• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Sistem Kemitraan Dinas Kesehatan dengan PT.Exxon Mobil Indonesia terhadap Pemanfaatan Dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Kesehatan di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Sistem Kemitraan Dinas Kesehatan dengan PT.Exxon Mobil Indonesia terhadap Pemanfaatan Dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Kesehatan di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2013"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SISTEM KEMITRAAN DINAS KESEHATAN DENGAN PT EXXON MOBIL INDONESIA TERHADAP PEMANFAATAN

DANA CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN

ACEH UTARA TAHUN 2013

TESIS

Oleh

RACHMAT CUT 127032262/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

THE ANALYSIS OF PARTNERSHIP SYSTEM BETWEEN THE HEALTH SERVICE AND PT EXXON MOBIL INDONESIA ON THE USE OF

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) FUNDS IN THE HEALTH FIELD IN NORTH ACEH DISTRICT,

IN 2013

THESIS

By

RACHMAT CUT 127032262/IKM

MAGISTER IN PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

ANALISIS SISTEM KEMITRAAN DINAS KESEHATAN DENGAN PT EXXON MOBIL INDONESIA TERHADAP PEMANFAATAN

DANA CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN

ACEH UTARA TAHUN 2013

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

RACHMAT CUT 127032262/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

Judul Tesis : ANALISIS SISTEM KEMITRAAN DINAS KESEHATAN DENGAN PT. EXXON MOBIL INDONESIA TERHADAP PEMANFAATAN DANA CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2013

Nama Mahasiswa : Rachmat Cut Nomor Induk Mahasiswa : 127032262

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si Ketua

) (Dra. Syarifah, M.S Anggota

)

Dekan

(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 18 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si Anggota : 1. Dra. Syarifah, M.S

2. Dr. Juanita, S.E, M.Kes

(6)

PERNYATAAN

ANALISIS SISTEM KEMITRAAN DINAS KESEHATAN DENGAN PT EXXON MOBIL INDONESIA TERHADAP PEMANFAATAN

DANA CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN

ACEH UTARA TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2014

(7)

ABSTRAK

Kemitraan merupakan hubungan kerjasama secara sukarela yang disepakati antara berbagai pihak untuk berpartisipasi secara bersama-sama. Salah satu fungsi Dinas Kesehatan adalah melaksanakan kerjasama baik dengan institusi publik, swasta dan organisasi kemasyarakatan. Fungsi ini belum dilaksanakan secara sistematis dan upaya pencapaian program-program kesehatan yang telah ditargetkan secara umum belum tercapai sehingga Aceh Utara termasuk dalam kategori Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK) pada tahun 2012.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan sistem kemitraan Dinas Kesehatan dengan PT. Exxon Mobil Indonesia terhadap pemanfaatan dana Corporate Social Responsibility (CSR) bidang kesehatan di Kabupaten Aceh Utara 2013 dan memberikan rekomendasi model sistem kemitraan yang sesuai dengan karakteristik dan kondisi organisasi/masyarakat setempat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem kemitraan yang dibangun oleh Dinas Kesehatan belum direncanakan secara sistematis. Dinas Kesehatan secara institusi belum mampu membuat kerangka model sistem kemitraan yang jelas dalam membangun hubungan kemitraan. Bentuk kemitraan masih bersifat hubungan personal. Manajemen dan alokasi anggaran menjadi faktor yang berpengaruh dalam membangun hubungan kemitraan. Hubungan kemitraan belum memberikan dampak secara signifikan oleh karena kondisi geografis yang luas, jumlah penduduk yang semakin bertambah, keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM), latar belakang masyarakat yang merupakan korban konflik, serta perilaku dan karakteristik budaya masyarakat setempat.

Upaya yang dapat dilakukan adalah membuat suatu komitmen yang konkrit dalam bentuk Pakta Integritas. Melakukan analisis internal dan analisis eksternal organisasi. Sistem kemitraan harus diterjemahkan dalam bentuk tahapan yang jelas sesuai dengan visi misi dan tujuan organisasi. Dinas Kesehatan harus menentukan apakah membentuk kelompok kerja khusus atau menentukan unit pelaksana yang sudah ada dalam membangun hubungan kemitraan dengan pihak luar.

(8)

ABSTRACT

Partnership is a voluntary collaboration, agreed by the parties concerned in their mutul participation. One of the function of the Health Service is to implement the collaboration, either with a public institution, a private institution, or a social organization. It seemed that these function had not yet systematically implemented and achieved so that North Aceh District was categorized as a DBK or Health Problematic Region in 2012.

The research used qualitative methode which was aimed to analyze the implementation of partnership system between the Health Service and PT Exxon Mobil Indonesia on the use of Corporate Social Responsibility (CSR) fund in the health field in North Aceh District in 2013 and to give recommendation of partnership system model which was in appropriate with the characteristics and conditon of the local community /organization.

The result of the research showed that partnership system, established by the Health Service, had not been systematically planned. As an institution, the Health Service was incapable of making clear model framework of partnership system in developing partnership. The form of partnership was still in personal relationship. Budget management and allocation became the influencing factors in developing partneship. It seemed that partnership had not given significant impact because ot too wide geograhapical area, the increasing population, limited human resources, most of the people were the victims of the conflict, and the behaviour and characteristic of the local people.

It is recommended that a concrete commitment in the form of integration pact and internal and external organization analysis should be conducted. Partnership system should be rendered in the clear form of stages, according to the organization’s vision, mission, and objective. Besides that, the Health Service should determined wheter it establishes special work group or determines the existed implementation unit in developing partnership with other parties.

(9)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Analisis Sistem Kemitraan Dinas Kesehatan dengan PT.Exxon Mobil Indonesia terhadap Pemanfaatan Dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Kesehatan di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2013”.

Penyusunan tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan akademik untuk menyelesaikan Pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kebijakan Kesehatan Universitas Sumatera Utara.

Penulis dalam menyusun tesis ini, menyadari begitu banyak mendapat bimbingan, arahan, bantuan dan kemudahan dari berbagai pihak, sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Dengan ketulusan hati, penulis menyampaikan terima kasih, semoga sehat, bahagia dan selalu dalam Lindungan Allah SWT kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

(10)

3. Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si dan Dra. Syarifah, M.S selaku komisi pembimbing yang dengan sabar dan tulus telah banyak memberikan perhatian, dukungan, pengertian dan pengarahan sejak awal hingga selesainya tesis ini. 4. Siti Khadijah Nasution, SKM, MKes dan Dr. Juanita, SE, MKes selaku komisi

penguji yang telah memberi masukan sehingga dapat meningkatkan kesempurnaan tesis ini.

5. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh Dosen Minat Studi Administrasi Kebijakan Kesehatan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, semoga ilmu dan pengetahuan yang diberikan selama penulis belajar menjadi amal ibadah dan mendapat Rahmat dari Allah SWT.

7. Pemerintah Kabupaten Aceh Utara dalam hal ini Bupati, Sekda dan para Kepala Bidang serta jajarannya yang telah memberikan kemudahan akses informasi kepada penulis sehinga dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini.

8. Pihak PT. Exxon Mobil Indonesia yang telah meluangkan waktu untuk diwawancarai dan telah memberikan kemudahan akses informasi kepada penulis berkaitan dengan penyusunan tesis ini.

(11)

diwawancarai sehingga penyusunan tesis ini dapat penulis selesaikan tepat waktu sesuai dengan perencanaan.

10. Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Bumo Malikussaleh Aceh Utara beserta para anggota yang telah meluangkan waktunya dan memberikan informasi berkaitan dengan penuyusunan tesis ini.

11. Para teman sejawat dan rekan-rekan mahasiswa di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, khususnya Minat Studi Administrasi Kebijakan Kesehatan yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.

Ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada Ayahanda Alm. Zaini Usman dan Ibunda Cut Sukmawati atas segala jasanya sehingga penulis mendapatkan pendidikan terbaik.

Teristimewa untuk isteri tercinta dr. Diana Inti Nusantari yang tiada henti-hentinya dengan ikhlas dan sabar telah turut memberikan doa, memberikan motivasi serta dukungan kepada penulis dalam proses penyusunan tesis ini.

Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, September 2014

(12)

RIWAYAT HIDUP

Rachmat Cut, lahir pada tanggal 24 November 1981 di Banda Aceh, beragama Islam, anak ke lima dari dua belas bersaudara dari pasangan Ayahanda Zaini Usman dan Cut Sukmawati. Sudah berkeluarga dan saat ini menetap di Desa Tambon Baroh Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Nomor 39 Banda Aceh pada tahun 1988 dan diselesaikan pada tahun 1994, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 04 Banda Aceh pada tahun 1994 dan diselesaikan pada tahun 1997, Sekolah Menengah Umum Negeri (SMU) Negeri 05 Banda Aceh pada tahun 1997 dan diselesaikan pada tahun 2000, Sarjana Kesehatan Masyarakat pada tahun 2000 dan diselesaikan pada tahun 2005, Strata Dua (S2) di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dengan Minat Studi Administrasi Kebijakan Kesehatan tahun 2012 sampai dengan tahun 2014.

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 13

1.3. Tujuan Penelitian ... 14

1.4. Manfaat Penelitian ... 14

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 15

2.1. Corporate Social Responsibility (CSR) ... 15

2.2. Program-program CSR Bidang Kesehatan ... 28

2.3. Sistem Pembiayaan Kesehatan ... 33

2.4. Teori Kemitraan ... 37

2.5. Landasan Teori ... 41

2.6. Kerangka Pikir ... 42

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 44

3.1. Jenis Penelitian ... 44

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 44

3.3. Informan ... 45

3.4. Definisi Istilah ... 46

3.5. Jenis Data ... 47

3.6. Metode Pengumpulan Data ... 47

3.7. Uji Keabsahan Data ... 51

3.8. Metode Analisis Data ... 52

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 54

4.1. Deskripsi Objek Penelitian ... 54

4.1.1. Gambaran Umum Kabupaten Aceh Utara ... 54

4.1.2. Struktur Organisasi Dinkes Kabupaten Aceh Utara ... 55

4.2. Deskripsi Sistem Kemitraan pada Dinkes Kab.Aceh Utara ... 58

(14)

4.2.2. Proses Sistem Kemitraan ... 62

4.2.3. Bentuk Sistem Kemitraan ... 66

4.2.4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kemitraan ... 72

4.2.5. Manfaat dan Dampak Pelaksanaan Kemitraan ... 73

BAB 5. PEMBAHASAN ... 76

5.1. Proses Pelaksanaan Sistem Kemitraan Dinas Kesehatan ... 76

5.1.1. Kondisi Objektif Kemitraan Dinas Kesehatan ... 76

5.1.2. Bentuk Sistem Kemitraan Dinas Kesehatan . ... 83

5.1.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Sistem Kemitraan ... 88

5.1.4. Manfaat dan Dampak Sistem Kemitraan ... 93

5.1.5. Model Sistem Manajemen Kemitran ... 98

5.1.6. Rekomendasi Model Sistem Manajemen Kemitraan Dinkes ... 108

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 117

6.1. Kesimpulan ... 117

6.2. Saran ... 118

DAFTAR PUSTAKA ... 119

(15)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman 1. Matriks Wawancara Tentang Komponen Masukan dalam Sistem

Kemitraan ... 59 2. Matriks Wawancara Tentang Proses Sistem kemitraan ... 63 3. Matriks Wawancara Tentang Bentuk Sistem Kemitraan ... 67 4. Matriks Wawancara Tentang Faktor-faktor yang Memengaruhi

Kemitraan ... 72 5. Matriks Wawancara Tentang Manfaat dan Dampak Pelaksanaan

(16)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1 Model Manajemen CSR Industri Ekstraktif ... 25

2.2 Model Partisipasi Membangun Perusahaan ... 28

2.3 Kerangka Susunan Rencana Kemitraan yang Berkontribusi terhadap Pemerintahan yang Baik ... 41

2.4 Elemen Kunci Kemitraan yang Efektif ... 41

2.5 Kerangka Pikir Penelitian ... 42

5.1 Dampak Kemitraan di Bidang Kesehatan dan Sosial ... 94

5.2 Model Dasar Kemitraan ... 99

5.3 Model Kemitraan Antar Lini ... 102

5.4 Model Kemitraan Manajemen Pemerintah dan Kesehatan Masyarakat .. 105

5.5 Mekanisme Perencanaan Daerah ... 109

5.6 Sistem Kemitraan Dinas Kesehatan ... 110

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Surat Izin Survei Pendahuluan ... 123

2. Surat Izin Penelitian ... 124

3. Surat Selesai Penelitian ... 125

4. Kuesioner Penelitian ... 126

2. Foto dokumentasi penelitian ... 127

(18)

ABSTRAK

Kemitraan merupakan hubungan kerjasama secara sukarela yang disepakati antara berbagai pihak untuk berpartisipasi secara bersama-sama. Salah satu fungsi Dinas Kesehatan adalah melaksanakan kerjasama baik dengan institusi publik, swasta dan organisasi kemasyarakatan. Fungsi ini belum dilaksanakan secara sistematis dan upaya pencapaian program-program kesehatan yang telah ditargetkan secara umum belum tercapai sehingga Aceh Utara termasuk dalam kategori Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK) pada tahun 2012.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan sistem kemitraan Dinas Kesehatan dengan PT. Exxon Mobil Indonesia terhadap pemanfaatan dana Corporate Social Responsibility (CSR) bidang kesehatan di Kabupaten Aceh Utara 2013 dan memberikan rekomendasi model sistem kemitraan yang sesuai dengan karakteristik dan kondisi organisasi/masyarakat setempat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem kemitraan yang dibangun oleh Dinas Kesehatan belum direncanakan secara sistematis. Dinas Kesehatan secara institusi belum mampu membuat kerangka model sistem kemitraan yang jelas dalam membangun hubungan kemitraan. Bentuk kemitraan masih bersifat hubungan personal. Manajemen dan alokasi anggaran menjadi faktor yang berpengaruh dalam membangun hubungan kemitraan. Hubungan kemitraan belum memberikan dampak secara signifikan oleh karena kondisi geografis yang luas, jumlah penduduk yang semakin bertambah, keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM), latar belakang masyarakat yang merupakan korban konflik, serta perilaku dan karakteristik budaya masyarakat setempat.

Upaya yang dapat dilakukan adalah membuat suatu komitmen yang konkrit dalam bentuk Pakta Integritas. Melakukan analisis internal dan analisis eksternal organisasi. Sistem kemitraan harus diterjemahkan dalam bentuk tahapan yang jelas sesuai dengan visi misi dan tujuan organisasi. Dinas Kesehatan harus menentukan apakah membentuk kelompok kerja khusus atau menentukan unit pelaksana yang sudah ada dalam membangun hubungan kemitraan dengan pihak luar.

(19)

ABSTRACT

Partnership is a voluntary collaboration, agreed by the parties concerned in their mutul participation. One of the function of the Health Service is to implement the collaboration, either with a public institution, a private institution, or a social organization. It seemed that these function had not yet systematically implemented and achieved so that North Aceh District was categorized as a DBK or Health Problematic Region in 2012.

The research used qualitative methode which was aimed to analyze the implementation of partnership system between the Health Service and PT Exxon Mobil Indonesia on the use of Corporate Social Responsibility (CSR) fund in the health field in North Aceh District in 2013 and to give recommendation of partnership system model which was in appropriate with the characteristics and conditon of the local community /organization.

The result of the research showed that partnership system, established by the Health Service, had not been systematically planned. As an institution, the Health Service was incapable of making clear model framework of partnership system in developing partnership. The form of partnership was still in personal relationship. Budget management and allocation became the influencing factors in developing partneship. It seemed that partnership had not given significant impact because ot too wide geograhapical area, the increasing population, limited human resources, most of the people were the victims of the conflict, and the behaviour and characteristic of the local people.

It is recommended that a concrete commitment in the form of integration pact and internal and external organization analysis should be conducted. Partnership system should be rendered in the clear form of stages, according to the organization’s vision, mission, and objective. Besides that, the Health Service should determined wheter it establishes special work group or determines the existed implementation unit in developing partnership with other parties.

(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Implementasi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah khususnya di bidang kesehatan telah memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah untuk merencanakan, melaksanakan dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan sesuai karakteristik daerahnya masing-masing. Upaya ini dilaksanakan dengan memberikan pelayanan kesehatan yang merata dan terjangkau demi terwujudnya derajat kesehatan bagi seluruh masyarakat. Desentralisasi di bidang kesehatan merupakan faktor penting dalam proses desentralisasi secara keseluruhan yang membutuhkan suatu hubungan kemitraan yang sinergis dalam bentuk kerjasama antara berbagai pihak baik pemerintah, perusahaan BUMN/Swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan seluruh masyarakat.

Badan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dalam Buckup (2012) mendefenisikan kemitraan sebagai hubungan kerjasama secara sukarela yang disepakati antara berbagai pihak untuk berpartisipasi secara bersama-sama. Kerjasama ini dilakukan melalui pembagian tugas dan tanggung jawab secara spesifik serta pemanfaatan sumber daya untuk mencapai tujuan dan keuntungan bersama.

America’s National Council on Public Private Partnership dalam Paskarina

(21)

menggunakan keahlian dan kemampuan masing-masing demi meningkatkan pelayanan kepada publik. Kemitraan tersebut dibentuk untuk menyediakan kualitas pelayanan terbaik dengan biaya yang optimal untuk publik.

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Tahun 2012 menyebutkan bahwa pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan menggalang kemitraan yang dinamis dan harmonis antara pemerintah dan masyarakat termasuk swasta dengan mendayagunakan potensi yang dimiliki masing-masing. Kemitraan tersebut diwujudkan dengan mengembangkan jejaring yang berhasil guna dan berdayaguna agar diperoleh sinergisme yang baik dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat beserta lingkungannya. SKN akan berfungsi dengan baik dalam mencapai tujuannya apabila terjadi koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan sinergisme baik antar sistem atau subsistem lain di luarnya.

Peran serta pihak swasta dalam pembangunan daerah akan memberikan dampak terhadap peningkatan kualitas pelayanan publik. Hal ini didukung oleh penelitian Paskarina (2007) yang menyebutkan bahwa pada prinsipnya, kemitraan yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta adalah untuk meningkatkan pelayanan publik. Kemitraan ini dilatarbelakangi oleh adanya keterbatasan pendanaan dan rendahnya kualitas pelayanan (inefisien dan inefektif) dari pemerintah sebagai penyedia pelayanan publik.

(22)

keuntungan yang diperoleh dengan mekanisme ini adalah profit. Adapun keuntungan bagi pemerintah, adalah mempermudah proses, waktu penyediaan serta meringankan beban pendanaan untuk memenuhi kebutuhan sarana prasarana perkotaan. Selain itu keuntungan yang diperoleh pemerintah adalah terciptanya transfer teknologi dan efesiensi manajerial dari pihak swasta yang dikombinasikan dengan rasa tanggung jawab serta kepedulian terhadap lingkungan (Paskarina, 2007).

(23)

Menurut panduan ISO 26000 (Ward, 2012) CSR adalah tanggung jawab perusahaan atas dampak aktivitasnya terhadap masyarakat dan lingkungan melalui perilaku transparan dan etis yang berkontribusi terhadap pembangunan yang berkelanjutan, terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat dimana perusahaan tersebut berdiri atau menjalankan usahanya. Pengertian tersebut dapat dipahami bahwa, perusahaan hanya bertanggung jawab terhadap aktivitasnya di dalam organisasi, dan yang kedua tanggung jawab tersebut bukan hanya bagi perusahaan saja tetapi juga bagi pemerintah dan organisasi masyarakat sipil yang berperan serta dalam upaya pembangunan berkelanjutan.

(24)

Menurut Crowther (2008) CSR merupakan sebuah konsep perusahaan yang mengintegrasikan bisnis perusahaannya dengan lingkungan sosial dan interaksi dengan pihak-pihak terkait dilakukan atas dasar sukarela. Prinsip dasar CSR tersebut dapat dipahami sebagai bentuk kontrak sosial antar para pemangku kepentingan (stakeholders) dalam suatu lingkungan yang menempatkan kepentingan masyarakat di atas kepentingan individu.

Pengertian CSR dalam pembangunan kesehatan diartikan sebagai komitmen dunia usaha untuk berkontribusi dalam pembangunan kesehatan bersama karyawan, komunitas lokal dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup dan menanggulangi masalah kesehatan karyawan dan masyarakat. Komitmen ini dijalankan dengan prinsip keseimbangan, kerjasama dan komunikasi yang bermanfaat bagi pihak perusahaan dan masyarakat dalam upaya untuk meningkatkan kualitas hidup (Kemenkes RI, 2012).

Berdasarkan beberapa pengertian CSR yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa CSR adalah suatu konsep aktivitas yang menunjukkan komitmen secara berkesinambungan dari pihak swasta untuk meningkatkan taraf pendidikan dan kesehatan, mewujudkan kesejahteraan baik secara sosial dan ekonomi, bagi seluruh karyawan, keluarganya, masyarakat dan pemerintah di lingkungan tempat perusahaan tersebut beroperasional, dengan mempertimbangkan aspek etika dan moral.

(25)

perusahaan adalah : a) karyawan lebih sehat dan produktif, b) absensi karena sakit menurun, c) meningkatkan penjualan dan market share, d) memperkuat brand positioning, e) meningkatkan citra dan pengaruh perusahaan, f) meningkatkan

kemampuan untuk memotivasi, dan mempertahankan karyawan, g) menurunkan biaya operasional, h) meningkatkan hasrat bagi investor untuk berinvestasi dan menjaga keberadaan dan kelangsungan perusahaan karena masyarakat lokal di ajak berkomunikasi dan merasakan manfaat CSR. Manfaat bagi masyarakat dan lingkungan : a) masyarakat lebih sehat, b) daya beli meningkat, c) lingkungan lebih sehat.

Berdasarkan penelitian Saidi (2004) dalam Tanudjaja (2006), sedikitnya ada 4 (empat) sistem atau model CSR yang diterapkan di Indonesia, antara lain melalui keterlibatan langsung, melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan, bermitra dengan pihak lain dan bergabung dalam suatu konsorsium. Praktek CSR oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia sudah mulai berkembang sejak tahun 1990an. Menurut Jalal (2010) dari Lingkar Studi CSR, di tahun 1990an kegiatan CSR di Indonesia lebih terbatas pada perusahaan-perusahaan ekstraktif (industri bahan baku) dan lebih berfokus pada kegiatan kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan hidup. Pada pertengahan tahun 1990an mulai terjadi pergeseran pendekatan pada kegiatan community development, dan baru pada tahun 2000an, istilah CSR mulai populer di

(26)

Penelitian Mapisangka (2009) mengutip Freemand (1984) mengungkapkan bahwa secara implementatif, perkembangan CSR di Indonesia masih membutuhkan banyak perhatian bagi semua pihak, baik pemerintah, masyarakat dan perusahaan. Terdapat ribuan perusahaan yang ada di Indonesia, namun diindikasikan belum semua perusahaan benar-benar menerapkan konsep CSR dalam kegiatan perusahaannya.Pada dasarnya sudah ada beberapa perusahaan yang menjalankan program CSR namun hanya sedikit yang menerapkan sistem kemitraan yang sinergis.

Berdasarkan penelitian Ma’arif (2013) pada tahun 2011 dan 2012 menyatakan bahwa di Indonesia hanya 10% perusahaan yang terkoordinasi dalam melakukan kegiatan CSR nya sedangkan 90% sisanya masih melaksanakan CSR secara sendiri-sendiri sehingga pemanfaatan kegiatan tersebut menjadi tidak jelas dan tidak tepat sasaran. Kondisi tersebut sesuai dengan hasil penelitian Asniwaty (2010) yang menyatakan bahwa upaya yang sudah dilakukan oleh suatu perusahaan bisa jadi tumpang tindih dengan pemerintah/perusahaan yang lain atau bisa juga hanya terfokus pada masalah tertentu saja. Akibatnya masalah yang menjadi fokus tidak mendapat perhatian karena kurangnya komunikasi dan tidak terbangunnya sistem kemitraan yang baik. Apabila aktivitas tersebut dilaksanakan dengan sinergis antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat maka dengan demikian penanggulangan berbagai masalah kesehatan serta kebutuhan sosial dapat diselesaikan.

(27)

gagal karena program tidak direncanakan dengan serius, kegiatan hanya didasarkan pada donasi dan pembangunan. Perusahaan migas enggan melakukan investasi pemetaan pemangku kepentingan serta penilaian terhadap kebutuhan masyarakat. Program yang lebih besar kemungkinan berhasilnya adalah program penguatan softskill dan livelihoods yang mempersyaratkan bentuk-bentuk perencanaan yang

detail, penekanan pada local content, konsultasi dengan pemangku kepentingan dan tata kelola perusahaan yang baik.

Berdasarkan penelitian Mapisangka (2009), penerapan program-program CSR tersebar pada berbagai aktivitas utama yaitu pendidikan, kesehatan, kemiskinan, sosial, agama, infrastruktur dan lingkungan hidup. Setiap aktivitas tersebut akan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kesejahteraan hidup masyarakat di lingkungan kawasan industri apabila dilaksanakan dengan memperhatikan aspek kemitraan yang sinergis.

Pemerintah Republik Indonesia sudah mewajibkan perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam dan lingkungan untuk menjalankan program CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan melalui Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Salah satu tujuan dibuatnya ketentuan ini adalah untuk tetap menciptakan hubungan Perseroan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat setempat.

(28)

perusahaan minyak dan gas alam (migas) terbesar di dunia, perusahaan ini sudah ada di Indonesia sejak tahun 1898 dan mulai mengoperasikan Kontrak Kerja Sama (KKS) di Aceh sejak tahun 1968. Perusahaan ini menitikberatkan kepada aspek pendidikan, kesehatan dan pembangunan ekonomi kerakyatan dalam pelaksanaan upaya program kemitraan dan pengembangan masyarakat.

Tercatat bahwa ada sekitar 170 desa dan 8.000 KK yang tersebar di 12 kecamatan yang berada di sekitar perusahaan terlibat dalam program tersebut. Program ini bertujuan untuk memberikan kontribusi terhadap peningkatan taraf hidup masyarakat, seperti program peternakan (bagi peternak lembu dan kambing), pertanian (petani coklat), perikanan (nelayan), penguatan skill dan ketrampilan masyarakat khususnya ibu-ibu dalam pengembangan industri rumah tangga (home industry). Pada sektor pembangunan infrastruktur khususnya pada saat terjadi

bencana alam tsunami yang melanda Aceh, PT.EMOI juga memberikan bantuan dalam bentuk pembangunan jalan, sekolah, mesjid dan fasilitas umum lainnya, selain itu dukungan kemanusiaan tetap diprioritaskan bagi masyarakat yang menjadi korban agar kesejahteraan hidup mereka tetap terjamin.

(29)

melalui program desa siaga dan ini merupakan salah satu upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi dengan menjalin kerja sama lintas sektor yaitu swasta, pemerintah daerah dan masyarakat yang di wakili oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lokal yang ada di Aceh Utara. Adapun beberapa lembaga yang menjadi mitra PT.EMOI selama ini selain pemerintah daerah, antara lain LSM Internasional JHPIEGO (International Health Organization affiliated to John Hopkins University), Microsoft Foundation, Lembaga Layanan Kesehatan Cuma-cuma (LKC)

dan LSM lokal Bumoe Malikusaleh.

Berdasarkan Corporate Citizen Report, selama tahun 2012 PT. EMOI sudah mengalokasikan dana CSR khusus kesehatan di seluruh dunia sebesar $.25 Juta atau berkisar Rp 300 Milyar, sedangkan alokasi dana CSR kesehatan untuk seluruh Indonesia sekitar Rp 7 Milyar termasuk Kabupaten Aceh Utara yaitu sebesar Rp 3 Milyar. Alokasi anggaran kesehatan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Utara pada tahun 2013 berjumlah Rp 137,3 Miliyar dari total APBK Aceh Utara yang berjumlah Rp 1,576 Triliun. Walaupun 70% dari total anggaran sudah di alokasikan untuk pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dan program kesehatan namun derajat kesehatan masyarakat di Aceh Utara masih tergolong rendah di bandingkan kabupaten lainnya di propinsi Aceh.

(30)

untuk mendapatkan pelayanan sarana kesehatan secara langsung khususnya bagi masyarakat yang menderita gangguan kejiwaan dan penyakit paru karena lokasinya yang berdekatan dengan tempat tinggal masyarakat. Selain itu bagi tenaga kesehatan khususnya bidan diberikan pelatihan Asuhan Persalinan Normal (APN) untuk penguatan skill dan ketrampilannya. Masyarakat juga dilibatkan untuk berperan serta dalam mendukung upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak melalui pelatihan kader desa siaga agar mampu melakukan pendataan dan pencatatan ibu hamil, menyiapkan transportasi desa, melakukan pengecekan golongan darah dan membantu warga dalam menyiapkan sistem pendanaan secara bersama-sama dalam menangani pembiayaan persalinan bagi masyarakat yang kurang mampu. Upaya tersebut ternyata belum mampu memberikan dampak yang luas bagi seluruh masyarakat di Kabupaten Aceh Utara untuk meningkatkan derajat kesehatan setinggi-tingginya.

(31)

tinggi yaitu 23,43 % dibandingkan dengan angka kemiskinan Aceh 20,98 % (BPS Aceh, 2012).

Angka kesakitan di Aceh juga tergolong tinggi yaitu 35,09% dibandingkan dengan angka kesakitan Indonesia yaitu 30,97%, selain itu angka kematian bayi di Aceh saat ini adalah 35/1000 KH sedangkan di Aceh Utara adalah 85/1000 KH. Angka kematian ibu di Provinsi Aceh juga masih tinggi yaitu 238/100.000 LH dibandingkan angka kematian ibu secara nasional yaitu 228/100.000 LH (Profil Kesehatan Provinsi Aceh, 2012).

Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh memberikan kewenangan kepada Dinas Kesehatan kabupaten/kota dalam proses penyusunan rencana strategis kesehatan daerah maupun penguatan kapasitas dan ketersediaan Sumber Daya Manusia di bidang kesehatan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. Dinas Kesehatan Aceh Utara merupakan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebagai unsur pelaksana Pemerintah Aceh di bidang kesehatan yang mempunyai tanggung jawab melaksanakan tugas umum pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat sesuai dengan peraturan perundangan, serta memiliki fungsi yang salah satunya adalah melaksanakan hubungan kerjasama dengan instansi pemerintah, swasta/BUMN dan organisasi kemasyarakatan (Qanun Aceh Utara, 2008).

(32)

pelaksanaan kemitraan yaitu ; (1) upaya menciptakan jaringan kerja (networking), (2) kerjasama (cooperation), (3) koordinasi (coordination), (4) koalisi (coalition) dan (5) kolaborasi (collaboration). Pelaksanaan kemitraan yang dijalankan oleh Dinas Kesehatan Aceh Utara selama ini khususnya dalam menjalin kerjasama dengan pihak swasta ataupun masyarakat masih sangat minim, hal ini terlihat dari tidak adanya pertemuan dan koordinasi yang dilakukan baik dengan pihak pihak swasta ataupun masyarakat, khususnya pada saat akan melakukan perencanaan program kesehatan. Kegiatan Musyawarah Perencanaan dan Pembangunan (Musrenbang) baik di tingkat kecamatan atau kabupaten belum melibatkan berbagai sektor khususnya pihak swasta sehingga tidak menutup kemungkinan terjadinya tumpang tindih kegiatan dan program yang dilakukan terkadang menjadi kurang tepat sasaran.

(33)

dengan data-data diatas. Keterlibatan stakeholders dalam upaya pembangunan kesehatan juga belum optimal dilakukan. Berdasarkan kondisi yang dikemukakan di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti sistem kemitraan Dinas Kesehatan dengan PT.Exxon Mobil Indonesia terhadap pemanfaatan dana CSR bidang kesehatan di kabupaten Aceh Utara tahun 2013.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan dalam penelitian ini adalah “bagaimana pelaksanaan sistem kemitraan Dinas Kesehatan dengan PT.Exxon Mobil Indonesia terhadap pemanfaatan dana CSR bidang kesehatan di Kabupaten Aceh Utara tahun 2013”.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis pelaksanaan sistem kemitraan Dinas Kesehatan dengan PT.Exxon Mobil Indonesia terhadap pemanfaatan dana CSR bidang kesehatan di Kabupaten Aceh Utara tahun 2013.

(34)

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

(35)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Corporate Social Responsibility (CSR)

2.1.1.Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR)

Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial

perusahaan saat ini menjadi sebuah isu penting yang mampu memberikan citra positif bagi perusahaan. Sudah banyak yang mendefinisikan CSR dengan berbagai sudut pandang berbeda baik dari kalangan praktisi ataupun akademisi, namun belum ada sebuah kesepakatan dalam mendefinisikan CSR secara khusus. Berikut ini adalah beberapa pengertian CSR dari para ahli dan badan/lembaga internasional, antara lain : 1. Menurut panduan ISO:26000, Sebuah organisasi internasional tentang

standarisasi yang fokus kepada tanggung jawab sosial perusahaan, dalam Idowu (2009). Pengertian CSR adalah :

“Responsibility of an Organization for the impacts of its decisions and activities on society and the environment, through transparent and ethical behaviours that contributes to sustainable development, health, and the welfare of society; takes into account the expectations of stakeholders; is in compliance with applicable law and consistent with international norms of behavious; and is integrated throughout the organization and practiced in its relationship.”

(36)

perusahaan tersebut berdiri atau menjalankan usahanya.

2. Menurut World Bussines Council for Sustainable Development (WBCSD) dalam Idowu (2009) :

“Continuing commitment by bussines to behave ethically and contribute economic development while improving the quality of the workforce and their families as well as of the local community and society at large.”

Artinya CSR merupakan komitmen terus-menerus dari pelaku bisnis untuk berlaku etis dalam memberikan kontribusi bagi perkembangan ekonomi melalui peningkatan kualitas hidup para pekerja dan keluarganya, dan juga bagi komunitas lokal serta masyarakat secara luas.

3. Menurut Uni Eropa (2005) dalam Subhabrata (2007):

“A concept whereby companies integrate social and environmental concerns in their business operations and in their interactions with their stakeholders on a voluntary basis.”

Sebuah konsep dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dan lingkungan dalam operasi bisnis dan interaksi mereka dengan para pemangku kepentingan dengan dasar sukarela.

4. Menurut Crowther (2008) :

“CSR is a concept whereby companies integrate social and environmental concerns in their business operations and in their interaction with their stakeholders on a voluntary basis.”

(37)

5. Menurut Johnson dan Scholes (2002) dalam Subhabrata (2007) :

“The ways in which an organization exceeds the minimum obligations to stakeholders specified through regulation and corporate governance.”

Cara-cara sebuah organisasi memenuhi kewajiban minimumnya kepada stakeholders yang ditetapkan melalui peraturan dan tata kelola perusahaan.

6. Menurut Kotler dan Lee (2005) dalam Subhabrata (2007):

“CSR is a commitment to improve community well being through discretionary business practices and contribution of corporate resources.”

CSR merupakan sebuah komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan bisnis yang memberikan kebebasan untuk menenetukan dan berkontribusi terhadap sumber daya perusahaan.

7. Menurut Carroll (1979) dalam Subhabrata (2007):

“Encompassing the economic, legal, ethical and discretionary expectations that society has of organizations at a given point in time.”

Artinya CSR meliputi aspek ekonomi, hukum, etika dan kebijaksanaan dengan harapan bahwa masyarakat merasakan memiliki organisasi tersebut pada waktu tertentu.

8. Menurut Jackson (2003) dalam Idowu (2009):

“CSR is the overall relationship of the corporation with all its stakeholders....Elements of corporate social responsibility include investment in community outreach, employee relations, creation and maintenance of employment, environmental responsibility, human rights, and financial

performance.”

(38)

aspek yang lain dijelaskan pula bahwa elemen dari tanggung jawab sosial, termasuk investasi dalam penjangkauan masyarakat, hubungan antar karyawan, memelihara dan menciptakan lapangan pekerjaan, tanggung jawab lingkungan, hak asasi manusia, dan kinerja keuangan.

2.1.2.Manfaat Corporate Social Responsibility (CSR)

Menurut Crowther (2008) ada beberapa manfaat dari penerapan CSR bagi perusahaan antara lain :

1. Meningkatkan perusahaan dalam hal product image. 2. Manfaat keamanan dan kesehatan.

3. Hubungan dengan masyarakat menjadi lebih baik.

4. Meningkatkan hubungan dengan pihak eksekutif dan legislatif. 5. Meningkatkan moral antar pekerja dan meningkatkan produktivitas. 6. Meningkatkan citra perusahaan secara umum.

7. Meningkatkan hubungan dengan para pemangku kepentingan

Menurut Hohnen (2007), beberapa manfaat perusahaan dalam menjalankan CSR antara lain :

1. Antisipasi yang lebih baik terhadap pengelolaan managemen risiko. 2. Peningkatan manajemen reputasi.

3. Meningkatkan kemampuan untuk merekrut, mengembangkan dan mempertahankan staf.

(39)

5. Peningkatan efisiensi operasional dan penghematan biaya.

6. Peningkatan kemampuan untuk menarik dan membangun hubungan yang efektif dan efisien terhadap rantai pasokan.

7. Meningkatkan kemampuan untuk mengatasi perubahan.

8. Memperkuat “lisensi sosial” perusahaan dalam melakukan aktivitas ditengah masyarakat.

2.1.3.Prinsip Corporate Social Responsibility (CSR)

Menurut Organization of Economic Cooperation And Development (OECD) dalam Wibisono (2007) pada saat pertemuan para menteri Negara-negara anggotanya di Paris tahun 2000 telah disepakati pedoman bagi perusahaan multinasional dengan kebijakan umum tentang prinsip-prinsip CSR yaitu :

1. Memberi kontribusi untuk kemajuan ekonomi, sosial dan lingkungan berdasarkan pandangan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.

2. Menghormati hak-hak asasi manusia yang mempengaruhi kegiatan yang dijalankan perusahaan tersebut, sejalan dengan kewajiban dan komitmen pemerintah dan di negara tempat perusahaan tersebut beroperasi.

3. Mendorong pembangunan kapasitas lokal melalui kerjasama yang erat dengan komunitas lokal, termasuk kepentingan bisnis selain menGambarkan kegiatan perusahaan di pasar dalam negeri dan pasar luar negeri.

(40)

5. Menahan diri untuk tidak mencari dan tidak menerima pembebasan dari luar yang dibenarkan secara hukum yang terkait dengan sosial, lingkungan, keselamatan kerja, insentif financial dan isu-isu lain.

6. Mendorong dan dan memegang teguh prinsip Good Corporate Governance (GCG) serta mengembangkan dan menerapkan praktik tata kelola perusahaan yang baik.

7. Mengembangkan dan menerapkan praktek-praktek sistem manajemen yang mengatur diri sendiri secara efektif guna menumbuh kembangkan relasi saling percaya antara perusahaan dengan masyarakat tempat perusahaan beroperasi. 8. Mendorong kesadaran pekerja sejalan dengan kebijakan perusahaan melalui

penyebarluasan informasi tentang kebijakan-kebijakan pada pekerja termasuk melalui program-program pelatihan.

2.1.4.Tahap Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR)

Menurut Hohnen (2007) ada 6 (enam) tahap pelaksanaan CSR yang lazim dilakukan oleh perusahaan, yaitu :

1. Tahap penilaian

(41)

a. Nilai-nilai dan etika perusahaan

b. Poros penggerak internal dan eksternal dalam memotivasi perusahaan untuk melakukan pendekatan sistematis dalam melaksanakan program CSR

c. Isu penting tentang CSR yang mempengaruhi atau dapat mempengaruhi perusahaan dan stakeholders

d. Struktur pengambilan keputusan perusahaan serta kekuatan dalam menerapkan pendekatan CSR yang lebih terintegrasi

e. Sumber daya manusia dan implikasi anggaran f. Inisiatif terkait keberadaan CSR

Penilaian tersebut harus mengidentifikasi tantangan dan peluang, melalui sebuah analisis untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan perusahaan dalam mencapai tujuan internal serta menentukan seberapa baik strategi perusahaan menghadapi tantangan dan peluang tersebut. Informasi ini sangat penting untuk menentukan prioritas kegiatan dan pendekatan yang akan dilakukan oleh perusahaan. 2. Tahap pengembangan strategi

(42)

sesuai dengan arah dan ruang lingkup perusahaan. 3. Tahap pengembangan komitmen

Pengembangan komitmen merupakan suatu kebijakan atau instrumen perusahaan yang diarahkan untuk mengembangkan segala upaya dan tujuan perusahaan agar dapat mengatasi dampak sosial dan lingkungan. Upaya pengembangan komitmen CSR perusahaan harus memahami berbagai perbedaan komitmen yang ada, yaitu perbedaan antara komitmen aspirational dan prescriptive. Komitmen aspirational cenderung mengartikulasikan tujuan jangka panjang dari suatu perusahaan dan biasanya ditulis dalam bahasa yang umum, sementara komitmen prescriptive yaitu komitmen dalam menetapkan kode etik, menetapkan perilaku yang lebih spesifik untuk dibahas dan disetujui oleh perusahaan.

Berikut ini adalah salah satu cara untuk mengembangkan komitmen CSR perusahaan, yaitu :

a. Melakukan peninjauan terhadap komitmen CSR b. Mengadakan diskusi dengan stakeholders

c. Membentuk kelompok kerja CSR d. Menyiapkan draft awal

(43)

4. Tahap implementasi

Implementasi CSR mengacu kepada keputusan, proses dan praktek kegiatan perusahaan yang telah disepakati dalam strategi pengembangan CSR. Terdapat beberapa langkah untuk menunjukkan bahwa perusahaan telah melaksanakan komitemen yang disepakati, antara lain :

a. Mengembangkan struktur pengambilan keputusan CSR yang terintegrasi b. Menyiapkan dan merencanakan program CSR

c. Menetapkan target yang terukur dan mengevaluasi kinerja d. Melibatkan seluruh komponen yang terlibat dalam program CSR e. Mendesain dan melakukan pelatihan CSR

f. Menetapkan mekanisme pemecahan masalah

g. Membuat rencana komunikasi internal dan eksternal h. Membuat komitmen publik

5. Tahap pelaporan

(44)

6. Tahap evaluasi

Evaluasi dilakukan untuk menilai keberhasilan program CSR secara keseluruhan dari pendekatan yang dilakukan, dan dijadikan sebagai dasar dalam melakukan perbaikan. Evaluasi merupakan proses pembelajaran untuk dapat menerima berbagai masukan berupa informasi-informasi baru maupun beradaptasi terhadap perubahan-perubahan secara berkesinambungan dengan melibatkan seluruh stakeholders. Upaya yang dilakukan tidak sebatas hanya untuk mencapai tujuan

saja, tetapi bagaimana agar perusahaan tetap waspada untuk beradaptasi dengan keadaan yang selalu mengalami peberubahan, serta menemukan cara-cara untuk meningkatkan upaya yang telah mereka lakukan.

2.1.5.Bentuk dan Model Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) Menurut Saidi (2004) dalam Tanudjaja (2006), sedikitnya ada 4 (empat) sistem atau model CSR yang diterapkan di Indonesia, antara lain :

1. Keterlibatan langsung

(45)

Perusahaan mendirikan yayasan sendiri di bawah perusahaan atau groupnya. Model ini merupakan adopsi dari model yang lazim diterapkan di perusahaan perusahaan di negara maju. Biasanya, perusahaan menyediakan dana awal, dana rutin atau dana abadi yang dapat digunakan secara teratur bagi kegiatan yayasan. 3. Bermitra dengan pihak lain

Perusahaan menyelenggarakan CSR melalui kerjasama dengan lembaga sosial/organisasi non-pemerintah (NGO/LSM), instansi pemerintah, universitas atau media massa, baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan sosialnya. Beberapa lembaga sosial yang bekerjasama dengan perusahaan dalam menjalankan CSR antara lain adalah Palang Merah Indonesia (PMI), Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), Dompet Dhuafa; instansi pemerintah (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia/LIPI, Depdiknas, Depkes, Depsos).

4. Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium

(46)

Menurut Jonker dan De Witte (2006), terdapat beberapa model managemen program CSR yang digunakan dalam upaya pembangunan berkelanjutan, antara lain :

[image:46.612.180.472.219.376.2]

A. Model Manajemen CSR Industri Ekstraktif

Gambar 2.1 Model Manajemen CSR Industri Ekstraktif Sumber : Jonker dan De Witte (2006)

Elemen kunci dari model ini didasari oleh komitmen dan kepemimpinan, melibatkan stakeholders secara berkesinambungan, kebijakan, struktur organisasi, penilaian hasil, sistem perencanaan dan pelaksanaan dengan monitoring, kegiatan perbaikan, audit dan managemen evaluasi.

a) Komitmen dan kepemimpinan

(47)

b) Melibatkan seluruh stakeholders

Sama halnya dengan komitmen dan kepemimpinan, pelibatan stakeholders merupakan komponen yang sangat dibutuhkan dalam seluruh model managemen CSR dan merupakan suatu proses yang berkesinambungan. Stakeholders harus dilibatkan sejak awal melakukan proses pengidentifikasian terhadap isu yang akan dilaksanakan.

c) Kebijakan dan organisasi

Kebijakan yang dibuat berkaitan dengan pelaksanaan program CSR harus mendukung terhadap tujuan utama dari perusahaan secara keseluruhan. Managemen juga harus mempertimbangkan tingkat resiko agar tidak terlalu besar peluang terjadinya suatu kegagalan program dengan memberikan Gambaran yang jelas tentang tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh setiap level managemen dalam perusahaan.

d) Tanggung jawab organisasi

(48)

B. Model Partisipasi Membangun Perusahaan

Model ini merupakan gabungan dari beberapa komunitas masyarakat, pemerintah dan sektor swasta yang memungkinkan untuk mengarahkan persepsi ekonomi dari masyarakat. Pemerintah dan perusahaan berupaya menjelaskan hak dan tanggung jawab kepada masyarakat melalui interaksi yang efektif agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam mencapai tujuan utama perusahaan dan pemerintah

Keterlibatan seluruh elemen sangat diperlukan dalam upaya mencapai hasil dan tujuan organisasi yang berbasis solusi, selain itu juga akan memberikan hasil yang strategis dalam meningkatkan motivasi masyarakat dalam aspek sosial dan ekonomi. Partisipasi perusahaan dalam kemitraan dibuktikan dengan adanya perhatian terhadap permasalahan yang ada dimasyarakat. Model ini memerlukan integrasi bisnis dari seluruh elemen agar terciptanya struktur yang efektif dan berjalan sesuai dengan kondisi yang terjadi. Seperti yang terlihat pada Gambar 2.2. di bawah ini.

(49)

Masyarakat sebagai penggerak perubahan akan terus mempengaruhi perusahaan dalam menciptakan peluang bisnisnya melalui identifikasi kemitraan yang berbasis masyarakat. Model ini dilatarbelakangi dari kegiatan masyarakat, pemerintah dan perusahaan di beberapa negara maju pada abad ke-21 dengan mempertimbangkan aspek toleransi, bakat dan teknologi dalam mengatasi permasalahan yang ada di lingkungannya.

Aplikasi dari model ini memberikan kemampuan untuk memanfaatkan ulang sumber daya yang ada, ide-ide, keterampilan dan informasi yang melekat pada sektor swasta untuk memberikan dampak sosial yang lebih luas kepada masyarakat. Perusahaan berinteraksi langsung dengan masyarakat dalam melakukan aktivitasnya, baik kegiatan yang bersifat ekonomi maupun sosial.

2.2.Program-program CSR Bidang Kesehatan

Berdasarkan pedoman penyelenggaran CSR dalam pembangunan kesehatan oleh Kemenkes RI (2008), program CSR bidang kesehatan terdiri dari :

1. Mengembangkan fasilitas pelayanan kesehatan

2. Membantu peningkatan kualitas dan fasilitas pelayanan kesehatan yang telah ada, dengan kegiatan antara lain :

a. Melatih petugas

b. Melengkapi sarana (obat, alat dan manual)

(50)

3. Pemberdayaan dan pengorganisasian masyarakat :

a. Mengembangkan Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) b. Meningkatkan kualitas UKBM yang ada

c. Memberikan sarana penyehatan lingkungan bagi rumah tangga (air bersih, pembuangan sampah)

d. Penyuluhan kesehatan e. Pelatih bagi masyarakat.

4. Mengembangkan perusahaan yang ber-Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) 2.2.1. Langkah-langkah Pelaksanaan CSR Bidang Kesehatan

2.2.1.1. Tahap Persiapan

1. Identifikasi potensi perusahaan

Perusahaan melakukan identifikasi potensi organisasi dalam merancang program CSR untuk percepatan pencapaian target Millenium Development Goals (MDG’s) dan pengendalian penyakit tidak menular, potensi-potensi perusahaan yang dapat dimanfaatkan meliputi :

a. Tenaga ahli terkait program kesehatan yang dipilih b. Tenaga pengelola/pelaksana program CSR

c. Program/kegiatan yang telah ada diintegrasikan dengan program CSR untuk pencapaian target MDG’s dan penyakit tidak menular

(51)

2. Identifikasi masalah kesehatan

Perusahaan melakukan identifikasi masalah kesehatan bersama perwakilan karyawan atau stakeholders lain, masyarakat setempat, LSM peduli kesehatan serta sektor kesehatan. Apabila wilayah yang digarap dalam lingkup nasional, diperlukan koordinasi dengan Kementerian Kesehatan, bila dalam lingkup propinsi dengan Dinas Kesehatan Propinsi, bila lingkup kabupaten/kota dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan bila dalam lingkup kecamatan atau desa dengan Puskesmas setempat. Sektor kesehatan akan memberikan masukan data-data masalah kesehatan di wilayahnya serta informasi lain yang diperlukan. 3. Menetapkan masalah dan wilayah

Perusahaan bersama dengan pihak yang terlibat melakukan identifikasi, kemudian ditetapkan prioritas masalah, bentuk program dan lokasi program CSR yang akan diselenggarakan.

4. Identifikasi potensi sumber daya alam dan lingkungan masyarakat

Perusahaan melakukan identifikasi potensi sumber daya alam yang mencakup : a. Identifikasi potensi sumber daya alam di masyarakat sekitar area

penyelenggaraan program CSR.

b. Identifikasi potensi lingkungan di masyarakat sekitar area penyelenggaraan program CSR.

2.2.1.2. Tahap Perencanaan

(52)

langkah-langkah di bawah ini atau disesuaikan dengan konteks daerah dan kondisi perusahaan.

a. Menyusun konsep rencana program CSR yang jelas, lengkap, dan terperinci, yakni sampai dengan teknis pelaksanaan program.

b. Membangun persepsi yang sama antara perusahaan dengan pemerintah daerah dan stakeholders.

c. Mengadakan kerjasama dengan pemerintah daerah dan atau stakeholders yang dapat diawali dengan penandatanganan MoU atau perjanjian kerjasama sebagai dasar komitmen pelaksanaan kerjasama dengan pemerintah daerah.

d. Menyusun perencanaan terpadu dengan pemerintah daerah agar dapat terjadi sinergi dan pemerataan kesejahteraan.

e. Melaksanakan konsultasi perencanaan yang melibatkan masyarakat.

f. Mengajukan usulan penghargaan dari pemerintah dalam bentuk pengakuan maupun insentif lainnya.

g. Menentukan pelaksanaan dan mekanisme monitoring dan evaluasi. 2.2.1.3. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan, perusahaan melakukan beberapa kegiatan antara lain :

a. Memilih sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, komitmen dan kepedulian terhadap CSR.

(53)

pelaksanaan kegiatan CSR.

c. Melakukan kegiatan monitoring atas kemajuan kegiatan CSR sesuai dengan mekanisme monitoring yang sudah direncanakan. Monitoring dapat dilakukan oleh pengelola kegiatan CSR.

d. Melakukan evaluasi kegiatan CSR yang telah berjalan, membuat sistem mekanisme pendokumentasian atas kemajuan, keberhasilan, kegagalan dan masalah-masalah yang dihadapi dalam menjalankan kegiatan CSR. Evaluasi dapat dilakukan oleh pihak lain termasuk Dinas Kesehatan setempat.

e. Mendesain sistem penghargaan bagi penanggung jawab yang telah berhasil melaksanakan kegiatan CSR.

f. Merumuskan kegiatan-kegiatan untuk menjamin terpeliharanya keberlanjutan kegiatan CSR yang sedang dan telah berjalan.

2.2.1.4. Tahap Pendokumentasian

Pada akhir tahun setelah melaksanakan kegiatan CSR, disarankan agar perusahaan membuat dokumentasi dari kegiatan CSR bidang kesehatan. Beberapa hal dibawah ini merupakan tahapan perusahaan dalam membuat dokumentasi :

a. Membentuk tim yang bertugas membuat dokumentasi

b. Merencanakan pembuatan dokumentasi seperti menentukan batas waktu, membuat anggaran dan membuat rencana kerja.

(54)

d. Menganalisa data berdasarkan informasi yang telah diolah dan menjelaskan kecenderungan (trend) dari data tersebut.

e. Membuat draft dokumentasi kegiatan CSR. f. Melakukan review dan finalisasi.

g. Mempublikasi dan mendistribusikan dokumentasi kegiatan CSR.

h. Mengumpulkan tanggapan-tanggapan sekaligus mendiskusikan dan mengevaluasi tanggapan tersebut sebagai upaya untuk perbaikan kegiatan CSR ke depan.

2.3.Sistem Pembiayaan Kesehatan

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2012 mendefinisikan subsistem pembiayaan kesehatan sebagai proses pengelolaan berbagai upaya penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan untuk mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna mencapai derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. Tujuan penyelenggaraan sistem pembiayaan kesehatan ini adalah agar tersedianya dana kesehatan dalam jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil dan merata serta termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna. Penyelenggaraan sistem pembiayaan kesehatan akan dapat terlaksana sesuai dengan tujuan apabila adanya komitmen, kerjasama dan komunikasi yang sinergis baik antara pihak pemerintah (eksekutif) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai pembuat kebijakan (legislatif).

(55)

dan berkesinambungan baik yang bersumber dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, masyarakat, dan sumber lainnya. Perencanaan dan pengaturan pembiayaan kesehatan dilakukan melalui penggalian dan pengumpulan berbagai sumber dana yang dapat menjamin kesinambungan pembiayaan pembangunan kesehatan, mengalokasikannya secara rasional, serta menggunakannya secara efisien dan efektif.

Berkaitan dengan hal pengaturan penggalian dan pengumpulan serta pemanfaatan dana yang bersumber dari iuran wajib, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus melakukan sinkronisasi dan sinergisme antara sumber dana dari iuran wajib, dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dana dari masyarakat, dan sumber lainnya termasuk dari pihak swasta. Hal ini dilakukan agar tidak adanya tumpang tindih kegiatan dan mempercepat proses penyerapan anggaran serta pencapaian pembangunan kesehatan yang adil dan merata.

2.3.1. Unsur-unsur Sistem Pembiayaan Kesehatan

Ada beberapa unsur yang terdapat dalam sistem pembiayaan kesehatan antara lain :

a. Dana

(56)

kesehatan ataupun dari sektor lain yang terkait, baik dari swasta maupun masyarakat untuk mendukung pelaksanaan pembangunan kesehatan.

b. Sumber Daya

Sumber daya yang tersedia dalam sistem pembiayaan kesehatan meliputi sumber daya manusia pengelola, sarana, standar, regulasi, dan kelembagaan yang digunakan secara berhasil guna dan berdaya guna dalam upaya mendukung terselenggaranya pembangunan kesehatan.

c. Pengelolaan Dana Kesehatan

Prosedur atau mekanisme pengelolaan dana kesehatan merupakan seperangkat aturan yang disepakati secara konsisten dan dijalankan oleh para pelaku subsistem pembiayaan kesehatan terutama oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pengelolaan tersebut dilakukan secara lintas sektor baik swasta maupun masyarakat yang mencakup mekanisme penggalian, pengalokasian, pembelanjaan dana kesehatan, dan mekanisme pertanggungjawabannya.

2.3.2. Prinsip-prinsip Sistem Pembiayaan Kesehatan

Ada 3 (tiga) prinsip dalam sistem pembiayaan kesehatan yaitu : a. Kecukupan

(57)

saat ini terus melakukan upaya peningkatan dan kecukupan terhadap alokasi dana kesehatan agar sesuai dengan kebutuhan besaran persentase dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pembiayaan kesehatan untuk masyarakat miskin dan tidak mampu merupakan tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dana kesehatan dapat diperoleh dari berbagai sumber, baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, maupun swasta yang harus digali dan dikumpulkan. Dana tersebut terus ditingkatkan untuk menjamin kecukupan agar jumlahnya dapat sesuai dengan kebutuhan, dikelola secara adil, transparan, akuntabel, berhasil guna dan berdaya guna, tersalurkan secara tepat dengan memperhatikan aspek berkelanjutannya serta menjamin adanya kesetaraan dan keadilan.

b. Efektif dan efisien

Organisasi menjamin efektifitas dan efisiensi penggunaan dana kesehatan. Demi mendukung upaya tersebut maka pembelanjaannya harus terdapat kesesuaian antara perencanaan pembiayaan kesehatan, penguatan kapasitas manajemen perencanaan anggaran dan kompetensi pemberi pelayanan kesehatan. Sistem pembayaran pada fasilitas pelayanan kesehatan saat ini perlu juga dikembangkan agar menuju kepada bentuk pembayaran yang prospektif.

c. Adil dan transparan

(58)

terpeliharanya dan terlindunginya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Dana kesehatan tersebut digunakan secara bertanggung jawab berdasarkan prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance), transparan, dan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.4.Teori Kemitraan

Teori tentang pentingnya kemitraan organisasi (partnership organization) dikemukakan oleh Eisler, R dan Montuori, A (2001). Dikatakan lebih lanjut, bahwa strategi kemitraan organisasi merupakan bagian dari pendekatan sistem, yang telah mempertimbangkan adanya pengaruh lingkungan organisasi dalam pertumbuhan organisasi. Pada proses perkembangannya, agar suatu organisasi tetap tumbuh dan berkembang harus memperhitungkan adanya kompleksitas lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa organisasi yang dominan (dominanator template) justru akan ditinggalkan, karena lingkungan menuntut adanya kemitraan organisasi. Pada masa sekarang (pola baru), untuk mengelola konflik yang muncul dalam organisasi lebih diutamakan menggunakan pendekatan sistem kemitraan daripada pendekatan dominan. Model kemitraan dalam organisasi membutuhkan persyaratan sebagai berikut :

1. Adanya struktur organisasi yang sederhana (flat) dan sedikit hirarki.

(59)

5. Adanya keanekaragaman produk (diversity product) 6. Adanya kesamaan gender (gender balance)

7. Adanya kreativitas dan jiwa kewiraswastaan (creativity and entrepreneurship) Dent (2006) dalam teorinya Partnership Relationship Management, mengatakan bahwa pada abad 21 ini, untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan adanya tuntutan konsumen akan pelayanan yang cepat, suatu organisasi membentuk kemitraan dan strategi aliansi (partnerships and strategic alliances) baik secara internal maupun eksternal. Proses ini memerlukan kreativitas dalam mengkombinasikan budaya kerja organisasi yang mengarah pada pola kemitraan. Ada empat keuntungan yang diperoleh bila menggunakan pola kemitraan dan aliansi, yaitu:

1. Keterbukaan (openness) 2. Kreativitas (creativity) 3. Kecepatan (agility)

4. Kelenturan (resiliency) 2.4.1.Kemitraan Publik dan Swasta

(60)

mempengaruhi satu dengan yang lainnya secara seimbang, sinergis, saling menghargai, transparansi dan adanya partisipasi dari kedua belah pihak.

Menurut Glasbergen (2008), Penerapan sistem kemitraan memperhatikan berbagai aspek yang berbeda. Beberapa jenis sistem kemitraan yang paling umum diterapkan antara lain :

1. Kemitraan yang berfungsi untuk meningkatkan kesadaran

Sistem kemitraan yang mendorong perdebatan dari berbagi pihak dalam mengembangkan berbagai macam ide-ide yang baru, termasuk dialog kebijakan multi stakeholder sebagai upaya mencapai dan mempertahankan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

2. Kemitraan yang berkonsentrasi pada penyebaran dan pengembangan informasi Bentuk kemitraan ini berpedoman pada pelaporan kinerja sektor keuangan atau dikenal dengan The Global Reporting Initiative (GRI). Ada banyak pihak-pihak pembuat keputusan yang memiliki tujuan yang sama untuk mempromosikan akses informasi, partisipasi, dan keadilan dalam menerapkan sistem kemitraan. 3. Kemitraan yang memberikan bantuan teknologi dalam pengelolaan proses

(61)

4. Kemitraan yang mengembangkan produk baru yang lebih berkesinambungan Tujuan dari kemitraan ini adalah untuk mendapatkan produk yang sesuai dengan karakteristik pasar. Jenis kemitraan ini merupakan salah satu proses kemitraan dalam membangun struktur pasar dengan keterlibatan langsung para pihak.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas kemitraan menurut Barr (2009), antara lain :

1. Manajemen 2. Alokasi anggaran 3. Sistem informasi

(62)
[image:62.612.125.546.122.274.2]

2.5. Landasan Teori

Gambar 2.3 Kerangka Susunan Rencana Kemitraan yang Berkontribusi terhadap Pemerintahan yang Baik

Sumber : Glasbergen (2008)

[image:62.612.206.467.340.505.2]
(63)
[image:63.612.93.561.117.443.2]

2.6. Kerangka Pikir

Gambar 2.5 Kerangka Pikir Penelitian

Berdasarkan kerangka pikir pada Gambar 2.5 di atas, maka dapat dijelaskan bahwa sistem kemitraan terdiri dari beberapa alur dan tahapan yaitu dari input, proses, output dan outcome. Input terdiri dari sistem kemitraan Dinas Kesehatan Aceh

Utara, PT. EMOI dan LSM lokal. Pada tahapan proses menjelaskan aktivitas dan model kemitraan yang dijalankan selama ini dan tahap output adalah hasil dari proses kemitraan yang telah dijalankan, sedangkan outcome merupakan dampak dari kemitraan yang dirasakan oleh masyarakat khususnya di wilayah kabupaten Aceh Utara. Aktivitas Kemitraan (Model Kemitraan) Infrastruktur kesehatan dan Sistem kemitraan 1.Dinkes

- Kepala Dinas Kesehatan - Sekretaris Dinkes

- Bidang Program dan Pelaporan - Seksi Keuangan/Anggaran 2.PT. EMOI

- Bidang Humas 3.LSM Lokal

Ketua

Determinan keberhasilan

dan efisiensi kemitraan

1. Managemen 2. Alokasi anggaran 3. Sistem informasi

Dampak yang dirasakan oleh masyarakat Input Output Outcome Proses Analisis Data

(64)
(65)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk memberikan gambaran secara menyeluruh, luas dan mendalam tentang pelaksanaan sistem kemitraan Dinas Kesehatan dengan PT.Exxon Mobil Indonesia (EMOI) terhadap pemanfaatan dana CSR bidang kesehatan di Kabupaten Aceh Utara. Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2013) mendefenisikan metodologi kualititatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh), artinya memandang individu dan organisasi sebagai bagian dari sesuatu keutuhan.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

(66)

Penelitian ini diawali dengan persetujuan judul penelitian, konsultasi, seminar kolokium, penelitian lapangan, seminar hasil dan komprehensif. Penelitian ini membutuhkan waktu selama 6 (enam) bulan terhitung bulan Januari 2014 sampai dengan Juni 2014.

3.3. Informan

Informan dalam penelitian ini adalah seluruh unsur yang terlibat dalam sistem kemitraan Dinas Kesehatan dengan perusahaan khususnya PT. EMOI dalam pemanfaatan dana CSR bidang kesehatan di kabupaten Aceh Utara. Berdasarkan hal tersebut maka kriteria informan ditetapkan sebagai berikut :

1. Pejabat Pemerintah Kabupaten Aceh Utara yang terlibat dalam sistem kemitraan dengan PT. EMOI

2. Divisi pada PT. EMOI yang terlibat dalam sistem kemitraan dengan Dinas Kesehatan Aceh Utara

3. Pihak lain yang terlibat dalam sistem kemitraan antara Dinas Kesehatan Aceh Utara dan PT. EMOI

Berdasarkan kriteria diatas, maka yang menjadi informan pada penelitian ini adalah : 1. Unsur Pemerintah Kabupaten Aceh Utara terdiri dari:

a. Kepala Dinas Kesehatan b. Sekretaris Dinas Kesehatan

(67)

2. Unsur PT. EMOI yaitu manajer humas PT. EMOI

3. Unsur Pihak lain yang mewakili masyarakat lokal yaitu ketua LSM Bumoe Malikusaleh

3.4. Defenisi Istilah

1. Sistem kemitraan adalah pola hubungan yang dibangun oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara dengan PT. EMOI terhadap penyelenggaraan program-program kesehatan, dengan indikator

a. Institusi Publik, Perusahaan dan LSM yang terlibat secara langsung dalam proses kemitraan yaitu Dinas Kesehatan, PT.EMOI dan LSM lokal Bumoe Malikusaleh.

b. Kegiatan dan kinerja mitra adalah bentuk aktivitas dan pencapaian atas aktivitas yang dilakukan oleh organisasi atau lembaga pada struktur kemitraan.

c. Determinan keberhasilan kemitraan adalah Faktor yang memengaruhi tercapainya tujuan dari sistem kemitraan yang dijalankan.

2. Infrastruktur kesehatan adalah sarana prasarana pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang telah diserahkan secara formal dan dialih fungsikan pengelolannya dari PT.EMOI kepada Dinas Kesehatan.

(68)

pemahaman dan kemampuan sumber daya manusia di bidang kesehatan melalui LSM mitra.

4. Dampak yang dirasakan oleh masyarakat adalah hasil dari suatu kegiatan yang menyebabkan adanya perubahan terhadap pengetahuan, sikap dan tindakan oleh masyarakat.

5. Analisis Data adalah proses perumusan hipotesa sehingga menghasilkan suatu kesimpulan penelitian.

6. Model Kemitraan adalah Suatu bentuk alur mekanisme dalam menjalin kerjasama yang sinergis dengan berbagai sektor terkait

3.5. Jenis Data

1. Data primer yaitu keseluruhan data yang diperoleh dari pengamatan langsung, wawancara langsung dengan informan dan mengacu pada pedoman wawancara yang telah disusun berupa point-point pokok berkaitan dengan sistem kemitraan dan pemanfaatan dana CSR.

2. Data sekunder yaitu keseluruhan data yang diperoleh dari cata

Gambar

Gambar 2.1 Model Manajemen CSR Industri EkstraktifSumber : Jonker dan De Witte (2006)
Gambar 2.3 Kerangka Susunan Rencana Kemitraan yang Berkontribusi terhadap Pemerintahan yang Baik
Gambar 2.5 Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 5.1. Dampak Kemitraan di Bidang Kesehatan dan Sosial
+6

Referensi

Dokumen terkait

Melalui ini, dapat disimpulkan bahwa program CSR khususnya bidang lingkungan berperan sebagai sarana yang menunjang perusahaan dalam perolehan PROPER melalui kegiatannya

Adapun yang dilakukan peneliti dalam metode pengolahan data ini adalah mengecek kembali hasil wawancara yang telah dilakukan dengan pihak kemahasiswaan dan mahasiswa

Manfaat yang dapat diperoleh bagi beberapa pihak dari penelitian mengenai perbandingan tangung jawab sosial perusahaan dan kinerja keuangan bank pemerintah dengan bank swasta

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan, dan dukungan yang sangat berarti dari berbagai pihak, khususnya Bapak Suharmadi Ak., M.si selaku dosen