• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Sistem Kemitraan Dinas Kesehatan dengan PT.Exxon Mobil Indonesia terhadap Pemanfaatan Dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Kesehatan di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Sistem Kemitraan Dinas Kesehatan dengan PT.Exxon Mobil Indonesia terhadap Pemanfaatan Dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Kesehatan di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2013"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Corporate Social Responsibility (CSR)

2.1.1.Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR)

Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan saat ini menjadi sebuah isu penting yang mampu memberikan citra positif bagi perusahaan. Sudah banyak yang mendefinisikan CSR dengan berbagai sudut pandang berbeda baik dari kalangan praktisi ataupun akademisi, namun belum ada sebuah kesepakatan dalam mendefinisikan CSR secara khusus. Berikut ini adalah beberapa pengertian CSR dari para ahli dan badan/lembaga internasional, antara lain : 1. Menurut panduan ISO:26000, Sebuah organisasi internasional tentang

standarisasi yang fokus kepada tanggung jawab sosial perusahaan, dalam Idowu (2009). Pengertian CSR adalah :

Responsibility of an Organization for the impacts of its decisions and activities on society and the environment, through transparent and ethical behaviours that contributes to sustainable development, health, and the welfare of society; takes into account the expectations of stakeholders; is in compliance with applicable law and consistent with international norms of behavious; and is integrated throughout the organization and practiced in its relationship.”

(2)

perusahaan tersebut berdiri atau menjalankan usahanya.

2. Menurut World Bussines Council for Sustainable Development (WBCSD) dalam Idowu (2009) :

“Continuing commitment by bussines to behave ethically and contribute economic development while improving the quality of the workforce and their families as well as of the local community and society at large.”

Artinya CSR merupakan komitmen terus-menerus dari pelaku bisnis untuk berlaku etis dalam memberikan kontribusi bagi perkembangan ekonomi melalui peningkatan kualitas hidup para pekerja dan keluarganya, dan juga bagi komunitas lokal serta masyarakat secara luas.

3. Menurut Uni Eropa (2005) dalam Subhabrata (2007):

“A concept whereby companies integrate social and environmental concerns in their business operations and in their interactions with their stakeholders on a voluntary basis.”

Sebuah konsep dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dan lingkungan dalam operasi bisnis dan interaksi mereka dengan para pemangku kepentingan dengan dasar sukarela.

4. Menurut Crowther (2008) :

“CSR is a concept whereby companies integrate social and environmental concerns in their business operations and in their interaction with their stakeholders on a voluntary basis.”

(3)

5. Menurut Johnson dan Scholes (2002) dalam Subhabrata (2007) :

“The ways in which an organization exceeds the minimum obligations to stakeholders specified through regulation and corporate governance.”

Cara-cara sebuah organisasi memenuhi kewajiban minimumnya kepada stakeholders yang ditetapkan melalui peraturan dan tata kelola perusahaan.

6. Menurut Kotler dan Lee (2005) dalam Subhabrata (2007):

“CSR is a commitment to improve community well being through discretionary business practices and contribution of corporate resources.

CSR merupakan sebuah komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan bisnis yang memberikan kebebasan untuk menenetukan dan berkontribusi terhadap sumber daya perusahaan.

7. Menurut Carroll (1979) dalam Subhabrata (2007):

Encompassing the economic, legal, ethical and discretionary expectations that society has of organizations at a given point in time.”

Artinya CSR meliputi aspek ekonomi, hukum, etika dan kebijaksanaan dengan harapan bahwa masyarakat merasakan memiliki organisasi tersebut pada waktu tertentu.

8. Menurut Jackson (2003) dalam Idowu (2009):

“CSR is the overall relationship of the corporation with all its stakeholders....Elements of corporate social responsibility include investment in community outreach, employee relations, creation and maintenance of employment, environmental responsibility, human rights, and financial

performance.”

(4)

aspek yang lain dijelaskan pula bahwa elemen dari tanggung jawab sosial, termasuk investasi dalam penjangkauan masyarakat, hubungan antar karyawan, memelihara dan menciptakan lapangan pekerjaan, tanggung jawab lingkungan, hak asasi manusia, dan kinerja keuangan.

2.1.2.Manfaat Corporate Social Responsibility (CSR)

Menurut Crowther (2008) ada beberapa manfaat dari penerapan CSR bagi perusahaan antara lain :

1. Meningkatkan perusahaan dalam hal product image. 2. Manfaat keamanan dan kesehatan.

3. Hubungan dengan masyarakat menjadi lebih baik.

4. Meningkatkan hubungan dengan pihak eksekutif dan legislatif. 5. Meningkatkan moral antar pekerja dan meningkatkan produktivitas. 6. Meningkatkan citra perusahaan secara umum.

7. Meningkatkan hubungan dengan para pemangku kepentingan

Menurut Hohnen (2007), beberapa manfaat perusahaan dalam menjalankan CSR antara lain :

1. Antisipasi yang lebih baik terhadap pengelolaan managemen risiko. 2. Peningkatan manajemen reputasi.

3. Meningkatkan kemampuan untuk merekrut, mengembangkan dan mempertahankan staf.

(5)

5. Peningkatan efisiensi operasional dan penghematan biaya.

6. Peningkatan kemampuan untuk menarik dan membangun hubungan yang efektif dan efisien terhadap rantai pasokan.

7. Meningkatkan kemampuan untuk mengatasi perubahan.

8. Memperkuat “lisensi sosial” perusahaan dalam melakukan aktivitas ditengah masyarakat.

2.1.3.Prinsip Corporate Social Responsibility (CSR)

Menurut Organization of Economic Cooperation And Development (OECD) dalam Wibisono (2007)pada saat pertemuan para menteri Negara-negara anggotanya di Paris tahun 2000 telah disepakati pedoman bagi perusahaan multinasional dengan kebijakan umum tentang prinsip-prinsip CSR yaitu :

1. Memberi kontribusi untuk kemajuan ekonomi, sosial dan lingkungan berdasarkan pandangan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.

2. Menghormati hak-hak asasi manusia yang mempengaruhi kegiatan yang dijalankan perusahaan tersebut, sejalan dengan kewajiban dan komitmen pemerintah dan di negara tempat perusahaan tersebut beroperasi.

3. Mendorong pembangunan kapasitas lokal melalui kerjasama yang erat dengan komunitas lokal, termasuk kepentingan bisnis selain menGambarkan kegiatan perusahaan di pasar dalam negeri dan pasar luar negeri.

(6)

5. Menahan diri untuk tidak mencari dan tidak menerima pembebasan dari luar yang dibenarkan secara hukum yang terkait dengan sosial, lingkungan, keselamatan kerja, insentif financial dan isu-isu lain.

6. Mendorong dan dan memegang teguh prinsip Good Corporate Governance (GCG) serta mengembangkan dan menerapkan praktik tata kelola perusahaan yang baik.

7. Mengembangkan dan menerapkan praktek-praktek sistem manajemen yang mengatur diri sendiri secara efektif guna menumbuh kembangkan relasi saling percaya antara perusahaan dengan masyarakat tempat perusahaan beroperasi. 8. Mendorong kesadaran pekerja sejalan dengan kebijakan perusahaan melalui

penyebarluasan informasi tentang kebijakan-kebijakan pada pekerja termasuk melalui program-program pelatihan.

2.1.4.Tahap Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR)

Menurut Hohnen (2007) ada 6 (enam) tahap pelaksanaan CSR yang lazim dilakukan oleh perusahaan, yaitu :

1. Tahap penilaian

(7)

a. Nilai-nilai dan etika perusahaan

b. Poros penggerak internal dan eksternal dalam memotivasi perusahaan untuk melakukan pendekatan sistematis dalam melaksanakan program CSR

c. Isu penting tentang CSR yang mempengaruhi atau dapat mempengaruhi perusahaan dan stakeholders

d. Struktur pengambilan keputusan perusahaan serta kekuatan dalam menerapkan pendekatan CSR yang lebih terintegrasi

e. Sumber daya manusia dan implikasi anggaran f. Inisiatif terkait keberadaan CSR

Penilaian tersebut harus mengidentifikasi tantangan dan peluang, melalui sebuah analisis untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan perusahaan dalam mencapai tujuan internal serta menentukan seberapa baik strategi perusahaan menghadapi tantangan dan peluang tersebut. Informasi ini sangat penting untuk menentukan prioritas kegiatan dan pendekatan yang akan dilakukan oleh perusahaan. 2. Tahap pengembangan strategi

(8)

sesuai dengan arah dan ruang lingkup perusahaan. 3. Tahap pengembangan komitmen

Pengembangan komitmen merupakan suatu kebijakan atau instrumen perusahaan yang diarahkan untuk mengembangkan segala upaya dan tujuan perusahaan agar dapat mengatasi dampak sosial dan lingkungan. Upaya pengembangan komitmen CSR perusahaan harus memahami berbagai perbedaan komitmen yang ada, yaitu perbedaan antara komitmen aspirational dan prescriptive. Komitmen aspirational cenderung mengartikulasikan tujuan jangka panjang dari suatu perusahaan dan biasanya ditulis dalam bahasa yang umum, sementara komitmen prescriptive yaitu komitmen dalam menetapkan kode etik, menetapkan perilaku yang lebih spesifik untuk dibahas dan disetujui oleh perusahaan.

Berikut ini adalah salah satu cara untuk mengembangkan komitmen CSR perusahaan, yaitu :

a. Melakukan peninjauan terhadap komitmen CSR b. Mengadakan diskusi dengan stakeholders

c. Membentuk kelompok kerja CSR d. Menyiapkan draft awal

(9)

4. Tahap implementasi

Implementasi CSR mengacu kepada keputusan, proses dan praktek kegiatan perusahaan yang telah disepakati dalam strategi pengembangan CSR. Terdapat beberapa langkah untuk menunjukkan bahwa perusahaan telah melaksanakan komitemen yang disepakati, antara lain :

a. Mengembangkan struktur pengambilan keputusan CSR yang terintegrasi b. Menyiapkan dan merencanakan program CSR

c. Menetapkan target yang terukur dan mengevaluasi kinerja d. Melibatkan seluruh komponen yang terlibat dalam program CSR e. Mendesain dan melakukan pelatihan CSR

f. Menetapkan mekanisme pemecahan masalah

g. Membuat rencana komunikasi internal dan eksternal h. Membuat komitmen publik

5. Tahap pelaporan

(10)

6. Tahap evaluasi

Evaluasi dilakukan untuk menilai keberhasilan program CSR secara keseluruhan dari pendekatan yang dilakukan, dan dijadikan sebagai dasar dalam melakukan perbaikan. Evaluasi merupakan proses pembelajaran untuk dapat menerima berbagai masukan berupa informasi-informasi baru maupun beradaptasi terhadap perubahan-perubahan secara berkesinambungan dengan melibatkan seluruh stakeholders. Upaya yang dilakukan tidak sebatas hanya untuk mencapai tujuan saja, tetapi bagaimana agar perusahaan tetap waspada untuk beradaptasi dengan keadaan yang selalu mengalami peberubahan, serta menemukan cara-cara untuk meningkatkan upaya yang telah mereka lakukan.

2.1.5.Bentuk dan Model Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) Menurut Saidi (2004) dalam Tanudjaja (2006), sedikitnya ada 4 (empat) sistem atau model CSR yang diterapkan di Indonesia, antara lain :

1. Keterlibatan langsung

(11)

Perusahaan mendirikan yayasan sendiri di bawah perusahaan atau groupnya. Model ini merupakan adopsi dari model yang lazim diterapkan di perusahaan perusahaan di negara maju. Biasanya, perusahaan menyediakan dana awal, dana rutin atau dana abadi yang dapat digunakan secara teratur bagi kegiatan yayasan. 3. Bermitra dengan pihak lain

Perusahaan menyelenggarakan CSR melalui kerjasama dengan lembaga sosial/organisasi non-pemerintah (NGO/LSM), instansi pemerintah, universitas atau media massa, baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan sosialnya. Beberapa lembaga sosial yang bekerjasama dengan perusahaan dalam menjalankan CSR antara lain adalah Palang Merah Indonesia (PMI), Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), Dompet Dhuafa; instansi pemerintah (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia/LIPI, Depdiknas, Depkes, Depsos).

4. Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium

(12)

Menurut Jonker dan De Witte (2006), terdapat beberapa model managemen program CSR yang digunakan dalam upaya pembangunan berkelanjutan, antara lain :

A. Model Manajemen CSR Industri Ekstraktif

Gambar 2.1 Model Manajemen CSR Industri Ekstraktif Sumber : Jonker dan De Witte (2006)

Elemen kunci dari model ini didasari oleh komitmen dan kepemimpinan, melibatkan stakeholders secara berkesinambungan, kebijakan, struktur organisasi, penilaian hasil, sistem perencanaan dan pelaksanaan dengan monitoring, kegiatan perbaikan, audit dan managemen evaluasi.

a) Komitmen dan kepemimpinan

(13)

b) Melibatkan seluruh stakeholders

Sama halnya dengan komitmen dan kepemimpinan, pelibatan stakeholders merupakan komponen yang sangat dibutuhkan dalam seluruh model managemen CSR dan merupakan suatu proses yang berkesinambungan. Stakeholders harus dilibatkan sejak awal melakukan proses pengidentifikasian terhadap isu yang akan dilaksanakan.

c) Kebijakan dan organisasi

Kebijakan yang dibuat berkaitan dengan pelaksanaan program CSR harus mendukung terhadap tujuan utama dari perusahaan secara keseluruhan. Managemen juga harus mempertimbangkan tingkat resiko agar tidak terlalu besar peluang terjadinya suatu kegagalan program dengan memberikan Gambaran yang jelas tentang tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh setiap level managemen dalam perusahaan.

d) Tanggung jawab organisasi

(14)

B. Model Partisipasi Membangun Perusahaan

Model ini merupakan gabungan dari beberapa komunitas masyarakat, pemerintah dan sektor swasta yang memungkinkan untuk mengarahkan persepsi ekonomi dari masyarakat. Pemerintah dan perusahaan berupaya menjelaskan hak dan tanggung jawab kepada masyarakat melalui interaksi yang efektif agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam mencapai tujuan utama perusahaan dan pemerintah

Keterlibatan seluruh elemen sangat diperlukan dalam upaya mencapai hasil dan tujuan organisasi yang berbasis solusi, selain itu juga akan memberikan hasil yang strategis dalam meningkatkan motivasi masyarakat dalam aspek sosial dan ekonomi. Partisipasi perusahaan dalam kemitraan dibuktikan dengan adanya perhatian terhadap permasalahan yang ada dimasyarakat. Model ini memerlukan integrasi bisnis dari seluruh elemen agar terciptanya struktur yang efektif dan berjalan sesuai dengan kondisi yang terjadi. Seperti yang terlihat pada Gambar 2.2. di bawah ini.

(15)

Masyarakat sebagai penggerak perubahan akan terus mempengaruhi perusahaan dalam menciptakan peluang bisnisnya melalui identifikasi kemitraan yang berbasis masyarakat. Model ini dilatarbelakangi dari kegiatan masyarakat, pemerintah dan perusahaan di beberapa negara maju pada abad ke-21 dengan mempertimbangkan aspek toleransi, bakat dan teknologi dalam mengatasi permasalahan yang ada di lingkungannya.

Aplikasi dari model ini memberikan kemampuan untuk memanfaatkan ulang sumber daya yang ada, ide-ide, keterampilan dan informasi yang melekat pada sektor swasta untuk memberikan dampak sosial yang lebih luas kepada masyarakat. Perusahaan berinteraksi langsung dengan masyarakat dalam melakukan aktivitasnya, baik kegiatan yang bersifat ekonomi maupun sosial.

2.2.Program-program CSR Bidang Kesehatan

Berdasarkan pedoman penyelenggaran CSR dalam pembangunan kesehatan oleh Kemenkes RI (2008), program CSR bidang kesehatan terdiri dari :

1. Mengembangkan fasilitas pelayanan kesehatan

2. Membantu peningkatan kualitas dan fasilitas pelayanan kesehatan yang telah ada, dengan kegiatan antara lain :

a. Melatih petugas

b. Melengkapi sarana (obat, alat dan manual)

(16)

3. Pemberdayaan dan pengorganisasian masyarakat :

a. Mengembangkan Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) b. Meningkatkan kualitas UKBM yang ada

c. Memberikan sarana penyehatan lingkungan bagi rumah tangga (air bersih, pembuangan sampah)

d. Penyuluhan kesehatan e. Pelatih bagi masyarakat.

4. Mengembangkan perusahaan yang ber-Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) 2.2.1. Langkah-langkah Pelaksanaan CSR Bidang Kesehatan

2.2.1.1. Tahap Persiapan

1. Identifikasi potensi perusahaan

Perusahaan melakukan identifikasi potensi organisasi dalam merancang program CSR untuk percepatan pencapaian target Millenium Development Goals (MDG’s) dan pengendalian penyakit tidak menular, potensi-potensi perusahaan yang dapat dimanfaatkan meliputi :

a. Tenaga ahli terkait program kesehatan yang dipilih b. Tenaga pengelola/pelaksana program CSR

c. Program/kegiatan yang telah ada diintegrasikan dengan program CSR untuk pencapaian target MDG’s dan penyakit tidak menular

(17)

2. Identifikasi masalah kesehatan

Perusahaan melakukan identifikasi masalah kesehatan bersama perwakilan karyawan atau stakeholders lain, masyarakat setempat, LSM peduli kesehatan serta sektor kesehatan. Apabila wilayah yang digarap dalam lingkup nasional, diperlukan koordinasi dengan Kementerian Kesehatan, bila dalam lingkup propinsi dengan Dinas Kesehatan Propinsi, bila lingkup kabupaten/kota dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan bila dalam lingkup kecamatan atau desa dengan Puskesmas setempat. Sektor kesehatan akan memberikan masukan data-data masalah kesehatan di wilayahnya serta informasi lain yang diperlukan. 3. Menetapkan masalah dan wilayah

Perusahaan bersama dengan pihak yang terlibat melakukan identifikasi, kemudian ditetapkan prioritas masalah, bentuk program dan lokasi program CSR yang akan diselenggarakan.

4. Identifikasi potensi sumber daya alam dan lingkungan masyarakat

Perusahaan melakukan identifikasi potensi sumber daya alam yang mencakup : a. Identifikasi potensi sumber daya alam di masyarakat sekitar area

penyelenggaraan program CSR.

b. Identifikasi potensi lingkungan di masyarakat sekitar area penyelenggaraan program CSR.

2.2.1.2. Tahap Perencanaan

(18)

langkah-langkah di bawah ini atau disesuaikan dengan konteks daerah dan kondisi perusahaan.

a. Menyusun konsep rencana program CSR yang jelas, lengkap, dan terperinci, yakni sampai dengan teknis pelaksanaan program.

b. Membangun persepsi yang sama antara perusahaan dengan pemerintah daerah dan stakeholders.

c. Mengadakan kerjasama dengan pemerintah daerah dan atau stakeholders yang dapat diawali dengan penandatanganan MoU atau perjanjian kerjasama sebagai dasar komitmen pelaksanaan kerjasama dengan pemerintah daerah.

d. Menyusun perencanaan terpadu dengan pemerintah daerah agar dapat terjadi sinergi dan pemerataan kesejahteraan.

e. Melaksanakan konsultasi perencanaan yang melibatkan masyarakat.

f. Mengajukan usulan penghargaan dari pemerintah dalam bentuk pengakuan maupun insentif lainnya.

g. Menentukan pelaksanaan dan mekanisme monitoring dan evaluasi. 2.2.1.3. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan, perusahaan melakukan beberapa kegiatan antara lain :

a. Memilih sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, komitmen dan kepedulian terhadap CSR.

(19)

pelaksanaan kegiatan CSR.

c. Melakukan kegiatan monitoring atas kemajuan kegiatan CSR sesuai dengan mekanisme monitoring yang sudah direncanakan. Monitoring dapat dilakukan oleh pengelola kegiatan CSR.

d. Melakukan evaluasi kegiatan CSR yang telah berjalan, membuat sistem mekanisme pendokumentasian atas kemajuan, keberhasilan, kegagalan dan masalah-masalah yang dihadapi dalam menjalankan kegiatan CSR. Evaluasi dapat dilakukan oleh pihak lain termasuk Dinas Kesehatan setempat.

e. Mendesain sistem penghargaan bagi penanggung jawab yang telah berhasil melaksanakan kegiatan CSR.

f. Merumuskan kegiatan-kegiatan untuk menjamin terpeliharanya keberlanjutan kegiatan CSR yang sedang dan telah berjalan.

2.2.1.4. Tahap Pendokumentasian

Pada akhir tahun setelah melaksanakan kegiatan CSR, disarankan agar perusahaan membuat dokumentasi dari kegiatan CSR bidang kesehatan. Beberapa hal dibawah ini merupakan tahapan perusahaan dalam membuat dokumentasi :

a. Membentuk tim yang bertugas membuat dokumentasi

b. Merencanakan pembuatan dokumentasi seperti menentukan batas waktu, membuat anggaran dan membuat rencana kerja.

(20)

d. Menganalisa data berdasarkan informasi yang telah diolah dan menjelaskan kecenderungan (trend) dari data tersebut.

e. Membuat draft dokumentasi kegiatan CSR. f. Melakukan review dan finalisasi.

g. Mempublikasi dan mendistribusikan dokumentasi kegiatan CSR.

h. Mengumpulkan tanggapan-tanggapan sekaligus mendiskusikan dan mengevaluasi tanggapan tersebut sebagai upaya untuk perbaikan kegiatan CSR ke depan.

2.3.Sistem Pembiayaan Kesehatan

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2012 mendefinisikan subsistem pembiayaan kesehatan sebagai proses pengelolaan berbagai upaya penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan untuk mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna mencapai derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. Tujuan penyelenggaraan sistem pembiayaan kesehatan ini adalah agar tersedianya dana kesehatan dalam jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil dan merata serta termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna. Penyelenggaraan sistem pembiayaan kesehatan akan dapat terlaksana sesuai dengan tujuan apabila adanya komitmen, kerjasama dan komunikasi yang sinergis baik antara pihak pemerintah (eksekutif) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai pembuat kebijakan (legislatif).

(21)

dan berkesinambungan baik yang bersumber dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, masyarakat, dan sumber lainnya. Perencanaan dan pengaturan pembiayaan kesehatan dilakukan melalui penggalian dan pengumpulan berbagai sumber dana yang dapat menjamin kesinambungan pembiayaan pembangunan kesehatan, mengalokasikannya secara rasional, serta menggunakannya secara efisien dan efektif.

Berkaitan dengan hal pengaturan penggalian dan pengumpulan serta pemanfaatan dana yang bersumber dari iuran wajib, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus melakukan sinkronisasi dan sinergisme antara sumber dana dari iuran wajib, dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dana dari masyarakat, dan sumber lainnya termasuk dari pihak swasta. Hal ini dilakukan agar tidak adanya tumpang tindih kegiatan dan mempercepat proses penyerapan anggaran serta pencapaian pembangunan kesehatan yang adil dan merata.

2.3.1. Unsur-unsur Sistem Pembiayaan Kesehatan

Ada beberapa unsur yang terdapat dalam sistem pembiayaan kesehatan antara lain :

a. Dana

(22)

kesehatan ataupun dari sektor lain yang terkait, baik dari swasta maupun masyarakat untuk mendukung pelaksanaan pembangunan kesehatan.

b. Sumber Daya

Sumber daya yang tersedia dalam sistem pembiayaan kesehatan meliputi sumber daya manusia pengelola, sarana, standar, regulasi, dan kelembagaan yang digunakan secara berhasil guna dan berdaya guna dalam upaya mendukung terselenggaranya pembangunan kesehatan.

c. Pengelolaan Dana Kesehatan

Prosedur atau mekanisme pengelolaan dana kesehatan merupakan seperangkat aturan yang disepakati secara konsisten dan dijalankan oleh para pelaku subsistem pembiayaan kesehatan terutama oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pengelolaan tersebut dilakukan secara lintas sektor baik swasta maupun masyarakat yang mencakup mekanisme penggalian, pengalokasian, pembelanjaan dana kesehatan, dan mekanisme pertanggungjawabannya.

2.3.2. Prinsip-prinsip Sistem Pembiayaan Kesehatan

Ada 3 (tiga) prinsip dalam sistem pembiayaan kesehatan yaitu : a. Kecukupan

(23)

saat ini terus melakukan upaya peningkatan dan kecukupan terhadap alokasi dana kesehatan agar sesuai dengan kebutuhan besaran persentase dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pembiayaan kesehatan untuk masyarakat miskin dan tidak mampu merupakan tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dana kesehatan dapat diperoleh dari berbagai sumber, baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, maupun swasta yang harus digali dan dikumpulkan. Dana tersebut terus ditingkatkan untuk menjamin kecukupan agar jumlahnya dapat sesuai dengan kebutuhan, dikelola secara adil, transparan, akuntabel, berhasil guna dan berdaya guna, tersalurkan secara tepat dengan memperhatikan aspek berkelanjutannya serta menjamin adanya kesetaraan dan keadilan.

b. Efektif dan efisien

Organisasi menjamin efektifitas dan efisiensi penggunaan dana kesehatan. Demi mendukung upaya tersebut maka pembelanjaannya harus terdapat kesesuaian antara perencanaan pembiayaan kesehatan, penguatan kapasitas manajemen perencanaan anggaran dan kompetensi pemberi pelayanan kesehatan. Sistem pembayaran pada fasilitas pelayanan kesehatan saat ini perlu juga dikembangkan agar menuju kepada bentuk pembayaran yang prospektif.

c. Adil dan transparan

(24)

terpeliharanya dan terlindunginya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Dana kesehatan tersebut digunakan secara bertanggung jawab berdasarkan prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance), transparan, dan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.4.Teori Kemitraan

Teori tentang pentingnya kemitraan organisasi (partnership organization) dikemukakan oleh Eisler, R dan Montuori, A (2001). Dikatakan lebih lanjut, bahwa strategi kemitraan organisasi merupakan bagian dari pendekatan sistem, yang telah mempertimbangkan adanya pengaruh lingkungan organisasi dalam pertumbuhan organisasi. Pada proses perkembangannya, agar suatu organisasi tetap tumbuh dan berkembang harus memperhitungkan adanya kompleksitas lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa organisasi yang dominan (dominanator template) justru akan ditinggalkan, karena lingkungan menuntut adanya kemitraan organisasi. Pada masa sekarang (pola baru), untuk mengelola konflik yang muncul dalam organisasi lebih diutamakan menggunakan pendekatan sistem kemitraan daripada pendekatan dominan. Model kemitraan dalam organisasi membutuhkan persyaratan sebagai berikut :

1. Adanya struktur organisasi yang sederhana (flat) dan sedikit hirarki.

(25)

5. Adanya keanekaragaman produk (diversity product) 6. Adanya kesamaan gender (gender balance)

7. Adanya kreativitas dan jiwa kewiraswastaan (creativity and entrepreneurship) Dent (2006) dalam teorinya Partnership Relationship Management, mengatakan bahwa pada abad 21 ini, untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan adanya tuntutan konsumen akan pelayanan yang cepat, suatu organisasi membentuk kemitraan dan strategi aliansi (partnerships and strategic alliances) baik secara internal maupun eksternal. Proses ini memerlukan kreativitas dalam mengkombinasikan budaya kerja organisasi yang mengarah pada pola kemitraan. Ada empat keuntungan yang diperoleh bila menggunakan pola kemitraan dan aliansi, yaitu:

1. Keterbukaan (openness) 2. Kreativitas (creativity) 3. Kecepatan (agility)

4. Kelenturan (resiliency) 2.4.1.Kemitraan Publik dan Swasta

(26)

mempengaruhi satu dengan yang lainnya secara seimbang, sinergis, saling menghargai, transparansi dan adanya partisipasi dari kedua belah pihak.

Menurut Glasbergen (2008), Penerapan sistem kemitraan memperhatikan berbagai aspek yang berbeda. Beberapa jenis sistem kemitraan yang paling umum diterapkan antara lain :

1. Kemitraan yang berfungsi untuk meningkatkan kesadaran

Sistem kemitraan yang mendorong perdebatan dari berbagi pihak dalam mengembangkan berbagai macam ide-ide yang baru, termasuk dialog kebijakan multi stakeholder sebagai upaya mencapai dan mempertahankan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

2. Kemitraan yang berkonsentrasi pada penyebaran dan pengembangan informasi Bentuk kemitraan ini berpedoman pada pelaporan kinerja sektor keuangan atau dikenal dengan The Global Reporting Initiative (GRI). Ada banyak pihak-pihak pembuat keputusan yang memiliki tujuan yang sama untuk mempromosikan akses informasi, partisipasi, dan keadilan dalam menerapkan sistem kemitraan. 3. Kemitraan yang memberikan bantuan teknologi dalam pengelolaan proses

(27)

4. Kemitraan yang mengembangkan produk baru yang lebih berkesinambungan Tujuan dari kemitraan ini adalah untuk mendapatkan produk yang sesuai dengan karakteristik pasar. Jenis kemitraan ini merupakan salah satu proses kemitraan dalam membangun struktur pasar dengan keterlibatan langsung para pihak.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas kemitraan menurut Barr (2009), antara lain :

1. Manajemen 2. Alokasi anggaran 3. Sistem informasi

(28)

2.5. Landasan Teori

Gambar 2.3 Kerangka Susunan Rencana Kemitraan yang Berkontribusi terhadap Pemerintahan yang Baik

Sumber : Glasbergen (2008)

(29)

2.6. Kerangka Pikir

Gambar 2.5 Kerangka Pikir Penelitian

Berdasarkan kerangka pikir pada Gambar 2.5 di atas, maka dapat dijelaskan bahwa sistem kemitraan terdiri dari beberapa alur dan tahapan yaitu dari input, proses, output dan outcome. Input terdiri dari sistem kemitraan Dinas Kesehatan Aceh Utara, PT. EMOI dan LSM lokal. Pada tahapan proses menjelaskan aktivitas dan model kemitraan yang dijalankan selama ini dan tahap output adalah hasil dari proses kemitraan yang telah dijalankan, sedangkan outcome merupakan dampak dari kemitraan yang dirasakan oleh masyarakat khususnya di wilayah kabupaten Aceh

Aktivitas Kemitraan (Model Kemitraan) Infrastruktur kesehatan dan Sistem kemitraan 1. Dinkes

- Kepala Dinas Kesehatan - Sekretaris Dinkes

- Bidang Program dan Pelaporan - Seksi Keuangan/Anggaran 2. PT. EMOI

- Bidang Humas 3. LSM Lokal

Ketua

Determinan keberhasilan

dan efisiensi kemitraan

1.Managemen 2.Alokasi anggaran 3.Sistem informasi

Dampak yang dirasakan oleh masyarakat Input Output Outcome Proses Analisis Data

(30)

Gambar

Gambar 2.1 Model Manajemen CSR Industri Ekstraktif
Gambar 2.2 . Model Partisipasi Membangun Perusahaan
Gambar 2.3 Kerangka Susunan Rencana Kemitraan yang Berkontribusi
Gambar 2.5 Kerangka Pikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal tersebut, perusahaan atau instansi juga dapat menarik pihak luar seperti LSM (lembaga swadaya masyarakat), pemerintah, institusi pendidikan, karena mereka

dilaksanakan apabila melihat dari tidak jelasnya fungsi masing-masing.. pihak dalam Divisi PKBL yang telah tercantum dalam SOP,

Faktor-faktor tersebut adalah faktor lingkungan (mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan lain sebagainya), perilaku, pelayanan kesehatan, dan

Faktor-faktor tersebut adalah faktor lingkungan (mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan lain sebagainya), perilaku, pelayanan kesehatan, dan

Adanya sejumlah SMK yang mendapat bantuan dari Djarum Foundation merupakan tanda besarnya komitmen Djarum Foundation dalam mengembangkan pendidikan menengah

Sehingga menjadi harapan kedepannya adalah program- program yang dijalankan adalah program yang bisa sinergis dengan program kerja Kabupaten dalam hal ini program