FENOMENA NIKAH HAMIL DAN STATUS ANAKNYA
(STUDI KASUS DI DUSUN KEBONAGUNG DESA JOGOMULYO
KECAMATAN TEMPURAN KABUPATEN MAGELANG)
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh
MASRUROH
NIM :
FAKUL
TAS SYARI’AH
JURUSAN
AHWAL AL-SYAKHSIYYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA (IAIN)
SALATIGA
iii
FENOMENA NIKAH HAMIL DAN STATUS ANAKNYA
(STUDI KASUS DI DUSUN KEBONAGUNG DESA
JOGOMULYO KECAMATAN TEMPURAN KABUPATEN
MAGELANG)
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh
MASRUROH
NIM :
FAKULTAS SYARI’AH
JURUSAN
AHWAL AL-SYAKHSIYYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA (IAIN)
SALATIGA
iv
NOTA PEMBIMBING
Lamp : (empat) eksemplar
Hal : Pengajuan Naskah Skripsi
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga
Di Salatiga
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa:
Nama : Masruroh
NIM :
Judul : FENOMENA NIKAH HAMIL DAN STATUS
ANAKNYA (STUDI KASUS DI DUSUN
KEBONAGUNG DESA JOGOMULYO
KECAMATAN TEMPURAN KABUPATEN MAGELANG)
dapat diajukan kepada Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga untuk diajukan dalam sidang munaqasyah.
v
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)SALATIGA
FAKULTAS SYARI’AH
Jl. NakulaSadewa V No. Telp.( ) Fax Salatiga Website :www.iainsalatiga.ac.id. E-mail:administrasi@stainsalatiga.ac.id.
PENGESAHAN
Skripsi Berjudul:FENOMENA NIKAH HAMIL DAN STATUS ANAKNYA (STUDI KASUS DI DUSUN KEBONAGUNG DESA JOGOMULYO
KECAMATAN TEMPURAN KABUPATEN MAGELANG) Oleh:
MASRUROH NIM:
telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skripsi Fakultas Syari‟ah,
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari Selasa tanggal
Dra. Siti Zumrotun, M. Ag.
vi
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Masruroh
NIM :
Jurusan : Ahwal Al Syakhsiyyah
Fakultas : Syari‟ah
Judul Skripsi : FENOMENA NIKAH HAMIL DAN STATUS ANAKNYA
(STUDI KASUS DI DUSUN KEBONAGUNG DESA JOGOMULYO KECAMATAN TEMPURAN
KABUPATENMAGELANG)
menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri,
bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang
terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, Desember
Yang menyatakan,
Masruroh
vii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Bermanfaatlah untuk orang lain
Percayalah, semua akan indah pada waktunya
And I CAN DO IT !!!
PERSEMBAHAN
Untuk kedua orang tuaku tersayang
Keluargaku
Untuk Lelakiku
Sahabat-sahabatku semuanya
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr. wb.
Segala puji bagi Allah SWT dan puji syukur peneliti panjatkan
kepada-Nya yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga peneliti
dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga dilimpahkan
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang kita nanti syafaatnya di hari
akhir nanti.
Dengan segala kerendahan hati, peneliti menyadari keterbatasan
pengetahuan yang dimiliki, sehingga bimbingan, pengarahan dan bantuan telah
banyak penulis peroleh dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti ucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku ketua IAIN Salatiga
. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag. selaku ketua Fakultas Syari‟ah
. Bapak Sukron Ma‟mun, S.Hi., M.Si. selaku ketua jurusan Ahwal Al
Syakhsiyyah
. Bapak Drs. Badwan, M. Ag. Selaku pembimbing yang telah meluangkan
waktu, tenaga dan pikirannya guna membimbing terselesaikannya skripsi
ini
. Seluruh penguji munaqosyah dan dosen IAIN Salatiga yang mengajar dari
semester satu sampai delapan telah membagi ilmunya yang bermanfaat
. Bapak Kepala Dusun Kebonagung
ix
. Bapak Kepala KUA Kecamatan Tempuran
. Para informan yang berkenan membagi informasi nikah hamil di Dusun
Kebonagung
.Ayah dan Ibuku tercinta terimakasih atas doa dan pengorbanan selama ini
.Semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu per satu terimakasih
atas kerjasama dan perhatiannya.
Teriring do‟a dan harapan semoga amal baik semua pihak tersebut di
atas akan mendapat balasan dari Allah SWT.
Wassalamu’alaikum wr. wb
x
ABSTRAK
Masruroh. . Fenomena Nikah Hamil dan Status Anaknya (Studi Kasus di
Dusun Kebonagung Desa Jogomulyo Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang). Skripsi Fakultas Syari‟ah. Jurusan Ahwal Al Syakhsiyyah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Drs.Badwan, M.Ag.
Kata Kunci : Nikah Hamil, Status Anak
Penelitian ini dilakukan guna mengetahui fenomena nikah hamil dan
status anaknya. Pertanyaan yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah ( )
Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi remaja melakukan pernikahan hamil di Dusun Kebonagung Desa Jogomulyo Kecamatan Tempuran Kabupaten
Magelang? Dan ( ) Bagaimanakah status anak yang lahir kurang dari enam bulan
dan lebih dari enam bulan sejak waktu berlangsungnya akad nikah menurut Hukum Islam?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan metode penelitian lapangan dengan terjun langsung ke masyarakat sehingga diperoleh data yang jelas. Teknik pengumpulan data dilakukan adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis sosiologis yaitu pendekatan yang melihat implementasi riel dalam masyarakat.
xi
DAFTAR ISI
SAMPUL... i
LEMBAR BERLOGO ... ii
JUDUL ... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
PENGESAHAN KELULUSAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vii
A. Latar Belakang Masalah ...
xii
BAB III PROFIL PELAKU NIKAH HAMIL DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI REMAJA MELAKUKAN PERNIKAHAN
HAMIL ...
A. Gambaran Umum Dusun Kebonagung Desa Jogomulyo
Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang ...
. Letak Geografis...
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi remaja melakukan
xiii
BAB IV STATUS ANAK YANG LAHIR KURANG DARI ENAM BULAN
DAN LEBIH DARI ENAM BULAN SEJAK WAKTU
BERLANGSUNGNYA AKAD NIKAH MENURUT FIQIH DAN
PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA ...
. MENURUT PERSPEKTIF HUKUM FIQIH ...
. MENURUT PERSPEKTIF PERUNDANG-UNDANGAN
DI INDONESIA ...
BAB V PENUTUP ...
A. KESIMPULAN ...
B. SARAN-SARAN ...
DAFTAR PUSTAKA ...
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel I Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin tahun ...
Tabel II Jumlah penduduk menurut profesi Dusun Kebonagung tahun ....
Tabel III Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan tahun ...
Tabel IV Jumlah penduduk menurut pemeluk agama Dusun Kebonagung tahun
...
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Daftar Pertanyaan Wawancara
Lampiran II Daftar Riwayat Hidup
Lampiran III Foto Wawancara
Lampiran IV Kutipan KK pelaku dan Saksi
Lampiran V KTP Para Saksi
Lampiran VI Permohonan Izin Penelitian
Lampiran VII Daftar Nilai SKK
Lampiran VIII Nota Pembimbing Skripsi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama yang sempurna, yang di dalamnya mengatur
seluruh aspek kehidupan umat manusia termasuk dalam masalah
pernikahan/perkawinan. Membina maghligai rumah tangga merupakan
perintah agama bagi setiap muslim dan muslimah. Kehidupan umat manusia
tidak akan berlanjut dan berkembang tanpa adanya kesinambungan
pernikahan dari setiap generasi manusia. Terbentuknya sebuah keluarga
adalah menyatukan seorang pria dan wanita diawali dengan ikatan suci yang
sah melalui akad pernikahan untuk mendapatkan ketenangan hidup dengan
penuh cinta, kebahagiaan dunia akhirat serta berkembang biak dengan cara
memperoleh keturunan. Seperti yang tercantum dalam pasal
Undang-undang Perkawinan No. tahun yang berbunyi “Perkawinan ialah
ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Adapun tujuan Allah
mensyariatkan pernikahan adalah untuk memelihara kemaslahatan umat
manusia sekaligus menghindari dari perbuatan yang haram yaitu perzinaan.
Islam sangat melarang dan mengharamkan zina. Seperti firman Allah SWT
perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (Q.S. Al Israa‟: )Dalam perspektif tujuan pernikahan, Mahkamah Konstitusi
berpendapat bahwa tujuan pernikahan adalah mendapat ketenangan hati
(sakinah). Seorang laki-laki dan seorang perempuan yang hidup dalam
perkawinan akan mendapat ketenangan. Sebelumnya seorang laki-laki atau
seorang perempuan dalam keadaan sendiri mengalami gejolak asmara yang
tidak tersalurkan, karena itu mereka tidak memperoleh ketenangan. Sakinah
itu dapat lestari manakala kedua belah pihak yang berpasangan itu
memelihara mawaddah, yaitu kasih sayang yang terjalin antara kedua belah
pihak tanpa mengharapkan imbalan (pamrih) apapun melainkan
semata-mata karena keinginannya untuk berkorban dengan memberikan kesenangan
kepada pasangannya. (Syahuri, : - )
Pernikahan merupakan jalan dimana seorang laki-laki menyalurkan
hasrat birahinya kepada perempuan dengan sah begitu juga sebaliknya. Oleh
sebab itu, menikah hukumnya wajib bagi seseorang yang khawatir
terjerumus ke dalam perbuatan dosa, sementara ia mampu menikah. Seperti
hadis Rasulullah SAW :
ِرَصَبْلِل ُّضَغَأ ُهَّنِإَف ،ْجَّوَزَتَيْلَف َةَءاَبْلا ُنُكْنِه َعاَطَتْسا ِنَه ،ِباَبَّشلا َرَشْعَه اَي
ءاَجِو ُهَل ُهَّنِإَف ،ِمْوَّصلاِب ِهْيَلَعَف ْعِطَتْسَي ْنَل ْنَهَو ،ِجْرَفْلِل ُنَصْحَأَو
lebih memelihara kemaluan. Dan barang siapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena berpuasa dapat menekan syahwatnya (sebagai tameng)”. (Sabiq, : )
Al-Quran juga menjelaskan bahwa manusia diciptakan oleh Allah
SWT. sebagai makhluk berpasang-pasangan, yang tentunya menyatukan
keduanya dengan jalan pernikahan. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam
surat Yaasin ayat :
“Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui”. (Q.S. Yaasin: ).
Pada kodratnya setiap umat manusia di dunia diciptakan dan
dilengkapi dengan nafsu seksualitas. Nafsu seksualitas merupakan
kebutuhan biologis yang harus dipenuhi, tentunya harus disalurkan dengan
cara yang terhormat, suci dan mulia. Kebutuhan biologis inilah yang
menjadi faktor utama seseorang melakukan perzinaan. Mampu atau
tidaknya seseorang itu menahan syahwat atau nafsu untuk melakukan
hubungan dengan lawan jenis, tergantung kuat tidaknya iman
masing-masing.
Menurut sebagian ulama Hanafiah nikah adalah akad yang
memberikan faedah (mengakibatkan) kepemilikan untuk bersenang-senang
secara sadar (sengaja) bagi seorang pria dan seorang wanita guna
suami istri harus berbeda dari pada hewan yang mempunyai naluri syahwati
(seksual). Bedanya hewan yang mempunyai naluri seks untuk berketurunan
dan sekaligus sebagai salah satu sarana penghambaan diri kepada Allah.
(Summa, : - )
Setiap manusia pastilah mengalami proses peremajaan sebelum
akhirnya menjadi dewasa. Saat-saat remaja adalah saat dimana mereka
mencari jati diri, mencari hal baru dengan bergaul pada sesama dan lawan
jenis. Dimana kesadaran keagamaannya masih labil, sehingga perlu
pengawasan dari orang tua dalam pergaulan. Tidak dipungkiri remaja
mencari jati diri dengan cara yang tidak baik dan sangat memprihatinkan.
Namun tidak semua manusia menggunakan masa remaja dengan cara yang
seperti itu. Kebebasan pergaulan tanpa batas menyebabkan kenakalan
remaja saat ini, sehingga hal-hal yang seharusnya tidak terjadi seringkali
tidak dapat dielakkan.
Zaman sekarang, pacaran menjadi hal lumrah bagi generasi muda,
baik ia laki-laki ataupun perempuan. Banyak rambu-rambu agama yang
dilanggar karena hubungan percintaan lawan jenis ini. Ada yang seharusnya
tidak boleh dilakukan malah dilakukan. Seperti bercumbu hingga
berhubungan badan layaknya suami istri, padahal belum ada ikatan resmi
pernikahan. Karenanya, tak sedikit anak yang lahir karena hubungan
terlarang ini, baik keduanya berakhir dalam mahligai pernikahan maupun
tidak. (Narulita, : ) Persetubuhan yang dilakukan dianggap sebagai
Pemerintah juga telah mengatur permasalahan hamil di luar nikah
dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal dijelaskan bahwa seorang
wanita yang hamil di luar nikah, dapat dinikahkan dengan pria yang
menghamilinya. Pernikahan dengan perempuan hamil tersebut dapat
dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya. Dengan
dilangsungkan pernikahan di saat perempuan sedang hamil, maka tidak
diperlukan pernikahan ulang setelah anak yang dikandung telah lahir.
Namun dalam pemahaman masyarakat ketetapan pemerintah ini sering
disalah pahami, dan dianggap hanya sebagai legalitas semata. Penetapan
tersebut dimaksudkan agar anak-anak hasil dari hubungan di luar nikah
tidak terlantar, dilindungi oleh negara, tidak mendapat mudharat serta tidak
terkena aib dari perbuatan haram yang dilakukan kedua orang tuanya.
Remaja saat ini menganggap hamil di luar nikah sudah biasa dan
tidak menjadi masalah, toh pada akhirnya mereka tetap diperbolehkan
menikah walaupun dalam keadaan hamil. Akhirnya orang tualah yang
menanggung rasa malu atas perbuatan anaknya. Jika mengacu pada salah
satu tujuan pernikahan adalah mendapatkan keturunan yang sholeh
sholekhah yang tentunya melalui cara yang baik. Keturunan yang sholeh
sholekhah bisa membahagiakan kedua orang tua, baik di dunia maupun di
akhirat kelak. Dari anak yang diharapkan oleh orang tua hanyalah ketaatan,
akhlak, ibadah dan sebagainya yang bersifat kejiwaan.
Permasalahan yang timbul dari anak yang lahir di luar nikah adalah
mengenai pecatatan kelahiraan statusnya, apakah termasuk anak ibu atau
anak ayah ibu. Dalam hukum Islam anak yang lahir sebelum enam bulan
sejak waktu akad nikah maka statusnya adalah anak ibu, sedangkan apabila
anak yang lahir setelah enam bulan dari waktu akad nikah maka anak
tersebut adalah anak ayah dan ibunya.
Untuk mengetahui secara hukum lahir apakah anak dalam
kandungan berasal dari suami ibu atau bukan ditentukan masa
kehamilannya, masa terpendek adalah enam bulan dan masa terpanjang
galibnya adalah satu tahun. Dengan demikian apabila seseorang perempuan
melahirkan dalam keadaan perkawinan sah dengan seorang laki-laki, tetapi
jarak waktu antara terjadinya perkawinan dan saat melahirkan kurang dari
enam bulan, maka anak yang dilahirkannya bukan anak sah bagi suami
ibunya. (Basyir, : - )
Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal tidak menjelaskan batas
kelahiran usia bayi dalam kandungan sebagai dasar suami untuk
menyangkal sahnya anak yang dilahirkan istrinya. Batasan hari atau
bulan dalam pasal tersebut tidak menjelaskan batas minimal usia
kandungan, demikian juga hari bukan menunjukkan batas maksimal
usia bayi dalam kandungan. Namun menjelaskan batas waktu untuk
mengajukan persoalannya ke Pengadilan Agama. Batas minimal usia bayi
dilangsungkan. Ketentuan ini diambil dari firman Allah dalam surat
Al-“... mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan...” (Q.S. Al-Ahqaf: )
“... ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun ...” (Q.S. Luqman : )
Kedua ayat tersebut, oleh Ibn Abbas dan disepakati para ulama,
ditafsirkan bahwa ayat pertama menunjukkan bahwa tenggang waktu
mengandung dan menyapih adalah bulan. Ayat kedua menerangkan
bahwa menyapihnya setelah bayi disusukan secara sempurna membutuhkan
waktu dua tahun atau dua puluh empat bulan. Berarti, bayi membutuhkan
waktu - bulan = bulan dalam kandungan. Oleh sebab itu, apabila bayi
lahir kurang dari (enam) bulan, tidak bisa dihubungkan kekerabatannya
kepada bapaknya kendatipun dalam ikatan pernikahan yang sah. Ia hanya
memiliki hubungan nasab kepada ibu dan keluarga ibunya saja (pasal
KHI). Pelaksanaan dari ketentuan pasal ini, besar kemungkinan akan
mendatangkan kesulitan, setidaknya bagi pihak-pihak yang telah terlanjur
terlebih dahulu, sebelum akad nikah dilaksanakan termasuk dalam hal ini
disini adalah bagaimana status hukum perkawinan wanita hamil. (Rofiq,
: )
Hubungan biologis tanpa pernikahan namun melahirkan anak, yang
memang ada ibunya, tapi tak tentu ada ayahnya, atau ayahnya itu tidak
disahkan oleh agama. Karena itu Islam mewajibkan nikah dijalankan
berdasarkan iman, yakni mematuhi ketentuan-ketentuan Tuhan untuk
mencapai tujuan kemanusiaan dalam pernikahan. Hubungan biologis tanpa
pernikahan adalah zina. Dan zina itu haram, dihukum oleh agama dan
dihukum oleh kebudayaan agama menjatuhkan dosa dan masyarakat
menjatuhkan hukum rajam. Zina merusak kesucian hubungan biologis dan
menjatuhkan martabat.
Islam telah mengatur hubungan yang benar dalam hal seksualitas
yaitu melalui akad nikah. Hubungan seksual yang dilakukan di luar nikah
adalah haram apabila belum adanya pernikahan yang sah. Namun
kenyataanya di Dusun Kebonagung Desa Jogomulyo Kecamatan Tempuran
Kabupaten Magelang masih banyak terjadi kehamilan di luar pernikahan.
Tanpa adanya ikatan yang sah mereka melakukan hubungan badan layaknya
suami istri. Pelakunya adalah kalangan remaja desa umur sampai
tahun. Pasangan kekasih yang melakukan hubungan terlarang ini, sebagian
besar merupakan tetangga sendiri, namun ada pula pasangan kekasih yang
berlainan dusun. Jarak rumah yang berdekatan membuat intensitas bertemu
semakin sering, entah pagi siang sore ataupun malam walau hanya sekedar
pacaran. Dengan seringnya bertemu mereka mudah tergoda melakukan
hal-hal yang dilarang oleh agama, sampai ada yang berzina.
Remaja pelaku melakukan hubungan seksual diberbagai tempat, di
antaranya saat rumah dalam keadaan kosong, bahkan ada yang
melakukannya di mushola dekat sawah. Entah dimana moral mereka,
mungkin ini disebabkan karena nafsu yang sudah tak tertahankan dan ingin
segera dilampiaskan sehingga dimana pun tempatnya, yang terpenting nafsu
terpenuhi. Pada akhirnya wanitalah yang menanggung akibatnya yaitu
kehamilan di luar nikah.
Dalam alquran surat An Nur ayat “Laki-laki yang berzina tidak
akan berkawin melainkan dengan perempuan yang berzina atau perempuan
yang musyrik dan perempuan yang berzina tidak akan berkawin dengannya
melainkan dengan laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, sedang
yang demikian itu diharamkan atas Mukminin”. (Haliman, : )
Membangun fondasi rumah tangga haruslah dengan niat karena
Allah, betapa rapuhnya fondasi rumah tangga yang diawali dengan hal yang
tidak baik yakni pernikahan dengan sebab perzinaan.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih
jauh terhadap maraknya remaja yang melakukan hubungan seksual, faktor –
faktor yang mempengaruhi remaja melakukan hubungan pernikahan hamil
dan status anak di luar nikah yang lahir kurang dari enam bulan dan lebih
Islam. Penelitian ini dengan judul Fenomena Nikah Hamil dan Status
Anaknya (Studi Kasus di Dusun Kebonagung Desa Jogomulyo Kecamatan
Tempuran Kabupaten Magelang.
B. Rumusan Masalah
Berkenaan dengan permasalah di atas peneliti dirasa perlu untuk menelitinya
dengan rumusan masalah sebagai berikut:
. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi remaja melakukan
pernikahan hamil di Dusun Kebonagung Desa Jogomulyo Kecamatan
Tempuran Kabupaten Magelang?
. Bagaimanakah status anak diluar nikah yang lahir kurang dari enam bulan
dan lebih dari enam bulan sejak waktu berlangsungnya akad nikah
menurut hukum Islam?
C. Tujuan Penelitian
Manfaat serta kegunaan penelitian ini adalah:
. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi remaja melakukan
pernikahan hamil di Dusun Kebonagung Desa Jogomulyo Kecamatan
Tempuran Kabupaten Magelang.
. Untuk mengetahui status anak di luar nikah yang lahir kurang dari enam
bulan dan lebih dari enam bulan sejak waktu berlangsungnya akad nikah
D. Kegunaan Penelitian
Manfaat dan kegunaan dari penelitian ini terbagi menjadi dua yakni sebagai
berikut :
. Secara teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara
teoritis, dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi dunia
pendidikan khususnya pendidikan dalam bidang pengetahuan agama Islam
tentang pernikahan dan pergaulan islam serta menambah bahan pustaka
bagi kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
. Secara Praktis
Dapat memberikan sumber keilmuan tentang agama bagi para
remaja Islam khususnya tentang pernikahan yang sah dalam hukum Islam
dan etika pergaulan sesuai ajaran Islam serta dapat dijadikan referensi
untuk kegiatan seminar dan sejenisnya. Selain itu memberikan
pengetahuan kepada masyarakat khususnya para orang tua agar lebih
mengawasi dan mewaspadai pergaulan anak remajanya mengenai bahaya
pergaulan yang menyebabkan hamil di luar nikah.
E. Penegasan Istilah
. Fenomena : Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia fenomena
berati hal-hal yang dapat disaksikan dengan panca indra dan dapat
diterangkan serta dinilai secara ilmiah.
. Nikah : Menurut ulama Hanafiah, nikah adalah akad yang
secara sadar (sengaja) bagi seorang pria dengan seorang wanita, terutama
guna mendapatkan kenikmatan biologis. ( Summa, : )
Jadi yang penulis maksud dengan judul Fenomena Nikah Hamil dan Status
Anaknya Studi Kasus di Dusun Kebonagung Desa Jogomulyo Kecamatan
Tempuran Kabupaten Magelang adalah hal-hal mengenai janin yang
berada di dalam kandungan, terjadi akibat hubungan suami istri tanpa
ikatan pernikahan dan kedudukan anak hasil hubungan di luar pernikahan
dalam keluarga yang terjadi di Dusun Kebonagung Desa Jogomulyo
Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang
F. Kajian Pustaka
Penelitian yang menyangkut tentang status anak di luar nikah telah dilakukan
oleh peneliti yang bernama Abdul Latif dengan judul Status Anak yang Lahir
keluarkan. Adapun hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa status
anak di luar nikah yang semula hanya bernasab kepada ibunya dan keluarga
ibunya, maka sekarang dapat mempunyai hubungan perdata dengan ayah dan
keluarga ayahnya tanpa mempersoalkan pernikahan orang tuanya sesuai
realitas yang ada.
Dari penelitian yang berkaitan dengan kehamilan sebelum menikah, peneliti
hanya fokus mengupas nikah hamil dan status anaknya yang telah banyak
terjadi di kalangan para remaja saat ini. Oleh karena itu penulis mencoba
membahas sebuah tema yang berkaitan dengan nikah hamil dengan
mengambil judul “Fenomena Nikah Hamil dan Status Anaknya (Studi Kasus
di Dusun Kebonagung Desa Jogomulyo Kecamatan Tempuran Kabupaten
Magelang)”.
G. Metode Penelitian
. Pendekatan dan jenis penelitian.
Pendekatan yang digunakan penulis adalah pendekatan yuridis
sosiologis, pendekatan ini melihat implementasi riel dalam masyarakat.
(Ali, : ) Jenis penelitian yang digunakan adalah field Search yaitu
peneliti yang terjun langsung ke lapangan guna mengadakan penelitian
pada objek yang dibahas.
. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini di Dusun Kebonagung Desa Jogomulyo
mengalami hamil di luar nikah sangat banyak. Maka dari itu penulis
tertarik untuk meneliti dusun tersebut.
. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari
sumbernya baik melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam
bentuk dokumen tidak resmi kemudian diolah oleh peneliti.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari
dokumen-dokumen resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian,
hasil penelitian dalam bentuk laporan, skripsi dan peraturan
perundang-undangan. (Ali, : )
. Metode Pengumpulan Data
a. Observasi
Teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui sebuah
pengamatan, dengan disertai pengamatan-pengamatan terhadap keadaan
atau perilaku objek sasaran. (Fathoni, : ) Peneliti menggunakan
observasi secara langsung terhadap objek yang diteliti dengan terjun
langsung ke lapangan dan menyelidiki kasus hamil di luar nikah yang
dilakukan oleh remaja Dusun Kebonagung.
b. Wawancara (interview)
Proses perolehan data secara mendalam dengan menggunakan
dengan acuan catatan-catatan mengenai pokok masalah yang akan
ditanyakan. Sasaran wawancara yang pertama adalah pelaku hamil
sebelum menikah dengan menanyakan faktor-faktor yang
menpengaruhi remaja hamil sebelum menikah, menanyakan status
anaknya. Kedua adalah saksi (tetangga) dari pelaku, dan yang ketiga
adalah pejabat Dusun Kebonagung.
c. Dokumentasi
Cara mencari data mengenai hal-hal yang dibutuhkan sebagai
bahan pelengkap dalam perolehan data berupa foto, catatan dan
sebagainya. Metode ini digunakan sebagai salah satu pelengkap dalam
memperoleh data.
. Analisa Data
Setelah data terkumpul maka barulah peneliti menentukan bentuk
analisa terhadap data-data tersebut, dengan menggunakan metode:
a. Kualitatif
Yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data diskriptif
berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku
yang dapat diamati. (Moleong, : ) Peneliti menggunakan prosedur
penelitian kualitatif karena ingin menceritakan hal-hal yang
menyangkut hamil di luar nikah.
b. Deduktif
Yaitu analisa terhadap data yang diperoleh dimulai dari suatu
berarti ketentuan-ketentuan umum yang ada dalam nas dijadikan
sebagai pedoman untuk menganalisis perspektif hukum Islam tentang
hamil di luar nikah oleh para remaja yang belum menikah di Dusun
Kebonagung Desa Jogomulyo Kecamatan Tempuran Kabupaten
Magelang.
. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam menguji keabsahan data peneliti menggunakan teknik
trianggulasi yakni pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data tersebut, dan teknik trianggulasi yang paling
banyak digunakan adalah dengan pemeriksaan melalui sumber yang
lainnya. (Moleong, : ). Menurut Denzin (dalam Moleong, :
) di dalamnya membedakan empat macam trianggulasi sebagai teknik
pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik
dan teori. Teknik trianggulasi dilakukan melalui observasi langsung dan
tidak langsung, observasi tidak langsung dimaksudkan dalam bentuk
pengamatan atas beberapa peristiwa yang kemudian dari hasil
pengamatan tersebut diambil kesimpulan yang menghubungkan
keduanya.
H. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pemahaman isi penelitian ini, maka
pokok yang dapat dijadikan pijakan dalam memahami pembahasan ini.
Adapun perinciannya adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Berisi uraian tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan
Masalah, Penegasan Istilah, Tujuan Penelitian, Kegunaan
Penelitian, Telaah Pustaka, Metode Penelitian dan
Sistematika Penulisan.
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
Berisi pengertian Pernikahan dalam Hukum Islam, Etika
Pergaulan Islam dan Status Anak dalam Perspektif
Hukum Islam.
BAB III : LAPORAN HASIL PENELITIAN
Berisi Paparan Data dan Temuan Penelitian berisi tentang
diskripsi wilayah pada masyarakat di Dusun Kebonagung
Desa Jogomulyo Kecamatan Tempuran Kabupaten
Magelang faktor-faktor yang mempengaruhi remaja
melakukan pernikahan hamil dan status anak di luar nikah
yang lahir kurang dari enam bulan dan lebih dari enam
bulan sejak waktu berlangsungnya akad nikah.
BAB IV : ANALISA
Pembahasan berisi analisis tentang hal-hal mengenai
hamil di luar nikah di Dusun Kebonagung Desa
Jogomulyo Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang.
Pada bab ini dijelaskan analisa tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi remaja melakukan praktek hubungan
seksual yang mengakibatkan kehamilan di luar nikah dan
status anak di luar nikah yang lahir kurang dari enam
bulan dan lebih dari enam bulan sejak waktu
berlangsungnya akad nikah menurut hukum Islam di
Dusun Kebonangung Desa Jogomulyo Kecamatan
Tempuran Kabupaten Magelang.
BAB V : PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan dari seluruh hasil peneliti
saran-saran atau rekomendasi dalam rangka meningkatkan
pengetahuan tentang hukum-hukum Islam khususnya
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
PERNIKAHAN, ETIKA PERGAULAN ISLAM DAN STATUS ANAK DILUAR NIKAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
A. Pernikahan
. Pengertian Pernikahan
Adapun yang dimaksud dengan nikah dalam kontek syar‟i seperti
diformulasikan para ulama fiqih, terdapat berbagai rumusan yang satu
sama lain berbeda-beda. Jangankan antara madzhab fiqih yang berbeda
aliran politik dan madzhab teologisnya. Antara madzhab fiqih yang sama
aliran teologis dan aliran politiknya pun tidak jarang diwarnai perbedaan.
(Summa, : ) Adapun pengertian pernikahan itu secara definitif,
masing-masing ulama fiqih berbeda pendapat, antara lain sebagai berikut:
a. Ulama Hanafiyah, mendefinisikan pernikahan sebagai suatu akad
yang berguna untuk memiliki mut‟ah dengan sengaja. Artinya
seorang laki-laki dapat menguasai perempuan dengan seluruh
anggota badannya untuk mendapatkan kesenangan atau kepuasan.
b. Ulama syafi’iyah, menyebutkan bahwa pernikahan adalah suatu
akad dengan menggunakan lafal nikah atau zauj. Artinya dengan
pernikahan seseorang dalam memiliki atau mendapat
c. Ulama Malikiyah, menyebutkan pernikahan adalah suatu akad
yang mengandung arti mut’ah untuk mencapai kepuasan dengan
tidak mewajibkan adanya harga.
d. Ulama Hanabilah, menyebutkan bahwa pernikahan adalah akad
dengan menggunakan lafal inkah atau untuk mendapatkan
kepuasan, artinya seorang laki-laki dapat memperoleh kepuasan
dari seorang perempuan atau sebaliknya. (Abidin&Aminudin,
: - )
Secara umum pernikahan adalah suatu cara yang dipilih Allah
sebagai jalan bagi manusia untuk menambah keturunan demi
kelangsungan dan kelestarian hidupnya dengan membentuk suatu keluarga
yang terdiri dari ayah, ibu dan anak sebagai buah cinta keduanya.
Dilihat dari sejarah umat manusia, keluarga merupakan bentuk
masyarakat yang mula-mula sekali dan dipandang dari masa kini,
masyarakat keluarga merupakan kesatuan masyarakat terkecil, yang
menjadi asas setiap masyarakat. Posisi keluarga terhadap masyarakat,
semisal dengan kedudukan batu bata terhadap bangunan gedung atau
sebagai kedudukan sel terhadap bangunan tubuh. Tubuh tidak akan ujud
tanpa sel-sel yang kecil itu membentuknya. Demikian juga masyarakat
tidak mungkin ujud tanpa adanya keluarga. (Gazalba, : - )
Masalah mengenai pernikahan menempati posisi yang sangat
keturunannya, demi mewujudkan masa depan masyarakat muslim yang
baik.
Dalam Islam, pernikahan bukan hanya sebatas akad antara dua
belah pihak, seperti halnya pernikahan dalam kebudayaan modern atau
pada sejumlah kebudayaan klasik. Baik akad itu tertulis, dicatat, atau
diucapkan. Pernikahan dalam Islam adalah kesepakatan antara dua
keluarga. Disaksikan oleh segenap kaum Muslimin yang hadir. Orang
yang yang hadir ini berkewajiban menyampaikan pada yang tidak hadir.
(Abud, : )
Keluarga bisa dikatakan sebagai institusi sosial terkecil.
Sebagaimana layaknya institusi, keluarga seharusnya memiliki visi dan
misi, perencanaan, dan pembagian tugas dalam peran masing-masing
anggotanya. Demikian itu karena dari keluargalah lahir individu yang
menjadi komponen pembentuk masyarakat. Dari keluarga pula diharapkan
lahir SDM yang bisa mewarnai kehidupan bermasyarakat, para tokoh dan
para pemimpin. Maka masyarakat yang pada keluarga-keluarga
pembentuknya terjadi proses pembinaan SDM yang baik dan
berkelanjutan, akan menjadi masyarakat yang berkualitas. Sebaliknya,
masyarakat yang keluar hal keluarga penghuninya tidak melakukan proses
pembinaan SDM anggotanya maka masyarakat itu potensial menjadi
masyarakat persoalan. Untuk itu, peran masing-masing anggota keluarga
harus dioptimalkan. Mereka harus dapat ihsan dalam menjalankan
baik di tengah keluarga besarnya. Seorang ayah harus menjadi ayah yang
bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup anak-anak dan keluarga
yang menjadi tanggungannya. Seorang ibu harus menjadi ratu rumah
tangga yang membuat suasana internal rumah tangga menyejukkan hingga
membuat betah penghuninya, selain mendidik anak-anaknya di rumah dan
memenuhi kebutuhan suaminya. (Ahmadi, : )
Sekilas, keluarga adalah kumpulan pribadi yang hidup di bawah
satu atap. (Abud, : ) Sebagai masyarakat kecil, keluarga pasti
memiliki elemen masyarakat itu sendiri. Seperti perbedaan anggota dan
peran tiap anggotanya. Oleh sebab itu seiring dengan berjalannya peranan
masing-masing anggota, maka akan terciptalah rasa tanggung jawab.
Peranan pada tiap anggota harus ditingkatkan pada seluruh sisi demi
terciptanya kebahagiaan dan kesuksesan sebuah keluarga di dunia akhirat.
Manusia dikaruniai hasrat atau nafsu seksualitas terhadap lawan
jenisnya. Hubungan seksual dalam Islam dipandang sebagai ritual suci
dalam rumah tangga. Seorang istri harus berkewajiban memenuhi tuntutan
seksual suaminya. Seperti tercantum dalam firman Allah SWT dalam surat
Al-Baqarah ayat :
kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu ... “ (Q.S. Al
Baqarah : )
. Rukun dan Syarat Sah Pernikahan
Rukun adalah sesuatu yang harus ada yang menentukan sah tidaknya suatu
pekerjaan. Rukun pernikahan sebagai berikut:
a. Calon pengantin
Pasangan pengantin harus seorang laki-laki dan seorang
perempuan, hal ini berarti tidak diperbolehkan menikah dengan
sesama jenis.
b. Wali dari pengantin perempuan
Wali dari pihak mempelai perempuan harus ada, karena wali
merupakan seseorang yang memberi izin kepada mempelai
laki-laki untuk menikahi seorang perempuan. Syaratnya adalah Islam,
laki-laki, baligh, merdeka, berakal, dan tidak sedang dalam keadaan
ihram.
c. Saksi
Pernikahan saksi berjumlah dua orang laki-laki. Dalam pedoman
Pembantu Pegawai Pencatat Nikah yang diterbitkan oleh
Departemen Agama RI Syaratnya beragama islam, laki-laki, baligh,
berakal, adil, mendengar (tidak tuli), melihat (tidak buta), bisa
bercakap-cakap (tidak bisu), tidak pelupa (mughoffal), menjaga
harga diri (menjaga muru‟ah), mengerti maksud ijab dan qabul,
d. Sighat ijab kabul
Ijab kabul merupakan pernyataan yang diungkapkan oleh
pengantin laki-laki kepada pengantin perempuan sebagai
kemauan untuk membentuk hubungan suami istri yang kemudian
dijawab dengan pernyataan setuju dari pihak pengantin
perempuan. Dalam pelaksanaan ijab kabul harus menggunakan
kata-kata yang jelas dan mudah dipahami oleh kedua belah pihak.
Bagi calon pengantin cacat atau berkebutuhan khusus
menggunakan bahasa isyarat yang bisa dimengerti.
Mengenai syarat sah pernikahan pada garis besarnya ada dua, yaitu:
a. Laki-laki dan perempuan sah untuk dinikahi. Artinya kedua calon
pengantin adalah orang yang bukan haram dinikahi, baik karena
haram untuk sementara atau selamanya.
b. Akad nikahnya dihadiri oleh para saksi. (Abidin&Aminudin, :
)
. Hukum Pernikahan
a. Wajib
Menikah hukumnya wajib bagi orang yang telah mampu dan nafsunya
telah mendesak serta takut terjerumus kedalam perzinaan.
b. Sunah
Pernikahan hukumnya sunah apabila seseorang yang nafsunya telah
c. Haram
Bagi orang yang tidak menginginkannya karena tidak mampu memberi
nafkah, baik nafkah lahir maupun nafkah batin kepada istrinya serta
nafsunya tidak mendesak, atau dia mempunyai keyakinan bahwa
apabila ia menikah ia akan keluar dari Islam, maka hukum menikah
adalah haram. (Abidin&Aminudin, : )
d. Makruh
Apabila seseorang telah mampu secara materiil untuk menikah dan
mampu menahan nafsunya dari perzinaan namun apabila menikah
ditakutkan kewajibannya akan terbengkalai.
e. Mubah
Mubah disini berarti boleh ketika seseorang tidak mempunyai dorongan
atau larangan untuk menikah yaitu sudah memiliki harta dan tidak takut
terjerumus ke dalam perzinaan.
. Asas-asas Hukum Pernikahan
Dalam ikatan pernikahan sebagai salah satu bentuk perjanjian (suci) antara
seorang pria dan seorang wanita, yang mempunyai segi-segi perdata,
berlaku beberapa asas di antaranya:
a) Kesukarelaan
Asas 'kesukarelaan' merupakan asas terpenting perkawinan Islam.
Kesukarelaan itu tidak hanya harus terdapat antara kedua calon
suami-istri, tetapi juga antara kedua orang tua kedua belah pihak.
merupakan sendi asasi perkawinan. Dalam berbagai hadis nabi, asas
ini dinyatakan dengan tegas.
b) Persetujuan kedua belah pihak
Asas persetujuan kedua belah pihak merupakan konsekuensi logis
asas pertama tadi. Ini berarti bahwa tidak boleh ada paksaan dalam
melangsungkan perkawinan. Persetujuan seorang gadis untuk
dinikahkan dengan seorang pemuda. Misalnya, harus diminta lebih
dahulu oleh wali atau orang tuanya. Menurut sunnah Nabi dapat
diketahui bahwa perkawinan yang dilangsungkan tanpa persetujuan
kedua belah pihak, dapat dibatalkan oleh pengadilan.
c) Kebebasan memilih pasangan
Asas „kebebasan memilih pasangan‟ juga disebutkan dalam sunnah
Nabi. Diceritakan oleh Ibnu Abbas bahwa pada suatu ketika seorang
gadis bernama Jariyah menghadap Rasulullah dan menyatakan bahwa
ia telah dikawinkan oleh ayahnya dengan seseorang yang tidak
disukainya. Setelah mendengar pengaduan itu, Nabi menegaskan
bahwa ia (Jariyah) dapat memilih untuk meneruskan perkawinan
dengan orang yang tidak disukainya itu atau meminta supaya
pernikahannya dibatalkan untuk dapat memilih pasangan dan kawin
dengan orang lain yang disukainya.
d) Kemitraan suami-istri
Asas „kemitraan suami-istri‟ dengan tugas dan fungsi yang berbeda
Alquran surat Al-Nisa' ( ) ayat dan surat Al-Baqarah ( ) ayat .
Kemitraan ini menyebabkan kedudukan suami istri dalm beberapa hal
sama, dalam hal yang lain berbeda: suami menjadi kepala keluarga,
istri menjadi kepala dan penanggung jawab pengaturan rumah tangga,
misalnya.
e) Untuk selama-lamanya
Asas untuk „selama-lamanya‟ menunjukkan bahwa perkawinan
dilaksanakan untuk melangsungkan. Keturunan dan membina cinta
serta kasih sayang selama hidup. (QS Al-Rum ( ): ) Karena asas
ini pula maka pernikahan mut'ah yakni pernikahan sementara untuk
bersenang-senang selama waktu tertentu saja, seperti yang terdapat
dalam masyarakat Arab Jahiliyah dahulu dan beberapa waktu setelah
islam, dilarang oleh Nabi Muhammad.
f) Monogami terbuka
Asas „monogami terbuka‟ disimpulkan dari Alquran surat Al-Nisa'
( ) ayat jo ayat . Di dalam ayat dinyatakan bahwa seorang
pria muslim dibolehkan atau boleh beristri lebih dari seorang, asal
memenuhi beberapa syarat tertentu, di antaranya adalah syarat
mampu berlaku adil terhadap semua wanita yang menjadi istrinya.
Dalam ayat surat yang sama Allah menyatakan bahwa manusia
tidak mungkin berlaku adil terhadap istri-istrinya walaupun ia ingin
berbuat demikian. Oleh karena itu ketidakmungkinan berlaku adil
laki-laki lebih baik kawin dengan seorang wanita saja. Ini berarti
bahwa beristri lebih dari seorang merupakan jalan darurat yang baru
boleh dilalui oleh seorang laki-laki Muslim kalau terjadi bahaya,
antara lain, untuk menyelamatkan dirinya dari berbuat dosa, kalau
istrinya misalnya tidak mampu memenuhi kewajiban sebagai istri.
(Ali, : - ).
. Tujuan dan Hikmah Pernikahan
Manusia dilahirkan dengan membawa naluri, yang terbentuk dalam
proses pewarisan urutan nenek-moyangnya. Naluri ialah kemauan tak
sadar, yang dapat melahirkan perbuatan mencapai tujuan tanpa terfikir
sebelumnya ke arah tujuan tersebut dan tanpa didahului oleh latihan
berbuat. Naluri merupakan asas laku perbuatan manusia. Ia jadi pendorong
tindakan. Laku perbuatan sehari-hari atau sesekali dapat ditunjukkan
naluri sebagai pendorongnya. (Gazalba, : ) Manusia berlaku dan
berbuat, karena ada yang hendak dicapainya menuju suatu tingkat
kepuasan. Begitu pula dengan perkawinan, kepuasan seseorang dengan
melangsungkan perkawinan mempunyai tujuan sebagai berikut :
a. Beribadah kepada Allah
Pernikahan merupakan sunatullah bagi setiap makhluk hidup baik
manusia, hewan, maupun tumbuhan, maka barang siapa
melangsungkan pernikahan ia telah beribadah kepada Allah.
b. Melestarikan kelangsungan hidup manusia dengan memperoleh
Hadirnya keturunan di tengah keluarga merupakan bentuk buah
cinta dari pasangan suami istri
c. Menyalurkan hasrat birahi kepada lawan jenis agar terjaga dari
perbuatan maksiat atau perzinaan.
Sesungguhnya naluri sex merupakan naluri yang paling kuat dan
keras yang selamanya menuntut adanya jalan keluar. Bilamana
jalan keluar tidak dapat memuaskannya, maka banyaklah manusia
yang mengalami goncang dan kacau serta menerobos jalan yang
jahat. Dan kawinlah jalan alami dan biologis yang paling baik dan
sesuai untuk menyalurkan naluriah sex ini. (Thalib, : )
d. Menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap masing-masing
kewajibannya.
Pernikahan adalah suatu bentuk pelatihan kemandirian untuk
seseorang yang dalam pelaksanaannya harus dijalankan dengan
penuh kesiapan, terutama kesiapan mental pada diri sendiri yang
akan menanggung dan memikul beberapa tanggung jawab terhadap
posisinya pasca pernikahan. Setiap elemen mempunyai peran
masing-masing. Seiring berjalannya peran tersebut maka akan
tercipta rasa tanggung jawab. Laki-laki adalah kepala rumah tangga
yang akan memimpin wanita yang dinikahinya dan kelak untuk
anak-anaknya. Peran ini bertanggung jawab dengan mencari nafkah
untuk keperluan hidup sehari-hari dan membawa keluarganya
adalah sebagai ibu yang bertanggung jawab atas suami dan
anaknya dengan memberikan pelayanan yang baik kepada suami,
mengurus rumah tangga, memelihara dan mendidik anak.
e. Menjaga silaturahmi antar umat manusia dengan menyatukan dua
keluarga.
Dengan pernikahan dapat membuahkan di antaranya tali
kekeluargaan, memperteguh kelanggengan rasa cinta antar keluarga
dan memperkuat hubungan kemasyarakatan yang memang oleh
Islam direstui, ditopang dan ditunjang. Karena masyarakat yang
saling menunjang lagi saling menyayangi merupakan masyarakat
yang kuat lagi bahagia. (Thalib, : - )
f. Membangun keluarga yang bahagia dunia akhirat.
Pernikahan adalah jalan yang baik bagi seseorang yang telah
mampu menikah dengan disertai niat yang baik pula yakni
membentuk keluarga sakinah, mawaddah dan warrahmah serta
memperoleh keturunan sholeh/ sholekhah yang kelak akan menjadi
penerus generasi yang berkualitas sesuai tuntunan agama.
Islam adalah agama yang penuh kesempurnaan. Allah menciptakan
manusia berpasang-pasangan agar manusia hidup dengan rasa cinta dan kasih
sayang dengan pasangannya yang kemudian dari cinta dan kasih sayang itu
lahirlah keturunan sebagai buah cinta dari sebuah pernikahan. Menurut
Muhamad Ali lembaga perkawinan ini adalah dasar daripada peradaban, sebab
ikatan kekeluargaan, yang dengan kuatnya memperkuat anasir-anasir dalam
umat manusia, sedangkan peradaban pun hanya bisa berdiri di atas umat
manusia yang terikat oleh ikatan kekeluargaan yang erat. (Wibisono. : )
B. Etika Pergaulan Islam
Rumusan tersingkat dari kata “etika” : etika ialah ilmu pengetahuan
tentang kesusilaan (moral). Yang dinamakan kesusilaan ialah keseluruhan
aturan, kaidah atau hukum yang mengambil bentuk amar dan larangan.
Kesusilaan mengatur perilaku manusia serta masyarakat, yang di dalamnya
manusia itu terdapat. Berhubung dengan itu manusia tidak boleh semaunya
sendiri berbuat, atau tidak berbuat sesuatu. Perilaku diatur atau ditentukan
oleh norma kesusilaan. (Vos, : )
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup seorang diri
dalam kehidupannya. Sebagai makhluk sosial tentu saja manusia harus
berinteraksi dengan yang lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,
kebutuhan jasmani maupun rohani. Tanpa bantuan orang lain, manusia tidak
mungkin bisa berjalan dengan baik karena saling bergantung dan
membutuhkan satu sama lain. Kesadaran manusia sebagai makhluk sosial,
justru memberikan rasa tanggung jawab untuk mengayomi individu yang jauh
lebih lemah dari pada wujud sosial yang besar dan kuat. Kehidupan sosial,
kebersamaan, baik itu non formal (masyarakat) maupun dalam bentuk-bentuk
Sebagai makhluk sosial, manusia mengharuskan untuk saling
berinteraksi dengan cara bergaul dengan yang lain melalui norma yang
berlaku. Allah menciptakan laki-laki dan perempuan agar saling mengasihi
dengan jalan yang benar.
Cinta kasih sudah mengandaikan suatu hubungan pribadi yang
jarang terdapat antara manusia yang satu dengan manusia yang lain,
sedangkan kita dapat memikul tanggug jawab terhadap manusia yang
jumlahnya jauh lebih banyak dibanding dengan jumlah manusia yang dapat
kita cintai. (Vos, : )
Hidup di dunia ini, manusia mempunyai tujuan yang tidak dapat
dihindari yakni mendapat kenikmatan hidup. Entah kenikmatan dalam hal
jasmani ataupun rohani. Kenikmatan disini adalah dimana seseorang mampu
mencapai titik puas terhadap apa yang diinginkannya.
Manusia bersifat Hedonisme. Hedonisme bertolak dari pendirian
bahwa menurut kodratnya manusia mengusahakan kenikmatan, yang dalam
bahasa Yunaninya disebut “hedone”; dari kata inilah timbul istilah
“hedonisme”. Secara negatif usaha ini terungkap dalam sikap menghindari
rasa sakit, dan secara positif terungkap dalam sikap mengejar apa saja yang
dapat menimbulkan rasa nikmat. Namun hedonisme tidak sekedar
menetapkan kenyataan kejiwaan ini, melainkan juga berpendapat bahwa
kenikmatan benar-benar merupakan kebaikan yang paling berharga atau yang
tertinggi bagi manusia, sehingga dengan demikian adalah baik baginya
perilakunya dibiarkan ditentukan oleh kenikmatan sebesar-besarnya dengan
bersikap demikian itu bukan hanya hidup sesuai dengan kodratnya, melainkan
juga memenuhi tujuan hidupnya. (Vos, : )
Remaja adalah masa-masa dimana ia akan bergaul dengan siapa saja
yang mampu membuatnya merasa nyaman. Masa remaja berlangsung pada
usia , sampai , tahun yang memiliki fase, yaitu :
. Masa Pra Remaja (Early Adolescence)
Fase ini berlangsung dari usia , sampai dengan , tahun. Fase
ini merupakan kelanjutan fase/periode perkembangan sebelumnya dari
perjalanan hidup manusia. Gejala yang menonjol adalah meningkatnya
perkembangan sikap sosial, berupa munculnya sikap ekstraverts
(perhatian ke dunia luar). Gejala itu pada dasarnya merupakan
lanjutan, yang sebelumnya ditampilkan berupa sikap avonoturir di
lingkungan sekitar usianya. Gejala itu menyebabkan fase ini disebut
masa plural, yang ditampilkan berupa sikap dan tingkah laku
anak-anak yang semakin berorientasi ke luar. Orientasi dalam dirinya
sebagai sikap dan tingkah laku intraverts, semakin berkurang.
. Masa pubertas
Fase ini berlangsung pada usia , sampai dengan , tahun.
dalam kehidupan modern terutama di kota-kota, pada umumnya
anak-anak masih bersekolah, di samping banyak juga yang sudah memasuki
perjalanan hidup manusia, untuk mempersiapkan diri memasuki dunia
kedewasaan.
. Akhir masa remaja (Late Adolescence)
Masa ini berlangsung dari usia , sampai dengan , tahun dan
disebut Masa Awal Kedewasaan. Pada fase ini sebagian remaja dalam
perjalanan hidupnya telah memasuki lapangan kerja. Remaja kelompok
ini cenderung telah bersikap, berpikir, dan berbuat sebagaimana orang
dewasa pada umumnya. Di antara remaja itu terdapat juga yang telah
memasuki kehidupan berumah tangga, yang dalam kenyataannya lebih
banyak dialami oleh perempuan dari pada lelaki. (Nawawi, :
)
Pergaulan yang dianjurkan Islam adalah pergaulan yang sesuai norma
agama. Di dalamnya terdapat batasan-batasan apa yang harus dilakukan terhadap
lawan jenis ketika bergaul. Berikut adalah etika bergaul yang baik berdasarkan
tuntunan agama:
. Menahan atau menundukkan pandangan dari lawan jenis
Setiap muslim dan muslimah harus menjaga kesucian matanya dari
pandangan terhadap lawan jenis secara bebas. Maksudnya ialah tidak
boleh melihat dengan pandangan yang terlalu dalam. Nabi Isa a.s.
bersabda, “Takutlah memandang, karena dengan memandang itu dapat
menumbuhkan syahwat dalam hati. Dan cukuplah fitnah terjadi
disebabkan pandangan itu”. (An-Nawawi, : ) Firman Allah surat
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".
. Berpakaian dengan menutup aurat secara sempurna
Pakaian yang sopan bagi setiap muslim dan muslimah adalah wajib.
Menggunakan pakaian tidak tipis sehingga tidak menampakkan warna
kulit, tidak tembus pandang dan memperlihatkkan lekuk tubuh. Islam
menganjarkan umatnya untuk berpakaian yang sederhana dan tidak
bermewah-mewahan agar tidak menarik perhatian siapapun yang
melihatnya. Hal ini berarti mencegah seseorang dari sifat pamer dan
sombong. Begitu pula dengan cara berjalan seorang wanita tidak
diperbolehkan berjalan dengan berlenggak-lenggok di hadapan laki-laki.
Aurat laki-laki adalah antara pusar dan lutut, sedangkan aurat bagi
perempuan adalah seluruh badan kecuali muka dan telapak tangan. Aurat
adalah bagian yang tidak boleh ditampakkan kepada siapa saja yang
bukan mhram, apabila ditampakkan maka akan menyebabkan rasa malu.
. Dilarang berdua-duaan (berkholwat)
Apabila seorang laki-laki dan perempuan berdua-duaan maka yang ketiga
sebagai pendampingnya adalah setan. Bedua-duaan adalah sesuatu yang
laki-laki dan perempuan adalah haram. Firman Allah surat Al Israa‟ ayat
:
“Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”. (QS. Al Israa‟ : )
. Dilarang bersentuhan kulit dengan lawan jenis
Islam sangat menjaga kesucian terhadap lawan jenisnya. Laki-laki dan
perempuan tidak boleh berjabat tangan dan saling menyentuh antara
keduanya dan yang semacamnya. Sebab, yang haram dipandang itu juga
haram disentuh, karena menyentuh itu lebih kuat menimbulkan rasa
nikmat dan menyenangkan, dengan alasan kalau laki-laki menyentuh
wanita lalu mengeluarkan sperma, maka batallah puasanya. Tetapi kalau
memandang lalu mengeluarkan sperma, maka tidak batal puasanya.
(An-Nawawi, : )
. Hindari pembicaran yang bisa membangkitkan hasrat untuk melakukan
perbuatan zina. Misalnya berbicara dengan lawan jenis dengan
mengeraskan suaranya dan dengan cara bicara yang disertai sebuah
desahan.
. Menjaga kemaluan
Tidaklah mudah menjaga kemaluan terutama bagi perempuan.
Perempuan adalah objek yang indah bagi laki-laki untuk dengan
pemerkosaan dan pelecehan seksual lain. Berbeda lagi dengan orang
yang melakukan perbuatan seksual atau berzina dengan kemauan sendiri
atas dasar cinta (suka sama suka). Meskipun si perempuan telah
berpakaian menutup aurat secara sempurna namun belum bisa menjaga
kemaluannya dari pasangannya, tidak menutup kemungkinan hal yang
tidak diinginkan seperti berzina akan terjadi. Zina adalah hubungan
badan antara seorang laki-laki dan perempuan dengan memasukkan alat
kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin perempuan tanpa adanya ikatan
pernikahan yang sah.
Zina terbagi menjadi dua macam :
. Zina muhson yaitu zina yang dilakukan oleh seorang laki-laki
dan perempuan yang telah menikah.
. Zina Ghairu Muhson yaitu zina yang dilakukan oleh seorang
laki-laki dan perempuan yang belum pernah menikah.
Pembagian jenis zina diatas adalah pembagian menurut pelakunya.
Pelaku zina muhson adalah mendapat hukuman rajam. Sedangkan bagi pelaku
ghairu muhson adalah hukuman cambuk kali cambukan di depan umum
dan setelah itu diusir dari dari daerah/negeri tersebut selama satu tahun.
Setiap masyarakat mempunyai perbedaan kuantitas sanksi terhadap
penyimpangan tertentu terhadap hukum. Sebagai contoh dapat diungkapkan,
bagi masyarakat Muslim di Mekah, orang yang berzina dikenai hukuman
cambuk kali bagi pezina pemuda/pemudi dan hukuman rajam bagi pezina
ditemukan sanksi hukum yang demikian, baik bagi pezina pemuda/pemudi
maupun pezina duda/janda. Dengan demikian, tingkah laku yang menyimpang
merupakan tindakan yang tergantung dari kontrol sosial masyarakat atau sanksi
hukum yang dijadikan acuan untuk menerapkan hukuman. (Ali, : - )
Hal ini diperjelas dalam firman Allah SWT surat An Nuur ayat :
keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukumanmereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman”.
Menjadi seorang remaja yang mampu menjaga dirinya dari pengaruh
perkembangan zaman saat ini adalah tidak mudah. Banyak godaan negatif silih
berganti menghampiri dan menggoda nafsu serta keinginan untuk berbuat
hal-hal yang melampui batas. Dimulai dari pergaulan bebas, memakai obat-obatan
terlarang, merokok, perkelahian dan lain sebagainya. Remaja muslim dan
muslimah sebagai generasi penerus bangsa harus bisa menjaga dirinya dari
hal-hal yang cenderung merugikan dirinya sendiri dan keluarganya. Maraknya
pelaku zina di kalangan para remaja akan menghancurkan masa depan,
keluarga serta nasab atau keturunannya. Ditambah dampak penyakit-penyakit
C. Status Anak dalam Persepektif Hukum Islam
Anak adalah anugerah yang dititipkan Allah kepada setiap orang tua
untuk selayaknya dijaga dan dipelihara dengan baik. Berbagai upaya dilakukan
orang tua agar tumbuh kembang anak berjalan sesuai dengan harapan. Dalam
alquran, anak disebutkan dalam berbagai istilah :
. Perhiasan atau kesenangan
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”. (QS. Al Kahfi : )
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan
dan Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. (QS. Al Anfal :
. Penentram dan penyejuk hati
Firman Allah surat Al Furqon ayat :
“Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (QS.
Al Furqon : )
“Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka). Maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. (QS. Ath-Thagobun: )
Maksud dari ayat ini adalah terkadang seorang istri atau anak dapat
menjerumuskan ayahnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan buruk,
misalnya karena minimnya ekonomi, seorang istri menyuruh suaminya
mencuri sesuatu untuk memenuhi kenutuhan sehari-hari.
. Fitnah
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.
Setiap anak pastilah menginginkan jelas asal usulnya. Hal ini merupakan
dasar untuk menunjukkan hubungan nasab dengan ayah kandungnya. Nasab
adalah salah satu pondasi kuat yang menopang berdirinya sebuah keluarga, karena
nasab mengikat antar anggota keluarga dengan pertalian darah. Penentuan nasab
adalah hak setiap anak dan menjadi sangat penting untuk keperluan di masa
depan. Apalagi bagi anak perempuan yang membutuhkan wali ketika ia akan
menikah. Sering kali banyak pasangan suami istri yang memiliki anak hasil
perzinaan kedua orangtuanya tidak memahami kedudukan hukum anaknya, baik
secara hukum Islam ataupun hukum positif Indonesia. Termasuk di dalamnya
mengenai pembagian warisan.
Undang-undang Perkawinan No. tahun pasal menentukan
bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat
perkawinan yang sah. Dari ketentuan undang-undang ini kita lihat adanya dua
kemungkinan sahnya anak, yaitu anak yang dilahirkan dalam perkawinan yang
sah atau anak yang dilahirkan sebagai akibat dari perkawinan yang sah. Pada
kemungkinan kedua tidak menjadi masalah sebab hukum Islam pun menentukan
demikian. Tetapi pada kemungkinan pertama hanya dipandang sesuai dengan
ketentuan hukum Islam apabila diperhatikan syarat bahwa terjadinya anak
hamil dan tidak diketahui dengan jelas bahwa anak telah terjadi sebelum
perkawinan dilaksanakan.
Dalam UU Perkawinan tahun pasal juga disebutkan bahwa
“Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata
dengan ibunya dan keluarga ibunya”. Rumusan tersebut sejalan dengan Kompilasi
Hukum Islam (KHI) pasal yang menyatakan anak sah adalah:
a. Anak yang lahir dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah
b. Hasil pembuahan suami istri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh
istri tersebut.
Sejalan juga dengan Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal yaitu “Anak
yang lahir di luar pernikahan hanya mempunyai nasab dengan ibunya dan
keluarga ibunya”. Pada kasus Machicha Mochtar dalam uji materi UU No. tahun
pasal ayat yang mengabulkan permohonan tersebut, saat ini anak di luar
nikah tetap akan mendapat hubungan keperdataan dengan ayahnya, walaupun
ayahnya itu tidak mengakui sebagai anak kandungnya, selama dapat dibuktikan
berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi atau alat bukti lain menurut hukum
salah satunya dengan tes DNA.
Terkait anak hasil hubungan perzinaan, Islam menyatakan bahwa anak
tersebut tidak akan mendapatkan hak waris dan perwalian dari ayah biologisnya.
Namun bukan berarti anak tersebut tidak diperdulikan oleh negara, karena negara
menyatakan bahwa hak pengasuhan berada pada pihak ibu kandung dan
keluarganya. Anak dari hasil hubungan zina agar tidak dijadikan sasaran hukuman
ayah biologisnya. Akibat hukum dari anak diluar nikah yakni hubungan nasab,
hak-hak waris dan hak perwalian. Hal mengenai perlindungan dari anak hasil zina
ini dipertegas dalam UU Perkawinan tahun pasal ayat ( ) diatas
disebutkan “Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan
perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”.
Imam Ishaq bin Rawawih, Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim berpendapat
bahwa anak yang lahir karena perbuatan zina adalah keturunan yang mengakui,
sebab pada kenyataannya ia memang berbuat zina dengan ibu si anak,
sebagaimana penetapan nasab anak itu kepada ibunys. Penetapan itu dimaksudkan
agar si anak tidak terlantar, tidak mendapat mudharat dan tidak terkena aib karena
perbuatan yang tidak ia lakukan. Sebab, orang yang tidak berdosa tidak akan
memikul dosa orang lain. (Narulita, : - )
Apabila telah terang bahwa seseorang itu melahirkan anak, pastilah anak
itu, anaknya. Tak ada jalan membantahnya, karena hubungannya (si ibu) dengan
anak, ialah dengan jalan wiladah (melahirkan). Mengenai orang laki-laki ada dua
kemungkinan: (Ash-Shiddieqy, : - )
a. Ada yang mungkin diingkari
b. Ada yang tidak mungkin diingkari
Yang tidak mungkin diingkari ada dua kemungkinan pula, pertama
yang dapat dinafikan dengan jalan li‟an (nasab anak ummul walad) dan
yang kedua yang dinafikan dengan jalan lian yaitu anak yang
memiliki saksi dalam hal tersebut. Misalnya seorang istri telah hamil
tiga bulan namun suaminya menyangkal bahwa anak tersebut bukan
hasil dari perbuatannya dan menuduh istrinya berzina dengan laki-laki
lain.
c. Anak syubhat adalah anak yang kedudukannya tidak ada hubungan
nasab dengan laki yang menggauli ibunya, kecuali apabila
laki-laki itu mengakuinya.
Dalam perspektif fiqih mengenai anak sah, Islam menegaskan bahwa
seorang anak agar dianggap sebagai anak yang sah dari ayahnya, maka anak itu
harus lahir sekurang-kurangnya enam bulan sejak berlangsungnya akad nikah.
Dengan demikian, apabila anak lahir kurang dari enam bulan sejak
berlangsungnya akad nikah, maka hubungan nasab anak tersebut adalah dengan
ibunya walaupun lahir dari pernikahan sah dengan ayah kandungnya.
Jika dilihat dari sisi kehamilan seorang wanita, fikih Islam telah memuat
ketentuan-ketentuan terhadap ketetapan nasab dengan batas kehamilan tersebut