• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN MUKHABARAH DALAM PENGELOLAAN SAWAH DI DUSUN WONOGATEN DESA GLAWAN KECAMATAN PABELAN KABUPATEN SEMARANG SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN MUKHABARAH DALAM PENGELOLAAN SAWAH DI DUSUN WONOGATEN DESA GLAWAN KECAMATAN PABELAN KABUPATEN SEMARANG SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN

MUKHABARAH

DALAM PENGELOLAAN SAWAH DI DUSUN

WONOGATEN DESA GLAWAN KECAMATAN PABELAN

KABUPATEN SEMARANG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh:

Mifta Chullani

NIM : 21414039

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN

MUKHABARAH

DALAM PENGELOLAAN SAWAH DI DUSUN

WONOGATEN DESA GLAWAN KECAMATAN PABELAN

KABUPATEN SEMARANG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh:

Mifta Chullani

NIM : 21414039

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(4)

NOTA PEMBIMBING

Lamp : 4 (empat) eksemplar

Hal : Pengajuan Naskah Skripsi

Kepada Yth.

Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga

di Salatiga

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi, maka maka naskah skripsi mahasiswa:

Nama : Mifta Chullani

NIM : 214-14-039

Judul : TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP

PELAKSANAAN MUKHABARAH DALAM PENGELOLAAN SAWAH DI DUSUN

WONOGATEN DESA GLAWAN KECAMATAN PABELAN KABUPATEN SEMARANG

Dapat diajukan kepada Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga untuk diujikan

dalam sidang munaqosyah.

(5)

KEMENTERIAN AGAMA RI

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA Jl. TentaraPelajar No. 02 Telp (0298) 323706, 323433 Salatiga Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: administrasi@iainsalatiga.ac.id

PENGESAHAN

Skripsi Berjudul

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN

MUKHABARAH DALAM PENGELOLAAN SAWAH DI DUSUN

WONOGATEN DESA GLAWAN KECAMATAN PABELAN KABUPATEN SEMARANG

Oleh: Mifta Chullani NIM: 214-14-039

telah dipertahankan didepan sidang munaqasyah skripsi Fakultas Syari‟ah, Institut

Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari Jum‟at, 28 September 2018

dan telah dinyatakan memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana dalam hukum Islam (SH).

Dewan Sidang Munaqasyah

Ketua Sidang : Dr. H. Irfan Helmy, Lc., M. A.

Sekertaris Sidang : Drs. Machfudz, M. Ag

Penguji I : Heni Satar Nurhaida, S.H., M.Si.

Penguji II : Yahya, S. Ag. M.HI.

Salatiga, 28 September 2018 Dekan Fakultas Syariah

(6)

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Yang bertandangan di bawah ini :

Nama : Mifta Chullani

Nim : 21414039

Jurusan : Hukum Ekonomi Syari‟ah

Fakultas : Syari‟ah

Judul Skripsi : TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP

PELAKSANAAN MUKHABARAH DALAM PENGELOLAAN SAWAH DI DUSUN

WONOGATEN DESA GLAWAN KECAMATAN PABELAN KABUPATEN SEMARANG

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya ini adalah asli

karya atau penelitian saya sendiri dan bukan plagiasi dari karya orang lain, kecuali

yang secara tertulis diacu dalam penelitian ini dan disebutkan acuan daftar

pustaka.

Demikian peryataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, dan boleh di

publikasikan oleh IAIN Salatiga.

Salatiga, 18 September 2018

Penulis

(7)

MOTTO

مِه ِسُفْ نَأِب اَم اوُرِّ يَغُ ي َّتََّح ٍمْوَقِب اَم ُرِّ يَغُ ي لا َوَّللا َّنِإ

Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri

(8)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan Skripsi ini untuk :

1. Kedua orang tuaku, Bapak Dawami dan Ibu Rohmini yang tidak pernah

berhenti untuk mendoakan kesuksesan anaknya ini, segala materi dan semua

perjuangan dan impiannya.

2. Kakak-kakakku tersayang Mbak Eko, Mbak Wiwik, Mas Azis, Mas Helda,

Mas Udin, Mas Yusuf yang tidak henti-hentinya memberikan doa serta yang

selalu menyadarkan akan sebuah pencapaian cita-cita.

3. Bapak Drs. Machfudz, M.Ag sebagai pembimbing skripsi, yang telah sabar

dan memberikan banyak masukan serta ilmu

4. Teman-teman yang telah memberikan saran dan selalu mendukung di setiap

(9)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdullilahirobil‟alamin, segala puji bagi allah yang telah memberikan segala nikmat kepada mahluknya yang ada di alam semesta ini. Berkat qudrat, iradrat serta izinyalah penulis bisa menyelesaikan laporan penelitian yag berjudul

Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Mukhabarah Dalam Pengelolaan

Sawah Di Dusun Wonogaten Desa Glawan Kecamatan Desa Glawan Kabupaten Semarang.

Sholawat serta salam mudah-mudahan dilimpahkan kepada khotamul anbiya, nabi muhamad saw, yang telah menyelamatkan ummat manusia dari gelap kejahiliyaan kepada cahaya illahiyah yang terang benderang.

Banyak pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penyelesaian karya ini. Kami menghaturkan terima kasih yang tulus kepada mereka semua yang telah berjasa untuk ini semua:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd.,Selaku Rektor Institut Agama Islam

Negeri Salatiga.

2. Ibu Dr. Siti Zumrotun, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Syari‟ah Institut

Agama Islam Negeri Salatiga.

3. Ibu Heni Satar Nurhaida, SH., M.Si. selaku Ketua Program Studi Fakultas

Syari‟ah Jurusan Hukum Ekonomi Syari‟ah telah mengizinkan penulis

untuk membahas judul skripsi ini.

4. Bapak Drs. Machfudz, M.Ag. Selaku pembimbing yang selalu

memberikan saran dan masukan kepada penulis.

5. Kepada Bapak Dawami dan Ibu Rohmini, serta saudara-saudaraku yang

tak henti-hentinya selalu mendoakan dan memberikan semangat.

(10)

7. Seluruh jajaran Akademis Institut Agama Islam Negeri Salatiga Fakultas

Syariah yang tidak bisa penulis sebutkan semuannya terima kasih banyak

telah banyak membantu penyusunan skripsi ini.

8. Teman-teman Jurusan SI Hukum Ekonomi Syariah angkatan 2014 di IAIN

Salatiga yang telah memberikan banyak cerita selama menempuh pendidikan di IAIN salatiga.

9. Kepada semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa saya sebutkan

satu persatu.

Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan balasan yang lebih dari yang mereka berikan dan senantiasa

mendapatkan maghfiroh, dilingkupi rahmat dan ita-cita-Nya.

Harapan bagi penulis semoga apa yang sudah diinginkan dapat bermanfaat bagi semua orang khusunya penulis. Walupun jauh dari kata sempurna, semoga Allah SWT ridha dengan apa yang kita lakukan. Aminnn....

Wassalamu’alaikum Warahmatuallahi Wabarakatuh

Salatiga, 18 September 2018

Penulis

Mifta Chullani

(11)

ABSTRAK

Chullani, Mifta. 2018. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan

Mukhabarah Dalam Pengelolaan Sawah Di Dusun Wonogaten Desa Glawan Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang. Skripsi. Jurusan Hukum Ekonomi

Syari‟ah Fakultas Syari‟ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

Pembimbing: Drs. Machfudz, M.Ag.

Kata Kunci :Mukhabarah, Hukum Islam, Pengelolaan

Mukhabarah merupakan kerjasama bagi hasil dalam bidang pertanian, dimana pemilik sawah menyerahkan tanahnya kepada pengelola, modal dari pengelola. Biaya penggarapan sawah yang menanggung penggarap atau pengelola, khusus biaya pupuk ditanggung pemilik sawah dan penggarap. Akad yang digunakan antara pemilik sawah dan penggarap hanya secara lisan tanpa menghadirkan saksi dan tidak menyebutkan berapa lama waktu penggarapan sawah tersebut. Dari latar belakang tersebut penulis fokus meneliti tentang 1.

Bagaimana akad mukhabarah di Dusun Wonogaten Desa Glawan Kecamatan

Kabupaten Semarang? 2. Bagaimana praktik mukhabarah di Dusun Wonogaten

Desa Glawan Kecamatan Kabupaten Semarang menurut tinjauan hukum Islam? Dalam penelitian ini jenis penelitian yang digunakan oleh penyusun adalah

kualitatif dan pendekatannya menggunakan sociolegal research adalah

pendekatan yang dilakukan dengan melihat suatu kenyataan hukum yang terjadi di masyarakat Dusun Wonogaten. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan dokumentasi.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan Mukhabarah merupakan salah satu

bentuk kerjasama dalam pertanian yang dipraktikan oleh masyarakat Dusun Wonogaten Desa Glawan Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang. Kerjasama ini dilakukan antara pemilik lahan dan penggarap. Secara umum akad yang dilakukan adalah hanya secara lisan, tanpa menghadirkan saksi, jangka waktu perjanjian yang tidak ditetapkan secara jelas. Bagi hasil ditentukan sejak awal

pada saat akad dengan maro atau paron dengan persentase 1/ 2 : 1/ 2 atau

dengan persentase 50:50. Biaya penggarapan seperti pupuk dan obat ditanggung kedua belah pihak. Adapula yang pemilik sawah hanya membantu untuk biaya pupuk, dan ada yang ditanggung antara pemilik sawah dan penggarap hanya biaya pupuk saja. Dari hal tersebut semua dilakukan karena atas dasar kepercayaan dan saling rela. Ditinjau dari hukum Islam bahwa akad dan praktik

(12)

DAFTAR ISI

COVER. ...i

NOTA PEMBIMBING ...ii

PENGESAHAN ...iii

PERNYATAAN KEASLIAN ...iv

MOTTO ...v

PERSEMBAHAN ...vi

KATA PENGANTAR ...vii

ABSTRAK ...viii

DAFTAR ISI ...x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Rumusan Masalah ...5

C. Tujuan Penelitian ...5

D. Kegunaan Penelitian ...6

E. Penegasan Istilah ...7

F. Tinjauan Pustaka ...8

G. Metode Penelitian ...9

(13)

BAB II MUKHABARAH DALAM ISLAM 1. Pengertian Mukhabarah ...26

2. Dasar Hukum Mukhabarah ...27

3. Syarat dan Rukun Mukhabarah ...28

4. Pembagian Hasil Mukhabarah ...33

5. Hukum Mukhabarah ...35

6. Berakhirnya Akad Mukhabarah ...35

7. Hikmah Mukhabarah ...37

BAB III PRAKTIK MUKHABARAH MASYARAKAT DUSUN WONOGATEN DESA GLAWAN KECAMATAN PABELAN KABUPATEN SEMARANG A. Gambaran Umum Tentang Lokasi Penelitian 1. Sejarah Desa Glawan ...39

2. Tata Letak ...39

3. Keadaan Demografi...41

4. Keadaan Ekonomi Masyarakat...43

B. Pelaksanaan Mukhabarah dalam Pengelolaan Sawah di Dusun Wonogaten Desa Glawan Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang41 1. Akad ...45

2. Jangka Waktu Perjanjian ...48

(14)

4. Kesepakatan Atas Benih atau Jenis Tanaman ...50

5. Pelaksanaan Bagi Hasil ...50

6. Dampak Pelaksanaan Mukhabarah ...52

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN MUKHABARAH A. Analisis Hukum Islam Terhadap Akad Mukhabarah di Dusun Wonogaten Desa Glawan Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang ...54

B. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktek Mukhabarah di Dusun Wonogaten Desa Glawan Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang ....59

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan...63

B. Saran ...64

DAFTAR PUSTAKA ...65

DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Menurut Usia ...41

Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan...42

Tabel 3. 3 Struktur Pemerintahan Desa Glawan ...42

Tabel 3.4 Tanah Mukhabarah ...49

Tabel 3.5 Biaya Penggarapan ...51

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah SWT telah menciptakan manusia sebagai makhluk sosial

sehingga tidak dapat hidup tanpa adanya bantuan orang lain. Manusia saling

membutuhkan antar satu sama lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Maka Allah SWT menganjurkan manusia untuk saling bermuamalah pada

setiap individu untuk saling membantu dan saling tolong menolong antar

sesama.

Muamalah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia secara bahasa

adalah hal-hal yg termasuk urusan kemasyarakatan . Sedangkan secara istilah

muamalah merupakan sistem kehidupan, sistem kehidupan itu sendiri tidak

terlepas dari dunia ekonomi, bisnis dan masalah sosial. Pertimbangan dalam

bermuamalah adalah untuk mendatangkan kemaslahatan atau kemanfaatan

dan memprioritaskan keadilan menghindari unsur pengambilan kesempatan

dalam kesempitan. Sehingga tidak akan terjadi yang merasa dirugikan antar

salah satu pihak.Untuk itu dapat diketahui bahwa muamalah adalah kegiatan

yang berkaitan dengan seluruh tindakan atau perbuatan orang yang mampu

melakukan hukum baik ucapan, perbuatan, perjanjian dan urusan lainnya

tidak akan lepas dari pertanggungjawaban sesama manusia dan terutama

(16)

Dalam muamalah semuanya boleh kecuali yang dilarang. Semua

bentuk akad dan berbagai cara transaksi yang dibuat oleh manusia hukumnya

sah dan dibolehkan, asal tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan

umum yang ada di dalam syara‟. Hal tersebut sesuai dengan kaidah:

لأا

“Pada dasarnya semua akad dan muammalah hukumnya sah sehingga ada dalil yang membatalkan dan mengharamkannya”.(Muslich, 2010: 3-4)

Di dalam Al-Qur‟an telah diterangkan dalam surat Yasin ayat 33

bahwa Allah menghidupkan tanah dan menjadikannya subur agar manusia

dapat makan dari apa yang dihasilkan bumi tersebut, yaitu:

adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan dari padanya biji-bijian, Maka daripadanya mereka makan.(Suwiknyo, 2010:203)

Kerjasama dalam hal pertanian ada beberapa macam, salah satunya

adalah penggarapan sawah orang lain dan hasilnya dibagi dua antara pemilik

tanah dan penggarap sawah. Menurut Syeikh Ibrahim Al-Banjuri yaitu

mukhabarah adalah pemilik tanah hanya menyerahkan tanahnya kepada

pekerja dan modal dari pengelola.

Pemilik tanah menyerahkan tanahnya kepada orang lain untuk

(17)

Dasar hukum yang menguatkan bahwa mukhabarah tidak ada

Dari Ibnu Umar, “Sesungguhnya Nabi SAW. Telah memberikan kebun beliau kepada penduduk khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka akan diberi sebagian dari penghasilan baik dari buah-buahan maupun dari hasil pertahunan (palawija)”.

(Riwayat Muslim).

Mukhabarah ini dipratikkan oleh masyarakat Dusun Wonogaten,

mereka menyebutnya kerjasama bagi hasil atau paron. Pada umumnya

pemilik sawah menyerahkan tanahnya kepada orang untuk digarap yang

disebut penggarap atau pengelola sawah, tanpa menyebutkan lamanya waktu

penggarapan sawah yang dikelola. Hal ini menyebabkan proses kerjasama

dilakukan dalam jangka waktu yang bervariasi, ada diantaranya yang telah

melakukan berpuluh-puluh tahun, adapula penggarap yang sedang baru

melakukan tiga tahun, dua tahun dan sebagainya.

Akad yang dilakukan antara pemilik tanah dan penggarap sawah

adalah secara lisan dan tanpa menghadirkan saksi, selain itu dalam akad

tersebut tidak menyebutkan syarat-syarat maupun rukun yang harus dipenuhi

dalam penggarapan sawah tersebut. Sehingga dalam perjanjian kerjasama

apabila terdapat permasalahan atau kesenjangan antara pemilik tanah dan

(18)

Selain itu pemilik tanah belum memastikan jenis tanaman diawal akad

perjanjian, menentukan jenis tanaman mengikuti sesuai cuaca, terkadang yang

ditanam kacang panjang, kacang tanah, cabe, ubi dan padi, tapi seringnya

masyarakat Dusun Wonogaten menanam padi. Sehingga pemilik tanah hanya

menerima hasil bersih dari semua hasil panenannya. Maka dari itu, pembagian

hasil yang seperti diatas belum diketahui akan untung dan ruginya

masing-masing antara pemilik tanah dan penggarap sawah.

Selain tentang benih dan pembagian hasil panen, jangka waktu

penggarapanpun tidak jelas, bahkan sampai berkali-kali panen dan sampai

bertahun-tahun, antara penggarap sawah dan pemilik sawah tetap melanjutkan

kerjasama tersebut. Dalam akad awal perjanjian antara pemilik sawah dan

penggarap sawah serah terima sawah untuk dikerjakan dan biaya pupuk

dibebankan dengan cara dibagi dua, biaya pupuk dibayarkan disaat waktu

pemupukan tiba.

Setelah melihat beberapa masalah di atas, peneliti akan lebih fokus

membahas tentang akad yang dilakukan oleh masyarakat dusun Wonogaten,

Glawan, Pabelan, Semarang dalam melakukan perjanjian atau perikatan

mengenai mukhabarah, karena dari setiap kegiatan muammalah berawal dari

akad. Sedikit gambaran tentang proses kerjasama dalam pertanian telah

dituliskan di atas yang dilakukan oleh masyarakat Wonogaten, Glawan,

Pabelan, Semarang.

Selain akad peneliti juga ingin mengetahui lebih jauh tentang praktik

(19)

tidak . Maka dari itu sebelum peneliti melanjutkan penelitian dipandang perlu

melihat pengertian mukhabarah secara mendalam. Dari latar belakang di atas

penulis bermaksud untuk meneliti akad dan praktek mukhabarah yang ada di

Dusun Wonogaten, Desa Glawan, Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang

kemudian kerjasama mukhabarah tersebut apakah diperbolehkan menurut

hukum Islam. Dan mencari kebenaran dengan analisis data yang diperoleh

dari penelitian. Sehingga penulis sangat tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul: “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan

Mukhabarah Dalam Pengelolaan Sawah di Dusun Wonogaten Desa

Glawan Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan

yang akan dibahas, yaitu:

1. Bagaimana akad mukhabarah di Dusun Wonogaten Desa Glawan

Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang?

2. Bagaimana praktik mukhabarah di Dusun Wonogaten Desa Glawan

Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang menurut tinjauan hukum Islam?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui proses akad mukhabarah di Dusun Wonogaten Desa

Glawan Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang.

2. Untuk mengetahui praktik mukhabarah yang dilakukan oleh pemilik

lahan dan penggarap di Dusun Wonogaten Desa Glawan tersebut menurut

(20)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan penulis

pada khususnya, selain itu penulis juga berharap hasil penelitian ini dapat

memberikan informasi tentang mukhabarah baik secara teoritis dan praktis.

1. Teoritis

Penulis berharap dengan penelitian ini dapat memajukan ilmu

pengetahuan pada umumnya dan ilmu muamalah khususnya, yang

berkaitan dengan mukhabarah, sehingga dapat mengungkap

permasalahan-permasalahan yang saling berhubungan dengan masyarakat.

2. Praktis

a. Bagi Masyarakat

Memberikan wawasan dan pengarahan kepada masyarakat cara

bermuamalah yang baik sesuai syariat Islam khususnya dalam bidang

pertanian yaitu mukhabarah.

b. Bagi Peneliti

Menambah ilmu pengetahuan dan pola berfikir dalam setiap

melihat hal-hal yang terjadi dalam masyarakat, sehingga mampu

menjadi perubahan yang baik dalam masyarakat. Dan memberikan

informasi tentang akad mukhabarah dalam masyarakat.

c. Bagi Fakultas Syariah

Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi kalangan

pendidikan sebagai bahan referensi tentang tinjauan hukum Islam

(21)

masyarakat, khususnya bagi program studi Hukum Ekonomi Syariah

(HES) Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

E. Penegasan Istilah

Penegasan dimaksudkan untuk menghindari kurang jelasnya atau

pemahaman yang berbeda-beda antara pembaca dengan peneliti mengenai

istilah-istilah yang terdapat dalam judul penelitian. Penegasan istilah merujuk

pada buku-buku atau literatur yang relevan dengan disiplin ilmu di mana

penelitian akan dilakukan. Untuk menghindari kesalahpahaman arti dan

maksud dari penulisan penelitian ini, maka penulis menegaskan istilah-istilah

judul sebagai berikut:

1. Hukum Islam

Hukum Islam berasal dari gabungan kata Hukum dan Islam,

Hukum menurut para fukaha (juris) mengkonsepsi hukum sebagai efek

yang timbul dari adanya aksi Tuhan menyapa tingkah laku manusia.

Apabila pembuat hukum syarak memerintahkan memenuhi perjanjian,

maka efek dari perintah itu adalah bahwa pemenuhan perjanjian itu

menjadi wajib. Islam (syariah) adalah Ajaran-ajaran yang dibawa oleh

Nabi Muhammad SAW. Disebut Syariah karena merupakan jalan

menuju Tuhan dan menuju keselamatan abadi, dalam arti luas syariah

agama dimaksudkan sebagai seluruh norma-norma yang dibawa Nabi

Muhammad SAW yang mengatur kehidupan manusia yang baik. Dari

gabungan kata Hukum dan Islam dapat dipahami memiliki pengertian

(22)

dari Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW untuk mengatur tingkah

laku manusia yang baik (Anwar,2010 : 10).

2. Mukhabarah

Mukhabarah adalah pemilik tanah menyerahkan tanahnya kepada

orang lain untuk dikelola, akan tetapi modal benihnya dari pengelola

(Suhendi, 2010:154-156).

3. Pengelolaan

Berdasarkan KBBI, pengelola berasal dari kata‟kelola‟ yang berarti

mengendalikan atau menyelenggarakan. Ketika menjadi „pengelolaan‟,

kata ini dimaknai dengan proses, cara, atau perbuatan mengelola.

Sedangkan menurut istilah, kata pengelolaan adalah proses melakukan

kegiatan tertentu dengan menggunakan tenaga orang lain.(KBBI,

2008:657)

F. Tinjauan Pustaka

Skripsi Muhammad Sukron(2016). Fakultas Syariah IAIN Salatiga

yang berjudul “ Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bagi Hasil Mukhabarah di

Desa Tlogorejo Kecamatan Grabag Kabupaten Magelang, dimana peneletian

tersebut membahas tentang bagi hasil mukhabarah yang dilakukan oleh

masyarakat di Desa Tlogorejo Kecamatan Grabag Kabupaten Magelang

ditinjau secara hukum Islam adalah sudah sesuai. Akan tetapi apabila dilihat

di Undang-Undang nomor 2 tahun 1960 tentang perjanjian bagi hasil, maka

(23)

Selanjutnya skripsi Zaini (2014). UIN Sunan Kalijaga yang

berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap akad Paron Tanah

Cato(Bengkok) Studi Kasus di Desa Jenangger Kecamatan Batang

Kabupaten Sumenep”. Dalam skripsi tersebut dijelaskan bahwa kerjasama

yang dilakukan oleh masyarakat desa tersbut adalah praktek mukhabarah

yaitu perjanjian bagi hasil pertanian dimana pemiilik lahan menyediakan

lahan dan penggarap menyediakan benih untuk ditanam. Hasil penelitian

tersebut menunjukkan bahwa dalam kerjasama mukhabarah tersebut

terdapat pihak ketiga, sehingga tercipta dua akad diantara pemilik pihak

tersebut, sehingga melahirkan model akad baru yang belum diatur dalam

hukum muamalat yaitu mukhabarah dan muzara‟ah.

G. Metode Penelitian

Metode dalam hal ini diartikan sebagai salah satu cara yang harus

dilakukan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan alat-alat tertentu,

sedangkan penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan

dan menguji suatu pengetahuan, usaha dimana dilakukan menggunakan

metode-metode tertentu.

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian ini ialah penelitian lapangan (field research) yaitu

peneliti terjun langsung ke lapangan guna mengadakan penelitian pada

objek yang dibahas. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian

kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami keadaan atau

(24)

deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa dengan memanfaatkan

berbagai metode alamiah. Dalam penelitian kualitatif ini metode yang

digunakan adalah wawancara, pengamatan dan pemanfaatan dokumen

(Moleong, 2001:6).

Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan sociolegal research

yaitu hukum sebagai gejala sosial yang sifatnya empiris, dan dikaji

sebagai variabel bebas/sebab yang menimbulkan pengaruh dan akibat

pada aspek kehidupan. Peneliti berusaha mengumpulkan informasi

melalui wawancara, pelaku mukhabarah dan tokoh agama setempat.

Deskriptif normatif yaitu metode yang dipakai dalam menggambarkan

keadaan atau sifat yang dijadikan objek penelitian dengan dikaitkan

kaidah hukum yang berlaku atau sisi normatifnya untuk menemukan

kebenaran berdasarkan keilmuan hukum Islam.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dimana lokasi ini akan dilakukan.

Penelitian ini terfokus di Dusun Wonogaten Desa Glawan Kecamatan

Pabelan Kabupaten Semarang .

3. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian ini penulis bertindak sebagai pengumpul data

dilapangan dengan menggunakan alat penelitian yang aktif dalam

mengumpulkan data-data di lapangan, selain peneliti yang dijadikan alat

(25)

hasil penelitian serta alat-alat bantu lain yang dapat mendukung

terlaksananya penelitian, seperti kamera dan alat perekam.

Oleh karena itu kehadiran seoarang peneliti di lokasi penelitian

sangat menunjang keberhasilan suatu penelitian, alat bantu memahami

masalah yang ada, serta hubungan dengan informan menjadi lebih dekat

sehingga informasi yang didapat menjadi lebih jelas. Maka kehadiran

peneliti menjadi sumber data yang mutlak.

4. Sumber Data

Dalam penelitian ini terdapat 2 (dua) sumber data yang digunakan

oleh peneliti yang terdiri dari:

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer yaitu untuk memperoleh data yang relevan,

dapat dipercaya dan valid. Dalam memgumpulkan data maka peneliti

dapat bekerja sendiri untuk mengumpulkan data atau menggunakan

data orang lain.

Adapun data primernya adalah hasil wawancara tentang

pelaksanaan mukhabarah dalam pengelolaan sawah di Dusun

Wonogaten Desa Glawan Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang.

b. Sumber Data Sekunder

Data yang diperoleh dari sumber data yang sudah jadi. Seperti dari

skripsi, tesis, disertasi, jurnal dan buku-buku yang berkaitan dengan

penelitian ini.

(26)

Yaitu prosedur yang sistematika dan standar untuk memperoleh data

yang diperlukan. Tehnik pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah

sebagai berikut:

a. Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dimana peneliti

langsung berdialog dengan responden untuk menggali informasi dari

responden.(Suliyanto, 2006:137)

b. Dokumentasi

Dokumentasi adalah metode untuk mencari data mengenai hal-hal

atau variabel yang berupa catatan-catatan, buku harian, transkip, buku,

surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya

yang berkaitan dengan objek penelitian.(Arikunto, 2006:231). Adapun

yang diperoleh dalam penelitian ini berupa foto-foto dilapangan

terkait dengan mukhabarah.

6. Analisis Data

Dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode Kualitatif

deskriptif analistis yaitu suatu metode yang menjadi sebagai suatu

prosedur, pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan

atau melukiskan suatu keadaan subyek atau obyek dari dalam sebuah

penelitian berdasarkan fakta yang tampak sebagaimana adanya. Jadi

dalam penelitian ini, peneliti menggambarkan dengan keadaan yang

sebenarnya bagaimana pelaksanaan mukhabarah tersebut apakah sudah

(27)

7. Pengecekan Keabsahan data

Penelitian menggunakan triangulasi sebagai teknik untuk

mengecek keabsahan data. Di mana dalam pengertiannya triangulasi

adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu

yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek

penelitian (Moleong, 2004:330). Pengecekan keabsahan data ini

dilakukan dengan cara membandingkan berbagai dokumen, observasi

dan mencari informasi dari berbagai pihak pemilik lahan dan

penggarap. Pengecekan keabsahan data dilakukan karena

dikhawatirkan masih adanya kesalahan atau kekeliruan yang terlewati

oleh penulis.

8. Tahap-tahap penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif jadi

tahap-tahapnya adalah sebagai berikut:

a. Tahap sebelum lapangan, yaitu hal-hal yang dilakukan sebelum

melakukan penelitian seperti pembuatan proposal peneltian,

mengajukan surat ijin penelitian, menetapkan fokus penelitian dan

sebagainya yang harus dipenuhi sebelum melakukan penelitian.

b. Tahap pekerjaan lapangan, yaitu mengumpulkan data dengan

melakukan interview dengan pelaksana mukhabarah dalam

pengelolaan sawah.

c. Tahap analisa data, apabila semua data telah terkumpul dan dirasa

(28)

dan menggambarkan hasil penelitian sehingga bisa memberi arti pada

objek yang diteliti.

d. Tahap penulisan laporan, yaitu apabila semua data telah terkumpul

dan telah dianalisis serta dikonsultasikan kepada pembimbing maka

yang dilakukan peneliti selanjutnya adalah menulis hasil penelitian

tersebut sesuai dengan pedoman penulisan yang telah ditentukan.

H. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam penulisan skripsi ini, maka disusunlah

sistematika pembahasan sebagai berikut:

BAB I : Bab ini merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan

istilah, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : Bab ini merupakan landasan teori yang digunakan untuk membahas

bab-bab selanjutnya. Bab ini membahas tentang mukhabarah meliputi:

pengertian akad , pengertian mukhabarah, dasar hukum mukhabarah, syarat

dan rukunnya mukhabarah, pembagian hasil serta berakhirnya akad

mukhabarah, hikmah mukhabarah

BAB III : Pada bab ini berisi data-data yang akan dipaparkan mengenai

gambaran umum Desa Glawan Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang dan

hasil penelitian mengenai akad dan praktik mukhabarah Dusun Wonogaten

Desa Glawan Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang

BAB IV : Dalam bab ini membahas tentang analisis terhadap akad

(29)

Kabupaten Semarang . Dan analisis hukum Islam terhadap pelaksanaan

mukhabarah apakah sudah sesuai hukum Islam atau belum.

BAB V : Merupakan penutup yang memuat tentang kesimpulan penelitian,

yang telah dilakukan penulis dari mulai pengumpulan data sampai

menganalisis sehingga menjadikan satu kesimpulan tentang akad dan praktik

mukhabarah di Dusun Wongaten Desa Glawan Kecamatan Pabelan

(30)

BAB II

MUKHABARAH DALAM ISLAM

A. Akad

1. Pengertian Akad dan Dasar Hukum Akad

Kata akad berasal dari bahasa arab دقع-ادقع yang berarti membangun,

mendirikan, memegang, perjanjian, percampuran, menyatukan. Bisa juga

berarti kontrak (perjanjian yang tercatat) (A.Warson Al-Munawir,

1984:1023). Sedangkan menurut al-Sayyid Sabiq (2002: 127) akad berarti

ikatan atau kesepakatan. Secara etimologi akad adalah ikatan antara dua

perkara baik ikatan secara nyata maupun secara maknawi, dari satu segi

maupun dua segi. Secara terminologi, ulama fiqih membagi akad dilihat

dari dua segi, yaitu secara umum dan secara khusus.

Akad secara umum adalah segala sesuatu yang dikerjakan oleh

seseorang berdasarkan keinginannya sendiri seperti wakaf, talak,

pembebasan, atau sesuatu yang pembentukannnya membutuhkan

keinginan dua orang, seperti jual beli, perwakilan dan gadai. Pengertian

akad secara umum di atas adalah sama dengan pengertian akad dari segi

bahasa menurut pendapat Ulama Syafi‟iyyah, Malikiyyah dan Hambaliyah

(Syafe‟i, 2004: 43).

Pengertian akad secara khusus adalah adalah pengaitan ucapan salah

seorang yang berakad dengan yang lainnya secara syara‟ pada segi yang

(31)

lainnya adalah perikatan yang ditetapkan dengan ijab qabul berdasarkan

ketentuan syara‟yang berdampak pada objeknya (Syafe‟i, 2004: 44).

Hal yang terpenting bagi terjadinya akad adalah ijab dan qabul, ijab

qabul adalah suatu perbuatan atau pernyataan untuk menunjukan suatu

keridlaan dan berakad di antara dua orang atau lebih, seingga terhindar

atau keluar dari suatu ikatan yang tidak berdasarkan syara‟. Oleh karena

itu dalam islam tidak semua kesepakatan atau perjanjian dapat

dikategorikan sebagai akad, terutama kesepakatan yang tidak didasarkan

pada keridlaan dan syari‟atislam (Syafe‟i, 2004: 45).

2. Syarat-syarat Akad

Ada beberapa syarat akad (Syafe‟i, 2004: 64-66) antara lain:

a. Syarat-syarat terjadinya akad

Syarat terjadinya akad adalah segala sesuatu yang

disyaratkan untuk terjadinya akad secara syara‟. Jika tidak

memenuhi syarat tersebut, akad menjadi batal. Syarat ini terbagi

menjadi dua bagian:

1) Syarat obyek akad, yakni syarat-syarat yang berkaitan dengan

obyek akad, obyek akad bermacam-macam sesuai dengan

bentuknya. Dalam akad jual beli obyeknya adalah barang uang

diperjual belikan dan harganya. Dalam akad gadai objeknya

adalah barang gadai dan utang yang diperolehnya, agar sesuatu

akad dipandang sah, obyeknya harus memenuhi syarat sebagai

(32)

a) Telah ada pada waktu akad diadakan

Barang yang belum wujud tidak dapat menjadi obyek

akad menurut pendapat kebanyakan Fuqaha sebab hukum

dan akibat akad tidak mungkin bergantung pada sesuatu

yang belum wujud. Oleh karena itu, akad salam (pesan

barang dengan pembayaran harga atau sebagian atau

seluruhnya lebih dulu), dipandang sebagai pengecualian

dari ketentuan umum tersebut.

Ibnu Taimiyah, salah seorang ulama mazhab hambali

memandang sah akad mengenai obyek akad yang belum

wujud dalam berbagai macam bentuknya, selagi dapat

terpelihara tidak akan terjadi persengketaan dikemudian

hari. Masalahnya adalah sudah atau belum wujudnya obyek

akad itu, tetapi apakah akan mudah menimbulkan sengketa

atau tidak

b) Dapat menerima hukum akad

Para Fuqaha sepakat bahwa sesuatu yang tidak dapat

menerima hukum akad tidak dapat menjadi obyek akad.

Dalam jual beli misalnya, barang yang diperjual belikan

harus merupakan benda bernilai bagi pihak-pihak yang

mengadakan akad jual-beli. Minuman keras bukan benda

(33)

menjadi obyek akad jual beli antara para pihak yang

keduanya atau salah satunya beragama Islam.

c) Dapat ditentukan dan diketahui

Obyek akad harus dapat ditentukan dan diketahui oleh

dua belah pihak yang melakukan akad. Ketentuan ini tidak

mesti semua satuan yang akan menjadi obyek akad, tetapi

dengan sebagian saja, atau ditentukan sesuai dengan urfI

yang berlaku dalam masyarakat tertentu yang tidak

bertentangan dengan ketentuan agama.

d) Dapat diserahkan pada waktu terjadinya akad

Yang dimaksud disini adalah bahwa obyek akad tidak

harus dapat diserahkan seketika, akan tetapi menunjukkan

bahwa obyek tersebut benar-benar ada dalam kekuasaan

yang sah pihak bersangkutan (Suhendi, 2002: 43-56).

2) Syarat subjek akad

Dalam hal ini, subyek akad harus sudah aqil (berkal)

tamyiz (dapat membedakan),mukhtar (bebas dari paksaan).

Selain itu, berkaitan dengan orang yang berakad, ada tiga hal

yang harus diperhatikan yaitu:

a) Kecakapan (ahliyah), adalah kecakapan seseorang

untuk memiliki hak (ahliyatul wujub) dan dikenai

kewajiban atasnya dan kecakapan melakukan

(34)

b) Kewenangan (wilayah), adalah kekuasaan hukum

yang pemiliknya dapat ber-tasharruf dan melakukan

akad dan menunaikan segala akibat hukum yang

ditimbulkan.

c) Perwakilan (wakalah) adalah pengalihan kewenagan

perihal harta dan perbuatan tertentu dari seseorang

kepada orang lain untuk mengambil tindakan

tertentu dalam hidupnya (Dewi, 2005: 55-58)

b. Syarat kepastian hukum (Luzum)

Dasar dalam akad adalah kepastian, di antara syarat kepastian

hukum dalam beli adalah terhindarnya dari beberapa khiyar

jual-beli,terhindarnya khiyar seperti khiyar syarat, khiyar aib dan

sebagainya.

3. Rukun-rukun Akad

Rukun-rukun akad adalah sebagai berikut:

a. Orang yang berakad („aqid)

Al-aqid adalah orang yang melakukan akad.

Keberadaannya sangat penting karena tidak akan pernah terjadi

akad manakala tidak ada„aqid.

b. Sesuatu yang diakadkan (ma‟uqud alaih)

Al-Ma‟uqud Alaih adalah objek akad atau benda-benda

yang dijadikan akad yang bentuknya tampak dan membekas.

(35)

dagangan, benda bukan harta seperti dalam akad pernikahan,

dan dapat pula berbentuk suatu kemanfaatan seperti dalam

masalah upah-mengupah dan lain-lain.

c. Shighat, yaitu ijab dan qobul

Sighat akad adalah sesuatu yang disandarkan dari dua belah

pihak yang berakad, yang menunjukkan atas apa yang ada di hati

keduanya tentang terjadinya suatu akad. Hal ini dapat diketahui

dengan ucapan perbuatan, isyarat, dan tulisan.

1) Akad dengan ucapan (lafadz) adalah sighat akad yang

paling banyak digunakan orang sebab paling mudah

digunakan dan paling mudah dipahami. Dan perlu

ditegaskan sekali lagi bahwa penyampaian akad dengan

metode apapun harus disertai dengan keridlaan dan

memahamkan para aqid akan maksud akad yang

diinginkan.

2) Akad dengan perbuatan adalah akad yang dilakukan dengan

suatu perbuatan tertentu, dan perbuatan itu sudah maklum

adanya. Sebagaimana contoh penjual memberikan barang

dan pembeli menyerahkan sejumlah uang, dan keduanya

tidak mengucapkan sepatah katapun. Akan semacam ini

sering terjadi pada masa sekarang ini.namun menurut

(36)

tidak dibolehkan. Jadi tidak cukup dengan serah-serahan

saja tanpa ada kata sebagai ijab dan qabul.

3) Akad dengan isyarat adalah akad yang dilakukan oleh

orang yang tunawicara dan mempunyai keterbatan dalam hal

kemampuan tulis-menulis. Namun apabila dia mampu untuk

menulis, maka dianjurkan agar menggunakan tulisan agar

terdapat kepastian hukum dalam perbuatannya yang

mengharuskan adanya akad.

4) Akad dengan tulisan adalah akad yang dilakukan oleh Aqid

dengan bentuk tulisan yang jelas, tampak, dapat dipahami

oleh para pihak, baik dia mampu berbicara, menulis dan

sebagainya, karena akad semacam ini dibolehkan. Namun

demikian menurut ulama Syafi‟iyyah dan Hanabilah tidak

membolehkannya apabila orang yang berakad hadir pada

waktu akad berlangsung (Rasjid, 2014: 306).

4. Tujuan Akad (Maudlu‟ al-„aqad)

Tujuan akad menduduki peranan yang penting untuk menentukan

suatu akad dipandang sah atau tidak, halal atau haram. Ini semua berkaitan

dengan niat dan perkataan dalam niat. Bahkan perbuatan-perbuatan yang

bukan akad dapat dipengaruhi halal haramnya dari perbuatan yang

mendorong akad itu dilakukan (Nawawi, 2012: 19).

Sebagai contoh orang yang meminjamkan uang kepada orang lain

(37)

maka meminjamkan uang itu menjadi haram karena ingin mengambil

keuntungan lebih (riba). Yang menjadi perdebatan adalah jika sesuatu

perbuatan tersebut tidak mempunyai tujuan yang jelas apakah perbuatan

tersebut tidak mempunyai akibat hukum?. Seperti hanya janji apakah

orang yang berjanji namun tidak menepati janjinya dapat dituntut untuk

memenuhi janjinya?.

Dalam hal ini para Fuqaha‟mempunyai beberapa perbedaan

pendapat ada yang mempunyai akibat hukum ada yang berpendapat tidak

mempunyai akibat hukum. Seperti halnya Ibnu Syubrumah yang

mengatakan bahwa semua janji mempunyai akibat hukum, orang yang

berjanji dapat dituntut untuk memnuhi janjinya. Sedangkan para Fuqaha‟

lainnya berpendapat bahwa janji yang tidak jelas tujuannya itu tidak

dapat dikenai akibat hukum duniawi, meskipun akan diperhitungkan di

hadapan Allah kelak (Nawawi, 2012: 19-29).

Tanpa ada tujuan yang jelas akad secara otomatis tidak dapat

dikenakan akibat hukum atas akad tersebut. Sehingga akad mempunyai

syarat-syarat tujuan akad antara lain:

1. Tujuan akad harus dibenarkan oleh syara‟, sehingga tidak boleh

melakukan akad yang dapat melanggar ketentuan agama misalnya

berkongsi modal untuk berbisnis minuman keras.

2. Tujuan akad tidak merupakan kewajiban yang telah ada atas

(38)

berlangsung sebelumnya namum akad yang dilakukan adalah akad

yang baru.

3. Tujuan akad harus berlangsung hingga berakhirnya akad tersebut,

misalnya menyewa sepeda motor untuk diambil manfaatnya dengan

jangka waktu dua bulan, namun belum ada dua bulan motor itu hancur

karena kecelakaan maka akad tersebut menjadi rusak karena hilangnya

tujuan yang hendak dicapai (Nawawi, 2012: 19-29).

5. Macam-macam Akad

Dalam pembagian akad ada beberapa macam akad yang dipandang

dari masing-masing sudu pandang, antara lain:

1. Berdasarkan ketentuan syara‟

a. Akad Shahih, yaitu akad yang mempunyai unsur dan syarat yang

telah ditetapkan oleh syara‟.

b. Akad Ghairu Shahih, yaitu akad yang tidak memenuhi unsure dan

syaratnya. Dengan demikian akad ini tidak berdampak hokum atau

tidak sah.

Dalam hal ini ulama Hanafiyah membedakan antara akad

yang fasid dan akad yang batal, namun para jumhur ulama tidak

membedakannya. Akad batal adalah akad yang tidak mempunyai

rukun akad, seperti tidak ada barang yang diakadkan, akad yang

dilakukan oleh orang gila, akad yang dilakukan oleh oraang yang

dibawah umur dan lain sebagainya. Sedangkan akad fasid adalah

(39)

syara‟ seperti menjual shabu-shabu, miras, uang palsu dan

sebagainya.

2. Berdasarkan penamaanya ada dua yaitu:

a. Akad yang sudah diberi nama oleh syara‟ seperti rahn, hibah,

mudharabah, murabahah, musyarakah dan lain-lain.

b. Akad yang belum dinamai oleh syara‟ akan tetapi disesuaikan

dengan perkembangan zaman.

3. Berdassarkan dzatnya dibagi menjadi dua antara lain:

a. Akad benda yang berwujud (al „ain), yaitu akad dengan benda

yang dapat dipegangdengan indra manusia, seperti uang,

handphone, rumah dan sebagainya.

b. Akadd benda tidak berwujud (ghair al „ain), yaitu akad benda yang

tidak dapat dipegang dengan indra manusia namun bisa dirasa

manfaatnya oleh manusia, seperti halnya lisensi, informasi dan

lain-lain (Suhendi, 2002: 43-56)

6. Obyek Akad (Mahal al „aqad)

Rasjid (2012: 310) Obyek akad adalah sesuatu yang dijadikan

obyek akad dan dikenakan padanya akibat hukum yang ditimbulkan.

Bentuk obyek akad dapat meliputi benda yang berwujud seperti

perusahaan, rumah, sepeda motor, maupun benda yang tidak berwujud

seperti manfaat dari obyek akad tersebut.

Adapun obyek akad meliputi hal-hal berikut:

(40)

2. Obyek akad harus jelas dan dikenali

3. Obyek akad harus ada sebelum akad dilangsungkan

4. Obyek akad harus dapat diserah-terimakan

B. Mukhabarah

1. Pengertian Mukhabarah

Menurut KBBI (2007:760) mukhabarah adalah perjanjian bagi

hasil dalam penggarapan tanah pemilik menyerahkan tanah kepada

penggarap benih dari penggarap hasil dibagi bersama sesuai dengan

perjanjian. Menurut istilah, mukhabarah memiliki arti mengerjakan tanah

milik orang lain, baik itu seperti sawah atau ladang dengan adanya

pembagian hasil diantara para pihak sedangkan pengerjaan dan benihnya

ditanggung orang yang mengerjakan (pengelola) (Suhendi, 1986:44).

Mukhabarahmenurut syafi‟iyah ialah:

ِضْرَلاْا َنِم ُجَرَْيَ اَم ِضَبِب ِعُرَّزلا يَلَعُدْقَع

“Akad untuk bercocok tanam dengan sebagian apa-apa yang keluar dari

bumi.”

Syaikh Ibrahim Al-Bajuri berpendapat, bahwa mukhabarah ialah:

َْيَ اَم ِضْعَ بِب ِكِل اَمْلا ِضْرَلاْا ِفِ ِلِم اَعْلا ُلَمَع

ِلِم اَعْلا َنِم ُر ْ َبْلاو اَهْ نِم ُجُر

“Sesungguhnya pemilik hanya menyerahkan tanah kepada pekerja dan modal dari pengelola”(Suhendi, 2010: 155).

Menurut Hendi Suhendi, mukhabarah yaitu mengerjakan tanah

(menggarap ladang atau sawah) dengan mengambil sebagian dari

(41)

Menurut Amir Syarifuddin, mukhabarah adalah kerjasama dalam

usaha pertanian. Dalam kerjasama ini pemilik lahan pertanian

menyerahkan lahanya sedang bibit disediakan oleh pekerja. Hasil

yang diperoleh daripadanya dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama

(Syarifuddin, 2003: 240-241).

Menurut Nawawi (2012:162) mukhabarah adalah mengerjakan tanah

(menggarap ladang atau sawah) dengan mengambil sebagian dari

hasil, sedang benihnya dari pekerja. Dengan demikian jika bibit berasal

dari penggarap, maka objek transaksinya adalah kemanfaatan lahan

pertanian, namun jika bibit berasal dari pemilik lahan, objeknya adalah

amal/tenaga penggarap, tapi jika panen telah dihasilkan, keduanya

bersekutu untuk mendapatkan bagian tertentu (Al-Mishri, 2006: 110).

Setelah melihat beberapa definisi tentang mukhabarah di atas,

dapat diketahui bahwa mukhabarah adalah sebuah kerjasama antara

pemilik tanah dan penggarap sawah dalam bidang pertanian. Dalam

kerjasama tersebut pemilik tanah menyerahkan tanahnya kepada

penggarap untuk dikelola dan ditanami, sedangkan bibit tanamannya

dari penggarap. Dan di akhir pemanenan hasilnya dibagi antara pemilik

tanah dan penggarap sawah/ladang sesuai dengan kesepakatan diawal

akad.

2. Dasar Hukum Mukhabarah

Dasar hukum mukhabarah yang mengenai diperbolehkannya

(42)

melakukan kerjasama mukhabarah terdapat dalam hadis yang berkata dan aku berkata kepadanya, ya Abdurrahaman, kalau engkau tinggalkan, mukhabarah ini, nanti mereka mengatakan bahwa Nabi melarangnya. Kemudian Thawus berkata: Telah menceritakan kepdaku orang yang sungguh-sungguh mengertahui hal itu, yaitu Ibnu Abbas, bahwa Nabi Saw. Tidak melarang mukhabarah, hanya beliau yang berkata, bila seseorang memberi manfaat kepada saudaranya, hal itu lebih baik daripad mengambil manfaat dari saudaranya dengan telah

dimaklumi.”(HR. Muslim) (Sahrani dan Ru‟fah Abdullah, 2011: 216).

Hadits di atas menjelaskan mengenai adanya praktik

mukhabarah yang dilakukan oleh sahabat Rasulullah. Berdasarkan apa

yang mereka lakukan tersebut, dapat kita lihat bahwa Rasulullah sama

sekali tidak melarang dilakukannya mukhabarah, karena sebagaimana

yang kita ketahui, bahwasanya semua jenis muamalah itu

diperbolehkan, hingga ada dalil yang melarangnya. Oleh karena itu,

hukum melakukan mukhabarah sendiri adalah boleh (mubah), dengan

cacatan apa yang dilakukan tersebut dapat memberikan manfaat yang baik

kepada sesama atau berlandaskan keinginan untuk menolong tanpa adanya

tujuan lain dengan maksud menipu atau merugikan.

(43)

َحُلَصَلاْوُلَعْفَ ت َْلَْوَل َلاَقَ ف َنوُحِّقَلُ ي ٍمْوَقِب َّرَم َمَلَس َو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَلَص ََِِّّنلا َّنَأ ٍسَنَأ ْنَع

ِرْمَأِب ُمَلْعَأ ْمُتْ نَأ َلاَق اَ َكو اَ َك ُتْلُ قا وُلاَق ْمُكِلْخَنِل اَم َلاَقَ ف ْمِِبِ َّرَمَف اًصْيِش َج َرَخَفَلاَق

َيْ نُد

)دحْأو ةجام نباو ملسهماور( ْمُكا

Artinya: Dari Anas r.a berkata: “Suatu ketika Rasulullah saw.

Lewat pada semua kaum yang melakukan penyerbukan bakal kurma. Rasulullah saw. bersabda: Andaikan engkau biarkan saja, niscaya akan menjadi kurma yang bagus.” Anas berkata: “Setelah mereka mengikuti perintah Rasulullah saw. untuk tidak melakukan penyerbukan,

ternyata menjadi buah kurma yang bongkeng.” Kemudian Rasulullah saw. lewat dan menanyakan: “Ada apa dengan kurma kamu?”

Mereka mengatakan: “Hal ini terjadi karena kami mengikuti perintah

engkau.” Rasulullah saw. bersabda: “Kalian lebih mengetahui terhadap urusan dunia kalian.”(HR. Muslim, Ibn Majah dan Ahmad)(Misbahul, 2007:41)

Hadits di atas menceritakan mengenai orang-orang yang

menjalankan profesinya sebagai petani kurma. Dalam hal tersebut, di

mana para petani itu mendengarkan saran Rasulullah agar tidak

menyerbukkan benih kurmanya, namun ternyata apa yang mereka

lakukan malah mendapatkan hasil panen yang buruk. Dalam hal ini

Rasulullah menjelaskan bahwa masalah mengenai penyerbukan benih

kurma merupakan masalah dunia mereka yang bersangkutan, dan

orang-orang itu tentu saja lebih memahaminya.

Dari kisah singkat tersebut, kita mendapatkan apa yang

menjadi latar belakang lahirnya hadits di atas. Hadits di atas

membahas urusan duniawi, tepatnya adalah mengenai ilmu pertanian dan

perkebunan. Dari kisah tersebut kita juga dapat melihat bahwa apa

yang dianjurkan Rasulullah ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya,

(44)

tidak baik pada hasil perkebunan kurma kaum tersebut, tidak seperti

hasil yang biasa didapat oleh mereka dengan menggunakan cara yang

biasa. Artinya, pendapat Rasulullah dalam masalah ini bisa saja benar

atau salah, sehingga tidak ada tuntutan terhadap umatnya untuk

mengharuskan mengikuti anjuran tersebut.

Penjelasan yang dipaparkan dalam hadits ini dapat dijadikan

acuan bagi umat Muslim dalam bermuamalah. Lebih jelasnya, hadits di

atas dapat dijadikan landasan diperbolehkannya kebebasan berekonomi

dalam lingkup yang sesuai ajaran dan tidak menyalahi aturan.

3. Rukun Dan Syarat Mukhabarah

Kerjasama dalam bentuk Mukhabarah adalah kehendak dan

keinginan dua belah pihak, oleh karena itu harus ada di dalam suatu akad

atau perjanjian, baik secara formal dengan ucapan ijab dan qabul, maupun

dengan cara lain yang menunjukkan bahwa keduanya telah melakukan

kerjasama.

Dalam melaksanakan kerjasama mukhabarah diawali dengan

sebuah perjanjian sehingga harus memenuhi rukun dan syarat-syaratnya:

a. Rukun Mukhabarah

Berikut akan dijelaskan lebih dahulu mengenai rukun akad

berdasarkan pendapat jumhur fuqaha, antara lain adalah:

1) „Aqid, yaitu orang yang melakukan kesepakatan dengan jumlah

(45)

2) Ma‟aqud‟alaih, merupakan benda-benda (objek) yang

diakadkan.

3) Maudhu‟ al-„aqd, adalah tujuan pokok dari diadakannya akad.

4) Shighat al-„aqd yang terdiri dari ijab dan qabul (Huda, 2011:28)..

Menurut ulama Hanafiah, rukun mukhabarah adalah akad,

yaitu adanya ijab dan qabul antara pemilik lahan dan pengelola.

Adapun secara rinci, ulama Hanafiah mengklasifikasikan rukun

mukhabarah menjadi 4, antara lain:

a) Tanah.

b) Perbuatan pekerja.

c) Modal

d) Alat-alat untuk menanam (Suhendi, 2014:158).

Sedangkan menurut ulama Malikiah, muzara‟ah diharuskan

menaburkan benih di atas lahan yang disediakan. Namun apabila

mukhabarah, maka benih yang akan ditaburkan tersebut berasal dari

pengelola. Menurut pendapat paling kuat, perkongsian harta

termasuk muzara‟ah ini harus menggunakan shighat (Syafe‟i,

2001:20).

Berikut adalah rukun mukhabarah yang dkemukakan oleh

jumhur ulama, yaitu:

a) Pemilik lahan.

(46)

c) Objek mukhabrah/muzara‟ah, yaitu antara manfaat lahan dan

hasil kerja petani.

d) Ijab (ungkapan penyerahan mencari lahan untuk diolah dari

petani).

Berdasarkan beberapa pendapat dari para ulama di atas, dapat

disimpukan bahwa yang menjadi rukun dari mukhabarah antara lain

adalah:

1. Pemilik lahan

2. Petani Penggarap atau pengelola

3. Objek mukhabarah(lahan/tanah yang hendak dikelola).

4. Adanya manfaat/hasil kerja pengelola.

5. Akad ( Ijab dan Kabul)

b. Syarat-syarat Mukhabarah

Melihat rukun-rukun di atas, maka tidak akan lepas dari

syarat yang ditentukan mengenai rukun-rukunnya. Maka

syarat-syarat praktik mukhabarah adalah sebagai berikut:

1) Syarat yang bertalian dengan „aqidain (orang yang berakad)

antara pemilik tanah dan penggarap yaitu harus berakal.

2) Syarat yang berkaitan dengan tanaman, yaitu disyaratkan

adanya penentuan macam apa saja yang akan ditanam.

3) Hal yang berkaitan dengan perolehan hasil dari tanaman, yaitu:

a) Bagian masing-masing harus disebutkan

(47)

b) Hasil adalah milik bersama.

c) Bagian kedua belah pihak sudah dapat diketahui.

d) Tidak diisyaratkan bagi keduanya penambahan yang maklum.

Hal yang berhubungan dengan tanah yang akan ditanami,

yaitu:

1 Tanah tersebut dapat ditanami

2 Tanah tersebut dapat diketahui batas-batasnya.

4) Hal yang berkaitan dengan waktu, syarat-syaratnya ialah:

a) Waktunya telah ditentukan.

b) Waktu itu memungkinkan untuk menanam tanaman yang

dimaksud, seperti menanam padi waktunya kurang lebih 4

bulan(tergantung teknologi yang dipakainya, termasuk kebiasaan

setempat.

c) Waktu tersebut memungkinkan kedua belah pihak hidup menurut

kebiasaan (Suhendi, 2014: 158-159).

4. Pembagian Hasil Dalam Mukhabarah

Bagi hasil sebagaimana telah disebutkan adalah suatu istilah yang

sering digunakn oleh orang-orang dalam melakukan kerjasama untuk

mencari keuntungan yang akan berdasarkan kesepakatan antara kedua

belah pihak yang mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian.

Menurut istilah bagi hasil adalah transaksi pengelolaan hasil bumi

dengan sebagian dari hasil yang keluar dari tanah(bumi) tersebut. Yang

(48)

atau menanami tanah dari yang dihasilkannya seperti setengah, sepertiga

atau lebih dari atau lebih rendah sesuai dengan kesepakatan kedua belah

pihak antara penggarap dan pemilik (Sabiq, 1988:158-159).

Imam Bukhari meriwayatkan dari Jabir, bahwasannya Arab

senantiasa mengolah tanahnya secara muzara‟ah dengan metode

pembagian hasil 1/3:2/3, 1/4:3/4, 1/2:1/2 (Mardani, 2013:240).

Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk hasil panen antara lan, yaitu:

a. Hasil panen harus diketahui secara jelas di dalam akad, karena

nantinya hasil panen tersebut akan dijadikan upah. Apabila hasil

panen tidak diketahui, hal tersebut dapat merusak akad dan

menjadikannya tidak sah.

b. Status dari hasil panen adalah milik bersama dari kedua belah pihak.

Tidak boleh ada syarat yang menyatakan bahwa hasil panen

dikhususkan untuk salah satu phak, karena hal tersebut dapat merusak

akad.

c. Pembagian hasil panen harus ditentukan kadarnya,, yaitu boleh

dengan cara setengah/separuh, sepertiga, seperempat atau jumlah

lainnya sesuai dengan kesepakatan. Tidak ditentukannya kadar

pembagiannya ini dikhawatirkan dapat mengakibatkan munculnya

perselisihan di kemudian hari.

Pembagian hasil panen harus ditentukan secara umum dari keseluruhan

hasil panen. Maksudnya jika disyaratkan bagian Maksudnya, jika

(49)

empat mud), maka dianggap tidak sah. Sebab, bisa saja hasil panen dari

tanaman hanya menghasilkan sebanyak yang ditentukan untuk satu pihak

tersebut (Az-zuhaili, 2011:566-557).

5. Hukum Mukhabarah

Hukum mukhabarah sahih menurut Hanafiyah sebagai berikut:

a. Segala keperluan untuk memelihara tanaman diserahkan kepada

penggarap.

b. Pembiayaan atas tanaman dibagi antara penggarap dan pemilik tanah.

c. Hasil yang diperoleh dibagikan berdasarkan kesepakatan waktu akad.

d. Menyiram atau menjaga tanaman, jika disyaratkan akan dilakukan

bersama, hal itu harus dipenuhi. Akan tetapi, jika tidak ada kesepakatan,

penggaraplah yang paling bertanggung jawab menyiram atau menjaga

tanaman,

e. Dibolehkan menambahkan penghasilan dari kesepakatan waktu yang

telah ditetapkan.

f. Jika salah seorang akad meninggal sebelum diketahui hasilnya, peggarap

tidak mendapatkan apa-apa sebab ketetapan akad didasarkan pada

waktu.(Syafe‟i, 2001:210-211)

6. Berakhirnya Akad Mukhabarah

Beberapa hal yang menyebabkan mukhabarah , akan berakhir apabila:

a. Kematian salah satu pihak yang mengadakan akad.

b. Atas permintaan salah satu pihak sebelum panen. Dengan

(50)

c. Jangka waktu yang ditentukan telah habis. Tetapi apabila jangka

waktu sudah berakhir sedangkan hasil pertanian belum bisa dipanen,

maka akad itu tidak dibatalkan sampai panen dan hasilnya dibagi

sesuai kesepakatan.

d. Berakhirnya usaha pertanian dengan panen.

e. Pihak pekerja jelas-jelas tidak mampu lagi melanjutkan

pekerjaannya. Bila kerjasama berakhir sebelum panen, maka yang

diterima oleh pekerja adalah upah dan yang diterima oleh pemilik

tanah adalah sewa dalam ukuran yang patut (Syarifuddin, 2003:

242-243).

Apabila penggarap atau ahli warisnya berhalangan bekerja sebelum

berakhirnya waktunya akad, mereka tidak boleh dipaksa. Tetapi,

jika mereka memetik buah yang belum layak dipanen maka hal itu

adalah mustahil. Hak berada pada pemilik atau ahli warisnya,

sehingga dalam keadaan seperti ini dapat dilakukan beberapa hal

sebagai berikut.

1. Memetik buah dan dibagi dua belah pihak sesuai dengan

perjnajian yang telah disepakati.

2. Memberikan kepada penggarap atau ahli warisnya sejumlah

uang karena dialah yang memotong atau memetik.

3. Pembiayaan pohon sampai pantas untuk dipetik atau dipanen.

(51)

7. Hikmah Mukhabarah

Kejayaan Islam bukanlah dongeng atau cerita fiksi belaka, tetapi

itu pernah terjadi dalam sejarah berabad-abad yang lalu, dan pemikiran

bagi umat, adalah sebuah kekayaan yang tidak ternilai harganya bagi

manusia dalam kehidupan mereka, apabila mereka adalah umat yang baru

lahir. Meskipun akhir-akhir ini mayoritas Islam mengalami penurunan

dalam berbagai bidang (khususnya bidang ekonomi) dengan faktor antara

lain sistem ekonomi yang kurang baik. Berdasarkan hal ini, kaum

muslimin harus membangun pemikiran dan metode berfikir yang inovatif

dalam diri mereka.

Munculnya ekonomi Islam atau ekonomi Syari‟ah dewasa ini telah

membawa nama-nam pemikir Islam klasik muncul kembali, yaitu

pemikiran dan gagasan ekonomi syari‟ah tersebut. Ekonomi Islam yang

muncul pada abad pertengahan awal abad 20 hingga dewasa ini telah

menunjukkan eksistensinya. Bahkan, hampir sejajar dengan sistem

ekonomi lainnya, seperti kapitalis dan sosialis. Hal ini ditanadi dengan

semakin banyaknya instrumen-instrumen ekonomi yang menggunakan

instrumen ekonomi syari‟ah.

Dalam masalah mukhabarah, disyari‟atkan untuk menghindari

adanya pemilik hewan ternak yang kurang bisa dimanfaatkan, agar bisa

dimanfaatkan oleh orang yang tidak punya hewan tetapi mempunyai

keahlian untuk mengurusnya. Begitu pula bagi orang yang memiliki tanah

(52)

lain agar tanah tersebut berdaya guna. Dalam mukhabarah terdapat

pembagian hasil untuk hal-hal lainnya yang disesuaikan dengan konsep

kerjasama dalam upaya menyatukan potensi yang ada pada

masing-masing pihak dengan tujuan bisa saling menguntungkan.

Hikmah yang terkandung dalam mukhabarah, sebagai berikut:

a. Saling tolong menolong, dimana antara pemilik tanah dan yang

menggarapnya saling diuntungkan.

b. Tidak terjadi adanya kemubadziran baik tanah maupun ternak, yakni

tanah yang kosong bisa digarap oleh orang yang membutuhkan,

begitu pun pemilik tanah merasa diuntungkan karena tanahnya

tergarap.

c. Menimbulkan adanya rasa keadilan dan keseimbangan. Keadilan

dapat menghasilkan keseimbangan dalam perekonomian dengan

meniadakan kesenangan antara pemilik modal dengan pihak yang

membutuhkan. Walaupun tentunya Islam tidak menganjurkan

kesamaan ekonomi dan mengakui adanya ketidaksaan ekonomi antara

(53)

BAB III

PRAKTIK MUKHABARAH DI DUSUN WONOGATEN DESA GLAWAN

KECAMATAN PABELAN KABUPATEN SEMARANG

A. Gambaran Umum Tentang Lokasi Penelitian

1. Sejarah Desa Glawan

Suatu ketika mbah Ky Sombron gantian berkunjung kepada mbah

Ky Luwuk. Namun kedatangannya hanyalah untuk melanjutkan

keinginannya untuk memamerkan kesaktiannya lagi, maka Ky

Luwukpun melayani kemauan Ky Sombron tersebut. Pada saat

berpamitan pulang ternyata kursi yang didudukinya tidak bisa dilepas,

tidak berapa jauh langkahnya kursi itu dilepas dengan paksa. Akhirnya

kursi itu rusak dan sebagian tubuh Ky Sombronpun kesakitan.Tempat

lepasnya kursi tersebut sampai saat ini dikenal dengan sebutan

Bondolan yang artinya rusak. Mbah Ky Sombron meneruskan

perjalanan pulang dan beristirahat disuatu sendang sambil mengobati

rasa sakitnya yang sampai saat ini dinamakan kali Tambanan

(Pengobatan). Sepeninggal tamunya Ky Luwuk menyesal akan

peristiwa tersebut. Namun takdir memang harus demikian. Akhirnya

tempat itu dinamakan “GLAWAN”.Yang artinya menyesal karena

telah dilawan.

2. Tata Letak Geografis

Secara geografis dusun Wonogaten merupakan bagian terkecil

(54)

Pabelan Kabupaten Semarang. Desa Glawan merupakan salah satu

desa yang terletak di Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang,

Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Secara geografis, Desa Glawan

terletak diantara 7º17‟28 LU dan 7º18‟12 LS. Desa Glawan juga

memiliki luas wilayah 1.99 km².

Desa Glawan Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang

mempunyai batas-batas wilayah, sebagai berikut:

a. sebelah timur : Desa Semowo,

b. sebelah barat : Desa Sukoharjo,

c. sebelah utara : Desa Jembrak

d. sebelah selatan : Desa Bejaten.

Desa Glawan kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang telah

memiliki 4 Dusun, sebagai berikut:

a) Dusun Krajan

b) Dusun Wonogaten

c) Dusun Randusari

d) Dusun Semare

Adapun wilayah dusun Wonogaten yang sebegian besar

wilyahnya adalah lahan pertanian atau areal persawahan. Lahan

pertanian di daerah ini termasuk lahan pertanian yang subur untuk

ditanami.

Sebagian masyarakat dusun Glawan dapat menanami lahan

(55)

juga terdapat tegalan yang mana pada masyarakat umumnya

penduduk dusun Wonogaten menanami pohon pepohonan seperti

mahoni, jati, sengon, kelapa, singkong dan sebagainya.

3. Keadaan Demografi

Dusun Wonogaten merupakan salah satu dusun yang ada di Desa

Glawan. Desa Glawan memiliki jumlah penduduk 1991 jiwa yang

terdiri dari 1006 laki-laki dan 98 perempuan dengan jumlah kepala

keluarga 681 KK. Jumlah penduduk tersebut apabila diklasifikasikan

menurut beberapa faktor adalah sebagai berikut:

a. Jumlah penduduk menurut dari segi usia.

Berikut adalah tabel data jumlah penduduk menurut dari segi usia.

Tabel 3.1

Jumlah Penduduk Menurut Usia

Usia Jumlah

< 1 Tahun 26 jiwa

1-4 tahun 117 jiwa

5-14 tahun 292 jiwa

15-39 tahun 743 jiwa

40-64 tahun 649 jiwa

65 tahun ke atas 164 jiwa

Gambar

Tabel 3.2
Tabel 3.4

Referensi

Dokumen terkait

Judul skripsi ini adalah Petani dan Lahan (Studi Etnografi tentang Perjuangan Lahan yang Dilakukan oleh Masyarakat Dusun Anggrek Baru Desa Perkebunan Ramunia Kecamatan Pantai

Skripsi, Semarang: Program Strata 1 Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo, 2019. Strategi pemberdayaan masyarakat

Bagi pemilk sawah beban pekerjaannya terasa lebih ringan, karena kesibukan yang lain sudah menyita banyak waktu. Sehingga dengan adanya mukhabarah pemilik sawah tetap

masih tetap memperhatikan sisi syar’i -nya. Ini terlihat dari syarat yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan akad nikah itu sendiri. Hal ini dikarenakan kehidupan beragama

Menurut hukum Islam penentuan nasab kepada kedua orang tua biologisnya adalah anak yang lahir lebih dari enam bulan sejak berlangsungnya akad nikah.. Hal ini

“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Upah Dalam Perjanjian Pengolahan Gula Kelapa (Studi Kasus di Desa Pancasan Kecamatan Ajibarang Kabupaten

Pelaksanaan Upacara Tradisional Merti Dusun dan Nilai-Nilai yang Terkandung Didalamnya (Studi Kasus di Dusun Sumurup Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang Tahun

Menurut hukum, KHI yang notabenenya sebagai hukum tertulis yang diberlakukan sebagai pedoman khusus bagi umat Islam dalam menyelesaikan segala permasalahan hukum