BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Dampak
Dampak secara sederhana dapat diartikan sebagai pengaruh atau akibat.
Dalam setiap keputusan yang diambil oleh seorang atasan biasanya mempunyai
dampak tersendiri, baik itu dampak positif maupun dam negatif. Dampak juga
bisa merupakan proses lanjutan dari sebuah pelaksanaan pengawasan internal.
Seorang pemimpin yang handal sudah selayaknya bisa memprediksi jenis dampak
yang akan terjadi atas sebuah keputusan yang akan diambil.
Pengertian dampak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
benturan, pengaruh yang mendatangkan akibat baik positif maupun negatif.
Pengaruh adalah daya yang ada dan timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut
membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. Pengaruh adalah suatu
keadaan dimana ada hubungan timbal balik atau hubungan sebab akibat antara apa
yang mempengaruhi dengan apa yang di pengaruhi (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 2010).
2.2 Kota
2.2.1 Pengertian Kota
Secara umum, kota merupakan tempat bermukim warga kota, tempat
bekerja, tempat kegiatan dalam bidang ekonomi, pemerintahan dan sebagainya.
Sedangkan, secara istilah Kota berasal dari kata urban yang mengandung
melekat pada kota dalam artian fisikal, sosial, ekonomi dan budaya. Perkotaan
mengacu pada areal yang memiliki suasana penghidupan dan kehidupan modern
dan menjadi wewenang pemerintah kota.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kota merupakan daerah
permukiman yang terdiri atas bangunan rumah yang merupakan kesatuan tempat
tinggal dari berbagai lapisan masyarakat. Kota merupakan daerah pemusatan
penduduk dengan kepadatan tinggi serta fasilitas modern dan sebagian besar
penduduknya bekerja diluar pertanian (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2010).
Pengertian kota ditinjau dari beberapa aspek :
1. Berdasarkan aspek fisik adalah suatu wilayah dengan wilayah terbangun
lebih padat dibandingkan dengan area sekitarnya.
2. Berdasarkan aspek demografis adalah wilayah dengan konsentrasi
penduduk yang dicerminkan oleh jumlah dan tingkat kepadatan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan keadaan wilayah sekitarnya.
3. Berdasarkan aspek sosial adalah suatu wilayah dengan
kelompok-kelompok sosial masyarakat yang heterogen.
4. Berdasarkan aspek geografis adalah suatu wilayah dengan wilayah
terbangun yang lebih padat dibandingkan dengan area sekitarnya.
5. Berdasarkan aspek statistik adalah suatu wilayah yang secara statistik
besaran atau ukuran jumlah penduduknya sesuai dengan batasan atau
ukuran untuk criteria kota.
6. Berdasarkan aspek ekonomi adalah suatu wilayah yang memiliki kegiatan
usaha sangat beragam dengan dominasi di sektor nonpertanian seperti
7. Kota ditinjau dari aspek administrasi adalah suatu wilayah yang dibatasi
oleh suatu garis batas kewenangan administrasi pemerintah daerah yang
ditetapkan berdasarakan peraturan perundang-undangan (Pontoh dan
Kustiawan, 2009).
2.2.2 Pembentukan Kota
Undang-undang Rebuplik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 menyebutkan
pembentukan kota dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian
daerah yang bersanding atau pemekaran dari satu daerah (kabupaten / kota)
menjadi dua daerah (kabupaten / kota) atau lebih.
Syarat administratif pembentukan kota meliputi :
1. Keputusan DPRD kabupaten/kota induk tentang persetujuan pembentukan
calon kota,
2. Keputusan bupati/walikota induk tentang persetujuan pembentukan calon
kota,
3. Keputusan DPRD provinsi tentang persetujuan pembentukan calon kota
dan terakhir keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan calon
kota dan rekomendasi Menteri (Pasal 5 ayat 2).
Syarat teknis pembentukan kota adalah memiliki faktor kemampuan
ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah,
pertahanan, keamanan, kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat,
dan rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan daerah semua dengan kategori
pembentukan kota yaitu cakupan wilayah, sarana dan prasarana pemerintahan
yang memadai (pasal 7).
2.2.3 Karakteristik Kota
Karakteristik kota berdasarkan beberapa aspek adalah :
1. Dari aspek morfologi, antara kota dan pedesaan terdapat perbedaan bentuk
fisik, seperti cara membangun bangunan-bangunan tempat tinggal yang
berjejal dan mencakar langit (tinggi) dan serba kokoh.
2. Dari aspek penduduk. Secara praktis jumlah penduduk ini dapat dipakai
ukuran yang tepat untuk menyebut kota atau desa, meskipun juga tidak
terlepas dari kelemahan –kelemahan. Kriteria jumlah penduduk ini dapat
secara mutlak atau dalam arti relatif yakni kepadatan penduduk dalam
suatu wilayah.
3. Dari aspek sosial, gejala kota dapat dilihat dari hubungan-hubungan sosial
di antara penduduk warga kota, yakni yang bersifat kosmopolitan.
Hubungan sosial yang bersifat impersonal, sepintas lalu, berkotak-kotak,
bersifat sering terjadi hubungan karena kepentingan dan lain-lain, orang
ini bebas untuk memilih hubungan sendiri.
4. Dari aspek ekonomi, gejala kota dapat dilihat dari cara hidup warga kota
yakni bukan dari bidang pertanian atau agraria sebagai mata pencaharian
pokoknya, tetapi dari bidang-bidang lain dari segi produksi atau jasa. Kota
berfungsi sebagai pusat kegiatan ekonomi, perdagangan industri, dan
kegiatan pemerintahan serta jasa-jasa pelayanan lain. Ciri yang khas suatu
5. Dari aspek hukum, pengertian kota yang dikaitkan dengan adanya hak-hak
dan kewajiban hukum bagi penghuni, atau warga kota serta sistem hukum
tersendiri yang dianut untuk menunjukkan suatu wilayahtertentu yang
secara hukum disebut kota.
Dari karakteristik diatas dapat disimpulkan bahwa kota :
a. Kota mempunyai fungsi-fungsi khusus (sehingga berbeda antara kota
dengan fungsi yang berbeda)
b. Mata pencaharian penduduknya diluar agraris.
c. Adanya spesialisasi pekerjaan warganya
d. Kepadatan penduduk
e. Ukuran jumlah penduduk (tertentu yang dijadikan batasan)
f. Warganya (relatif) mobility
g. Tempat pemukiman yang tampak permanen
h. Sifat-sifat warganya yang heterogen, kompleks, social relation, yang
impersonal dan eksternal, serta personal segmentasion karena begitu
banyaknya peranan dan jenis pekerjaan seseorang dalam kelompoknya
sehingga seringkali tidak kenal satu sama lain, seolah-olah seseorang
menjadi asing dalam
lingkungannya(
http://planologiuir2011.blogspot.com/2012/02/pengertian-karakteristik-dan-sejarah.html, diakses pada tanggal 08 februari 2015
2.3 Pemekaran Daerah 2.3.1 Pengertian Daerah
Daerah dalam konteks pembagian administratif di Indonesia, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang
berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
Daerah terdiri atas Provinsi, Kabupaten atau Kota. Sedangkan kecamatan, desa,
dan kelurahan tidaklah dianggap sebagai suatu daerah (daerah otonom). Daerah
dipimpin oleh Kepala Daerah (gubernur/bupati/walikota), dan memiliki
Pemerintahan Daerah serta Dewan Perwakilan Rakyat Derah.
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 menyebutkan pengertian daerah
sebagai kesatuan hukum yang mempunyai batas daerah tertentu serta mempunyai
wewenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya menurut
prasangka sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Dari aspek ekonomi daerah mempunyai tiga pengertian yaitu:
a) Suatu daerah dianggap sebagai ruang dimana kegiatan ekonomi terjadi dan
di dalam berbagai pelosok ruang tersebut terdapat sifat-sifat yang sama.
Kesamaan sifat-sifat tersebut antara lain dari segi pendapatan
perkapitanya, sosial budayanya, geografis dan sebagainya. Daerah dalam
pengertian ini disebut daerah homogen.
b) Suatu daerah dianggap sebagai suatu ekonomi ruang yang dikuasai oleh
satu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi. Daerah dalam pengertian ini
c) Suatu daerah adalah suatu ekonomi ruang yang berada dibawah satu
administrasi tertentu seperti satu provinsi, kabupaten, kecamatan dan
sebagainya. Jadi daerah disini berdasarkan pada pembagian administratif
suatu negara. Daerah dalam pengertian ini dinamakan daerah perencanaan
atau daerah administratif (Wulandari,2001).
2.3.2 Konsep Pemekaran Daerah
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah hasil amandemen Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 22 tahun 1999, pemekaran daerah adalah suatu proses membagi
satu daerah administratif (daerah otonom) yang sudah ada menjadi dua atau lebih
daerah otonom baru. Landasan pelaksanaannya didasarkan pada Peraturan
Pemerintah Nomor 129 tahun 2000. Pemekaran Daerah merupakan suatu langkah
atau cara politik sebuah daerah dengan cara membagi atau memperluas sub bagian
wilayah dari daerah tersebut baik bagian atau daerah yang berbentuk provinsi baru
atau pun kabupaten baru.
Pertimbangan pemekaran daerah adalah melihat negara ini sangat luas dan
sumber daya yang melimpah, maka diperlukan perencanaan pembangunan yang
sesuai dengan potensi di setiap daerah, keharusan untuk mendekatkan pemerintah
dalam pelayanan publik pada masyarakat, dan yang selanjutnya yang lebih
strategis adalah dalam rangka pemerataan kesejahteraan secara nasional,
infrastruktur perlu lebih tersebar lagi ke seluruh daerah, dimana diperlukan
menyeluruh. Dengan menjadi daerah otonom baru melalui pemekaran, usaha kecil
terutama jika terkait dengan kekhasan daerah akan lebih cepat maju dan
berkembang, demikian juga dengan potensi daerah akan cenderung menarik
pengusaha nasional dan internasional karena adanya kemandirian dalam
pengelolaan berbagai kegiatan ekonomi di daerah.
Pengembangan potensi daerah memang menjadi pertimbangan pemekaran,
namun tidak hanya terpaku pada pengembangan satu potensi. Terutama apabila
potensi yang dimiliki hanya potensi sumber daya alam sementara potensi lainnya
seperti sumber daya manusia terbatas. Melalui otonomisasi, daerah harus dapat
melihat urgensi daerah seperti masalah kemiskinan dalam banyak bidang.
Pertimbangan pemekaran tidak hanya didasari oleh karena melihat adanya potensi
sumber daya alam daerah tersebut yang siap untuk dieksploitasi sementara jika
ditilik kemampuan daerah menyangkut finansial dan sumber daya manusia amat
terbatas.
2.3.3 Tujuan Pemekaran Daerah
Tujuan dari dilakukannya upaya pemerintah dalam pemekaran daerah
adalah untuk meningkatkan berbagai pelayanan sosial yang diberikan dan
meningkatkan efektivitas serta efisiensi sebuah daerah dalam mengatur atau
mengelola daerahnya baik dilihat dari sektor perekonomian, politik serta
pelayanan umum untuk masyarakatnya. Hal tersebut sesuai dengan yang tertuang
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 129 tahun 2000 disebutkan tujuan pemekaran
daerah yakni untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan
percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah, percepatan
pengelolaan potensi daerah, peningkatan keamanan, ketertiban dan peningkatan
hubungan yang serasi antara pusat dan daerah. Pemekaran memberi kesempatan
kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam komunitas yang kecil namun
memiliki peluang yang lebih besar. Pemekaran juga mendukung munculnya
eksperimen dan inovasi baru dalam masyarakatnya.
2.4 Sosial Ekonomi
Pengertian sosial ekonomi jarang dibahas secara bersamaan. Pengertian
sosial dan pengertian ekonomi sering dibahas secara terpisah. Pengertian sosial
dalam ilmu sosial menunjuk pada objeknya yaitu masyarakat. Sedangkan pada
Departemen Sosial menunjukkan pada kegiatan yang ditunjukkan untuk
mengatasi persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dalam bidang kesejahteraan
yang ruang lingkup pekerjaan dan kesejahteraan sosial.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata sosial berarti segala sesuatu
yang berkenaan dengan masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2010).
Sedangkan dalam konsep sosiologi, manusia sering disebut sebagai makhluk
sosial yang artinya manusia tidak dapat hidup wajar tanpa adanya bantuan orang
lain disekitarnya. Sehingga kata sosial sering diartikan sebagai hal-hal yang
berkenaan dengan masyarakat.
Sementara istilah ekonomi sendiri berasal dari kata Yunani yaitu “oikos”
yang berarti keluarga atau rumah tangga dan “nomos” yaitu peraturan, aturan,
hukum. Maka secara garis besar ekonomi diartikan sebagai aturan rumah tangga
berarti ilmu yang mengenai asas-asas produksi, distribusi dan pemakaian
barang-barang serta kekayaan (seperti keuangan, perindustrian dan perdagangan) (Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 2010).
Berdasarkan beberapa pengertian sebelumnya, maka dapat
disimpulkan bahwa sosial adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan
sosial masyarakat seperti pola hubungan masyarakat, kebebasan berpendapat dan
memilih, perubahan kebiasaan, aplikasi adat, nilai dan norma, kualitas kehiduoan
beragama dan ketertiban serta keamanan. Sosial ekonomi disimpulkan merupakan
pemenuhan kebutuhan masyarakat, antara lain ekonomi, sosial budaya, dan
infrastruktur.
2.5Masyarakat
Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul atau dengan
istilah ilmiah saling berinteraksi melalui warga-warga yang dapat saling
berinteraksi (Koentjaraningrat, 1997 : 143-144).
Masyarakat adalah sejumlah manusia yang merupakan satu kesatuan
golongan yang berhubungan tetap dan mempunyai kepentingan yang
sama.Seperti; sekolah, keluarga, perkumpulan dan negara semua adalah
masyarakat. Dalam ilmu sosiologi kita mengenal ada dua macam masyarakat,
yaitu masyarakat paguyuban dan masyarakat petambayan. Masyarakat paguyuban
terdapat hubungan pribadi antara anggota-anggota yang menimbulkan suatu
ikatan batin antara mereka. Kalau pada masyarakat petambayan terdapat
2.6 Pembangunan Desa 2.6.1 Pengertian Desa
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, desa adalah kesatuan wilayah yg
dihuni oleh sejumlah keluarga yg mempunyai sistem pemerintahan sendiri
(dikepalai oleh seorang kepala desa); kelompok rumah di luar kota yg merupakan
kesatuan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2010). Peraturan Pemerintah Nomor
57 tahun 2005 tentang Desa, desa adalah masyarakat hukum yang memiliki
batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui
dan dihormati dalam sistem Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pembahasan mengenai “desa” dapat ditinjau dari perspektif legal,
perspektif sosial dan budaya, dan perspektif ekosistem. Dari perspektif legal,
pemahaman tentang desa dapat dilihat dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor
76 Tahun 2001 Tentang Pedoman Umum Pengaturan Mengenai Desa yang
mendeskripsikan desa dengan ciri-ciri sebagai berikut: “Kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui
dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten”.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa untuk memenuhi ketentuan legal tersebut,
suatu desa harus mempunyai institusi pelaksana pemerintahan desa sebagai
berikut:
1. Pemerintahan desa yang terdiri dari Pemerintah Desa dan Badan
2. Pemerintah Desa terdiri dari Kepala Desa atau yang disebut dengan nama
lain dan Perangkat Desa yang terdiri dari unsur pelayanan seperti
Sekretariat Desa dan atau Tata Usaha; unsur pelaksana teknis lapangan;
dan unsur Pembantu Kepala Desa di wilayah bagian Desa seperti Kepala
Dusun (Pasal 7);
3. Badan Perwakilan Desa yang selanjutnya disebut BPD adalah sebagai
lembaga legislasi dan pengawasan dalam hal pelaksanaan peraturan Desa,
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan Keputusan Kepala Desa
(Pasal 1); dan
4. Lembaga Kemasyarakatan Desa adalah Lembaga yang dibentuk oleh
masyarakat sesuai kebutuhan desa yang merupakan mitra Pemerintah Desa
dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
penyelenggaraan pembangunan (Pasal 1). Berdasarkan sudut pandang
sosial dan budaya, desa merupakan unit lokasi permukiman masyarakat
yang paling kecil yang mempunyai tata pemerintahan dan tata sosial
sendiri. Desa merupakan wilayah otonom yang lebih tua daripada unit
wilayah lain di atasnya.
Selain pemahaman tentang desa, dikenal juga pemahaman tentang
kawasan dan kawasan perdesaan. Berdasarkan sudut pandang ekosistem, maka
pemahaman tentang desa akan lebih tepat dijelaskan apabila menggunakan istilah
kawasan perdesaan. Dengan demikian hubungan antara pemahaman desa ditinjau
dari sudut pandang ekosistem dengan pemahaman tentang kawasan perdesaan
Desa merupakan suatu unit ekosistem yang paling kecil namun sangat
kompleks. Suatu desa yang mempunyai ekosistem yang lengkap pada dasarnya
merupakan suatu kawasan biologis yang mandiri, karena hal ini tidak terlepas dari
faktor alasan pemilihan suatu desa menjadi tempat hunian (habitat) dari
sekelompok masyarakat. Kehadiran manusia pada suatu lokasi dan kemudian
memilihnya menjadi lokasi hunian sangat erat kaitannya dengan potensi dan daya
dukung suatu tempat itu untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia yang
mendiami lokasi tersebut.
Dengan demikian, desa pada awalnya merupakan tempat untuk hidup. Jika
kemudian terdapat tata pemerintahan yang mengatur peri-kehidupan masyarakat
desa, hal tersebut merupakan upaya untuk melestarikan potensi dan daya dukung
suatu tempat agar layak dihuni. Dalam cara pandang terhadap desa dari sudut
pandang desa sebagai kawasan perdesaan, maka suatu desa dapat dicirikan
sebagai berikut:
1. Desa merupakan tempat bersemainya sistem ekologi yang memungkinkan
suatu area tertentu mempunyai sumberdaya yang dibutuhkan oleh
penghuninya. Dalam aspek ini, penghuni suatu kawasan perdesaan sangat
menggantungkan potensi alam yang terdapat dalam lokasi tersebut, seperti
sumber air baik berupa mata air, sungai, atau danau. Oleh karena itu, aspek
konservasi sumberdaya yang berada di suatu kawasan perdesaan
menempati derajat kepentingan yang tinggi. Tanpa adanya konservasi,
maka suatu kawasan perdesaan tidak akan lestari.
2. Desa menyediakan area yang memungkinkan penghuninya melakukan
Dalam aspek ini, penghuni suatu kawasan perdesaan melakukan kegiatan
bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan pangan. Kegiatan bercocok
tanam merupakan kegiatan utama yang menghiasi wajah kegiatan
penghuni kawasan perdesaan. Tanpa kegiatan bercocok tanam sebagai
kegiatan utama penghuni kawasan perdesaan, maka suatu kawasan
perdesaan akan kehilangan karakternya sebagai kawasan perdesaan.
3. Penghuni kawasan perdesaan juga melakukan kegiatan lain yang masih
berhubungan dengan urusan bercocok tanam, seperti mengatur saluran dan
pembagian air, pemeliharaan lahan bercocok tanam, pengolahan hasil
cocok tanam, penyimpanan hasil cocok tanam, dan seterusnya. Dengan
kata lain, desa menjadi wahana bagi para penghuninya untuk melakukan
kegiatan lain yang berhubungan dengan kegiatan utama di perdesaan. Hal
ini mengharuskan para penghuni kawasan perdesaan menciptakan tata
kelola desa yang merupakan embrio pemerintahan desa (Wrihatnolo,
2009).
Tipologi menggambarkan tipe atau pola, ataupun sebagai pencerminan
model berdasarkan kemiripan atau keserupaan ciri-ciri dan potensi dan kondisi
sumber daya (alam, manusia, dan buatan) yang dimiliki oleh suatu desa, dapat
pula dikaitkan dengan aspek topografinya, kegiatan ekonomi daerah yang
dominan, kemampuan keswadayaan masyarakat, dan lainnya.
Pertama, tipologi desa dapat dilakukan berdasarkan aspek topografinya,
maka tipologi desa dibagi sekurang-kurangnya menjadi empat, yaitu : (1) desa
daerah pegunungan, (2) desa dataran tinggi, (3) desa dataran rendah, dan (4) desa
Kedua, tipologi desa didasarkan pada kegiatan pokoknya atau yang
menonjol, maka dapat dibuat tipologi desa sebagai berikut : (1) desa agrobisnis,
(2) desa agropolitan, (3) desa pariwisata, dan (4) desa non pertanian.
Ketiga, tipologi desa dapat pula dilakukan berdasar kemampuan
keswadayaannya, meliputi : (1) desa swadaya (tradisional), (2) desa swakarya
(transisional) dan (3) desa swasembada
Keempat, tipologi desa dapat pula dibedakan yaitu : (1) desa maju, (2)
desa kurang maju, (3) desa berpenduduk padat, dan (4) desa terisolasi atau desa
perbatasan.
Kelima, tipologi desa dapat dilihat pula dari keterikatan antara dua
variabel/faktor misalnya : (1) antara tingkat kemakmuran (yang dicerminkan oleh
tingkat pendapatan per kapita masyarakat) dan kemampuan berkembangnya suatu
daerah perdesaan yang diperlihatkan oleh tingkat pertumbuhan Produk Domestik
Regional Bruto-nya (PDRB).
Keenam, tipologi desa (daerah) dapat pula dikelompokkan berdasarkan
keterkaitan antara potensi pertumbuhan dengan ketersediaan prasarana dan sarana
pembangunan perdesaan. Potensi pertumbuhan meliputi sumber daya penduduk
dan sumber daya alam yang dicerminkan oleh kegiatan-kegiatan sektoral dan sub
sektoral di daerah perdesaan yang bersangkutan (sub sektor tanaman panga n,
perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan). Sedangkan prasarana
pembangunan meliputi ketersediaan jaringan jalan dan irigasi, dan sarana
pembangunan mencakup fasilitas pelayanan ekonomi (pasar, terminal, sarana
pendidikan seperti sekolah dan fasilitas kesehatan, misalnya Puskemas, Puskemas
Pembantu, Klinik Keluarga, dan lainnya) (Adisasmita, 2006 : 73-75).
2.6.2 Pembangunan Desa
Disadari bahwa pembangunan perdesaan telah banyak dilakukan sejak dari
dahulu hingga sekarang, tetapi hasilnya belum memuaskan terhadap peningkatan
kesejahteraan masyarakat perdesaan. Pembangunan perdesaan seharusnya dilihat
bukan hanya sebagai objek tetapi juga sebagai subjek pembangunan.
Pembangunan perdesaan harus dilihat sebagai : (1) upaya mempercepat
pembanguan perdesaan melalui penyediaan prasarana dan sarana untuk
memberdayakan masyarakat, dan (2) upaya mempercepat pembangunan ekonomi
daerah efektif dan yang kokoh.
Pembangunan perdesaan bersifat multi aspek oleh karena itu perlu di
analisis/ secara lebih terarah dan serba keterkaitan dengan bidang sektor, dan
aspek diluar perdesaan (fisik dan non fisik, ekonomi dan non ekonomi, sosbud
dan non spasial). Pembahasan berikut ini meliputi berbagai aspek yang terkait
dengan kebijaksanaan dan strategi pembangunan perdesaan.
2.6.2.1 TujuanPembangunan Desa
Tujuan pembangunan perdesaan jangka panjang adalah peningkatan
kesejahteraan masyarakat perdesaan secara langsung melalui peningkatan
kesempatan kerja, kesempatan berusaha dan pendapatan berdasarkan pendekatan
bina lingkungan, bina usaha dan bina manusia, dan secara tidak langsung adalah
pembangunan perdesaan jangka pendek adalah untuk meningkatkan efektifitas
dan efesiensi dalam kegiatan ekonomi dan pemanfaatan sumber daya manusia dan
sumber daya alam.
Tujuan pembangunan perdesaan secara spasial adalah terciptanya kawasan
perdesaan yang mandiri, berwawasan lingkungan, selaras, serasi, dan bersinergi
dengan kawasan-kawasan lain melalui pembangunan holistik dan berkelanjutan
untuk mewujudkan masyarakat yang damai, demokratis berkeadilan, berdaya
saing, maju dan sejahtera.
2.6.2.2 Sasaran Pembangunan Desa
Sasaran pembangunan perdesaan adalah terciptanya :
1. Peningkatan produksi dan produktifitas
2. Percepatan pertumbuhan
3. Peningkatan keterampilan dalam berproduksi dan pengembangan lapangan
kerja dan lapangan usaha produktif
4. Peningkatan prakarsa dan partisipasi masyarakat
5. Perkuatan kelembagaan.
Pembangunan perdesaan yang dilaksanakan harus sesuai dengan masalah
yang dihadapi, potensi yang dimiliki, serta aspirasi dan prioritas masyarakat
perdesaan.
2.6.2.3 Prinsip-Prinsip Pembangunan Perdesaan
Pembangunan perdesaan seharusnya menerapkan prinsip-prinsip yaitu :
dapat dipertanggungjawabkan (akuntabilitas), dan (5) berkelanjutan (sustainable).
Kegiatan-kegiatan pembangunan yang dilakukan dapat dilanjutkan dan
dikembangkan ke seluruh pelosok daerah, untuk seluruh lapisan masyarakat.
Pembangunan itu pada dasarnya adalah dari, oleh dan untuk seluruh rakyat. Oleh
karena itu pelibatan masyarakat seharusnya diajak untuk menentukan visi
(wawasan) pembangunan masa depan yang akan diwujudkan. Masa depan
merupakan impian tentang keadaan masa depan yang lebih baik dan lebih indah
dalam tercapainya tingkat kemakuran yang lebih tinggi.
Pembangunan perdesaan dilakukan dengan pendekatan secara
multisektoral (holistik), partisipatif, berlandaskan pada semangat kemandirian,
berwawasan lingkungan dan berkelanjutan serta malaksanakan pemanfaatan
sumber daya pembangunan secara serasi dan selaras dan sinergis sehingga
tercapai optimalitas.
Ada tiga prinsip pokok pembangunan perdesaan, yaitu :
1. Kebijaksanaan dan langkah-langkah pembangunan di setiap desa mengacu
kepada pencapaian sasaran pembangunan berdasarkan Trilogi
Pembangunan. Ketiga unsur Trilogi Pembangunan tersebut yaitu (a)
pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, (b) pertumbuhan ekonomi
yang cukup tinggi, dan (c) stabilitas yang sehat dan dinamis, diterapkan di
setiap sektor, termasuk desa dan kota, di setiap wilayah dan antar wilayah
secara saling terkait, serta dikembangkan secara selaras dan terpadu.
2. Pembangunan desa dilaksanakan dengan prinsip-prinsip yang
berkelanjutan. Penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan
yang terbaharui sebagai sumber pertumbuhan. Disamping itu setiap desa
perlu memanfaatkan sumber daya manusia secara luas, memanfaatkan
modal fisik, prasarana mesin-mesin, dan peralatan seefesien mungkin.
3. Meningkatkan efisiensi masyarakat melalui kebijaksanaan deregulasi,
debirokratisasi dan desentralisasi dengan sebaik-baiknya.
2.6.2.4 Strategi Pembangunan Perdesaan
Seperti dalam pembangunan ekonomi pada umumnya, maka dalam
mewujudkan tujuan pembangunan perdesaan, terdapat paling sedikit empat jenis
kegiatan, yaitu (1) Strategi pertumbuhan, (2) Strategi kesejahteraan, (3) Strategi
yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat, (4) strategi terpadu atau strategi
yang menyeluruh (Adisasmita, 2006 : 17-21).
Strategi pembangunan masyarakat desa di Indonesia adalah :
1. Sesuai dengan strategi pembangunan nasional.
2. Dilakukan secara bertahap.
3. Tercapainya landasan yang kuat bagi masyarakat desa untuk tumbuh dan
berkembang atas kemampuan sendiri.
4. Di dalam pelaksanaannya, stabilitas nasional yang sehat dan dinamis harus
dapat terbina dan terpelihara.
5. Mampu mengubah struktur perekonomian desa.
6. Dapat menumbuhkan lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
7. Dapat mengatur dan mengendalikan penyebaran dan pertumbuhan
8. Dapat memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi menurut beberapa
prinsip yang telah ditetapkan.
9. Masyarakat desa harus memegang peranan aktif dalam kegiatan
pembangunan.
10.Dapat memanfaatkan potensi desa secara rasional dan optimal tanpa
menganggu keseimbangan dan kelestarian alam.
11.Dilakukan melalui tahapan desa swadaya, desa swakarya, dan desa
swasembada dengan pelaksanaan secara komprehensif (menyeluruh) dan
koordinatif (Jayadinata & Pramanadika, 2006 : 89).
2.7 Kemiskinan
Sebagai suatu kondisi, kemiskinan adalah suatu fakta dimana seseorang
atau sekelompok orang hidup di bawah atau lebih rendah dari kondisi hidup layak
sebagai manusia disebabkan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Sementara sebagai suatu proses, kemiskinan merupakan proses
menurunnya daya dukung terhadap hidup seseorang atau sekelompok orang,
sehingga pada gilirannya ia atau kelompok tersebut tidak mampu memenuhi
kebutuhan hidupnya dan tidak pula mampu mencapai taraf kehidupan yang
dianggap layak sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia.
Secara umum, istilah miskin atau kemiskinan dapat dengan mudah kita
artikan sebagai suatu kondisi yang kurang atau minim. Dalam hal ini konsep
kurang maupun minim dilihat secara komparatif antara kondisi nyata kehidupan
sekelompok orang di lain pihak. Pengertian minim disini bersifat relatif, dapat
berbeda dengan rentang waktu yang berbeda. Dapat pula berbeda dengan
lingkungan yang berbeda (Siagian, 2012: 2-4).
Beberapa ahli mengemukakan definisi kemiskinan :
1. Mencher (dalam Siagian, 2012: 5) mengemukakan, kemiskinan adalah
gejala penurunan kemampuan seseorang atau sekelompok orang atau
wilayah sehingga mempengaruhi daya dukung hidup seseorang atau
sekelompok orang tersebut, dimana pada suatu titik waktu secara nyata
mereka tidak mampu mencapai kehidupan yang layak.
2. Pearce (dalam Siagian, 2012: 7) mengemukakan, kemiskinan merupakan
produk dari interaksi teknologi, sumber daya alam dan modal, dengan
sumber daya manusia serta kelembagaan.
3. Castells (dalam Siagian, 2012: 10) mengemukakan, kemiskinan adalah
suatu tingkat kehidupan yang berada di bawah standar kebutuhan hidup
minimum agar manusia dapat bertahan hidup.
2.8 Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan Sosial menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
diberikan batasan sebagai kegiatan-kegiatan terorganisasi yang bertujuan untuk
membantu individu atau masyarakat guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan
dasarnya dan meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga
dan masyarakat. Definisi ini menekankan bahwa kesejahteraan sosial adalah suatu
institusi atau bidang kegiatan yang melibatkan aktivitas terorganisir yang
bertujuan untuk mencegah, mengatasi atau memberikan kontribusi terhadap
pemecahan masalah sosial, dan peningkatan kualitas hidup individu, kelompok
dan masyarakat.
Di Indonesia, konsep kesejahteraan sosial juga telah lama dikenal. Ia telah
ada dalam ketatanegaraan Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial,
misalnya, merumuskan kesejahteraan sosial sebagai suatu tata kehidupan dan
penghidupan sosial, material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa
keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir dan batin, yang memungkinkan
bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga,
serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak atau kewajiban manusia
sesuai Pancasila.
Sebagai Negara Kesejahteraan yang bermodelkan "Negara Kesejahteraan
Partisipatif" yang dalam literatur pekerjaan sosial dikenal dengan istilah
Pluralisme Kesejahteraan atau welfare pluralism ditekankan bahwa negara harus
tetap mengambil bagian dalam penanganan masalah sosial dan penyelenggaraan
jaminan sosial (social security), meskipun dalam operasionalisasinya tetap
melibatkan masyarakat.
Kesejahteraan Sosial memiliki beberapa makna yang relatif berbeda,
meskipun substansinya tetap sama. Kesejahteraan sosial pada intinya mencakup
tiga konsepsi, yaitu kondisi kehidupan atau keadaan sejahtera, yakni terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial. Konsepsi kedua adalah
sosial dan berbagai profesi kemanusiaan yang menyelenggarakan usaha
kesejahteraan sosial dan pelayanan sosial. Konsepsi ketiga yaitu aktivitas, suatu
kegiatan-kegiatan atau usaha yang terorganisir untuk mencapai kondisi sejahtera
(Suharto, 2009:2).
2.8.1 Pembangunan Kesejahteraan Sosial
Pembangunan kesejahteraan sosial (PKS) adalah usaha yang terencana dan
melembaga yang meliputi berbagai bentuk intervensi sosial dan pelayanan sosial
untuk memenuhi kebutuhan manusia, mencegah dan mengatasi masalah sosial,
serta memperkuat institusi-institusi sosial. Tujuan pembangunan kesejahteraan
sosial adalah untuk meningkatkan kualitas hidup manusia secara menyeluruh yang
mencakup:
1. Peningkatan standar hidup, melalui seperangkat pelayanan sosial dan
jaminan sosial segenap lapisan masyarakat, terutama kelompok-kelompok
masyarakat yang kurang beruntung dan rentan yang sangat memerlukan
perlindungan sosial.
2. Peningkatan keberdayaan melalui penetapan sistem dan kelembagaan
ekonomi, sosial dan politik yang menjunjung harga diri dan martabat
kemanusiaan.
3. Penyempurnaan kebebasan melalui perluasan aksebilitas dan
pilihan-pilihan kesempatan sesuai dengan aspirasi, kemampuan dan standar
Ciri utama pembangunan kesejahteraan sosial adalah komprehensif dalam
arti setiap pelayanan sosial yang diberikan senantiasa menempatkan penerima
pelayanan (beneficiaries) sebagai manusia, baik dalam arti individu maupun
kolektivitas, yang tidak terlepas dari sistem lingkungan sosiokulturalnya. Sasaran
pembangunan kesejahteraan sosial adalah seluruh masyarakat dari berbagai
golongan dan kelas sosial. Namun, prioritas utama pembangunan kesejahteraan
sosial adalah kelompok-kelompok yang kurang beruntung (disadvantage groups),
khususnya yang terkait dengan masalah kemiskinan.
Sasaran pembangunan kesejahteraan sosial yang biasanya dikenal dengan
nama Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) atau Pemerlu Pelayanan
Kesejahteraan Sosial (PPKS) antara lain meliputi orang miskin, penyandang
cacat, anak jalanan, anak yang mengalami perlakuan salah (child abuse), pasangan
yang mengalami perlakuan salah (spouse abuse), anak yang diperdagangkan atau
dilacurkan, komunitas adat terpencil (KAT), serta kelompok-kelompok lain yang
mengalami masalah psikososial, disfungsi sosial atau ketunaan sosial (Suharto,
2009:4-5).
2.9 Kerangka Pemikiran
Indonesia sebagai negara berkembang berupaya untuk menempatkan
masyarakatnya dalam kondisi mencapai kesejahteraan, terpenuhi kebutuhan
material dan spiritual berdasarkan Pancasila, suasana perikehidupan bangsa yang
damai, tentram, tertib dan dinamis, serta dalam lingkungan pergaulan hidup dunia
pembangunan yang dilakukan secara nasional dan berupaya untuk menjangkau
setiap wilayah.
Pembangunan selama ini dijalankan dengan sistem pembangunan terpusat.
Namun sistem pembangunan terpusat yang selama ini dilakukan di Indonesia
dianggap menyebabkan lambannya pembangunan di daerah dan semakin besarnya
ketimpangan antar daerah. Kebijakan tentang Pemerintah Daerah dimana
pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengatur rumah tangganya
sendiri di keluarkan untuk mengatasi masalah ketimpangan tersebut.
Sebagai daerah yang jauh dari pusat pemerintahan Negara, kesempatan
tersebut diambil oleh banyak daerah termasuk Kabupaten Nias sehingga
memekarkan dirinya membentuk satu kota baru yakni Kota Gunungsitoli.
Pemekaran tersebut diyakini sebagai langkah awal meningkatkan kesejahteraan
masyarakatnya melalui ; percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi,
percepatan pelaksanaan pembangunan daerah, percepatan pengelolaan potensi
daerah, peningkatan keamanan, ketertiban dan peningkatan hubungan yang serasi
antara pusat dan daerah.
Indikator dalam merumuskan dampak pembentukkan kota Gunungsitoli
ini lebih terfokus pada ekonomi, sosial dan infrastrukur. Pemekaran tersebut
diinginkan berdampak positif dan dinikmati oleh seluruh wilayah di Kota
Gunungsitoli termasuk Desa Madula dalam membangun desa tersebut. Secara
Bagan Alur Pemikiran
Pembentukan Kota Gunungsitoli
Desa Madula Kecamatan Gunungsitoli Kota
Gunungsitoli
Ekonomi Infrastruktur
Sosial Ekonomi Masyarakat
2.10 Definisi Konsep dan Definisi Operasional 2.10.1 Definisi Konsep
Konsep merupakan istilah khusus yang digunakan para ahli dalam upaya
menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang akan dikaji (Siagian,
2011:136). Karena kajian konsep itu sangat multidimensional dan abstrak maka
diperlukan proses dan upaya penegasan dan pembatasan makna konsep dalam
suatu penelitian yang disebut dengan definisi konsep.
Untuk mengetahui pengertian konsep-konsep yang digunakan dalam
penelitian, maka peneliti membatasi konsep yang digunakan sebagai berikut:
1. Dampak, yang dimaksud dengan dampak dalam penelitian ini adalah
akibat positif atau negatif yang diperoleh dari suatu kejadian, peristiwa
atau sesuatu hal.
2. Pembentukan Kota, yang dimaksud dengan Pembentukan Kota dalam
penelitian ini adalahberupa penggabungan beberapa daerah atau bagian
daerah yang bersanding atau pemekaran dari satu daerah (kabupaten /
kota) dan membentuk dua daerah (kabupaten / kota) atau lebih dan
memenuhi syarat administratif, teknis dan fisik kewilayahan.
3. Sosial Ekonomi, yang dimaksud dengan sosial ekonomi dalam penelitian
ini adalah suatu kondisi atau kedudukan yang diatur secara sosial dan
menempatkan seseorang pada posisi tertentu dalam struktur sosial
masyarakat yang ditentukan oleh tingkat pendapatan, tingkat pendidikan,
2.10.2 Definisi Operasional
Perumusan definisi operasional adalah langkah lanjutan dari perumusan
definisi konsep. Definisi operasional sering disebut sebagai suatu proses
operasionalisasi konsep. Operasionalisasi konsep berarti menjadikan konsep yang
semula bersifat statis menjadi dinamis. Wujud operasionalisasi konsep adalah
dalam bentuk sajian yang benar-benar terperinci, sehingga makna dan
aspek-aspek yang terangkum dalam konsep tersebut terangkat dan terbuka. Definisi
operasional merupakan petunjuk bagaimana suatu variabel dapat diukur. (Siagian,
2011:141).
Adapun yang menjadi defenisi operasional yang penulis rumuskan dalam
penelitian ini, dapat diukur melalui indikator sebagai berikut:
a. Yang termasuk sebagai indikator ekonomi adalah:
1) laju peningkatanpenghasilan atau pendapatan,
2) perubahan laju produksi (pertanian, manufaktur, dan jasa-jasa),
3) kesempatan kerja,
4) perubahan jumlah pengangguran.
b. Yang menjadi indikator sosial adalah:
1) pola atau hubungan yang terjadi dalam masyarakat,
2) perubahan aplikasi nilai-nilai, norma dan adat budaya dalam
masyarakat tersebut;
3) perubahan nilai dan norma yang dianut masyarakat desa tersebut,
seperti perubahan dan spiritualisme ke materialisme/sekularisme
c. Yang menjadi indikator infrastruktur dapat dilihat melalui pendistribusian
kemakmuran melalui pemerataan memperoleh akses terhadap sumber daya
sosial-ekonomi, seperti :
1) pendidikan,
2) kesehatan,
3) perumahan,
4) air bersih,
5) akses mobilitas keluar masuk desa,