. Presumption of liability (prinsip pengangkut selalu bertanggungjawab)
Prinsip ini merupakan prinsip “praduga bahwa pengangkut selalu
bertanggungjawab”, tanpa ada keharusan bagi pihak yang dirugikan untuk
membuktikan bahwa ada perbuatan melawan hukum dari pihak pengangkut atau
tidak. Prinsip ini didasarkan pada perjanjian pengangkutan, akan tetapi
pengangkutdapat membebaskan diri dari tanggungjawabnya, apabila pengangkut
dapat membuktikan bahwa:
a. Kerugian yang disebabkan oleh malapetaka yang selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya atau berada di luar kekuasaannya;
b. Ia telah mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk menghindari timbulnya kerugian;
c. Kerugian yang timbul bukan karena kesalahannya;
d. Kerugian ditimbulkan oleh kelalaian atau kesalahan dari penumpangsendiri atau karena, cacat, sifat atau mutu barang yang diangkut.
PERUM DAMRI unit angkutan khusus bandara Soekarno-Hatta selalu
bertanggungjawab atas kecelakaan yang diakibatkan oleh pengemudi selama
penumpang memilki karcis sebagai bukti sebagai penumpang bus DAMRI yang
dalam bus hingga sampai tujuan penumpang merupakan tanggungjawab bus
DAMRI. Setiap penumpang telah diasuransikan dengan asuransi Jasa Raharja,
bila terjadi kecelakaan maka santunan dari pihak jasa raharja maksimal sebesar
sepuluh juta rupiah (Rp.10.000.000,00) dan bila penumpang sampai meninggal
sebesar dua puluh lima juta (Rp.25.000.000,00). Tanggungjawab juga dilakukan
oleh pengemudi terhadap penumpang yang diangkutnya tersebut yaitu berupa
santunan sebesar 50% dengan didahulukan oleh pihak perusahaan dan selebihnya
akan ditangani oleh pihak PERUM DAMRI. Dimana satu bus DAMRI angkutan
khusus bandara Soekarno-Hatta di tanggungjawabi oleh 2 pengemudi secara
shift(bergantian).24
Jika tanggungjawab pengangkut bukan atas perbuatan melawan hukum
(delictual liability), maka kemungkinan yang lain hanyalah bahwa tanggungjawab
pengangkut berdasarkan suatu kontrak atau perjanjian (contractual liability), yaitu Praduga bahwa pengangkut selalu bertanggungjawab tidak sama dengan
praduga bahwa pengangkut bersalah, karena justru unsur kesalahan inilah yang
tidak menentukan dalam hal ada atau tidaknya tanggungjawab pengangkut.
Menurut prinsip “praduga bahwa pengangkut selalu bertanggungjawab”,
pengangkut bertanggungjawab dengan tidak mempersoalkan, apakah pengangkut
bersalah atau tidak, atau dengan kata lain, unsur kesalahan tidak menentukan ada
atau tidaknya tanggungjawab pengangkut. Dengan demikian, maka dasar dari
prinsip ini sudah pasti bukanlah suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan
pengangkut, sehingga harus dicari dasar lain.
24
tanggungjawab pengangkut yang mengadakan perjanjian dengan pengguna jasa,
bila perjanjian tersebut tidak dipenuhi, kurang dipenuhi atau terlambat dipenuhi.
Adapun alasan-alasan untuk mempergunakan prinsip praduga bahwa
pengangkut selalu dianggap bertanggungjawab dan beban pembuktian diletakkan
pada pengangkut didasarkan pada teori-teori:
1. Pengangkut dalam menjalankan usahanya dapat menimbulkan bahaya terhadap pihak lain;
2. Pengangkut harus memikul risiko untuk usaha-usaha yang dijalankannya; 3. Dipergunakan alat angkut, sehingga segala kerugian yang disebabkan oleh alat
angkut harus ditanggung oleh pengangkut.
Dengan demikian dalam prinsip ini, adanya tanggungjawab pengangkut, tidak tergantung pada adanya kesalahan dari pengangkut, karena justru apabila ada kesalahan pada pengangkut, maka prinsip “praduga bahwa pengangkut selalu bertanggungjawab” tidak berlaku lagi dan unsur kesalahan ini harus dibuktikan oleh pihak yang dirugikan, dengan kata lain tanggungjawab pengangkut tidak merupakan praduga (presumed) lagi. Hal ini tentunya dapat merubah tanggungjawab pengangkut berdasarkan kontrak atau perjanjian menjadi tanggungjawab berdasarkan atas kesalahan atau perbuatan melawan hukum.
Antara prinsip based on fault dengan prinsip “praduga bahwa pengangkut selalu bertanggungjawab” tersebut mempunyai perbedaan yang sangat mendasar, yaitu, prinsip based on fault tidak didasarkan pada adanya suatu kontrak atau perjanjian dan beban pembuktiannya ada pada pihak yang dirugikan dalam hal ini adalah pihak pengguna jasa angkutan, sedangkan prinsip “praduga bahwa pengangkut selalu bertanggungjawab” selalu didasarkan pada adanya suatu kontrak atau perjanjian dan beban pembuktiannya terletak pada pengangkut.25
3. Presumption of non liability(prinsip pengangkut selalu tidak
bertanggungjawab)
Prinsip ini merupakan prinsip “praduga bahwa pengangkut selalu tidak
bertanggungjawab”, untuk barang bawaan yang berada di dalam pengawasan
penumpang sendiri, contohnya adalah bagasi tangan, dan beban pembuktian
adanya tanggungjawab pengangkut terletak pada penumpang dan tanggungjawab
ini baru ada, apabila ada kesalahan dari pengangkut. Prinsip didasarkan pada
25
perjanjian pengangkutan. Dengan adanya prinsip ini, maka ada kemungkinan
tidak ada satu pihakpun yang dapat dipertanggungjawabkan mengenai kerugian
terhadap barang bawaan yang berada dalam pengawasan penumpang sendiri, yaitu
apabila penumpang membuktikan bahwa ia telah mengambil tindakan seperlunya
untuk menjaga barang tersebut, sedangkan pengangkut juga telah membuktikan
bahwa ia tidak mungkin dapat mencegah timbulnya kerugian.Dengan demikian,
maka penumpang sendirilah yang harus memikul kerugiannya. Kemungkinan
tersebut, terlepas dari hal apakah kerugian terhadap barang bawaan yang berada
dalam pengawasan penumpang sendiri ditimbulkan oleh penumpang lain. Jika
terjadi hal yang demikian, memang pengangkut tidak bertanggungjawab, akan
tetapi penumpang tersebut, dapat menuntut ganti kerugian berdasarkan Pasal 1365
KUHPerdata mengenai perbuatan melawan hukum.
Kekhususan dari prinsip presumption of non liability ini adalah ditujukan
khusus pada barang bawaan yang berada dalam pengawasan penumpang sendiri,
yang didasarkan pada perjanjian, dimana beban pembuktian ada pada penumpang,
karena barang sepenuhnya berada dalam pengawasan penumpang sendiri dan
berarti menjadi tanggungjawab penumpang sendiri. Hal ini berbeda dengan
prinsip presumption of liability, dimana beban pembuktian ada pada pengangkut,
karena barang (termasuk penumpang) berada sepenuhnya dalam pengawasan
pengangkut.
Prinsip presumption of non liability mempunyai persamaan dengan prinsip
based on fault, yang pihak yang harus membuktikan adalah pihak penumpang
perbedaan, yaitu pada prinsip based on fault tidak didasarkan pada perjanjian,
sedangkan pada presumption of non liability, didasarkan pada perjanjian.
Prinsip bahwa pengangkut tidak bertanggungjawab pada dasarnya dapat
digambarkan sebagai berikut:
a. Dapat diterapkan dalam keadaan netral atau normal atau tidak terdapat hal-hal
yang istimewa sehingga dalam hal yang demikian tidak ada persoalan beban
pembuktian;
b. Pengangkut tidak bertanggungjawab dalam hal-hal yang sama seperti pada
pengangkutan penumpang dan barang, yaitu apabila pengangkut dapat
membuktikan:
1. Ia telah mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk mencegah timbulnya kerugian;
2. Ia tidak mungkin mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk mencegah timbulnya kerugian;
3. Adanya kesalahan penumpang sendiri atau penumpang lain.
c. Pengangkut bertanggungjawab jika penumpang dapat membuktikanadanya
perbuatan sengaja atau kesalahan berat dari pengangkut;
d. Pengangkut bertanggungjawab jika penumpang dapat membuktikan apabila
penumpang telah mengambil semua tindakan yang perlu, tetapi ada kelalaian
dari pengangkut.
4. Absolute atau strict liability( prinsip tanggung jawab mutlak)
Prinsip ini mengandung pengertian, bahwa secara yuridis, salah atau tidak
salah, pengangkut harus bertanggungjawab, dengan tidak ada beban pembuktian.
Hal ini berarti, pihak pengangkut selalu bertanggungjawab tanpa melihat ada atau
tanggungjawab yang memandang kesalahan sebagai suatu yang tidak relevan
untuk dipermasalahakan apakah pada kenyatannya ada atau tidak ada.
Tentang prinsip absolute liability ada yang membedakan dengan strict liability, tetapi ada juga yang menyamakannya. Pendapat yang menyamakan antara prinsip absolute dengan strict liability adalah Mieke Komar. Ia mengutip pendapat dari Goldie, yang diambil dari doktrin yang berasal dari hukum Anglo Saxon yang dikenal sejak kasus Ryland vs Flecther: “The doctrine of strict (or absolute) liability has evolved in modern times on certain kinds of situation where injury has been caused by an activity that is not wrongful but gives rise to liability even in the absence of an allegation of negligence of fault…”.
Berdasarkan prinsip tersebut, tergugat (dalam hal ini pihak
pengangkut)harus membayar seluruh kerugian yang telah disebabkan oleh
tindakannya, terlepas dari salah satu atau tidaknya pihak tegugat. Namun dalam
strict liability, selalu disertai dengan pembatasan jumlah ganti rugi , selain itu
dalam prinsip ini tidak dipermasalahkan adanya unsur kesalahan, kesengajaan
atau kelalaian, asal ada cukup pembuktian tentang terjadinya kerugian akibat
perbuatan tergugat.
Pendapat yang membedakan antara absolute dengan strict
liability,diantaranya adalah Komar Kantaatmadja dan E. Saefullah. Komar
Kantaatmadja mengemukakan bahwa prinsip absolute liability, selain tidak perlu
mempersoalkan ada atau tidaknya kesalahan, juga dalam ganti rugi tidak ada
pembatasan atau ada kemungkinan diwajibkan untuk membayar seluruh kerugian
yang diderita tergugat, sedangkan dalam prinsip strict liability ada proses
pembuktian, sehingga luas lingkup ganti kerugiannya menjadi terbatas.
Sedangkan menurut pendapat E. Saefullah, perbedaan antara absolute liability
dengan strict liability terletak pada ada atau tidaknya hubungan kausalitas. Pada
strict liability harus ada hubungan kausalitas antara orang-orang yang benar-benar
membebaskan tanggungjawab pengangkut, kecuali hal-hal yang mengarah pada
pernyataan tidak bersalah (absence of fault), karena kesalahan tidak lagi
diperlukan, sedangkan absolute liability akan timbul kapan saja. Keadaan yang
membuktikan tanggungjawab tersebut tanpa mempersalahkan oleh siapa dan
bagaimana terjadinya kerugian tersebut. Dengan demikian, dalam absolute
liability tidak diperlukan hubungan kausalitas dan hal-hal yang membebaskan dari
tanggungjawab hanya yang dapat dinyatakan secara tegas dalam
perundang-undangan.
Selanjutnya E.Saefullah menyimpulkan bahwa tidak ada ukuran pasti di
dalam membedakan istilah absolute liability dengan strict liability, namun ada
indikasi yang diterima umum bahwa pada strict liability, pihak yang
bertanggungjawab dapat membebaskan diri berdasarkan semua alasan yang sudah
umum dikenal (conventional defense), sedangkan pada absolute liability
alasan-alasan umum pembebasan tersebut tidak berlaku, kecuali secara khusus
dinyatakan dalam instrumen-instrumen tertentu (konvensi, undang-undang, dan
sebagainya), dan tanggungjawab akan timbul begitu kerugian terjadi tanpa
mempersoalkan siapa penyebabnya dan bagaimana terjadinya.
Demikian dalam penggunaan istilah ini ternyata tidak dapat dibedakan
secara tegas karena yang menjadi ukuran utama dari prinsip tanggungjawab
mutlak (absolute-strict liability) adalah tanggungjawab yang tidak mempersoalkan
ada atau tidak adanya kesalahan.
Untuk tercapainya penerapan prinsip tanggungjawab mutlak tersebut, perlu
memperhatikan batas-batas yang dapat dipergunakan untuk alasan pembebasan
kriteria, misalnya dengan menentukan hanya hal-hal yang sudah diketahui oleh
umum atau sudah lazim tidak perlu dibuktikan. Sebagai contoh kebijakan
pemerintah misalnya. Sebab tujuan utama dianutnya prinsip tanggungjawab
mutlak adalah untuk memudahkan penyelsaian klaim ganti rugi dengan sejauh
mungkin menghindari proses pengadilan.
5. Limitation of liability (prinsip pembatasan tanggungjawab)
Prinsip iniberhubungan dengan semua prinsip tanggungjawabyang telah
dikemukakan, yaitu baik based on fault, presumption of liability, presumption of
non liability, maupun absolute liability. Pembatasan tanggung jawab pengangkut,
pada dasarnya merupakan pembatasan dalam jumlah ganti rugi yang harus
dijabarkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
angkutan.Alasan digunakannya prinsip ini adalah:
a. Kegiatan pengangkutan, risiko terbesar ada pada pengangkut, maka sudah sepantasnya risiko itu dibatasi, walaupun mungkin dipandang dari sudut moral, pembatasan tanggungjawab dalam hal seorang penumpang menderita luka-luka atau meninggal adalah tidak pantas, akan tetapi prinsip pembatasan tanggungjawab ini sebagai suatu prinsip harus tetap ada, dan ketidakpantasan penggunaannya dalam praktek, dapat dihindarkan apabila terdapat alsan-alasan yang kuat, menurut kebijakan hakim-hakim yang dapat menyelesaikan perkaranya;
b. Agar pengangkut tidak boleh mengadakan syarat-syarat perjanjian pengangkutan yang meniadakan tanggungjawabnya;
c. Adanya limit-limit tertentu sebagai dasar untuk menyelesaikan tuntutan-tuntutan ganti rugi dengan secepat-cepatnya dan semudah-mudahnya tanpa harus meminta perantara hakim lagi. Setidak-tidaknya pencantuman limit ganti rugi dalam peraturan perundang-undangan di bidang angkutan akan memberikan pedoman atau patokan yang jelas, baik bagi pengangkut maupun pihak yang menuntut ganti rugi, mengenai ganti rugi yang harus dibayarkan.
Prinsip pembatasan tanggungjawab ini ada yang bersifat breakable limit dan
unbreakable limit. Breakable limit, artinya dapat dilampaui dan tidak dapat
bersifat mutlak, dimana ganti rugi yang dibayarkan diberikan oleh pengangkut
yaitu dalam hal kerugian disebabkan oleh adanya perbuatan sengaja (willfull
misconduct) atau kelalaian berat (gross negligence) dari pengangkut. Sedangkan
unbreakable limit, artinya tidak dapat dilampauidengan alasan apapun. Hal ini
berarti tanggungjawab pengangkut dengan ganti rugi yang harus dibayarkan tidak
boleh melebihi jumlah yang dinyatakan.26
B. Hak Dan Kewajiban PERUM DAMRI Sebagai Pengangkut
1. Hak PERUM DAMRI sebagai Pengangkut (Pelaku usaha)
Secara umum, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
Indonesia tidak dijumpai definisi pengangkut, kecuali dalam pengangkutan laut.
Akan tetapi, dilihat dari pihak dalam perjanjian pengangkutan, pengangkut adalah
pihak yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan orang
(penumpang) dan/atau barang. Singkatnya, pengangkut adalah penyelenggara
pengangkutan.
Dilihat dari sisi kepemilikan badan usaha, pengangkut dapat dikelompokkan
dalam 3 jenis, yaitu;
a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Ada yang berbentuk perusahaan perseroan (Persero), contohnya PT Kereta
Api Indonesia (Persero), dan PT Garuda Indonesia Airlines (Persero), dan PT
Pelayaran Nusantara Indonesia (Persero). Ada juga yang berbetuk Perusahaan
Umum (Perum), contohnya Perum DAMRI.
b. Badan Usaha Milik Swasta (BUMS)
Umumnya berbentukbadan hukum perseroan terbatas, contohnya PTLintas
26
Sumatera, PT Samudra Indonesia, PT Sriwijaya Airlines, dan PT Lion
Airlines, sedangkan yang berbentuk badan hukum koperasi, contohnya Taksi
Kopti Jaya. Akan tetapi, ada juga yang berbetuk persekutuan bukan badan
hukum CV, contohnya CV Titipan Kilat.
c. Badan Usaha Milik Perseorangan
Contohnya PO Putra Remaja.
Berdasarakan uraian diatas, dapat disimpulkan kriteria pengangkut menurut
Undang-Undang Pengangkutan Indonesia adalah:
1) Perusahaan penyelenggara pengangkutan;
2) Menggunakan alat pengangkut mekanik;
3) Penerbit dokumen pengangkutan; dan
4) Memperoleh izin usaha dari pemerintah Indonesia.27
Sedangkan pengertian pelaku usaha dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan KonsumenPasal 1 butir 2 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen, yaitu:
Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melaluiperjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.28
PERUM DAMRI sebagai pengangkut yang merupakansalah satu badan usaha
milik negara, PERUM DAMRI sendiri mengikuti yang terdapat dalam
27 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal 54-55. 28
Undang yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang
Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.29
“Jika barang angkutan tidak diambil oleh pengirim atau penerima sesuai dengan
batas waktu yang telah disepakati,Perusahaan Angkutan Umum berhak
memusnahkan barang yang sifatnya berbahaya atau mengganggu dalam
penyimpanannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Menurut UULAJ (Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan) Nomor
22 Tahun 2009, hak-hak perusahaan pengangkutan umum, yaitu:
Pasal 195, menyatakan bahwa:
Ayat 1
“Perusahaan angkutan umum berhak untuk menahan barang yang diangkutjika pengirim atau penerima tidak memenuhi kewajiban dalam batas waktu yang ditetapkan sesuai dengan perjanjian pengangkutan”.
Ayat 2
“Perusahaan angkutan umum berhak memungut biaya tambahan atas barang yang disimpan dan tidak diambil sesuai dengan kesepakatan”.
Ayat 3
“Perusahaan angkutan umum berhak menjual barang yang diangkut secara lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jika pengirim atau penerima tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”.
Pasal 196, menyatakan bahwa:
30
Pengangkutan umum berhak memperoleh kembali dokumen
pengangkutandari penumpang dan/atau pengirim barang sebagai bukti bahwa
biaya pengangkutan memang sudah dibayar lunas sebelumnya dan sudah
dikembalikan kepada penumpang atau pengirim.31
29
Hasil wawancara tanggal 25 Juli2016 dengan narasumber Bpk Andi Yuneska, selaku ASM.Perencanaan dan PJ PERUM DAMRI Kantor Cabang Angkutan BandaraSoekarno Hatta Jakarta Timur.
30
Siti Nurbaiti, Op.Cit, Lampiran 1 Pasal 195-196 UULAJ, hal 276. 31
Dapat diperjanjikan pula bahwa perusahaan pengangkutan umum berhak
menolak mengangkut barang yang dilarang undang-undang atau membahayakan
ketertiban dan kepentingan umum. Barang yang dilarang itu,misalnya, barang
seludupan, petasan, berbagai jenis narkotika, ekstasi, minuman keras, ataupun
hewan yang dilindungi.
Pengaturan mengenai pelaku usaha sebagai badan usaha dimana dalam
bidang pengangkutan merupakan pengangkut juga diatur di dalam
Undang-UndangNo. 8Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, hak-hak pelaku
usaha, yaitu:
Pasal 6bagian kedua yang menyatakan bahwa:
(a) Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
(b) Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
(c) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
(d) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
(e) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.32
2. Kewajiban PERUM DAMRI sebagai pelaku usaha (pengangkut)
Kewajiban utama pengangkut adalah mengangkut penumpang atau barang
serta menerbitkan dokumen pengangkutan dan sebagai imbalan haknya
memeperoleh biaya pengangkutan dari penumpang atau pengirim
barang.Pihak-pihak dapat juga memperjanjikan bahwa di samping kewajiban utama,
pengangkut mempunyai kewajiban pelengkap, yaitu:
a. Menjaga serta merawat penumpang dan memelihara barang yang diangkut dengan sebaik-baiknya.
32
b. Melepaskan dan menurunkan penumpang di tempat pemberhentian atau di tempat tujuan dengan aman dan selamat.
c. Menyerahkan barang yang diangkut kepada penerima dengan utuh, lengkap, tidak rusak, atau tidak terlambat.33
Kewajiban PERUM DAMRI unit angkutan khusus bandara Soekarno-Hatta,
secara khusus adalah mengantarkan penumpangnya ke tempat tujuan dengan
selamat dan untuk pengaturan kewajiban yang lain tetap berpedoman dan
mengikuti yang terdapat pada undang-undang.34
Pasal 189menyatakan bahwa:
Kewajiban perusahaan angkutan umum dalam Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (UULAJ) antara
lainterdapat dalam:
Pasal 186 menyatakan bahwa:
Perusahaan angkutan umum wajib mengangkut orang dan/atau barang setelah
disepakati perjanjian angkutan dan/atau dilakukan pembayaran biaya angkutan
oleh penumpang dan/atau pengirim barang.
Pasal 187menyatakan bahwa:
Perusahaan angkutan umum wajib mengembalikan biaya angkutan yang telah
dibayar oleh penumpang dan/atau pengirim barang jika terjadi pembatalan
pemberangkatan.
Pasal 188menyatakan bahwa:
Perusahaan angkutan umum wajibmengganti kerugian yang diderita
olehpenumpang atau pengirim barang karena lalai dalam melaksanakan
pelayananangkutan.
33
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, hal 152.
34
Perusahaan angkutan umum wajib mengasuransikan
tanggungjawabnyasebagaimana dimaksud dalam pasal 188.
Pasal 190menyatakan bahwa:
Pengemudi kendaraan bermotor umum dapat menurunkan penumpang dan/atau
barang yang diangkut pada tempat pemberhentian terdekat jika penumpang
dan/atau barang yang diangkut dapat membahayakan keamanan dan keselamatan
angkutan.
Pasal 191 menyatakan bahwa:
Perusahaan angkutan umum bertanggungjawab atas kerugian yang diakibatkan
oleh segala perbuatan orang yang dipekerjakan dalam kegiatan penyelenggara
angkutan.
Pasal 192 menyatakan bahwa:
Ayat 1 “Perusahaan angkutan umum bertanggungjawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang yang meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau karena kesalahan penumpang”.
Ayat 2 “Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan kerugian yang nyata-nyata dialami atau bagian biaya”.
Ayat 3 “Tanggungjawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak Penumpang diangkut dan berakhir di tempat tujuan yang disepakati”.
Ayat 4 “Pengangkut tidak bertanggungjawab atas kerugian barang bawaan penumpang, kecuali jika penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian pengangkut”.
Ayat 5 “Ketentuan lebih lanjut mengenai besarnya ganti kerugian diatur dengan peraturan pemerintah”.
Pasal 193 menyatakan bahwa:
Ayat 1 “Perusahaan angkutan umum bertanggungjawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim barang karena barang musnah, hilang, atau rusak akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali terbukti bahwa musnah, hilang, atau rusaknya barang disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau kesalahan pengirim”.
Ayat 3 “Tanggungjawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak barang diangkut sampai barang diserahkan di tempat tujuan yang disepakati”. Ayat 4 “Perusahaan angkutan umum tidak bertanggungjawab jika kerugian disebabkan oleh pencantuman keterangan yang tidak sesuai dengan surat muatan angkutan barang”.
Ayat 5 “Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran ganti kerugian diatur dengan peraturan pemerintah”.
Pasal 194 menyatakan bahwa:
Ayat 1 “Perusahaan angkutan umum tidak bertanggungjawab atas kerugian yang diderita oleh pihak ketiga, kecuali jika pihak ketiga dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh kesalahan perusahaan angkutan umum”.
Ayat 2 “Hak untuk mengajukan keberatan dan permintaan ganti kerugian pihak ketiga kepada perusahaan angkutan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung mulai tanggal terjadinya kerugian”.35
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
Pengaturan mengenai pelaku usaha sebagai suatu badan usaha dalam bidang
pengangkutan yaitu pengangkut juga diatur di dalam Undang No. 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen, kewajiban pelaku usaha, yaitu:
Pasal 6 bagian kedua menyatakan bahwa:
b. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikandan pemeliharaan;
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standartmutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencobabarang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yangdiperdagangkan;
g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.36
35
Siti Nurbaiti, Op.Cit, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, hal 273-275.
36
C. Hak Dan Kewajiban Penumpang Bus DAMRI
1. Hak penumpang bus DAMRI
Undang-Undang Lalu Lintas Dan angkutan Jalan menentukan bahwa
pengguna jasa adalah “perseorangan” atau badan hukum yang menggunakan jasa
perusahaan angkutan umum Pasal 1 angka 22 Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2009.
Dilihat dari pihak dalam perjanjian pengangkutan orang, penumpang adalah
orang yang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan dan atas dasar
ini ia berhak untuk memperoleh jasa pengangkutan. Menurut perjanjian
pengangkutan, penumpang mempunyai dua status, yaitu sebagai subjek karena dia
adalah pihak dalam perjanjian dan sebagai objek karena dia adalah muatan yang
diangkut. Sebagai pihak dalam perjanjian pengangkutan, penumpang harus
mampu melakukan perbuatan hukum atau mampu membuat perjanjian (Pasal
1320 KUHPerdata). Berdasarkan uraian di atas, kriteria penumpang menurut
Undang-Undang Pengangkutan Indonesia, yaitu:
a. Orang yang berstatus pihak dalam perjanjian pengangkutan.
b. Pihak tersebut adalah penumpang yang wajib membayar biaya pengangkutan.
c. Pembayaran biaya pengangkutan dibuktikan oleh karcis yang dikuasai oleh
penumpang.37
Adapun Hak-hak penumpang bus DAMRI sebagai konsumen menurut
Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:
Pasal 4 bagian pertama, menyatakan bahwa:
37
1.) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2.) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3.) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4.) Hak untuk didengar pendapat dan keluhanya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
5.) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6.) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7.) Hak untuk diperlukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
8.) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9.) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
2. Kewajiban penumpang bus DAMRI sebagai konsumen menurut Undang No. 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen konsumen, yaitu:
Pasal 5 berbunyi:
a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. Mengikuti upaya penyelsaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.38
38
BAB IV
TANGGUNGJAWAB PERUM DAMRI SEBAGAI ANGKUTAN BANDARA TERHADAP PENUMPANG YANG MENGALAMI
KECELAKAAN BUS
A. Eksistensi PERUM DAMRI Sebagai Angkutan Bandara
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2002 Tentang Perusahaan Umum
(PERUM) DAMRI memberi definisi mengenai PERUM DAMRI, yang
selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut perusahaan, adalah Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor
9 Tahun 1969, yang bidang usahanya berada dalam lingkup tugas dan
kewenangan menteri, dimana seluruh modalnya dimiliki negara berupa kekayaan
negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham. 39
PERUM DAMRI merupakan perpanjangan sejarah warisan dari
perusahaan angkutan pada masa pendudukan Jepang di Indonesia pada kurun
tahun sekitar tahun 1943, yaitu dari semulanya bernama Jawa Unyu Zigyosha
sebuah perusahaan angkutan barang dengan truk dan cikar dipulau Jawa serta
Zidosha Sokyoku adalah sebuah perusahaan angkutan penumpang bus.Pada saat
kemerdekaan Republik Indonesia diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 kedua
perusahaan angkutan tersebut direbut paksa oleh para pejuang Indonesia dan
diserahterimakan kepada pemerintah Republik Indonesia yang kemudian
mengelolanya dibawah fungsi Departemen Perhubungan. Oleh pemerintah
Republik Indonesia, kedua perusahaan angkutan warisan Jepang tersebut diubah Sejarah Berdirinya PERUM DAMRI
39
namanya menjadi "Djawatan Pengangkutan Untuk Angkutan Barang" dan
"Djawatan Angkutan Darat Untuk Angkutan Penumpang". Pada tanggal 25
November 1946, berdasarkan maklumat Menteri Perhubungan Republik Indonesia
Nomor 01/DAM/46, kedua perusahaan tersebut disatukan dan diberi nama
"Djawatan Angkoetan Motor Republik Indonesia" atau disingkat DAMRI.
Berdasarkan maklumat tersebut maka fungsi utama DAMRI adalah
menyelenggarakan angkutan darat bagi kepentingan masyarakat dengan
menggunakan truk, bus serta jenis angkutan motor lainnya. Terjadi peralihan
status DAMRI menjadi Badan Pimpinan Umum Perusahaan Negara (BPUPN)
berdasarkan Peraturan Pemerintah No.233 Tahun 1961, yang kemudian pada
tahun 1965 BPUPN dihapus dan DAMRI ditetapkan sebagai Perusahaan Negara
(PN). Yang kemudian berubah lagi di tahun 1982 menjadi Perusahaan Umum
(PERUM DAMRI) berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
30 Tahun 1984, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
31 Tahun 2002 dengan lapangan usaha berupa angkutan bus kota, angkutan
perintis, angkutan antar wilayah, angkutan wisata serta jenis angkutan lainnya
yang dimungkinkan oleh peraturan perundangan yang berlaku hingga sekarang.
DAMRI maju dan berkembang bersama pelanggan. Melayani kebutuhan
masyarakat, menggerakkan masyarakat mencapai tujuan memenuhi harapan akan
perjalanan yang aman, cepat, dan nyaman, kemarin, sekarang, dan nanti.
Adapun visi dan misi PERUM DAMRI yang merupakan pedoman bagi
setiap cabang PERUM DAMRI terutama PERUM DAMRI cabang angkutan
bandara Soekarno-Hatta. Visi dan misi PERUM DAMRI yaitu:
Menjadi penyedia jasa angkutan jalan yang aman, terjangkau, berkinerja unggul
andalan masyarakat Indonesia dan regional Asean.
Misi:
1. Menyajikan layanan angkutan jalan berkelas dunia(world class land
transportation provider) yang aman (safe) berkualitas prima (high quality
service) danterjangkau (affordable) yang dapat memuaskan pengguna jasa
(customer satisfaction) di Indonesia dan regional Asean.
2. Menjalankan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate
governance) dalam rangka memenuhi harapan stakeholder.
3. Mendorong tumbuhnya kegiatan ekonomi sosial budaya nasional serta
regional Asean sekaligus menjaga keutuhan wilayah negara Kesatuan
Republik Indonesia.40
Untuk mempertahankan eksistensi DAMRI sebagai penyedia jasa angkutan
jalan raya yang aman, handal, terjangkau serta unggul dalam kinerja, DAMRI
mengutamakan kualitas pelayanan, keamanan dan kepuasan pelanggan melalui
penyediaan pelayanan angkutan kota, angkutan antar kota, angkutan antar kota
antar provinsi, angkutan lintas batas negara hingga daerah terpencil yang siap
melayani kebutuhan angkutan penumpang dan barang dengan memiliki jaringan
operasional yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, diantaranya: kantor pusat,
4 kantor wilayah yang didukung 60 kantor cabang dan 2 (dua) Strategic Businness
Unit (SBU), memiliki 7 (tujuh) segmentasi usaha, yaitu:
a. Angkutan Antar Kota/ Inter-City Transport
1) Angkutan Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP)
2) Angkutan Antar Kota Provinsi (AKAP)
b. Angkutan kota/ city bus
c. Angkutan bandara/ airpot bus
d. Angkutan antar negara/ inter-state transport
e. Angkutan travel pariwisata/ travel and tourism transport
f. Angkutan barang/ logistic transport
g. Angkutan perintis/ pioneering transport
Sejarah PERUM DAMRI Unit Angkutan Khusus Bandara Soekarno-Hatta
PERUM DAMRI unit angkutan khususbandara Soekarno-Hatta diresmikan
pada tanggal 17 Oktober 1984. Berdasarkan SK Direksi Damri No.
134/OT/001/DAMRI 1984 dengan nama Stasiun PERUM DAMRI
Cengkareng.Pada akhirnya tanggal 1 Desember 1984, statusnya dirubah menjadi
“PERUM DAMRI Unitangkutan Khusus Bandara Soekarno-Hatta Jakarta”.41
Kemudian cabang angkutan bandara Soekarno-Hatta melayani 7 rute,
yaituKemayoran, Gambir, Blok M, Kp.Rambutan, Rawamangun, Bekasi
danBogor.Untuk jurusan Bogor stand by dua jam sekali. Selain itu angkutan
cabang bandara Soekarno-Hatta melayani jemputan PT. Angkasa Pura II dengan
rute Dwikora, Dirgantara (Halim-Bandara Soekarno-Hatta), Kuarton, Halim-Slipi, PERUM DAMRI cabang angkutan bandara Soekarno-Hatta mempunyai
kedudukan sebagai pelaksana yang menjalankan sebagian tugas perusahaan di
bidang angkutan bandara. Kantor cabang ini dipimpin oleh seorang kepala yang
menerima petunjuk-petunjuk dan bertanggungjawab secara langsung kepada
kantor pusat.
Departemen Perhubungan, Karawaci, batu Raja, KOABRI, Blok M, Kemayoran
dan Cimone. Cabang ini juga dipercaya oleh Departemen Tenaga Kerja untuk
mengantarkan para tenaga kerja Indonesia ke bandara Soekarno-Hatta pulang
pergi. Selain itu, pada tahun ini cabang ini juga merupakan angkutan yang
mengantarkan para jema’ah haji dari asrama haji menuju ke bandara. Cabang ini
juga melayani angkutan transit khusus daerah Sumatera bagian selatan seperti
Pangkal Pinang, Bangka dll.
Struktur organisasi dan pembagian tugas PERUM DAMRI terdiri dari tiga
bagian di daerah Jakarta, yaitu tingkat pusat, unit angkutan khusus
bandaraSoekarno-Hatta (UAKB), dan tingkat wilayah. Struktur organisasi dan
pembagian tugas pada PERUM DAMRIangkutan Bandara Soekarno-Hatta adalah
sebagai berikut :
(1) Kepala cabang, mempunyai tugas :
(a) Menetapkan perintah-perintah serta melakukan perundingan-perundingan
mengenai perjanjian.
(b) Mengoreksi hasil-hasil perundingan yang berupa naskah perjanjian.
(c) Menentukan ketentuan-ketentuan dan formulasi dalam setiap perjanjian
dengan pihak lain.
(d) Menguji segala kegiatan-kegiatan yang ditunjukan kepada PERUM
DAMRI.
(2) Bagian niaga dan angkutan
a. Sub. bagian tata laksana dan operasi, mempunyai tugas :
1) Bidangadministrasi pengkarcisan, yaitu mengesahkan kartu persediaan
mendapat surat perintah dinas serta menerima kembali sisa bukti
penumpang yang belum terjual.
2) Bidang administrasi pendapatan, yaitu mempunyai tugas menerima
pesanan angkutan secara borongan dan mencatatnya dalam daftar
pesanan angkutan dan membuat surat pesanan sewa angkutan
borongan, membukukan semua pendapatan perusahaan hasil
operasional. Baik yang berasal dari regular, borongan maupun
perniagaan lainnya serta membuat laporan secara berkala tentang
hasil-hasil perniagaan tersebut.
3) Bidang perusahaan, menghimpun data yang ada kaitannya dengan
angkutan. Baik mengenai bis maupun non bis yang meliputi jumlah
armada, tarif trayek dan lainnya. Serta mempersiapkan program
operasional baik program harian, bulanan, dan tahunan sesuai dengan
kebijaksanaan yang telah digariskan oleh kantor pusat.
b. Sub. bagian administrasi kendaraan, mempunyai tugas :
1) Mencatat surat kendaraan lain seperti STNK, ijin trayek,dll.
2) Jika terjadi kecelakaan, mempelajari dan menyimpulkan
sebab-sebabkecelakaan tersebut.
3) Menyelesaikan masalah ganti rugi akibat kecelakaan baik yang timbul
karena kelalaian pengemudi DAMRI maupun kelalaian pihak lain yang
menyebabkan kerugian bagi PERUM DAMRI.
4) Membuat laporan mengenai jumlah dan keadaan kendaraan.
c. Sub. bagian pengaturan persiapan kendaraan dinas angkutan, mempunyai
1) Mempersiapkan surat perintah dinas angkutan sesuai dengan jadwal
kerja harian pada crew.
2) Mempersiapkan dan mengatur kendaraan-kendaraan yang siap
dioperasikan baik untuk melayani dinas angkutan jurusan yang sesuai
dengan rute ataupun untuk rombongan, serta crew cadangan jika
sewaktu-waktu diperlukan.
3) Mempersiapkan dan membuat jadwal giliran kerja bagi crew baik untuk
shift I maupun untuk shift II dalam jadwal bulanan.
4) Menerima laporan dari para crew baik yang kembali ke pool/terminal,
yang sedang dalam perjalanan atau crew yang kembali bersama
kendaraannya, tentang kerusakan kendaraan.
5) Membuat daftar dan mengurus uang dinas jalan para crew.
6) Membina dan mengawasi terselenggaranya dinas angkutan sesuai
dengan program yang telah ditentukan.
3) Bagian tata usaha
a) Sub. bagian keuangan, mempunyai tugas dan kewajiban :
1) Menerima uanghasil operasi,baik berupa borongan maupun regular atau
perniagaan lainya.
2) Mengadakan pembukuan untuk setiap penerimaan dan pengeluaran
uang perusahaan.
3) Mempersiapkan, membuat dan mengusulkan anggaran bulanan maupun
tahunan mengenai pendapatan dan pembiayaan untuk mendapatkan
4) Membuat laporan keuangan setiap bulan untuk diserahkan ke kantor
pusat.
b. Sub. bagian kepegawaian (personalia), mempunyai tugas :
1) Menyimpan dan memelihara berkas-berkas para pegawai.
2) Mempersiapkan usulan-usulan yang berkaitan dengan pengangkatan
pegawai, kenaikan jabatan, dan pemberhentian pegawai.
3) Membuat dan mempersiapkan daftar gaji, uang beras dan
tunjangan-tunjangan lain.
4) Membuat laporan pegawai dan menyampaikannya ke kantor pusat.
5) Mengajukan usulan serta mempersiapkan pegawai-pegawai yang
memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan baik
yang diselenggarakan oleh PERUM DAMRI ataupun yang
diselenggarakan oleh instansi lain.
c. Sub. bagian umum dan rumah tangga, bertugas :
1) Menerima dan mencatat surat yang berasal dari lingkungan PERUM
DAMRI maupun dari instansi lain dalam buku agenda.
2) Mengurus dan menyelesaikan pengiriman surat-surat untuk PERUM
DAMRI dan instansi lain.
3) Mempersiapkan laporan dan ikhtisar bulanan yang diperlukan kepala
unit.
4) Mempersiapkan, membeli, menyimpan dan mengurus alat-alat tulis
dan perlengkapan kantor.
5) Mengatur penggunaan kendaraan dinas yang tidak diawasi oleh bagian
4) Bagian tehnik, terdiri dari :
a) Sub. bagian tata laksana, mempunyai tugas dan kewajiban :
1) Membuat surat perintah kerja untuk para montir.
2) Mencatat dan mengerjakan bukti barang masuk dan keluar.
3) Mencatat dan mengerjakan kartu persediaan barang.
4) Mencatat label barang-barang yang diterima dan dikeluarkan
(dibutuhkan).
5) Membuat laporan pembiayaan kendaraan dan perinciannya tiap bulan.
6) Membuat surat pesanan barang.
7) Membuat daftar intensif karyawan tehnik.
b) Sub. bagian persediaan gudang, bertugas :
1) Mempersiapkan rencana pengadaan suku cadang, atau spare part
lainnya yang merupakan perlengkapan kendaraan-kendaraan dan
perlengkapan tehnik.
2) Mengurus dan menerima bon permintaan barang dan sparepart lainnya
dari bagian pemeliharaan dan perawatan.
3) Mencatat label barang-barang yang telah diterima dan dikeluarkan.
c) Sub. bagian pemeliharaan dan perawatan, bertugas :
1) Membuat jadwal kerja para montir.
2) Merawat dan memperbaiki kendaraan-kendaraan dinas angkutan atau
kendaraan non dinas angkutan.
3) Mengurus dan menyampaikan laporan kerusakan untuk memohon
perbaikan khusus untuk kerusakan-kerusakan yang harus ditangani
4) Menyusun laporan pemeliharaan dan perawatan kendaraan.
5) Mengadakan tes atau pengujian terhadap kendaraan yang baru
diperbaiki.
Berikut adalah susunan/struktur kerja pada PERUM DAMRI cabang angkutan
bandara Soekarno-Hatta:
1. Kepala cabang,
2. Kabag. niaga dan angkutan, terdiri dari:
a) Kasubag. tata laksana dan operasi,
b)Kasubag. administrasi kendaraan, dan
c) Kasubag. pengatur persiapan kendaraan dinas angkutan.
3. Kabag. tata usaha, terdiri dari:
a) Kasubag. keuangan
b)Kasubag. kepegawaian (personalia), dan
c) Kasubag. umum
4. Kabag. tehnik, terdiri dari:
a) Kasubag. tata laksana tehnik,
b)Kasubag. tata laksana gudang,
c) Kasubag. pemeliharaan dan perawatan.
PERUM DAMRI unit angkutankhusus bandara Soekarno-Hattadapat
terusmempertahankan eksistensinya hingga sekarang karena mereka terus
berusaha untuk melayani penumpang dengan sebaik-baiknya sesuai harapan dan
keinginan para penumpang, ketepatan waktu keberangkatan, kebersihan armada,
dan keramahan para crew untuk melayani penumpang dengan selamat sampai
mengantarkan penumpang hingga sampai tujuan dengan selamat dan menjadikan
PERUM DAMRI sebagai jasa pengangkutan yang dicari dan digunakan terus oleh
masyarakat. PERUM DAMRI unit angkutan khusus bandara memiliki ikrar
keselamatan pengemudi yang berbunyi “Saya Adalah Pengemudi Yang
Mengutamakan Keselamatan Dan Sopan Santun Berkendara”. Pengemudi di
PERUM DAMRI unit angkutan khusus bandaraSoekarno-Hatta dibedakan
menjadi 2, yaitu:
a. Pengemudi perusahaan/ tetap ( 381 orang)
b. Pengemudi kontrak (130 orang)
Setiap pengemudi yang masuk PERUM DAMRI akan mendapatkan berupa:
1) BPJS Kesehatan
2) BPJS Ketenagakerjaan
3) Pengemudi akan masuk ke dalam paguyuban dan akan mengumpulkan iuran
yang merupakan Dansos (dana sosial) yaitu bila terjadi kecelakaan maka
pengemudi dapat menggunakan iuran dari paguyuban tersebut
4) Uang jaminan perusahaan
Uang jaminan perusahaan adalah uang yang diserahkan pengemudia kepada
pihak perusahaan sebesar Rp.3.000.000,00 saat pengemudi dinyatakan masuk
kedalam perusahaan, kegunannya bilamana pengemudi mengakibatkan suatu
kecelakaan saat berkendara, maka uang tersebut digunakan sebagai
pertanggungjawaban pengemudi terhadap kecelakaan bus yang ia bawa.
Tetapi bila pengemudi itu melakukan pengunduran diri dan selama dia
membawa penumpang tidak pernah terjadi kecelakaan maka uang tersebut
Hak pengemudi:
(1) Gaji
(2) UDJ (Uang Dinas Jalan)
Uang dinas jalan adalah 10% dari pendapatan akan diberikan kepada
pengemudi yang bertanggungjawab terhadap bus tersebut yaitu 2 orang.
(3) Uang Read
Uang yang diberikan kepada pengemudi setiap membawa bus dan akan
diberikan setiap hari.
Bagi para pegawai PERUM DAMRI unit angkutan khusus bandara
Soekarno-Hatta mereka akan diberikan oleh perusahaan berupa tunjangan.
Pemberian tunjangan kepada pegawai dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Pegawai kontrak
Tunjangan yang diberikan perusahaan pada pegawai kontrak hanya pada saat
dia bekerja di perusahaan tersebut menyangkut pekerjaannya.
2. Pegawai tetap
Tunjangan yang diberikan perusahaan kepada pegawai tetap yaitu sejumlah 3
orang yang terdiri dari istri dan 2 anak.42
42
STRUKTUR ORGANISASI PERUM DAMRI
Universitas
Sumatera
B. Tanggungjawab PERUM DAMRI Sebagai Angkutan Bandara Terhadap Penumpang Yang Mengalami Kecelakaan
Tanggungjawab dalam kamus bahasa Indonesia didefinisikan sebagai keadaan
wajib menanggung segala sesuatunya.43 Di dalam istilah Belanda disebutkan Verantwoordelijkatau bertanggungjawab yaitu wajib mengadakan
pertanggungjawaban, serta memikul tanggungjawab atas kemungkinan terjadinya
kerugian.44
Kecelakaan (accident) adalah peristiwa hukum pengangkutan berupa kejadian
atau musibah; yang tidak dikehendaki oleh pihak-pihak: terjadi sebelum dalam,
dalam waktu, atau sesudah penyelenggaraan pengangkutan; karena perbuatan
manusia atau kerusakan alat pengangkut sehingga menimbulkan kerugian
material, fisik, jiwa, atau hilangnya mata pencarian bagi pihak penumpang, bukan
penumpang, pemilik barang, atau pihak pengangkut. Berdasarkan konsep tersebut,
dapat diuraikan unsur-unsur kecelakaan pengangkutan sebagai berikut:45 1. Kejadian atau musibah;
Kejadian atau musibah pengangkutan merupakan peristiwa yang tidak dapat
diketahui sebelumnya oleh penumpang, pengirim barang, atau oleh pengangkut
bahwa hal itu terjadi. Akan tetapi, bagi orang yang ahli tentang alat pengangkut,
mungkin musibah itu dapat diperkirakan akan terjadi jika alat pengangkut tersebut
tidak diperiksa atau peralatan yang tidak lagi memenuhi standar operasional tidak
diganti. Orang yang ahli tentang alat pengangkut dapat memperkirakan bahwa
musibah tidak akan terjadi jika alat pengangkut itu diperiksa secara rutin atau
43
Ilham, Kamus Bahasa Indonesia,Mitra Jaya Publisher, Surabaya, 2010, hal 414. 44
Imam Radjo Mulano, Penjelasan Istilah-istilahHukum Belanda-Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, hal.211.
berkala sesuai dengan ketentuan undang-undang. Jika alat pengangkut dinyatakan
layak operasi yang dibuktikan oleh sertifikat kelayakan, tetapi musibah masih
terjadi juga, hal ini dikatakan sebagai kelalaian pengangkut (human eror),
misalnya, pengemudi mengantuk, mabuk minuman keras, atau karena ceroboh
mengendalikan alat pengangkut. 46
Jika alat pengangkut itu sudah diperiksa oleh ahlinya dan ternyata layak
digunakan untuk mengangkut penumpang dan/atau barang, sedangkan pengemudi
mengendalikan alat pengangkut dengan professional dan kehati-hatian yang
tinggi, kemudian terjadi kecelakaan, barulah hal ini dapat dikatakan musibah
objektif, yang disebut objective force majeure. Artinya, siapa pun pengemudi
professional yang mengendalilkan alat pengangkut tersebut tidak mungkin dapat
mencegah terjadinya musibah. Dengan kata lain, musibah terjadi bukan karena
kelalaian manuasia (human eror), melainkan karena kehendak pihak lain yang
bukan penumpang, bukan pengemudi, dan bukan pengangkut, melainkan Walaupun musibah tersebut masih dapat dikatakan sebagai subjective force
majeure karena sifat relatif pada dasarnya masih dapat dicegah oleh orang lain
karena kehati-hatiannya atau oleh ahli yang melakukan pemeriksaan alat
pengangkut. Sebenarnya, jika pemilik alat pengangkut memeriksa secara rutin
selama tenggang waktu tertentu kepada ahlinya sesuai dengan ketentuan
undang-undang, akan dapat diketahui kelemahan alat pengangkut itu sehingga sebelum
dioperasikan dapat diperbaiki atau diganti bagian yang tidak memenuhi syarat
operasional. Dengan demikian, dapat dicegah kemungkinan musibah akibat alat
pengangkut tidak memenuhi standar keselamatan operasional.
46
kehendak Yang Maha Kuasa, misalnya karena angin puting beliung, hujan badai,
ataupun petir menyambar
2. Tidak dikehendaki oleh pihak-pihak;
Terjadinya musibah pengangkutan tidak dikehendaki oleh semua orang,
terutama pihak-pihak dalam pengangkutan karena akan menimbulkan kerugian
material, fisik, atau korban jiwa. Bentuk kerugian tersebut dapat berupa
kehilangan, kerusakan, kehancuran barang milik penumpang atau pengirim
barang, korban jiwa,. Terjadinya musibah pengangkutan tidak dikehendaki, tetapi
penyebab terjadi musibah diabaikan oleh penumpang atau pengangkut atau pihak
lain karena penumpang atau pengangkut sudah terbiasa tidak mematuhi peraturan
atau disiplin kerja. Contohnya, ada penumpang membawa mercon atau bom
rakitan yang tidak terdeteksi oleh petugas, akibatnya terjadi ledakan. Pengangkut
lalai melakukan pengecekan rutin terhadap roda alat pengangkut yang ternyata
sudah licin, akibatnya mudah pecah.
3. Terjadi sebelum, dalam waktu, atau sesudah penyelenggaraan pengangkutan;
Kecelakaan pengangkutan berupa kejadian atau musibah dapat terjadi
sebelum pengangkutan diselenggarakan. Musibah dapat saja menimpa penumpang
atau barang ketika menunggu pemuatan, atau saat pemuatan penumpang atau
barang ke dalam alat pengangkut. Hal ini dapat terjadi mungkin karena tertimpa
barang atau ditabrak oleh pemuat barang ketika akan naik alat pengangkut. Atau
karena terjatuh dari tangga ketika naik alat pengangkut atau terhempas ketika
dimuat ke dalam alat pengangkut sehingga mengakibatkan luka pada penumpang
atau kerusakan pada barang. Hal ini dapat terjadi mungkin karena tertimpa barang
karena terjatuh dari tangga ketika naik alat pengangkut atau terhempas ketika
dimuat ke dalam alat pengangkut sehingga mengakibatkan luka pada penumpang
atau kerusakan pada barang. Jika pihak yang bersalah adalah penumpang,
misalnya karena kelalaiannya, penumpang yang menanggung akibatnya. Akan
tetapi, jika pihak yang bersalah itu adalah pengangkut, misalnya karena
kecerobohannya, dia bertanggungjawab mengganti kerugian kepada pihak yang
dirugikan. Antara penumpang atau pemilik barang dengan pengangkut sudah
terjadi perjanjian pengangkutan yang sah dan mengikat kedua belah pihak.
Penumpang atau pemilik barang sudah membayar biaya pengangkutan sehingga
dia berhak mengklaim ganti kerugian kepada pengangkut sebagai penyelenggara.
PERUM DAMRI tidak menganut bahwa kecelakaan sebelum terjadinya
pengangkutan penumpang merupakan tanggungjawab perusahaan, tetapi DAMRI
menganut unsur tanggungjawab perusahaan terhadap penumpang dalam waktu
penyelenggaraan dan sesudah penyelenggaraan atau dari stasiun asal hingga di
stasiun tujuan. Karena terjadinya suatu perjanjian antara penumpang dengan
perusahaan pengangkutan saat penumpang menaiki bus (dalam waktu
penyelenggaraan) dan saat sampai di tempat tujuan (sesudah penyelenggaraan
pengangkutan) dimana terikat dengan adanya karcis yang dibeli oleh penumpang
untuk menaiki bus DAMRI dan DAMRI bertanggungjawab saat terjadinya
penyelenggaraan pengangkutan.47
Kecelakaan pengangkutan berupa kejadian atau musibah dapat juga terjadi
dalam waktu penyelenggaraan pengangkutan. Kecelakaan pengangkutan mungkin
saja terjadi karena tidak dilakukan pengawasan atau pemeriksaan rutin terhadap
47
alat pengangkut. Misalnya, menaikkan penumpang melebihi kapasitas daya
angkut, bus berpenumpang penuh dengan kecepatan tinggi, ketika sopir
menginjak rem, ternyata rem tidak berfungsi sehingga bus terperosok masuk
jurang. Mengalami kecelakaan pengangkutan seperti kejadian tersebut,
pengangkut tidak dapat bebas dari tanggungjawab.
Kecelakaan pengangkutan berupa kejadian atau musibah dapat juga terjadi
setelah pengangkutan berakhir atau berhenti di halte. Ketika penumpang sedang
turun dari bus di halte sebelah kiri jalan, kemudian sopir tancap gas, dan
terjatuhlah penumpang. Dalam hal seperti ini, pengangkut bertanggungjawab atas
akibat kecelakaan tersebut, karena kecelakaan terjadi sebelum perjanjian
pengangkutan berakhir, pengangkut masih terikat pada kewajiban perjanjian
pengangkutan dengan penumpang atau pemilik barang.
4. Karena perbuatan manusia atau kerusakan alat pengangkut;
Kecelakaan pengangkutan berupa kejadian atau musibah dapat terjadi
karena perbuatan manusia atau karena kerusakan alat pengangkut. Perbuatan
manusia sebagai penyebab kecelakaan, misalnya di dalam bus diletakkan bom
waktu yang tersembunyi, ketika bus sedang melaju terjadi ledakan bom yang
dahsyat. Kerusakan alat pengangkut dapat menjadi penyebab timbulnya
kecelakaan atau musibah pengangkutan. Bus melaju dengan kecepatan tinggi,
tiba-tiba satu ban depan pecah sehingga bus oleng dan terbalik.
Bus DAMRI cabang angkutan bandara Soekarno-Hatta pernah mengalami
kecelakaan yang diakibatkan oleh manusia, dimana salah satu bus DAMRI sedang
beroperasi ada orang yang melempar kaca bus dengan batu hingga mengenai
sakit terdekat untuk dirawat. Sehingga pertanggungjawaban DAMRI terhadap
penumpang tesebut adalah membiayai perobatan rumah sakit dan mengganti rugi
biaya tiket pesawat karena akibat kejadian tersebut ada penumpang yang
ketinggalan penerbangan.
5. Menimbulkan kerugian material, fisik, jiwa, atau hilangnya mata pencarian;
Akibat terjadi kecelakaan atau musibah pengangkutan timbul kerugian
material, fisik, jiwa, atau hilangnya mata pencaharian. Kerugian material adalah
berupa kerugian berupa benda, uang, surat berharga, dan hak milik lainnya.
Kerugian berupa benda, antara lain, musnah atau rusaknya barang bawaan
ataupun barang kiriman. Kerugian berupa uang, antara lain, lenyapnya atau
hilangnya sejumlah uang tunai, keuntungan yang diharapkan. Kerugian berupa
surat beharga atau surat tagihan, antara lain, surat cek, surat saham, obligasi, buku
tabungan, deposito, kartu ATM, kartu kredit, ataupun tagihan biaya pengobatan,
perawatan, dan penguburan. Kerugian fisik berupa luka bakar, patah tulang, atau
cacat seumur hidup. Kerugian jiwa berupa meninggalnya penumpang atau pihak
ketiga. Kerugian hilangnya mata pencaharian berupa tidak mampu lagi bekerja
secara fisik akibat musibah sehingga diputuskan hubungan kerja oleh majikan.
6. Bagi penumpang, bukan penumpang, pemilik barang, atau pengangkut.
Penumpang adalah pihak dalam perjanjian pengangkutan. Penumpang selalu
berupa manusia pribadi atau perseorangan. Dalam musibah pengangkutan,
penumpang selalu menjadi pihak yang mengalami kerugian akibat kecelakaan alat
pengangkut, misalnya, bus masuk jurang. Kerugian penumpang dapat berupa
kerugian barang (harta milik), kehilangan sejumlah uang, kehilangan surat-surat
beharga, biaya pengobatan dan perawatan, cacat badan sementara, cacat benda
Pihak ketiga adalah pihak yang berada diluar perjanjian dengan
perusahaan angkutan, akan tetapi menderita kerugian akan adanya
penyelenggaraan pengangkutan.
Pengangkut adalah pihak dalam perjanjian pengangkutan, biasanya selalu
berstatus sebagai pengusaha yang menjalankan perusahaan bidang jasa
pengangkutan, sebagai pemilik alat pengangkut. Apabila terjadi musibah atau
kecelakaan pengangkutan, pengangkut pada umumnya menjadi menjadi pihak
yang bertanggungjawab utama atas terjadinya musibah atau kecelakaan karena
pengangkut adalah pihak penyelenggara pengangkutan dan sebagai pemilik alat
pengangkut yang dijamin aman untuk dioperasikan. Pengertian pengangkut,
termasuk semua pihak yang dipekerjakan pada alat pengangkut yang
bersangkutan, antara lain, pengemudi, kondektur.
Selain kecelakaan (accident) ada beberapa hambatan dalam pengangkutan.
Hambatan pengangkutan adalah kesulitan-kesulitan yang dialami oleh pihak
penyelenggara pengangkutan darat yang timbul akibat peristiwa alam atau
perilaku manusia. Kesulitan-kesulitan yang menjadi hambatan pengangkutan
tersebut menyebabkan pengangkutan berlangsung lambat atau bahkan terhenti
sama sekali untuk sementara waktu. Hal semacam ini sudah tentu menimbulkan
kerugian bagi penyelengggara pengangkutan dan pengguna jasa pengangkutan
juga bertentangan dengan asas pengangkutan yang tertib, lancar, nyaman, serta
tepat waktu.48
Kerugian yang dimaksud dapat berupa:
a. Kerugian waktu
48
Yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan untuk sampai di tempat tujuan yang
telah ditentukan.
b. Kerugian biaya
Yaitu peningkatan biaya tambahan yang dikeluarkan selain biaya
pengangkutan, seperti biaya BBM.
c. Kerugian tenaga
Yaitu tidak berfungsinya tenaga karena tidak bekerja yang berarti menurunkan
nilai guna.
d. Kerugian kesehatan
Yaitu kelelahan, kecapean, mengalami stress mental yang
dapatmengakibatkan sakit yang memerlukan perawatan.
Berdasarkan hasil observasi di lapangan , berbagai macam kesulitan yang menjadi
penghambat pengangkutan, antara lain:
1.) Bencana alam berupa tsunami, tanggul jebol, jembatan rontok, banjir bandang, tanah longsor, atau pohon besar tumbang menimpa jalan.
2.) Jumlah kendaraan di jalan raya terlalu padat sehingga lalu lintas tersendat-sendat, mengakibatkan jalan macet, dan boros BBM.
3.) Perilaku manusia berupa unjuk rasa di jalan raya, tidak disiplin berlalu lintas, atau jalan digunakan untuk parkir dan berdagang kaki lima.
4.) Kendaraan bermotor mengalami kerusakan di jalan raya mengakibatkan lalu lintas macet.
5.) Penundaan keberangkatan bus dari jadwal yang ditetapkan semula tanpa alasan jelas.
6.) Alat pengangkut yang tidak dirawat dengan baik dan rutin sehingga menimbulkan kerusakan dalam pengangkutan dan akhirnya perjalanan jadi tertunda.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964. Asuransi sosial kecelakaan penumpang (Askep) diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 Tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang dan asuransi kecelakaan lalu lintas jalan merupakan salah satu jenis perlindungan bagi masyarakat yang sifatnya sangat penting. Melalui asuransi kecelakaan lalu lintas jalan, setiap pengendara kendaraan di jalan raya dapat dijamin dari biaya-biaya yang mungkin timbul sebagai akibat dari kecelakaan, serta keluarganya dapat memperoleh santunan apabila korban kecelakaan meninggal dunia, dasar hukum pelaksanaan asuransi kecelakaan lalu lintas jalan adalah Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 jo Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965 Tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 36/PMK.010/2008 juga mengatur tentang Besar Santunan dan Sumbangan Wajib Kecelakaan Lalu Lintas Jalan, dimana besarnya santunannya di dalam Pasal 2 ayat (2) disebutkan:
a. Ahli waris dari korban yang meninggal dunia berhak memperoleh santunan sebesar Rp. 25.000.000,00.
b. Korban yang mengalami cacat tetap berhak memperoleh santunan yang besarnya dihitung berdasarkan angka prosentase sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 10 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965 dari besar santunan meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam huruf (a). c. Korban yang memerlukan perawatan dan pengobatan berhak memperoleh
santunan berupa penggantian biaya perawatan dan pengobatan dokter sebesar Rp. 10.000.000,00.49
Periode tanggungjawab perusahaan angkutan umum berdasarkan
ketentuan Pasal 192 ayat (3), tanggungjawab perusahaan angkutan umum dimulai
sejak penumpang diangkut dan berakhir di tempat tujuan yang disepakati dan ini
dianut dan dipegang oleh PERUM DAMRI selama mengangkut penumpang.
Pasal ini mengatur mengenai periode tanggungjawab perusahaan angkutan umum,
yaitu kapan perusahaan angkutan dianggap mulai bertanggungjawab dan kapan
dianggap berakhirnya tanggungjawab. Berdasarkan ketentuan ayat ini dapat
ditafsirkan bahwa pengangkut mulai memikul tanggungjawabnya sejak
penumpang berada dalam angkutan umum sampai di tempat tujuan yang
disepakati. Hal ini berarti hanya ada dua tahap, yaitu tahap dalam pengangkutan
dan tahap sesudah pengangkutan.
49
Contoh kasus yang diteliti pada PERUM DAMRI Cabang Angkutan Bandara
Soekarno-Hatta Jakarta Timur
Pada tanggal 24 Maret 2016 sekitar pukul 05.00 WIB, bus DAMRI code
4699 jalur Purwakarta mengalami kecelakaan lalu lintas di Tol Kamal Arah
bandara Soekarno-Hatta. Kronologi kejadian tersebut pada tanggal 24 Maret 2016
pengemudi dinas trayek Purwakarta-Soekarno Hatta, pengemudidinas pada tem 3
berangkat dari Purwakarta pukul03.00 WIB, saat itu pengemudi membawa 10
orang penumpang, dan ketika di perjalanan saat pengemudi sudah tiba di Tol
Kamal atas yaitu sekitar pukul 05.00 WIB ada sebuah dumb truck yang berhenti
karena ban pecah di jalur sebelah kanan (jalur cepat). Karena keadaan jalan masih
gelap dan tidak ada rambu-rambu darurat yang dipasang, pengemudi yang sedang
melaju tidak melihat dan tidak mengetahuinya, akhirnya pengemudi tidak bisa
mengendalikan kendaraan yang dikemudikannya, pengemudi berusaha membuang
stir ke kiri namun tetap saja tabrakan pun tidak bisa pengemudi hindari. Apabila
pengemudi tidak mengantisipasinya dengan membuang stir ke kiri, mungkin
bagian mobil depan pengemudi sudah benar-benar hancur dan pengemudi tidak
bisa terselamatkan, karena saat itu pengemudi melaju kecepatan yang cukup
tinggi yaitu 90 km/jam. Kondisi busyang dikemudikan penumpang mengalami
kerusakan yang parah, terutama pada bagian body dan kaca dari depan sampai
belakang, namun untuk dumb trucknya tidak mengalami kerusakan yang parah.
Saat diketahui rincian biaya perbaikan dari teknik untuk code bus 4699 sebesar
Rp. 108.567.000,00, maka pengemudi akan bertanggungjawab untuk
sosial) Rp.6.000.000,00 dan sisanya akan dibayar dengan cara mengangsur setiap
bulannya Rp.700.000,00 yang dipotong dari uang gaji pengemudi.
Penumpang (pihak kedua) yang mengalami kecelakaan bus tersebut ada 1
orang, sehingga pihak bus DAMRI dan pihak kedua sepakat untuk berdamai dan
bermusyawarah terkait musibah kecelakaan bus DAMRI arah Bandara
Soekarno-Hatta, dengan ini pihak DAMRI membantu biaya pengobatan pihak kedua sebesar
Rp.80.500.000,00.Penumpang tersebut juga mendapat santunan dari asuransi Jasa
Raharja terkait perobatan dan pengobatan dokter maksimal sebesar
Rp.10.000.000,00.
PERUM DAMRI unit angkutan khusus bandara Soekarno-Hatta
membedakan korban menjadi 2 yaitu:
1) Korban jiwa
Bila terjadi kecelakaan dan menjatuhkan korban jiwa maka pengemudi yang
melintas dan mengetahui adanya kecelakaan bus DAMRI agar dapat membantu
dan memberi pertolongan, dan melaporkan ke pimpinan operasi untuk melakukan
langkah-langkah atau tindakan yang diperlukan.
a. Korbanyang meninggal dunia
PERUM DAMRI segera membawa ke rumah sakit dan menghubungi keluarga
korban untuk segera dibawa ke tempat tinggal korban, bila korban ternyata
tinggal jauh/ di kampung maka PERUM DAMRI akan mengirim jenazah dan
biaya rumah sakit hingga keberangkatan jenazah ke kampung akan ditanggung
oleh PERUM DAMRI, dan asuransi jasa raharja akan memberikan santunan
kepada ahli waris dari korban yang meninggal dunia sebesar
b. Korban yang mengalami luka berat
Korban yang memerlukan perawatan dan pengobatan maka akan segera
dibawa ke rumah sakit terdekat oleh pihak PERUM DAMRI dan biaya
pengobatan akan ditanggung oleh PERUM DAMRI, dan asuransi jasa raharja
akan memperoleh santunan berupa penggantian biaya perawatan dan
pengobatan dokter paling besar Rp.10.000.000,00 sisanya akan dibantu oleh
perusahaan .
c. Korban yang mengalami luka ringan
PERUM DAMRI cabangangkutan Soekarno-Hatta akanmembawa ke rumah
sakit agar penumpang dapat segera di obati lukanya.
d. Korban material
Selain adanya korban jiwa ada juga korban material artinya ada kerusakan
akibat kecelakaan. Maka PERUM DAMRI unit angkutan khusus bandara
Soekarno-Hatta mengganti kerugian dari kerusakan kendaraan yang
mengalami kecelakaan. Bila akibat dari kecelakaan penumpang mengalami
keterlambatan penerbangan dan mengakibatkan tiket hangus maka PERUM
DAMRI unit angkutan khusus bandara Soekarno-Hatta akan mengganti tiket
pesawat penumpang tersebut dengan jadwal keberangkatan yang berbeda.50 Bus DAMRI angkutan khusus bandara, tidak hanya mengangkut
penumpangnya di terminal/pool, melainkan bus DAMRI juga mengangkut
penumpang yang ada di tengah jalan. Tanggungjawab terhadap penumpang yang
naik di tengah jalan tidak dibedakan dengan penumpang yang naik dari
terminal/pool, karena meskipun penumpang tersebut naik di tengah jalan mereka
50