• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pengetahuan, Pengan, Nilai Anak dan Dukungan Suami Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Desa Secanggang Kabupaten Langkat Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pengetahuan, Pengan, Nilai Anak dan Dukungan Suami Terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi Pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Desa Secanggang Kabupaten Langkat Tahun 2013"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Program KB

2.1.1 Sejarah Program KB di Indonesia

Sesungguhnya keluarga berencana bukanlah hal baru, karena menurut

catatan-catatan dan tulisan-tulisan yang berasal dari Mesir Kuno, Yunani Kuno, Tiongkok

Kuno dan India, hal ini telah mulai dipraktekkan sejak berabad-abad yang lalu, tetapi

pada waktu itu cara-cara yang dipakai masih kuno dan primitif. Di Indonesia sejak

zaman dahulu telah dipakai obat dan jamu yang dimaksudkan untuk mencegah

kehamilan. Di Irian Jaya telah lama dikenal ramuan dari daunan yang khasiatnya

dapat mencegah kehamilan. Dalam masyarakat hindu Bali sejak dahulu hanya ada

nama untuk empat orang anak, kemungkinan suatu cara ini untuk menganjurkan

supaya pasangan suami istri mengatur kelahiran anaknya hanya sampai empat saja

(Arum, 2008).

Di Indonesia keluarga berencana modern mulai dikenal pada tahun 1953. Pada

waktu itu sekelompok ahli kesehatan, kebidanan, dan tokoh masyarakat telah mulai

membantu masyarakat. Pada tanggal 23 Desember 1957 mereka mendirikan wadah

dengan nama Perkumpulan Keluarga Berencana Nasional (PKBI) yang bergerak

secara silent operation membantu masyarakat yang memerlukan bantuan secara

sukarela, jadi di Indonesia PKBI adalah pelopor gerakan Keluarga Berencana

Nasional. Untuk menunjang dalam rangka mencapai tujuan berdasarkan hasil

(2)

Indonesia, maka dibentuklah suatu lembaga program keluarga berencana dan di

masukkan dalam program pemerintah berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 26

tahun 1968 yang dinamai Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) sebagai

lembaga semi pemerintah.

Pada tahun 1970, LKBN ditingkatkan menjadi badan pemerintah melalui

Keputusan Presiden No. 8 tahun 1970 dan diberi nama Badan Koordinasi Keluarga

Berencana Nasional (BKKBN) yang bertanggung jawab kepada presiden dan

bertugas mengkoordinasikan perencanaan dan pengawasan serta penilaian

pelaksanaan program keluarga berencana (Arum, 2008).

BKKBN yang semula memiliki kepanjangan Badan Koordinasi Keluarga

Berencana Nasional telah berubah namanya menjadi BkkbN (Badan Kependudukan

dan Keluarga Berencana Nasional) sesuai revisi Undang-Undang KB nomor 10 tahun

1992 menjadi Undang-Undang KB nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan

Kependudukan dan Pembangunan keluarga. BkkbN di tingkat provinsi bernama

BkkB provinsi dan di kabupaten/kota bernama BkkbN daerah yang antara lain

memiliki tugas dan wewenang dalam pengendalian penduduk, peningkatan kualitas

dan mobilitas penduduk (BkkbN, 2011).

2.1.2 Pengertian Program KB

Pengertian Keluarga Berencana (KB) menurut Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 52 tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan

pembangunan keluarga adalah keluarga berencana merupakan upaya mengatur

(3)

promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan

keluarga yang berkualitas.

2.1.3 Visi Program KB

Visi program KB Nasional adalah penduduk tumbuh seimbang tahun 2015.

Visi tersebut mengacu kepada fokus pembangungan pada Rencana Pembangunan

Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025 serta visi dan misi presiden yang

tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) tahun 2010-2014

(BkkbN, 2011).

2.1.4 Misi Program KB

Berdasarkan visi tersebut di atas, misi pembangunan kependudukan dan

keluarga berencana diarahkan untuk mewujudkan pembangunan yang berwawasan

kependudukan dan mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera (BkkbN, 2011).

2.1.5 Tujuan Program KB

Ada 2 tujuan dalam Program KB Nasional, yaitu :

1. Mewujudkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan kebijakan kependudukan

guna mendorong terlaksananya pembangunan nasional dan daerah yang

berwawasan kependudukan.

2. Mewujudkan penduduk tumbuh seimbang melalui pelembagaan keluarga kecil

(4)

2.1.6 Sasaran KB Nasional

Adapun yang menjadi sasaran gerakan KB adalah Pasangan usia subur (PUS)

yaitu pasangan suami istri yang hidup bersama dimana istrinya berusia 15-44 tahun

yang harus dimotivasi terus-menerus, Non PUS (anak sekolah, orang yang belum

menikah, pasangan di atas 44 tahun, dan tokoh masyarakat), Institusional (berbagai

organisasi, lembaga masyarakat, pemerintah dan swasta). Dalam operasionalnya

program Keluarga Berencana Nasional dapat dirumuskan dalam strategi yaitu :

a. Mendorong pasangan usia subur (PUS) yaitu istri yang belum berusia 30 tahun

dan anaknya baru satu orang agar merasa cukup memiliki 2 orang anak saja.

b. Membantu PUS yang berusia lebih dari 30 tahun dan anaknya lebih dari tiga

orang agar tidak menambah anak lagi (Ritonga, 2003).

2.2 Kontrasepsi

Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah dan melawan,

sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma

yang mengakibatkan kehamilan (Erlysa, 2007). Kehamilan terjadi sebagai akibat

persatuan sel telur dengan sel sperma (Depkes, 1980). Maksud dari kontrasepsi

adalah menghindarkan dan mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan

antara sel telur yang matang dengan sel sperma tersebut (Erlysa, 2007).

Menurut Nancy di dalam Erlyssa (2007), Kontrasepsi yang ideal harus dapat

bekerja dalam waktu yang tahan lama, mempunyai efektifitas yang tinggi, aman,

mudah dalam menggunakan dan melepaskannya dan memiliki beberapa atau tidak

(5)

2.2.1 Prinsip Kerja Kontrasepsi

Prinsip kerja dari kontrasepsi adalah meniadakan pertemuan sel telur dan sel

sperma. Dalam mencapai prinsip kerja ini, terdapat berbagai cara kerja dari

masing-masing alat kontrasepsi yang ada (Siswosudarmo, 2001).

Efektifitas metode dalam penggunaan kontrasepsi sangat tergatung dari

mekanisme kerjanya untuk mencegah terjadinya kehamilan, ketepatan dalam cara

penggunaannya, konsistensi dalam menggunakannya, dan tingkat ketergatungan klien

terhadap kepatuhannya dalam menggunakan secara benar (BkkbN, 2012). Pada

dasarnya metode teknis keluarga berencana adalah menjarangkan, mencegah dan

menghilangkan kehamilan (Hidayati, 2009).

2.2.2 Jenis dan Metode Kontrasepsi

Menurut BkkbN (2012), metode kontrasepsi pada umumnya dapat di bagi

menjadi:

1. Metode sederhana

Kontrasepsi sederhana tanpa alat antara lain teknik pantang berkala, metode

kalender, dan Metode Amenore Laktasi (MAL) sedangkan kontrasepsi

sederhana dengan alat antara lain kondom, diafragma, dan spermisida

(BkkbN, 2012).

2. Metode kontrasepsi Efektif

Kontrasepsi efektif terdiri dari pil, suntikan, AKDR dan implan(susuk).

(6)

Cara kerja dari pil adalah menekan ovulasi, mengubah motilitas tuba sehingga

transportasi sperma terganggu, mengganggu pertumbuhan endometrium sehingga

menyulitkan proses implantasi dan memperkental lendir serviks. Efektivitas pil

tergantung dari pengguna, artinya pil cukup efektif jika tidak lupa menggunakannya 1

hari saja dan dengan penggunaan secara teratur.

Keuntungan dari penggunaan pil adalah mudah didapatkan dan digunakan,

mengurangi nyeri haid, dan pemulihan kesuburan hampir 100 %. Kerugian

menggunakan pil adalah harus digunakan setiap saat dan pada waktu yang sama dan

tidak dianjurkan bagi wanita diatas usia 40 tahun. Efek samping dari pil adalah pada

sebagian wanita dapat menimbulkan efek samping, antara lain mual, berat badan

bertambah, sakit kepala dan efek samping ini dapat timbul berbulan-bulan (BkkbN,

2012).

b. Suntikan

Kontrasepsi suntikan merupakan salah satu jenis metode kontrasepsi

hormonal. Kontrasepsi suntikan adalah hormon yang diberikan secara suntikan untuk

mencegah terjadinya kehamilan. KB suntik sesuai untuk wanita pada semua usia

reproduksi yang menginginkan kontrasepsi yang efektif, reversibel, dan belum

bersedia untuk sterilisasi. Mekanisme kerja dari suntikan meliputi menekan ovulasi,

mengurangi transportasi sperma di saluran telur, mengganggu pertumbuhan

endometrium sehingga mencegah penetrasi sperma (BkkbN, 2012).

c. Implan (susuk)

Implan adalah kontrasepsi yang disusupkan di bawah kulit. Efektivitas dari

(7)

pertama). Cara kerja dari implan yakni menghalangi ovulasi, mengurangi pergerakan

tuba, mengubah endometrium dan menebalkan mukus serviks.

Keuntungan dari penggunaan implan adalah tidak mengganggu hubungan

seksual, tidak memengaruhi ASI dan memberikan perlindungan jangka panjang (3

tahun). Keterbatasan dari penggunaan implan adalah mengubah pola pengeluaran

haid (tidak teratur pada banyak wanita), memerlukan petugas terlatih khusus dalam

pemasangan dan pencabutan, tidak melindungi diri dari terjadinya Penyakit Menular

Seksual (PMS), dan terjadinya kehamilan ektopik cukup tinggi.

Efek samping dari penggunaan implan adalah perubahan pola haid, ekspulsi

(keluarnya kapsul susuk dari tempat insersi), nyeri kepala, peningkatan atau

penurunan berat badan, nyeri payudara, perasaan mual, pusing kepala, dan perubahan

perasaan atau kegelisahan (BkkbN, 2012).

d. Alat Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR)

Mekanisme kerja dari AKDR tembaga adalah menurunkan motilitas sperma,

mengentalkan lendir serviks, mengubah garis endometrium, dan mengganggu proses

reproduksi sebelum sel telur mencapai kavum uteri. Keuntungan AKDR adalah

efektivitas yang tinggi bagi penggunanya, segera efektif digunakan tanpa memiliki

banyak efek samping, memberikan perlindungan jangka panjang (10 tahun), tidak

mengganggu proses senggama dan kesuburan cepat pulih setelah AKDR dilepas.

Keterbatasan AKDR adalah perlu pemeriksaan PMS sebelum dipakai, insersi

dan pencabutan dilakukan petugas terlatih, perlu deteksi benang AKDR,

(8)

(terutama CuT), kemungkinan terjadi ekspulsi spontan, tidak mencegah kehamilan

ektopik dan tidak melindungi dari PMS.

Efek samping pemakaian AKDR dengan tembaga meliputi darah menstruasi

yang lebih banyak, perdarahan tidak teratur dan hebat, dan kram haid yang berlebihan

dari biasanya (BkkbN, 2012).

e. Metode Kontrasepsi Mantap (Kontap)

Metode mantap terdiri atas tubektomi dan vasektomi atau juga dapat disebut

dengan sterilisasi. Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan

fertilitas atau kesuburan perempuan dengan mengokulasi tuba fallopi (mengikat dan

memotong atau memasang cincin) sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan

ovum. Vasektomi adalah metode KB permanen bagi pria yang sudah memutuskan

untuk tidak ingin memiliki anak lagi. (BkkbN, 2012).

2.3 Pasangan Usia Subur (PUS)

Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan suami istri yang terikat dalam

perkawinan yang sah, yang istrinya berumur antara 15 sampai dengan 49 tahun, dan

secara operasional termasuk pula pasangan suami istri yang istrinya berumur kurang

dari 15 tahun dan telah memasuki masa menstruasi atau istri berumur lebih dari 50

tahun tetapi masih mengalami masa menstruasi (BkkbN, 2010).

Program Keluarga Berencana menyatakan bahwa mereka yang berada pada

kelompok 45-49 tahun bukan merupakan sasaran keluarga berencana lagi. Hal ini di

latar belakangi oleh pemikiran bahwa mereka yang berada pada kelompok umur

(9)

umur yang digunakan disini adalah 15 sampai 44 tahun, dan bukan 15-49 tahun

(Wirosuhardjo, 2004).

2.4 Penggunaan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), penggunaan adalah suatu

proses, cara, perbuatan menggunakan sesuatu dan pemakaian sesuatu yang

bermanfaat sehingga dapat mendatangkan kebaikan (keuntungan) bagi yang

menggunakannya. Penggunaan ini erat kaitannya dengan perilaku manusia yang

nyata dilakukan oleh seseorang dalam bentuk perbuatan.

2.5 Konsep Perilaku

Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia,

sedangkan dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam

diri manusia. Perilaku manusia tidak pernah berhenti pada suatu saat, perbuatan yang

dulu merupakan persiapan perbuatan yang kemudian dan perbuatan yang kemudian

merupakan kelanjutan perbuatan sebelumnya (Purwanto, 1998). Perilaku manusia

adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung,

maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

Teori yang pernah diujicobakan untuk mengetahui faktor-faktor yang

berhubungan dengan perilaku kesehatan adalah teori kesehatan dari Lawrence Green

(1980). Green (1980) telah mengembangkan suatu model pendekatan yang dapat

digunakan untuk membuat perencanaan kesehatan yang dikenal sebagai kerangka

PRECEDE. PRECEDE ini merupakan singkatan dari Predisposing, Reinforcing, dan

(10)

perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat

dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku dan faktor di luar perilaku.

Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yakni :

a. Faktor predisposisi yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan,

keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

b. Faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau

tidaknya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas,

obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.

c. Faktor pendorong yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan

atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku

masyarakat.

Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan

ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang

atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan

perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan

(11)

(Sumber : Lawrence W. Green et al, Health Education Planning, A Diagnostic Aprroach, 1980)

Gambar 2.1 Model PRECEDE dari Green (1980)

2.6 Faktor-faktor yang memengaruhi penggunaan alat kontrasepsi 2.6.1 Pengetahuan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), pengetahuan merupakan

segala sesuatu yang diketahui. Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan

merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan Predisposing Factor

Pengetahuan Kepercayaan Nilai

Sikap

(beberapa variabel demografi terpilih)

Enabling Factor

Ketersediaan fasilitas Keterjangkauan fasilitas Keterampilan petugas Komitmen pemerintah

Reinforcing Factor

Sikap dan perilaku petugas, keluarga, guru, tokoh masyarakat dan sebagainya

(12)

terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting

dalam membentuk tindakan seseorang.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sariyono (2007), menunjukkan ada

hubungan yang bermakna antara pria yang berpengetahuan tinggi dan sikapnya baik

terhadap KB dengan partisipasi pria dalam pemakaian metode kontrasepsi KB di

Kabupaten Barito Kuala. Semakin tinggi pengetahuan dan semakin baik sikap pria

terhadap KB maka semakin baik pula partisipasinya dalam pemakaian metode

kontrasepsi KB.

2.6.2 Pengalaman

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), pengalaman diartikan

sebagai segala sesuatu yang dirasakan atau dialami seseorang pada masa lalu terhadap

suatu hal/objek. Dasar pembentukan sikap salah satunya adalah pengalaman pribadi

(Rahayuningsih, 2008). Orang yang menerima informasi yang baru akan menjadi

suatu pengalaman bagi orang tersebut, meskipun bukan dirinya sendiri yang

mengalaminya, melainkan hanya melalui pengalaman orang lain yang disebarkan dari

mulut ke mulut (Assael, 2001).

Anggota keluarga, sanak saudara, tetangga dan teman sering memberikan

pengaruh yang bermakna dalam pemakaian metode kontrasepsi kepada pasangan

yang tidak menggunakan alat kontrasepsi sebelumnya. Tidak sedikit dari pasangan

yang memilih metode kontrasepsi dengan cara bertanya terlebih dahulu pada orang

yang terdekat tentang pengalamannya dalam menggunakan kontrasepsi. Seseorang

(13)

tidak menggunakannya. Sebagai contoh dalam penggunaan alat kontrasepsi kondom,

seseorang yang kecewa dengan pemakaian kondom akan menghindari penggunaan

kondom pada kontrasepsi selanjutnya dan mungkin akan memengaruhi seseorang

untuk tidak menggunakan kondom (Ratih, 2011).

2.6.3 Nilai Anak

Nilai adalah gabungan semua unsur kebudayaan yang dianggap baik atau

buruk dalam suatu masyarakat, karena itu pula masyarakat mendorong dan

mengharuskan warganya untuk menghayati dan mengamalkan nilai yang dianggap

ideal tersebut (Ranjabar, 2006). Nilai anak adalah bagian perwujudan dari nilai

budaya suatu masyarakat. Nilai anak dalam keluarga adalah merupakan perwujudan

pandangan orang tua sebagai respons emosional terhadap anak-anak yang dimilikinya

(Supranoto, 2005).

Beberapa alasan dan faktor mengapa KB belum dapat diterima oleh seluruh

masyarakat antara lain salah satunya karena adanya persepsi tentang nilai anak yang

berkembang di masyarakat. Latar belakang sosial yang berbeda, tingkat pendidikan,

kesehatan, adat istiadat yang berlaku serta mata pencaharian yang berlainan

menyebabkan pandangan yang berbeda mengenai nilai anak. Di daerah perdesaan,

anak mempunyai nilai yang tinggi bagi keluarga. Anak dapat memberikan jaminan di

hari tua dan dapat membantu ekonomi keluarga. Banyak masyarakat di desa di

Indonesia yang berpandangan bahwa banyak anak banyak rejeki (Siregar, 2003).

Menurut Bongarts di dalam Sulubara (2012), orang tua di perdesaan lebih

(14)

sedangkan orang tua di perkotaan (terutama yang berpendidikan tinggi) menekankan

aspek emosional dan psikologisnya. Dari segi lain, menurut Singarimbun dkk

sebagaimana yang dikutip dalam Hidayah (2010), tentang hasil penelitian nilai anak

di Jawa, yang hasilnya menunjukkan bahwa anak memiliki nilai positif berupa

adanya jaminan ekonomi dan psikologis di hari tua, dapat membantu orangtua, dan

memperbaiki ikatan perkawinan dan kelangsungan keturunan. Adapun nilai negatif

anak berupa menambah beban ekonomi (pengeluaran bertambah) dan beban

emosional (membuat tegang dan cemas bagi orangtua).

Semakin tinggi nilai anak yang di anut dalam keluarga maka semakin sulit

untuk memberikan motivasi agar berpartisipasi dalam program KB (BkkbN, 2005).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Sulubara (2012) nilai anak yang ada di

masyarakat menunjukkan pengaruh terhadap keikutsertaan Keluarga Berencana pada

Ibu PUS di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Tahun 2012.

2.6.4 Dukungan Suami

Menurut Kamus Besar Bahasa Indoneisa (2007), dukungan adalah dorongan

moril maupun materil dalam hal mewujudkan suatu rencana. Dukungan dapat

diartikan sebagai satu diantara fungsi pertalian atau ikatan sosial segi fungsionalnya

mencakup dukungan emosional, mendorong adanya ungkapan perasaan, memberi

nasihat atau informasi dan pemberian bantuan material (Wibowo, 2012).

Metode kontrasepsi tidak dapat dipakai istri tanpa kerjasama suami dan saling

(15)

kontrasepsi yang terbaik, saling kerjasama dalam pemakaian, membiayai pengeluaran

kontrasepsi, dan memperhatikan tanda bahaya pemakaian (Hartanto, 2004).

2.7 Kerangka Konsep

Pengaruh faktor pengetahuan, pengalaman, nilai anak, dan dukungan suami

terhadap penggunaan alat kontrasepsi pada PUS (Pasangan Usia subur) di Desa

Secanggang Kabupaten Langkat Tahun 2013.

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep, dapat dirumuskan definisi konsep variabel

penelitian sebagai berikut:

1. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo,

2003).

2. Pengalaman adalah sebagai sesuatu yang pernah dialami (dijalani,

dirasakan, didengar, dsb) oleh seseorang (KBBI, 2007).

3. Nilai anak adalah perwujudan pandangan orang tua sebagai respons

emosional terhadap anak-anak yang dimilikinya (Supranoto, 2005).

1. Pengetahuan 2. Pengalaman 3. Nilai anak

4. Dukungan suami

(16)

4. Dukungan suami adalah dukungan maupun dorongan, baik dorongan

moril maupun materil yang diberikan oleh suami kepada istrinya dalam

hal partisipasi istri tersebut untuk menggunakan alat kontrasepsi.

5. Penggunaan adalah suatu proses, cara, perbuatan menggunakan sesuatu

dan pemakaian sesuatu yang bermanfaat sehingga dapat mendatangkan

kebaikan (keuntungan) bagi yang menggunakannya (KBBI, 2007).

2.8 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh pengetahuan, pengalaman,

nilai anak, dan dukungan suami terhadap penggunaan alat kontrasepsi pada PUS

Gambar

Gambar 2.1 Model PRECEDE dari Green (1980)
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

(Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama) Badan Ekonomi Kreatif Tahun 2016 dan menyetujui yang bersangkutan untuk mengikuti kegiatan seleksi dimaksud. Meterai

mukhabarah kerjasama dalam lahan pertanian yang dilakukan di Dusun Wonogaten Desa Glawan Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang sesuai dengan hukum Islam dikarenakan akad

Berdasarkan data di atas dapat diketahui masa inflamasi pada pasien post cateterisasi jantung setelah diberi aff sheath femoral sebagian besar didapatkan 10

l.jlqr}: tjumadi {Fcngclola Institusional Fcc) FII{ Uriiversitas Negeri-yog,-akarta. i:l:€ds-1fi

Acara : Pembuktian Dokumen Kualifikasi Pengadaan Jasa Konsultansi Pekerjaan Perencanaan Pembangunan Gedung Balai Nikah Distrik Fakfak Tengah Kabupaten Fakfak Tahun

Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta, menLlgaskan/mengijin lcan Saudara yang narranya tersebut Ji bawah ini

Surat penugasan ini diberikan untuk dipergunakan dan dilaksanakan sebaik- baiknya.. Yogyakart\ 23 September

penerima kuasa dari direktur utama/pimpinan perusahaan yang nama penerima kuasanya tercantum dalam akte pendirian atau perubahannya (dinyatakan dengan surat kuasa);.. Pihak