• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Di Bawah Umur Akibat Putusnya Perkawinan Karena Perceraian (Studi Pada Masyarakat Batak Toba Kristen Di Medan).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan Hukum Terhadap Anak Di Bawah Umur Akibat Putusnya Perkawinan Karena Perceraian (Studi Pada Masyarakat Batak Toba Kristen Di Medan)."

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Wujud dari bersatunya adalah dengan melaksanakan suatu perkawinan yang dilakukan menurut agama dan adat kepercayaannya masing-masing. Adalah menjadi kodrat alam, manusia dilahirkan selalu hidup bersama dengan manusia lainnya di dalam suatu pergaulan hidup. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari manusia sebagai makhluk sosial. Hidup bersama seorang laki-laki dan seorang perempuan yang memenuhi syarat-syarat tertentu disebut dengan perkawinan.1

Perkawinan merupakan awal dari hidup bersama antara seorang pria dan seorang wanita sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perkawinan adalah hubungan hukum yang merupakan pertalian yang sah antara seorang laki-laki dan seorang wanita yang telah memenuhi syarat-syarat perkawinan untuk jangka waktu selama mungkin.2

Antara perkawinan dan sifat susunan kekeluargaan terdapat hubungan yang erat sekali. Bahkan dapat dikatakan, bahwa suatu peraturan hukum perkawinan sukar untuk dapat dipahami tanpa dibarengi dengan peninjauan hukum kekeluargaan yang

(2)

bersangkutan. Di Indonesia terdapat tiga macam sifat susunan kekeluargaan, yaitu : patrilineal, matrilineal, dan parental.3

Menurut Ali Afandi bahwa pengertian perkawinan adalah persatuan antara laki-laki dan perempuan di dalam hukum keluarga.4 Pada dasarnya tiap keluarga, kerabat serta persekutuan menghendaki sesuatu perkawinan yang sudah dilakukan itu, dipertahankan untuk selama hidupnya. Dalam kenyataannya tidak semua perkawinan dapat berlangsung dengan langgeng dan tidak ada seorang pun yang ingin perkawinannya berakhir dengan jalan perceraian. Namun apa daya, saat semua upaya dikerahkan untuk menyelamatkan suatu perkawinan ternyata pada akhirnya diputus cerai oleh pengadilan.

Perceraian pada dasarnya merupakan peristiwa hukum yang merupakan suatu kejadian yang akan menimbulkan dan menghilangkan hak maupun kewajiban. Perceraian menurut adat adalah merupakan peristiwa luar biasa, sebuah problema sosial dan yuridis yang penting dalam kebanyakan daerah.5

Perceraian merupakan salah satu peristiwa yang dapat terjadi dalam suatu perkawinan, perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan.6

“Di daerah Tapanuli, menurut sebuah komisi adat di bawah pimpinan Doktor Abdulrasjid yang melakukan penelitiannya pada waktu sebelum perang dunia kedua, menetapkan perkawinan itu sebagai suatu perjanjian tidak hanya antara 3Soerojo Wignjodipoero, Pengantar Dan Asas-asas Hukum Adat, Penerbit CV Haji Masagung, hal.127-128.

4Ali Afandi,Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata,Bina Aksara, Jakarta, 1984, hal. 98.

5ibid,hal. 143.

(3)

suami-istri tetapi juga antara kerabat kedua belah pihak yang terdiri atas golongan, yaitu pertama keluarga pihak bapak, kedua clan hula-hula yang bersangkutan, dan ketiga calan boru yang bersangkutan (“vadersijdige bloedverwanten, hunbruidgevers en hun bruidnemers”).Tanpa bantuan ketiga golongan tersebut di atas maka perceraian dalam masyarakat Batak tidak mungkin terjadi. Dan menurut adat di daerah ini menurut ketentuan komisi tersebut, perceraian hanya karena meninggal dunia saja, serta dengan alasan-alasan sebagai berikut: untuk suami, istrinya cinta kepada lelaki lain, istrinya mempunyai kebiasaan mencuri, istri melakukan perbuatan-perbuatan di luar pengetahuannya dan istri tidak menghormati adat istiadat”.7

Menurut Pasal 209 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyebutkan berbagai alasan yang dapat mengakibatkan perceraian, terdiri atas :

1. Zinah atauoverspel

2. Meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad jahat.

3. Penghukuman dengan hukuman penjara lima tahun lamanya atau dengan hukuman yang lebih berat, yang diucapkan setelah perkawinan.

4. Melukai berat atau menganiaya, dilakukan oleh si suami atau si istri terhadap istri atau suaminya, yang demikian, sehingga membahayakan jiwa pihak yang dilukai atau dianiaya, sehingga mengakibatkan luka-luka yang membahayakan.

Sebagai peristiwa hukum, perceraian mempunyai hubungan yang erat dengan sikap tindak dalam hukum yang berupa tanggung jawab yaitu tanggung jawab (responsibility) terhadap pihak lain.8

Sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang berlaku untuk seluruh rakyat Indonesia dan di seluruh wilayah Indonesia, maka sejak itulah setiap perkawinan harus didasarkan pada

Undang-7

Soerojo Wignjodipoero,Op.Cit., hal 145.

8

(4)

undang Nomor 1 Tahun 1974 serta peraturan pelaksanaannya dan semua peraturan yang mengatur tentang perkawinan sejauh telah diatur dalam Undang-undang ini dinyatakan tidak berlaku lagi.9

Berdasarkan ketentuan Pasal 41 Undang–undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan bahwa akibat dari putusnya suatu perkawinan karena perceraian adalah:

a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya.

b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataannya tidak dapat memberi kewajiban tersebut pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.

c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.

Ketentuan di atas juga menegaskan bahwa negara melalui Undang-undang Perkawinan tersebut telah memberikan perlindungan hukum bagi kepentingan anak-anak yang perkawinan orang tuanya putus karena perceraian, yaitu mengenai hak asuh anak di bawah umur.

Dalam hal suatu perkawinan sudah putus karena perceraian, tidaklah mengakibatkan hubungan antara orang tua (suami dan isteri yang telah bercerai) dan

(5)

anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut menjadi putus juga. Sebab dengan tegas telah diatur bahwa suami dan istri yang telah bercerai tetap mempunyai kewajiban sebagai orang tua yaitu untuk memelihara dan mendidik anak-anaknya, termasuk dalam hal pembiayaan yang timbul dari pemeliharaan dan pendidikan dari anak tersebut. Hanya hak asuh yang pindah kesalah satu pihak yaitu beralih ke ayah atau ke ibunya.

Menurut Hukum Adat, perceraian ataupun meninggalnya salah satu orang tua, tidaklah menimbulkan perwalian. Hal ini disebabkan oleh karena didalam perceraian, anak masih berada pada salah satu dari kedua orang tuanya.10

Dalam undang-undang No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang ada pada Pasal 1 Ketentuan umum, mengatur beberapa pengertian, seperti:

1) Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan;

2) Anak asuh adalah anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga, untuk diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena orang tuanya atau salah satu orang tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang anak secara wajar ;

3) Kuasa asuh adalah kekuasaan orang tua untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan menumbuhkembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan kemampuan, bakat, serta minatnya.

(6)

Pasal 14 Undang-undang tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa : Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.

Dalam UU Perkawinan tidak terdapat definisi mengenai hak asuh tersebut, namun jika melihat Pasal 1 angka 11, Undang Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak terdapat istilah Kuasa Asuh yaitu kekuasaan orang tua untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan menumbuh kembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan kemampuan, bakat, serta minatnya.

Satu-satunya aturan yang dengan jelas dan tegas memberikan pedoman bagi hakim dalam memutus pemberian hak asuh atas anak tersebut terdapat dalam Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang menyatakan bahwa dalam hal terjadi perceraian :

a) Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya.

b) Pemeliharaan anak yang sudahmumayyizdiserahkan kepada anak untuk memilih di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaan.

c) Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.

(7)

bukan beragama Islam (yang perkaranya diperiksa dan diputus di Pengadilan Negeri), karena tidak ada pedoman yang secara tegas mengatur batasan pemberian hak asuh bagi pihak yang menginginkannya, maka hakim dalam menjatuhkan putusannya akan mempertimbangkan antara lain fakta-fakta yang terungkap di persidangan dan bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak, serta argumentasi yang dapat meyakinkan hakim mengenai kesanggupan dari pihak yang memohonkan hak asuh anak tersebut.

Perlindungan hukum meliputi kewajiban membayar nafkah anak di bawah umur dan hak asuh anak dibawah umur. Dalam mengurus dan melaksanakan kepentingan dan pemeliharaan atas anak tersebut baik secara materi, pendidikan, jasmani dan rohani dari anak tersebut. Misalnya dalam persidangan tersebut terungkap bahwa suami atau istri tersebut sering berbuat kasar dan memiliki perilaku yang buruk seperti mabuk, berjudi dan sebagainya. Selain itu akan diperhatikan juga dari segi finansial, apakah pihak yang memohonkan hak asuh anak tersebut memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan baik sandang, pangan dan papan dari anak tersebut nantinya. Semua ini dipertimbangkan oleh hakim semata-mata dilakukan demi kepentingan dan kemanfaatan dari si anak tersebut. Tentunya mereka yang tidak dapat memberikan penghidupan yang layak bagi si anak, sangat sulit untuk diberikan hak asuh.

(8)

perselisihan hak asuh anak di bawah umur yang sulit dipecahkan. Jika salah satu pihak saja yang meminta hak asuh anak di bawah umur, hakim dapat saja langsung mengabulkan. Tetapi yang terjadi dalam kasus perceraian itu adalah perebutan terhadap hak asuh anak di bawah umur.

Perlindungan anak dalam hal orangtuanya bercerai sangat erat kaitannya dengan kekuasaan orangtuanya walaupun perkawinan telah putus oleh karena perceraian. Perceraian yang dilakukan oleh seorang suami dan istri menimbulkan akibat terhadap anak-anaknya baik secara moril maupun materiil. Secara moril bahwa anak-anaknya tersebut menanggung konsekuensi bahwa kedua orangtuanya tidak bersama lagi dalam suatu rumah tangga dan otomatis perhatian dan kasih sayang yang tercurah pada anak tidak seperti saat berkumpul dulu. Secara materiil ialah diberikan nafkah, yang menjadi hak seorang anak yang didapat dari kedua orang tuanya.

Sehubungan dengan tanggungjawab terhadap anak-anak tersebut, dalam masyarakat batak toba, kesalahan pada satu pihak menyebabkan pihak yang lain mempunyai hak yang lebih terhadap anak-anaknya. Dalam hal ini contohnya ialah perzinahan yang dilakukan oleh seorang ibu, dan hal tersebut dapat dibuktikan oleh suaminya. Sehingga dengan demikian hak asuh anak di bawah umur akan jatuh ketangan ayahnya.

(9)

kewajibannya untuk membayar nafkah anak di bawah umur tersebut. Dalam hukum adat Batak Toba kewajiban membayar nafkah juga ada pada ayah, terutama hak asuh. Sementara hak asuh sendiri belum di atur secara tegas dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jo PP Nomor 9 Tahun 1975, sehingga hal ini menimbulkan persoalan dalam praktek, terutama sekali dalam kasus-kasus perceraian dimana antara suami-istri menuntut hak asuh terhadap anak di bawah umur tersebut.

Berdasarkan uraian diatas, perlu suatu penelitian lebih lanjut mengenai perlindungan hukum terhadap anak dalam hal terjadi perceraian dari kedua orang tuanya yang aka dituangkan dalam judul tesis “Perlindungan Hukum Terhadap Anak Di Bawah Umur Akibat Putusnya Perkawinan Karena Perceraian (Studi Pada Masyarakat Batak Toba Kristen Di Medan)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian latar belakang permasalahan di atas, beberapa permasalahan pokok yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah hak asuh anak di bawah umur jika terjadi perceraian pada masyarakat Batak Toba Kristen di Medan?

2. Bagaimana tanggungjawab orangtua yang telah bercerai terhadap nafkah anak di bawah umur dalam putusan pengadilan?

(10)

C. Tujuan Penelitian

Adapun penelitian ini dilaksanakan untuk dapat mengetahui hal-hal sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui penentua hak asuh kepada anak di bawah umur jika terjadi perceraian pada masyarakat Batak Toba Kristen di Medan.

2. Untuk mengetahui tanggungjawab orangtua yang telah bercerai dalam pemberian nafkah terhadap anak di bawah umur.

3. Untuk mengetahui hambatan apa yang timbul dalam perlaksanaan perlindungan hukum terhadap anak di bawah umur jika orang tuanya bercerai pada masyarakat Kristen Batak Toba di Medan.

D. Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan mamfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan dan sumbangan pemikiran bagi peningkatan dan perkembangan dibidang Hukum Adat khususnya bagi masyarakat Batak Toba dalam kaitannya dengan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Di Bawah Umur Akibat Putusnya Perkawinan Karena Perceraian serta guna menambah literatur dan bahan-bahan informasi dalam penerapan hukum di Indonesia.

2. Manfaat Praktis

(11)

b. Untuk memberikan masukan serta tambahan pengetahuan bagi para pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti dan berguna bagi pihak-pihak lain yang berkepentingan mengenai Hukum Adat dan Perlindungan hukum terhadap anak di bawah umur akibat putusnya perkawinan karena perceraian pada khususnya.

E. Keaslian Penelitian

Guna menghindari terjadinya duplikasi terhadap penelitian di dalam masalah yang sama, maka peneliti melakukan penelusuran kepustakaan khususnya di lingkungan Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan, dan belum ada penelitian sebelumnya dengan judul Perlindungan Hukum Terhadap Anak Di Bawah Umur Akibat Putusnya Perkawinan Karena Perceraian (Studi Pada Masyarakat Batak Toba Di Medan). Namun demikian ada perbandingan penelitian yang dilakukan dengan Mahasiswa Magister Kenotariatan dengan judul yaitu :

1. Fransisca M.U. Bangun (NIM 037011028), Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “ Tanggungjawab Orang Tua Terhadap Anak Setelah Perceraian (Kajian Putusan Pengadilan Negeri Kelas I A Medan)” dengan permasalahan yang diteliti adalah :

a. Bagaimanakah putusan Pengadilan Negeri dalam menentukan tanggung jawab orang tua terhadap anak setelah perceraian?

(12)

c. Apakah yang menyebabkan kesulitan melaksanakan putusan pengadilan yang telah mewajibkan orang tua untuk membiayai anaknya setelah perceraian? 2. Tessy (NIM 097011100), Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas

Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Tanggungjawab Hukum Suami Istri dalam Perceraian Terhadap Anak (Studi Kasus Putusan No. 209/Pdt.G/2007/PN.Mdn)” dengan permasalahan yang diteliti adalah :

a. Apa yang merupakan dasar pertimbangan hakim dalam menentukan tanggung jawab pengasuhan anak setelah perceraian?

b. Bagaimanakah upaya hukum dari tidak terlaksananya hak dan kewajiban terhadap anaknya setelah perceraian kedua orang tuanya?

c. Bagaimanakah upaya yang dapat dilakukan oleh suami atau istri apabila salah satu pihak tidak dapat memenuhi kewajibannya terhadap anak sesuai putusan pengadilan?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Teori merupakan alur penalaran atau logika (flow of reasoning/logic), terdiri dari seperangkat konsep atau variabel, defenisi dan proposisi yang disusun secara sistematis.11 Teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang disamping untuk mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja

(13)

hanya memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum.12 Teori diperlukan untuk menerangkan atau menjelaskan gejala spesifik atau proses tertentu terjadi.13 Dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.14

Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk mensistimasikan penemuan-penemuan penelitian, memuat ramalan atau prediksi atas dasar penemuan-penemuan dan menyajiakn penjelasan yang dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan. Artinya teori merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskan dan harus didukung oleh fakta empiris untuk dinyatak benar.15

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.16

Adapun kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Perlindungan Hukum. Munculnya teori perlindungan hukum ini bersumber dari teori hukum alam atau aliran hukum alam. Aliran ini dipelopori oleh Plato, Aristoteles (murid Plato), dan Zeno (pendiri aliran Stoic). Menurut aliran hukum alam menyebutkan bahwa hukum itu bersumber dari Tuhan yang bersifat universal dan abadi, serta antara hukum dan moral tidak boleh dipisahkan. Para penganut aliran ini memandang bahwa hukum dan moral adalah cerminan dan aturan secara internal dan eksternal dari kehidupan manusia yang diwujudkan melalui hukum dan moral. Menurut Thomas Aquinas mengatakan bahwa hukum alam adalah ketentuan akal yang bersumber dari Tuhan yang bertujuan untuk

12Otje Salman dan Anton F Susanto,Teori Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2005, hal. 21. 13Wuisman dengan penyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, jilid I, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1996, hal. 203

14Ibid,hal. 16.

15Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian,Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 17.

(14)

kebaikan dan dibuat oleh orang yang mengurus masyarakat untuk disebarluaskan.17

Eksistensi dan konsep hukum alam selama ini masih banyak dipertentangkan dan ditolak oleh sebagian besar filsuf hukum, tetapi dalam kenyataan justru dalam tulisan-tulisan pakar yang menolak itu, banyak menggunakan faham hukum alam yang kemungkinan tidak disadarinya. Salah satu alasan yang mendasari penolakan sejumlah filsuf hukum terhadap hukum alam, karena mereka masih menganggap pencarian terhadap sesuatu yang absolut dari huk alam, hanya merupakan suatu perbuatan yang sia-sia dan tidak bermanfaat.18

Menurut Von Thomas Aquinas mengatakan bahwa hukum alam adalah cerminan undang-undang abadi (lex naturalis). Jauh sebelum lahirnya aliran sejarah hukum, ternyata aliran hukum alam tidak hanya disajikan sebagai ilmu pengetahuan, tetapi juga sebagai prinsip-prinsip dasar dalam perundang-undangan. Keseriusan umat manusia akan kerinduan terhadap keadilan, merupakan hal yang esensi yang berharap adanya suatu hukum yang lebih tinggi dari hukum positif. Hukum alam telah menunjukkan, bahwa sesungguhnya hakikat kebenaran dan keadilan merupakan suatu konsep yang mencakup banyak teori. Berbagai anggapan dan pendapat para filosof hukum bermunculan dari masa kemasa. Pada abad ke-17, substansi hukum alam telah menempatkan suatu asas yang bersifat universal yang biasa disebut Hak Asasi Manusia (HAM).19

Menurut Satijipto Raharjo, perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.20Pendapat Sunaryati Hartono mengatakan bahwa hukum dibutuhkan untuk mereka yang lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi dan politik untuk memperoleh keadilan sosial.21Sementara pendapat Philipus M. Hardjon bahwa perlindungan hukum bagi rakyat sebagai tindakan pemerintah yang bersifat 17http://hnikawawz.blogspot.com/2011/11/kajian-teori-perlindungan-hukum.html, diakses pada tanggal 15 April 2012, pukul 20.00 WIB.

18

Marwan Mas,Pengantar Ilmu Hukum, Ghalia Indonesia, Bogor, 2004, hal. 116. 19Ibid.

20Satijipto Raharjo,Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 53.

(15)

preventif dan represif.22 Perlindungan hukum preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan berdasarkan diskresi, dan perlindungan hukum represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa, termasuk penangannya di lembaga peradilan.23

Dengan demikian masalah mengenai perlindungan sangat erat kaitannya dengan kehidupan yang terjadi didalam masyarakat, perlindungan meliputi perlindungan terhadap orang tua, anak, dan orang lain. Dalam hal perlindungan di dalam sebuah keluarga, anak merupakan prioritas utama yang harus mendapatkan perlindungan dan perhatian. Anak lahir dari sebuah perkawinan antara suami istri.

Perkawinan adalah salah satu peristiwa penting yang sangat penting dalam penghidupan masyarakat kita, sebab perkawinan itu tidak hanya menyangkut wanita dan bakal mempelai saja, tetapi juga orangtua kedua belah pihak, saudara-saudaranya, bahkan keluarga-keluarga mereka masing-masing.24 Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal merupakan tujuan ideal yang mencakup pengertian jasmani dan rohani ysng melahirkan keturunan25, sehingga perkawinan merupakan suatu hal yang berlangsung seumur hidup.

22Philipus M. Hardjon,Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia,PT bina Ilmu, Surabaya, 1987, hal. 2.

23Maria Alfons, Implementasi Perlindungan Geografis Atas Produk-produk Masyarakat Lokal Dalam Perpektif Hak Kekayaan Intelektual,Ringkasan Disertasi Doktor, Universitas Brawijaya, Malang, 2010, hal 18.

24Soerojo Wignjodipoero,Op.Cit,hal. 122.

(16)

Beragamnya kepentingan antar manusia dapat terpanuhi secara damai, tetapi juga menimbulkan konflik jika tata cara pemenuhan kepentingan tersebut dilakukan tanpa ada keseimbangan sehingga akan melanggar hak-hak orang lain.26 Perceraian kadangkala dianggap sebagai salah satu upaya penyelesaian untuk menghapus perkawinan dengan putusan hakim yang diajukan oleh salah satu pihak dalam perkawinan tersebut. Dalam hal terjadi perceraian maka akibatnya juga berdampak terhadap anak-anak dari perkawinan.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 pasal 19, ada 6 (enam) alasan tentang perceraian, yaitu:

Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:

a. Salah satu pihak berbuat zinah atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;

(17)

f. Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukunlagi dalam rumah tangga.

Putusnya perkawinan antara para pihak dalam perkawinan tidak memutuskan hubungan ayah atau ibunya dengan anak-anaknya, sebab dengan tegas telah diatur bahwa suami dan istri yang telah bercerai tetap mempunyai kewajiban sebagai orang tua yaitu untuk memelihara dan mendidik anak-anaknya yaitu dengan memberikan hak asuh yang berpidah kesalah satu pihak apakah beralih ke ayah atau ke ibunya sehingga terdapat suatu perlindungan hukum bagi kepentingan anak-anak yang perkawinan orang tuanya putus karena perceraian. Menurut pasal 41 Undang-undang Perkawinan menyebutkan :

Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:

a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusan.

b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilaman bapak dalam kenyataannya tidak dapt memberi kewajiban tersebut pengadilan dapat menentukan bahwa ikut memikul biaya tersebut.

c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.

(18)

hukum terhadap anak dimana orang tua di bebani kewajiban untuk bertanggungjawab dalam hal pemeliharaan anak-anaknya kelak sampai dewasa.

Berdasarkan pasal 1 Undang-undang tentang Perlindungan Anak yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Dan yang menjadi hak dari seorang anak adalah “Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (pasal 4 Undang-undang Perlindungan Anak).”

(19)

untuk dilakukan, masyarakat Batak Toba Kristen terpengaruh dengan fenomena yang terjadi disekitarnya”.27

Akibat perceraian terhadap anak adalah hakim akan memutuskan dengan melihat dan menimbang kepada suami atau istri diberikan hak asuh anak di bawah umur tersebut. Pada umumnya hak asuh anak di bawah umur akan jatuh ketangan istri (ibu anak di bawah umur), namun dalam masyarakat batak anak-anak dari hasil pernikahan akan jatuh ke tangan ayahnya. Hal ini di sebabkan oleh karena masyarakat Batak Toba menganut sistem kekerabatan patrilineal. Selain hak asuh perceraian juga berakibat terhadap kewajiban nafkah orang tua terhadap anak di bawah umur.

Anak yang tidak tahu apa-apa mengenai perceraian orang tuanya menjadi korban sehingga anak yang seharusnya hidup bersama kedua orang tuanya menjadi terpisah, anak harus ikut dengan ayah atau ibunya. Ia akan menjadi kurang perhatian dan kasih sayang dari salah satu orang tuanya, dan jangan sampai mengganggu perkembangan mental anak. Oleh karena itu, dengan adanya teori perlindungan hukum ini akan memberikan perlindungan terhadap anak, dimana anak berhak untuk menentukan dengan siapa ia tinggal kelak dan ia tetap berhak mendapatkan pengasuhan dan biaya nafkah sebagaimana seharusnya kewajiban orang tuanya untuk kelangsungan hidupnya kelak, karena hal tersebut merupakan salah satu bentuk Hak Asasi Manusia seorang anak.

(20)

2. Konsepsi

Untuk menghindari kesalahan penafsiran dalam judul penelitian, maka perlu ada pembatasan suatu konsep agar tercapai kesepahaman dari tujuan yang dimaksud. Konsepsi adalah suatu bagian terpenting yang dapat diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari yang abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan

operational defenition. Pentingnya defenisi operasioanal adalah untuk menghindari perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (du bius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu dalam penelitian ini harus didefenisikan mengenai konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang ditemukan, yaitu :

a. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subjek hukum dalam bentuk perangkat hukum yang bersifat preventif maupun represif, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis . Bentuk-bentuknya ialah adanya suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan, dan kedamaian.

b. Perlindungan hukum terhadap anak adalah perlindungan hukum yang meliputi hak pemeliharaan/asuh dan nafkah anak di bawah umur.

c. Hak asuh adalah hak orang tua untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi anaknya dan sebagai wali anak dibawah umur.

(21)

e. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.28

f. Perkawinan dalam masyarakat Batak Toba adalah perkawinan yang dilangsungkan menurut adat dan tata cara adat Batak Toba.

g. Perceraian adalah putusnya suatu perkawinan dengan putusan hakim yang berwenang atas tuntutan salah seorang dari suami istri berdasarkan alasan-alasan yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.29

h. Perceraian pada masyarakat Batak Toba adalah putusnya ikatan yang sah antara suami istri berdasarkan adat Batak dan hukum Kristiani.

i. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.30

j. Anak dibawah umur adalah anak yang belum berusia 18 delapan belas tahun atau belum kawin.

k. Masyarakat Batak Toba adalah salah satu suku asli Indonesia yang berasal dari Pulau Sumatera Utara.

l. Kota Medan adalah salah satu kota terbesar di Indonesia, dimana salah satu masyarakatnya bersuku Batak Toba.

28Pasal 1 Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974.

29Wienarsih Imam Subekti dan Sri Soesilowati Mahdi,Hukum Perorangan dan Kekeluargaan Perdata Barat,Gitama Jaya, Jakarta, 2005, hal. 135.

(22)

G. Metode Penelitian

1. Sifat Penelitian

Spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini bersifat penelitian deskriptif analitisyaitu dimaksudkan untuk memberi data yang seteliti mungkin tentang suatu keadaan atau gejala-gejala lainnya.31

Menurut Bambang Sunggono, deskriptif analitis yaitu memaparkan, menggambarkan atau mengungkapkan hal yang terkait dengan objek penelitian untuk kemudian dibahas atau dianalisis menurut ilmu dan teori-teori atau pendapat peneliti sendiri, dan terakhir menyimpulkannya.32

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis empiris yaitu pendekatan dengan melihat sesuatu kenyataan hukum di dalam masyarakat, digunakan untuk melihat aspek-aspek hukum dalam interaksi sosial di dalam masyarakat, dan berfungsi sebagai penunjang untuk mengidentifikasi dan mengklarifikasi temuan bahan nonhukum bagi keperluan penelitian atau penulisan hukum.33

3. Lokasi Penelitian

Untuk melengkapi data sekunder, maka penelitian tentang Perlindungan Hukum terhadap Anak di Bawah Umur Akibat Putusnya Perkawinan Karena

31Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986), hal. 10

32 Bambang Sungguno, Metodologi Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 26-27.

(23)

Perceraian (Studi dalam Masyarakat Batak Toba di Medan) ini juga didukung oleh data primer dengan penelitian yang dilakukan terhadap masyarakat Batak Toba yang bertempat tinggal di Medan. Adapun alasan pemilihan lokasi untuk penelitian ini oleh karena kota Medan merupakan salah satu kota terbesar di propinsi Sumatera Utara, sehingga di harapkan di kota Medan akan lebih mudah mendapatkan informasi-informasi yang lain terutama tentang putusan perceraian oleh Hakim dan perlindungan hukum terhadap anak di bawah umur akibat putusnya perkawinan karena perceraian, komposisi penduduk yang beragam/bercampur (heterogen) dimana masyarakat Batak Toba menjadi bagian minoritas, dan komposisi penduduk yang heterogen sehingga telah pula mempengaruhi corak dan gaya hidup masyarakat Batak Toba.

4. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Dalam penelitian ilmiah dibutuhkan populasi dan sampel penelitian. Dalam penelitian ini populasi penelitian dilakukan pada masyarakat Batak Toba Kristen di Medan.

b. Sampel

(24)

pertimbangan tujuan penelitian ditetapkan sampel penelitian berjumlah 10 (sepuluh) responden dengan memperhatikan ciri-ciri dari sifat sampel yang diteliti yaitu:

- 5 (lima) orang tua laki-laki, - 5 (lima) orang tua perempuan,

selain itu juga diperlukan tambahan informasi dan sumber lainnya yakni terhadap Informan yaitu dari Penetua Adat, Pendeta, Masyarakat Adat, dan Hakim Pengadilan Negeri Medan.

5. Sumber Data

Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sumber data sekunder, dengan titik berat pada sumber data sekunder. Adapun data Sekunder yang dipergunakan terdiri dari :

1) Bahan hukum primer yaitu semua bahan/materi hukum yang mempunyai kedudukan mengikat secara yuridis meliputi peraturan perundang-undangan, Keputusan Presiden, Peraturan Menteri, dan Instrumen Peraturan Perundang-undangan lainnya yang berhubungan dengan masalah hukum yang diteliti. Data yang langsung didapatkan dalam penelitian di lapangan.

(25)

3) Bahan hukum tersier adalah semua petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer dan sekunder yang berasal dari kamus, ensiklopedia, majalah, surat kabar dan sebagainya.34

6. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Studi Dokumentasi

Studi dokumen yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan mencari informasi berdasarkan dokumen-dokumen maupun arsip yang berkaitan dengan penelitian, meliputi penelaahan terhadap bahan kepustakaan atau datasekunder yang melupiti bahan primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier meliputi peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen, teori-teori dan laporan-laporan yang bertalian dengan penelitian ini. Dalam metode pengumpulan data melalui penelitian kepustakaan ini maka penulis menggunakan dari berbagai bacaan yang berhubungan dengan judul pembahasan, baik itu dari literatur-literatur ilmiah, majalah, media massa serta perundang-undangan.35

b. Wawancara (Interview) adalah kegiatan wawancara yang dilakukan kepada responden dengan terlebih dahulu membuat pedoman wawancara secara sistematis agar mendapatkan data yang lengkap dan memiliki kebenaran baik menurut hukum maupun kenyataan yang dapat dilihat dilapangan. Adapun

(26)

beberapa narasumber yang diwawancara adalah Penetua Adat Batak Toba, Pendeta dan Hakim Pengadilan Negeri Medan.

7. Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasi dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar-dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapta dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.36 Analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif, yaitu proses penyusunan, mengkategorikan data kualitatif, mencari pola atau tema dengan maksud memahami maknanya.

Penyusunan karya tulis ilmiah ini menggunakan data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka dimana pengolahan, analisi, dan konstuksinya dilaksanakan dengan cara penelitian yang menggunakan metode kualitatif yang merupakan suatu cara penelitian yang menghasilkan dua data deskriptif dan komparatif.

Penelitian ini melakukan kegiatan inventarisasi bahan-bahan hukum sekaligus juga mengidentifikasikan berbagai peraturan dibidang Hukum Adat khususnya mengenai perlindungan hukum terhadap anak akibat perceraian orangtuanya.

Analisis data dilakukan dengan cara yaitu data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif, kesimpulan diambil dengan menggunakan cara berpikir induktif

(27)

yaitu cara berpikir yang mendasar kepada hal-hal yang bersifat umum dan kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus sesuai dengan pokok permasalahannya.37

Setelah analisi data selesai maka hasilnya kemudian akan disajikan secara deskriptif, yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti.38Dari hasil tersebut kemudian ditariklah kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.

37Surakhmad Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Tekhnik, Tarsito, Bandung, 1994, hal. 17.

Referensi

Dokumen terkait

 Seseorang atau kelompok yang tidak bertanggung jawab yang mempunyai kemampuan lebih dalam bidang IT juga dapat melakukan penyadapan informasi-informasi penting melalui jaringan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah perasan daun jambu biji ( psidium guajava ) efektif sebagai insektisida nabati terhadap kematian nyamuk Anopheles

Adapun dari 13 pelaku tersebut diamankan oleh Sat Res Narkoba, Polsek Kandangan, Polsek Daha Utara, Polsek Daha Selatan, Polsek Angkinang, Poslek Padang Batung, polsek Loksado

CD interaktif merupakan salah satu contoh yang dilakukan untuk mempromosikan informasi informasi apa saja mengenai profil perusahaan kepada user ( pemakai ) agar pemakai

Kesimpulan yang didapat oleh penulis dalam pembuatan website ini adalah untuk membantu dalam memudahkan dan mempercepat proses pemberian informasi, dan dapat memudahkan perusahaan

(7) Naskah Dinas lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selain yang tercantum dalam Peraturan Kapolri ini, juga dapat dibuat dalam bentuk yang ditetapkan oleh

Dengan aplikasi ini diharapkan bagi anak Sekolah Dasar dan siswa/i Taman Kanak Kanak untuk lebih mengembangkan daya pikirnya dalam belajar serta kreatifitasnya

Pola Kemitraan Dan Kelayakan Usahatani Buncis Perancis Antara Petani Dengan PT.Bumi Sari Lestari Di Desa Ngawonggo Kecamatan Kaliangkrik Kab Magelang. Teori Motivasi